Share

Bab 5

last update Last Updated: 2024-03-15 08:37:50

"Apa anda sudah buat janji dengan beliau?" Tanya resepsionis ramah.

"Iya, janjinya hari ini."

"Kalau begitu bisa tunggu sebentar? Tuan Harell sedang rapat saat ini."

"Oh baiklah."

Niela beralih ke kursi tunggu yang tersedia. Jam yang melingkar di lengan rampingnya menujukkan pukul 10 lebih 12 menit.

"Sial, aku terlambat." Gumamnya merutuki diri sendiri.

Niela kehilangan insomnianya tadi malam. Untuk pertama kalinya dia bisa tidur nyanyak sampai hampir pukul 8 pagi. Penyebab dirinya terlambat, di tambah kemacetan jalan kota.

"Ugh kok jadi gugup begini yah?"

Niela jadi ingat pengalaman dulu sewaktu melamar di perusahaan Kindly yang sudah berstatus sebagai suaminya sekarang. Bedanya kali ini dia duduk sendiri tanpa ramai-ramai menunggu antrian masuk. Tapi hawa dingin waktu itu seolah mengikutinya ke tempat sekarang. Niela juga tak menyangka perusahaan milik Harell semegah ini. Sudah hampir 1 jam Niela menunggu. Kegugupan pun semakin bertambah.

'Apa aku pulang saja? Gedung ini lebih megah dari yang kukira. Aku juga merasa kurang pantas'

Drrt..drrt..drrt

Getaran ponsel mengalihkan atensi Niela. Nama 'Kak Harell' tercantum di layar. Setelah menggeser bulatan hijau terdengar suara panik dari seberang sana.

"Hallo Niel kamu di mana sekarang?"

"Niel di lantai bawah kak. Maaf Niel terlambat." Ucapnya sedikit takut.

"Kenapa tidak menelpon? Ya ampun. Tunggu di sana, jangan pergi ke manapun!" ucap Harell mengakhiri panggilan.

Beberapa menit kemudian Harell datang menghampiri Niela yang sedang duduk tertunduk.

"Niel." Sapanya.

"Eh? kak Harell cepat sekali." Katanya mendongak lalu berdiri.

"Sudah lama menunggunya?"

"Ti.. tidak kok."

"Benarkah? Kata sekertarisku kau sudah menunggu sekitar 1 jam."

"Hehehe... Salah Niel datangnya kesiangan." Cengirnya merasa tertangkap basah sementara sembunyi.

Harell ikut tersenyum. Padahal tadi niatnya mau marah sebab mengira Niela batal datang. Tapi siapa yang masih mau marah setelah disuguhi wajah manis seperti ini?

"Baiklah. Ayo ikuti aku."

Mereka berjalan berdampingan sembari lanjut mengobrol. Si resepsionis jadi paham kalau Niela bukan tamu sembarangan sebab tuannya rela turun demi menyambut. Hal yang sangat jarang terjadi. Hem, dia harus menandai Niela agar di waktu berikutnya lebih sopan lagi.

"Baca-baca saja dulu." Kata Harell sembari menyerahkan beberapa lembar kertas. "Aku sudah minta sekertarisku merekap seluruh point penting tugasmu di sana. Jadi untuk hari ini hanya kusus belajar."

"Oke." Jawab Niela antusias lalu mulai membaca. "Umn omong-omong sekertarismu yang wanita cantik di depan itu kan?"

"Yap. Tunggu kupanggilkan biar kalian saling kenal." Ucap Harell lalu menghubungi si sekertaris lewat panggilan telepon.

Niela senang sebab Emeli (nama sekertaris Harell) merupakan gadis yang ramah dan mudah diajak bicara. Berbeda dengan tampilannya yang terkesan wanita tak acuh. Semua pertanyaan Niela di jawab lugas dan kelihatannya Emeli dekat dengan Harell. Bisa ditebak dari caranya berbicara santai namun tetap masih ber-etika.

