Suasana seketika menjadi canggung. Hana menundukkan kepalanya dengan kedua belah pipi yang menghangat. Pasha tersenyum kecil menikmati wajah cantik istrinya yang terdiam bersemu malu. Pergi turun dari ranjang, ia pergi menekan saklar lampu yang berada dekat dengan pintu masuk.Sedangkan Hana perlahan mundur ke belakang bersandar ke kepala ranjang. Mengambil guling, ia meletakkan benda panjang itu untuk membatasi antara dirinya dan Pasha. Kemudian ia berbaring, menarik selimut dan tidur dengan postur menyamping.Hana memejamkan mata, mendapati dirinya masih berbunga-bunga mengingat ciuman lembut suaminya di telapak tangannya. Ia tidak pernah pacaran sebelumnya, terang saja hal-hal kecil seperti itu bisa membuatnya begitu melayang tinggi dan manis.Suasana menjadi remang-remang, tatkala hanya lampu tidur yang bercahaya kuning keemasan yang masih menyala. Pasha berjalan kearah ranjang dan melihat ada guling di tengah tempat tidurnya yang luas. Matanya menggelap tak suka melihat itu. Teru
[Hana, Sabtu ini kamu free kan?]Ketika Hana sedang malas-malasan di sofa ruang depan dengan sepotong roti sandwich di tangannya, ia mendapatkan sebuah pesan dari kakak keduanya. Hana tersenyum, menggigit roti sandwich itu di mulut dan segera mengetikkan balasan.[Free kak]Tak butuh waktu lama hingga Keira mengirim balasan.[Temani kakak shopping yuk][Ayuk!]Sudah lama Hana tak bertemu dengan Keira semenjak ia menikah dengan Pasha. Di acara makan malam keluarga waktu itupun ia tak sempat berbicara dengan kakak keduanya itu karena kejadian yang tak terduga.[Kirim alamat apartemen suami kamu, biar kakak jemput kamu ke sana]Hana pun segera mengirimkan alamatnya kepada Keira. Setelahnya ia berkirim pesan pada Pasha. Bisa-bisa suaminya itu mengamuk mengetahui dirinya tidak ada di apartemen.[Pak Pasha, saya izin shopping sama kak Keira ya pak]Sebelum menyentuh simbol 'send', Hana memperhatikan kata-katanya apakah itu tidak terlalu formal antara suami-istri?Hana mengambil roti sandwic
"Yang ini bagus gak?""Kalau yang ini?""Bagaimana dengan yang ini?""Engga" Jawab Hana kesekian kalinya. Itu membuat sepasang bahu Keira tertunduk lesu. Sudah berapa kali ia memilah gaun dari gantungan dan menunjukkannya pada Hana, tapi tak ada satupun dari pilihannya yang menurut Hana bagus."Kalau yang ini pasti bagus kan?" Keira tak menyerah, kembali meraih satu gaun dari gantungan. Itu tak lain adalah mini dress berwarna putih dengan corak bunga matahari. Membawa kesan semangat dan ceria, cukup cocok dengan karakter Keira yang periang.Hana menggelengkan kepalanya sebagai jawaban."Ya ampun Han, hampir semua gaun yang kakak ambil kamu bilang gak bagus. Terus yang menurut kamu bagus yang mana hum?" Gerutu Keira kesal. Diantara kedua saudaranya, tak ada satupun yang cukup menyenangkan sebagai temannya shopping.Ratna yang workaholic itu hampir tak ada waktu untuk shopping dan sekalinya pergi, gaya belanjanya terbilang cukup kaku. Bersama Hana, kapanpun adik bungsunya itu ada wakt
