Hari sudah menjelang magrib, tapi Pasha masih juga belum kembali ke ruang kerjanya. Membuat Hana yang sudah bosan menunggu perlahan bangun dari rebahan dan menatap tangan kanannya yang sudah diperban oleh Riani. Sebersit rasa takut melintas, bagaimana jika suaminya itu tidak terima melihat lukanya diperban orang lain?Itu bukannya tak mungkin. Senyum saja dilarang, apatah lagi itu..."Lebih baik ku lepas saja" Hana yang cemas, segera melepas kain kasa yang membalut telapak tangannya. Ia dapat melihat lukanya yang sudah mengering dan tidak meninggalkan nyeri.Hana menoleh kearah jendela, ia dapat melihat segurat mega merah menyusup masuk ke celah-celah tirai yang terbuat dari bambu itu. Membuat ruang gelap ini hanyut dalam kesepian senja yang bertandang."Lebih baik aku shalat magrib dulu" Hana perlahan bangun dari sofa dan pergi mengambil wudhu. Sesudahnya Hana mencari-cari apakah ada bilik khusus di ruang kerja Pasha. Ia ingat ketika mendatangi ruang kerja Ratna, di sana ada bilik k
Suasana seketika menjadi canggung. Hana menundukkan kepalanya dengan kedua belah pipi yang menghangat. Pasha tersenyum kecil menikmati wajah cantik istrinya yang terdiam bersemu malu. Pergi turun dari ranjang, ia pergi menekan saklar lampu yang berada dekat dengan pintu masuk.Sedangkan Hana perlahan mundur ke belakang bersandar ke kepala ranjang. Mengambil guling, ia meletakkan benda panjang itu untuk membatasi antara dirinya dan Pasha. Kemudian ia berbaring, menarik selimut dan tidur dengan postur menyamping.Hana memejamkan mata, mendapati dirinya masih berbunga-bunga mengingat ciuman lembut suaminya di telapak tangannya. Ia tidak pernah pacaran sebelumnya, terang saja hal-hal kecil seperti itu bisa membuatnya begitu melayang tinggi dan manis.Suasana menjadi remang-remang, tatkala hanya lampu tidur yang bercahaya kuning keemasan yang masih menyala. Pasha berjalan kearah ranjang dan melihat ada guling di tengah tempat tidurnya yang luas. Matanya menggelap tak suka melihat itu. Teru
[Hana, Sabtu ini kamu free kan?]Ketika Hana sedang malas-malasan di sofa ruang depan dengan sepotong roti sandwich di tangannya, ia mendapatkan sebuah pesan dari kakak keduanya. Hana tersenyum, menggigit roti sandwich itu di mulut dan segera mengetikkan balasan.[Free kak]Tak butuh waktu lama hingga Keira mengirim balasan.[Temani kakak shopping yuk][Ayuk!]Sudah lama Hana tak bertemu dengan Keira semenjak ia menikah dengan Pasha. Di acara makan malam keluarga waktu itupun ia tak sempat berbicara dengan kakak keduanya itu karena kejadian yang tak terduga.[Kirim alamat apartemen suami kamu, biar kakak jemput kamu ke sana]Hana pun segera mengirimkan alamatnya kepada Keira. Setelahnya ia berkirim pesan pada Pasha. Bisa-bisa suaminya itu mengamuk mengetahui dirinya tidak ada di apartemen.[Pak Pasha, saya izin shopping sama kak Keira ya pak]Sebelum menyentuh simbol 'send', Hana memperhatikan kata-katanya apakah itu tidak terlalu formal antara suami-istri?Hana mengambil roti sandwic
"Yang ini bagus gak?""Kalau yang ini?""Bagaimana dengan yang ini?""Engga" Jawab Hana kesekian kalinya. Itu membuat sepasang bahu Keira tertunduk lesu. Sudah berapa kali ia memilah gaun dari gantungan dan menunjukkannya pada Hana, tapi tak ada satupun dari pilihannya yang menurut Hana bagus."Kalau yang ini pasti bagus kan?" Keira tak menyerah, kembali meraih satu gaun dari gantungan. Itu tak lain adalah mini dress berwarna putih dengan corak bunga matahari. Membawa kesan semangat dan ceria, cukup cocok dengan karakter Keira yang periang.Hana menggelengkan kepalanya sebagai jawaban."Ya ampun Han, hampir semua gaun yang kakak ambil kamu bilang gak bagus. Terus yang menurut kamu bagus yang mana hum?" Gerutu Keira kesal. Diantara kedua saudaranya, tak ada satupun yang cukup menyenangkan sebagai temannya shopping.Ratna yang workaholic itu hampir tak ada waktu untuk shopping dan sekalinya pergi, gaya belanjanya terbilang cukup kaku. Bersama Hana, kapanpun adik bungsunya itu ada wakt