Setelah semakin lama mengobrol ternyata Emeli sepupuan dengan Harell, masih saudara. Pantas saja. Niela baru sadar juga kalau mereka memiliki mata yang mirip dan hidung mancung. 'Ugh keturunan berlian'. Emeli memberi arahan apa saja yang boleh dan tidak boleh Niela lakukan. Totalitas di ajari. Untungnya wanita itu cepat tanggap jadi tidak ada kendala sejauh ini.

Pukul 12 lebih 50 menit, Harell mengajak Niela makan siang. Sedikit terlambat tapi dia menghargai kegiatan belajar-mengajar ke-2 wanita itu yang tampak serius. Harell memilih resto yang jaraknya dekat dari pada kantin di kantor. Alasannya dia bosan makanan di sana.

Niela hanya diam terpaku pada buku menu. Dia tak paham nama-nama makanan yang tercetak, dan dia melongo melihat harga setiap makanan.

'Yang benar saja. Makanan termurahnya bisa ku gunakan untuk makan seminggu'

Sayangnya dia terlanjur ikut. Mau keluar pun jadi malu. Harell terkekeh melihat reaksi Niela. Bukan memandang rendah tapi sungguh reaksinya menggemaskan.

"Aku yang traktir. Hitung-hitung perayaan asisten baru." Suaranya mengintrupsi Niela.

"Loh, bukannya kalau perayaan begitu harusnya Niel yang bayar yah?" Tanya Niel dengan dahi berkerut. Bukankah dia yang harus berterimakasih pada Harell karena sudah di berikan kerja?

"Oke kamu yang bayar."

Jantung Niela mungkin sudah loncat dari tempatnya. Tidak hanya jatah seminggu lagi, mungkin sebulan. Itupun kalau Harell hanya memesan 1 menu, belum minumannya. Tapi lagi-lagi Niela mencelupkan badannya ke dalam masalah. Bagaimana bisa di tolak?

"Hah? Oh oke." Ucapnya pelan tak bersemangat.

Wajahnya tiba-tiba berubah murung. Habis sudah tabungannya. Dia bingung nanti mau berangkat kerja bayar bus pakai apa. Sebab Niela tidak berani memakai kendaraan Kindly meski ada 11 mobil terparkir di garasi. Mungkin dia harus jalan kaki setidaknya sebulan sampai turun gaji.

"HA..HA..HA..HA" Harel tertawa terbahak-bahak. Suaranya begitu keras. Untung saja mereka berada di ruangan privat.

"Maaf Niel aku bercanda." Ucapnya di sela-sela menahan tawa.

"Ini tetap jadi tanggunganku kok. Pesan saja semaumu, aku yang bayar." Lanjutnya mulai tenang.

Niela tidak menimpali ucapan Harell. Dia hanya menatap tak berekspresi lalu menunduk. Baru sekian detik, tetesan air jatuh di buku menu. Hal itu tidak luput dari penglihatan Harell. Dia belum mengerti apa yang salah. Namun panik juga akhirnya.

"Niel? Hei." Katanya sembari meraih tangan Niela.

"Ni.. Niel mau ini saja." Lirihnya tetap menunduk dengan air mata yang semakin banyak berjatuhan. Isakannya pun ikut terdengar.

Sumpah Harell menyesal mengerjainya. Bukan ini yang dia harapkan. Harell sampai mengggeser kursi agar bisa lebih dekat. Diusapnya pucuk kepala Niela lembut.

"Niel... Aku minta maaf kalau salah bicara. Lihat aku Niel." Bujuk Harell selembut mungkin.

Niela mengangkat wajahnya yang basah dan merah. Dia mengigit bibir bawah agar tidak mengeluarkan suara tangisan. Harell tak bisa menahan. Tangan kekarnya menarik Niela ke dalam pelukan sekedar menenangkan. Pria itu pun mulai mengira-ngira, bukan kejadian barusan inti masalahnya.

Niela semakin terisak. Semakin nyaman meluapkan segala rasa. Tangisan itu seakan mengangkat semua bebannya. Jika di tanya malah kian menjadi.