"Hana, saya pulang" Terdengar suara pintu apartemen terbuka, Hana yang tengah bersantai di sofa dengan buku bisnis yang diambilnya dari ruang kerja Pasha, meletakkan buku ke pangkuan dan menoleh, "Loh, tumben bapak pulang awal?" Jika diperkirakan, jam segini biasanya para pekerja baru saja selesai makan siang dan seharusnya Pasha akan melanjutkan sesi temu koleganya atau paling tidak bergelut dengan dokumen-dokumen yang harus diurusnya. Tapi... "Kenapa?" Pasha menaikkan salah satu alisnya. "Kamu gak suka saya pulang awal?" Hana mengedipkan matanya dua kali. Ia tiba-tiba menyadari betapa 'baperan' suaminya itu. Meletakkan buku di atas meja, Hana mendesah pelan, "Saya suka kok" Ia berdiri dan berjalan mendatangi Pasha dengan senyum terukir di bibir. Mengikuti instingnya sebagai seorang istri, Hana bergerak mengambil tas kerja dari tangan Pasha dan membantu melepas jas berat dari pundaknya, "Bapak mau saya ambilkan minum? Barangkali jus sayur atau—" Kata-kata Hana selanjutkan terus
Malam harinya, Hana dan Pasha makan malam bersama di meja makan. Pastinya itu adalah makanan delivery karena Hana tidak diperbolehkan menyentuh dapur oleh Pasha. Aktivitas di meja makan cukup hening. Yang terdengar hanyalah dentingan sendok dan piring.Hana dapat merasakan sedikit ketegangan selama menyantap makanannya. Karena aura Pasha yang kuat, seakan menekannya untuk tidak ceroboh. Alhasil ia makan dengan sangat hati-hati."Kamu belanja apa saja tadi di mall?" Akhirnya Pasha membuka percakapan.Itu berhasil menghancurkan sepetak dinding di antara mereka. Hingga ketegangan pun sedikit dinetralisir."Tidak ada. Saya hanya menemani kak Keira berbelanja" Ucap Hana. Mengambil segelas air putih, ia meneguk nya sedikit."Saya kan sudah memberikan mu kartu, kenapa kamu tidak menggunakannya untuk berbelanja?" Tanya Pasha."Ah, itu karena tidak ada yang ingin saya beli" Jawab Hana. Sedikit senyum canggung terbit di sudut bibirnya."Oh" Setelah tanggapan singkat itu dari Pasha, aktivitas ma
Hana pun dengan polosnya memberikan sebuah paper bag kepada Pasha. Ketika Pasha membuka nya, mata elangnya tersentak kaget. Itu adalah seonggok kain merah tipis transparan yang sangat lembut tapi cukup membakar. Sesaat Pasha menatap tak berkedip pada Hana. Ia tidak akan mengira istri kecilnya itu akan seperti anak TK yang tak tahu menahu hal-hal seperti ini. Entah kenapa, sejejak senyum nakal terbit di sudut bibirnya. Itu lumayan samar sampai Hana tak melihatnya. "Kebetulan besok saya ada dinas ke luar kota. Kamu ikut dengan saya sama jangan lupa bawa baju ini" Pasha mengembalikan paper bag itu kepada Hana. "A-apa pak?" Sontak saja Hana gelagapan mendengar itu. "Saya ikut bapak?" Tanyanya dengan raut wajah panik, "Ya engga bisa pak, saya kan besok harus ke kampus" "Absen saja" Ucap Pasha dengan tak berdosa nya. Hana menghela nafas dengan mata berkedip tertekan. Suaminya itu menyuruhnya absen dari kelas seakan itu perkara hal yang lumrah di lakukan. "Tidak bisa pak" Tentang Hana
Mereka berangkat keluar kota menggunakan jet pribadi milik Pasha. Melabuhkan punggungnya di tempat mewah itu, membawa Hana teringat akan mimpi buruknya sebelum menikah dengan Pasha. Di mana ia mencoba melarikan diri tapi malah tertangkap oleh Pasha. Setelahnya ia di bawa pergi ke sebuah pulau dan membuatnya terkurung di sana."Kau sedang memikirkan apa?"Hana tersentak dari lamunan mendengar pertanyaan itu. Mengalihkan pandangannya dari gumulan awan putih di luar sana, ia tersenyum dan menggeleng, "Bukan apa-apa"Pasha hanya diam. Menarik lengan Hana dan bersandar manja di pundak kecil itu. Hana sedikit terkejut, tapi tak berkata apa-apa. Ia hanya membiarkan suaminya itu bersandar dengan nyaman padanya."Hana""Ya pak?""Kamu tidak boleh pergi dari kehidupan saya""..." Bulu mata Hana berkibar samar mendengar itu.Pasha mengambil tangan Hana dan membungkusnya dengan tangan besarnya, "Jangan berani-berani meminta cerai, kalau kamu melakukannya, saat itu juga saya akan membawa kabur kam