"Hana, saya pulang" Terdengar suara pintu apartemen terbuka, Hana yang tengah bersantai di sofa dengan buku bisnis yang diambilnya dari ruang kerja Pasha, meletakkan buku ke pangkuan dan menoleh, "Loh, tumben bapak pulang awal?" Jika diperkirakan, jam segini biasanya para pekerja baru saja selesai makan siang dan seharusnya Pasha akan melanjutkan sesi temu koleganya atau paling tidak bergelut dengan dokumen-dokumen yang harus diurusnya. Tapi... "Kenapa?" Pasha menaikkan salah satu alisnya. "Kamu gak suka saya pulang awal?" Hana mengedipkan matanya dua kali. Ia tiba-tiba menyadari betapa 'baperan' suaminya itu. Meletakkan buku di atas meja, Hana mendesah pelan, "Saya suka kok" Ia berdiri dan berjalan mendatangi Pasha dengan senyum terukir di bibir. Mengikuti instingnya sebagai seorang istri, Hana bergerak mengambil tas kerja dari tangan Pasha dan membantu melepas jas berat dari pundaknya, "Bapak mau saya ambilkan minum? Barangkali jus sayur atau—" Kata-kata Hana selanjutkan terus
Malam harinya, Hana dan Pasha makan malam bersama di meja makan. Pastinya itu adalah makanan delivery karena Hana tidak diperbolehkan menyentuh dapur oleh Pasha. Aktivitas di meja makan cukup hening. Yang terdengar hanyalah dentingan sendok dan piring.Hana dapat merasakan sedikit ketegangan selama menyantap makanannya. Karena aura Pasha yang kuat, seakan menekannya untuk tidak ceroboh. Alhasil ia makan dengan sangat hati-hati."Kamu belanja apa saja tadi di mall?" Akhirnya Pasha membuka percakapan.Itu berhasil menghancurkan sepetak dinding di antara mereka. Hingga ketegangan pun sedikit dinetralisir."Tidak ada. Saya hanya menemani kak Keira berbelanja" Ucap Hana. Mengambil segelas air putih, ia meneguk nya sedikit."Saya kan sudah memberikan mu kartu, kenapa kamu tidak menggunakannya untuk berbelanja?" Tanya Pasha."Ah, itu karena tidak ada yang ingin saya beli" Jawab Hana. Sedikit senyum canggung terbit di sudut bibirnya."Oh" Setelah tanggapan singkat itu dari Pasha, aktivitas ma
Hana pun dengan polosnya memberikan sebuah paper bag kepada Pasha. Ketika Pasha membuka nya, mata elangnya tersentak kaget. Itu adalah seonggok kain merah tipis transparan yang sangat lembut tapi cukup membakar. Sesaat Pasha menatap tak berkedip pada Hana. Ia tidak akan mengira istri kecilnya itu akan seperti anak TK yang tak tahu menahu hal-hal seperti ini. Entah kenapa, sejejak senyum nakal terbit di sudut bibirnya. Itu lumayan samar sampai Hana tak melihatnya. "Kebetulan besok saya ada dinas ke luar kota. Kamu ikut dengan saya sama jangan lupa bawa baju ini" Pasha mengembalikan paper bag itu kepada Hana. "A-apa pak?" Sontak saja Hana gelagapan mendengar itu. "Saya ikut bapak?" Tanyanya dengan raut wajah panik, "Ya engga bisa pak, saya kan besok harus ke kampus" "Absen saja" Ucap Pasha dengan tak berdosa nya. Hana menghela nafas dengan mata berkedip tertekan. Suaminya itu menyuruhnya absen dari kelas seakan itu perkara hal yang lumrah di lakukan. "Tidak bisa pak" Tentang Hana
Mereka berangkat keluar kota menggunakan jet pribadi milik Pasha. Melabuhkan punggungnya di tempat mewah itu, membawa Hana teringat akan mimpi buruknya sebelum menikah dengan Pasha. Di mana ia mencoba melarikan diri tapi malah tertangkap oleh Pasha. Setelahnya ia di bawa pergi ke sebuah pulau dan membuatnya terkurung di sana."Kau sedang memikirkan apa?"Hana tersentak dari lamunan mendengar pertanyaan itu. Mengalihkan pandangannya dari gumulan awan putih di luar sana, ia tersenyum dan menggeleng, "Bukan apa-apa"Pasha hanya diam. Menarik lengan Hana dan bersandar manja di pundak kecil itu. Hana sedikit terkejut, tapi tak berkata apa-apa. Ia hanya membiarkan suaminya itu bersandar dengan nyaman padanya."Hana""Ya pak?""Kamu tidak boleh pergi dari kehidupan saya""..." Bulu mata Hana berkibar samar mendengar itu.Pasha mengambil tangan Hana dan membungkusnya dengan tangan besarnya, "Jangan berani-berani meminta cerai, kalau kamu melakukannya, saat itu juga saya akan membawa kabur kam