"Kalau begitu saya permisi pak" Ucap Eman, tepat pukul delapan malam mereka baru saja menyelesaikan makan malam yang merangkap pertemuan bisnis. Eman tidak berada di hotel yang sama dengan Pasha atas perintah bosnya itu yang menginginkan privasi khusus karena sudah membawa istrinya. Itu karena Pasha tidak ingin kehidupan pribadinya disorot rekan kerjanya. Eman baru saja melambai ke pinggir jalan menghentikan sebuah taksi, mendapati Pasha yang datang menepuk pundaknya dari belakang. "Ada yang ingin saya tanyakan" Eman tidak jadi menghentikan taksi dan menoleh kearah Pasha, "Iya, ada apa pak?" "Apa kau pernah berciuman?" Eman beberapa saat muncul dengan ekspresi polosnya menjawab, "Tentu saja pernah" Pasha mengedipkan matanya, tidak menyangka ia kalah pengalaman dari Eman yang masih belum menikah tapi sudah pernah melakukannya. "Saya punya kebiasaan mencium pipi ibu saya sebelum pergi dinas dan mencium pipi adik perempuan saya setiap kali mengunjunginya di sekolah asrama" Tutur E
Pagi harinya, Ratna sudah berpakaian dengan rapi. Ia mengenakan setelan baju formal berwarna navy dan mencoba mengenakan hijab bewarna abu-abu pemberian dari Hana. "Sayang, kamu sudah selesai?" Eman membuka pintu kamar dan melongok kedalam. Sesaat matanya berkedip terkejut mendapati istrinya yang tiba-tiba mengenakan hijab di kepalanya. Itu membungkus indah wajah tirusnya, membuat penampilan formalnya terlihat anggun dan jumawa. "Gimana menurut kamu? Lucu ya aku berhijab begini?" "Anggun." "Ya?" Eman tersadar. Ia berdeham dan dengan daun telinganya yang memerah ia berujar, "Kamu terlihat menawan dengan berhijab seperti itu." Ratna merasa begitu manis dengan pujian tersebut. Hatinya langsung merasa tergelitik melihat daun telinga suaminya yang memerah. Padahal sudah beberapa bulan, tapi terkadang Eman masih malu-malu kepadanya. "Aku sudah selesai. Yuk kita pergi." "Sekarang?" Eman bergeming beberapa saat. "Ya terus kapan lagi." Ratna tergelak kecil. Ia mengapit lengan suaminy
Setengah tahun berlalu sudah. Dalam kurun waktu tersebut Hana berusaha keras untuk membagi perannya sebagai seorang istri, ibu dan juga sebagai mahasiswa. Dalam kurun waktu tersebut juga, berkat ketekunannya dan kegigihannya, ia berhasil mengejar semua ketertinggalan nya dan menyelesaikan studinya.Meskipun ia terlambat dan tertinggal dari teman-temannya yang sudah menyandang sarjana setahun ke belakang. Tapi ia tidak menyesali keterlambatan nya. Ia berpikiran positif dan yakin semua yang terjadi pasti ada hikmahnya."Selamat Hanaaaa...." Chaca dan Miftah menyerbunya dari kanan-kiri dan memeluknya erat. Seerat persahabatan yang telah mereka jalin selama ini."Akhirnya kamu menjadi sarjana juga Han." Tukas Miftah yang terharu menatap sahabatnya yang akhirnya telah mengenakan baju toga setelah semua hal-hal berat yang dilewatinya setahun ke belakang."Walaupun kita gak wisuda bareng, tapi ritual lempar topi toga nya harus tetap dilakukan barengan." Chaca mengambil topi toga dari atas ke
Saat ia merasakan tangan panas Pasha yang besar, mulai menggerayangi perutnya dari belakang. "Syuhh" Pasha menekan jari telunjuknya di bibir Hana."K-kamu ngapain? Buat apa tangan mu di situ?"Alih-alih menjawab, Pasha merapatkan dada bidangnya ke punggung telanjang Hana. Lengan kokoh nya mengukung tubuh kecil istrinya itu dalam kuasa tubuh kekarnya.Halusnya kulit Hana yang menyentuh kulit kerasnya, membuatnya merasa nyaman.Hana menjadi gugup saat suhu panas tubuh Pasha telah menguasai tubuhnya. Ia dapat mendengar nafas berat suaminya itu yang berhembus di dekat daun telinganya."Masa nifas mu, sudah selesai sejak tiga bulan yang lalu kan?""I-iya""Apakah kiranya kamu sudah siap?" Tanya Pasha, mulutnya tepat berada didepan telinga Hana.Hana menelan saliva nya gugup, saat merasakan nafas panas Pasha berhembus melewati daun telinganya."S-sejujurnya, aku masih b-belum siap..""Kalau begitu mari bercumbu seperti ini saja" Pasha menyapu bibir padatnya ke telinga istrinya. Membuka mul
Tepat setelah malam syukuran kelahiran Daud dikediaman Arya, pada hari ketujuhnya, Pasha melakukan aqiqah Daud di kediaman Shahbaz. Ia sudah sepakat dengan Hana untuk melakukannya di sana.Pasha sudah membeli dua ekor kambing yang cukup gemuk untuk anak laki-laki pertamanya itu dengan Hana.Tanpa sepengetahuan Pasha, seorang wanita yang sudah lama sekali tidak terlihat dimatanya muncul di acara aqiqah tersebut. Wanita itu bersembunyi dan diam-diam mencuri pandang kearah Pasha bersama istrinya yang sedang menggendong Daud."Kamu yakin tidak ingin datang menjumpainya?" Tanya Shahbaz, pada mantan istrinya itu.Wanita itu tersenyum kecil menggeleng, "Melihat dari sini saja sudah cukup, akan terlalu egois bagiku jika menemuinya sekarang"Shahbaz tidak berkata apa-apa lagi."Pasha cukup pandai memilih istri" Ucap wanita itu tersenyum, "Ia cantik sekali""Iya. Dia baik dan juga penurut" Sambung Shahbaz."Cucu kita juga sangat tampan, ingin rasanya aku menggendongnya""Apa kamu menyesal karen
Malam harinya, kediaman Arya dipenuhi oleh para tamu. Ia membuat syukuran untuk kelahiran cucunya dan mengundang semua koleganya untuk datang. Shahbaz sebagai besannya, juga turut diundang bersama keluarga besar. "Di mana Pasha dan Hana? Apa sudah sampai?" Tanya Arya pada Ratna"Mereka masih dijalan Paa" Jawab Ratna yang baru saja selesai menelpon Hana.Hingga tak berapa lama menit kemudian. Pasha dan Hana sudah tiba di kediaman Arya. Kehadiran mereka pun langsung mencuri perhatian para tamu.Malam itu Hana mengenakan setelan yang serasi dengan Pasha. Di mana Pasha tampil jumawa dalam baju Koko putih dan Hana tampil anggun dalam balutan abaya putih dan pashmina bewarna senada. Awalnya ia pikir Pasha akan menyuruhnya untuk berganti dengan kerudung biasa, teringat terakhir kali di acara keluarga Pasha melakukannya. Tapi anehnya kali ini tidak. Semenjak ia hamil Daud dan terlebih setelah melahirkannya, suaminya itu memang sudah banyak berubah. Di kediaman Arya sangat ramai. Cukup bany
"Hum" Pasha menyandarkan dagunya manja di atas pundak Hana dan memperhatikan mata mungil Daud yang mulai berkedip-kedip seperti akan tertidur."Daud sepertinya mulai mengantuk""Iya, Alhamdulillah""Lantunan shalawat mu yang merdu itu benar-benar membuatnya berhenti menangis"Hana tersenyum mengangguk, "Hem" Matanya yang penuh sorot keibuan itu, dengan lembut memperhatikan sepasang mata Daud yang kini sudah terpejam."Lain kali lakukan juga padaku" Tukas Pasha.Hana tergelak kecil, "Buat apa? Kamu kan sudah besar, bukan bayi yang—"Pasha mengecup bibir Hana dan menghisapnya lama. Hana memejamkan matanya dan sesaat terbuai dengan ciuman lembut itu.Pasha perlahan melepas bibir Hana dari bibirnya, "Aku juga ingin diperlakukan seperti itu saat susah tidur" Ucap Pasha, sambil menatap manik mata hitam Hana dalam."En, aku juga akan melakukannya padamu. Bayi besar ku.." Ucap Hana sambil mencium kening Pasha gemas."Aku tidak mau di panggil bayi"Hana tertawa kecil."Tidak lucu!" Mata dingin
Sama seperti malam-malam sebelumnya, Hana tidak dapat tidur nyenyak karena sebentar-sebentar terbangun mendengar suara tangis Daud. Jika sudah seperti itu Hana akan menepuk-nepuk lembut Daud yang sudah dibedung itu dan memberikannya asi.Tapi terkadang tangis Daud tidak kunjung berhenti. Seperti yang terjadi malam ini. Hana sampai menggigit jari karena bingung harus mendiamkannya seperti apa."Haak ahak..oek..oek..""Daud..""Hak..ahaak oek..oek...""Syuhh, gantengnya mama.. kenapa nangis terus hum?""Oek..oek..""Daud saayang...""Oek..oek..""Sholatullah salamullah.." Hana pun mulai bershalawat, mencoba menenangkan Daud yang tak kunjung berhenti menangis."Oek..haak..oek.."Pasha yang tengah tertidur itu, mengerutkan keningnya. Matanya menyipit dan sedikit terbuka, "Kenapa sayang? Daud nya nangis lagi?" Ucap Pasha dengan suara sengau dan serak nya."Iya nih, padahal udah aku kasih asi tapi masih gak berhenti nangisnya"Pasha perlahan bangun dari tidurnya dan setengah menguap. Ia men
Hana tersenyum tenang menanggapi mereka semua. Jempolnya mengusap lembut pipi bayinya dan menundukkan kepalanya, ia kembali mengecup lembut bayi mungilnya itu. "Pasha, masih belum sadar?" Tanya Hana pada mereka semua.Shahbaz menghela nafas panjang, "Kata dokter Pasha mengalami syok berat karena melihat keadaan mu di ruang persalinan tadi. Dan sampai sekarang ia masih belum sadar"Hana tersenyum tipis. Ia sudah menduganya, itu pasti terjadi karena Pasha terlalu mengkhawatirkan keadaannya."Kenapa dia jadi lelaki bisa lemah sekali? Bukannya menemani istrinya sampai selesai melahirkan, tapi ia malah pingsan" Ketus Keira.Ratna langsung menyikut perut Keira, "Jangan berkata begitu. Dia bisa selemah itu juga karena hampir mati ketakutan karena merisaukan keadaan Hana"Keira hanya memasang ekspresi cemberut.Brak!Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka. Tampak Pasha muncul dan setengah berlari menghampiri ranjang."Hanaa" Pasha langsung memeluk Hana yang tengah berbaring di ranjang. Kepa
Tak terasa kandungan Hana sudah menginjak usia sembilan bulan. Semenjak itu pula Pasha tidak lagi membuat Hana tinggal di mansion yang jaraknya cukup jauh dalam mencapai rumah sakit di kota. Karena itulah ia membawa Hana kembali ke apartemen yang selama ini diurus dengan baik oleh Bi Titin.Saat tanggal kelahiran yang diprediksi kan oleh dokter mulai mendekat, buat jaga-jaga, Pasha langsung mengambil cuti. Hal tersebut membuat kelipatan kerja Eman sebagai sekretarisnya bertambah.Pasha pun menghabiskan harinya dengan mengurus dan menjaga Hana sedemikian rupa. Ia masih menyiapkan makanan, membuat jus dan terkadang memijit pundak dan kaki Hana yang kerapkali merasa pegal.Sedangkan urusan apartemen, piring kotor dan pakaian, bi Titin yang mengurus semuanya."Pashaa, Hana mau minum jus bayam" Pinta Hana manja. Sebulan membiasakan diri memanggil Pasha tanpa sebutan 'pak', Hana akhirnya dapat melakukannya dengan lancar.Bahkan ia berpikir untuk memanggil suaminya itu dengan 'sayang' nantiny