"Niel kenapa? Aku kan sudah minta maaf."

Jujur ini pertama kalinya Harell menghadapi bocah tantrum. Yah sebut saja bocah. Pelayan sampai mundur lagi saat menerima kode Harell. Dia pikir mungkin acara lamaran hingga membuat si wanita terharu.

"Sudah?" Tanya Harell ketika Niela benar-benar tenang.

Niela mengangguk sembari menyeka ingus dengan berlembar-lembar tisu.

"Mau cerita?" Tanya Harell lagi berharap di respon.

"Habisnya uang Niel tinggal sedikit. Ka- kalau di pakai buat bayar nanti habis." Katanya sesegukan.

"Maaf, aku hanya main-main tadi."

"Kalau uang Niel habis kan tidak bisa naik bus."

'Naik bus?' batin Harell heran.

"Oh aku baru ingat. Dulu aku pernah berjanji akan membelikanmu motor kalau lulus dengan IPK 3,7 ke atas kan?"

"Hah?" Niela loading sejenak mengingat janji yang pernah di buat itu.

"Aku lihat tadi traskripmu IPK 3,76 berarti kamu berhak dapat hadiah itu."

"Ta.. tapikan waktu itu kita hanya bermain." sanggah Niela. Dia ingat mereka pernah taruhan di hari wisuda Harell. Seniornya waktu itu bilang kalau dia yakin Niela akan berhasil dan mereka akan bertemu lagi.

"Aku tidak mau berhutang janji jadi setuju atau tidak kamu harus terima. Mungkin minggu ini." Ucap Harell tak mau di bantah.

"Jangan, tidak usah kak. Niel tahu kok kak Harel orang yang bertanggung jawab. Tidak perlu sampai seperti ini." Tolak Niela. Dia rasa tindakan Harell berlebihan. Dia bahkan lupa janji itu jika tidak diingatkan.

"Jadi tidak mau motor?"

"Ti... Pokoknya tidak usah."

"Oke kuganti mobil saja."

Niela menganga mendengar penuturan sang senior. Mudah sekali kalimat itu keluar dari mulut Harell. Orang kaya memang ajaib.

"Kok malah di ganti yang lebih mahal?" Heran Niela mulai kesal.

"Katanya tadi tidak mau motor."

"Tapi Niel tidak minta mobil."

"Jadi mau apa? Jet pribadi?"

Niela menyerah. Semakin ke sini, semakin ke sana. Dia lupa sifat Harell yang pantang menyerah. Semua ucapannya memang selalu direalisasikan.

"Pilih salah 1 atau..."

"Motor... Motor. Niel mau motor saja." Putus Niela.

Perdebatan ini tidak akan punya titik akhir jika tidak ada yang mengalah. Sementara Harell tersenyum bangga atas kemenangannya.

Makan siang pun lebih merosot lagi hampir sore. Setelahnya mereka baru kembali ke kantor lalu mengerjakan tugas masing-masing. Meski sibuk, Niela merasa benar-benar hidup. Dia lebih senang seperti ini dari pada diam di mansion. Terlalu menikmati waktu, Niela tidak sadar waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam. Dia pun minta ijin pulang.

"Jangan salahkan aku. Tadi aku sudah memperingatkanmu tapi aku-nya malah di usir karena mengganggu." Kesal Harell mengingat kelancangan asistennya tadi.

Lagi-lagi senyuman manis Niela mengalahkan pertahanan Harell. Ah, wanita itu benar-benar bahaya baginya.

Namun sayang. Kebahagiaan itu akan lenyap jika sudah memasuki mansion bak nerakanya.

"Dari mana?" Suara dingin itu masuk ke indra pendengaran Niela yang baru tiba.

"Kerja." Jawab Niela. Moodnya tiba-tiba berubah suram.

"Sampai jam begini?"

"Apa pedulimu?"

Raut wajah Kindly semakin masam. Dia mendekati Niela yang setia bertahan pada posisinya.

"Kita menikah. Kau tahu apa artinya?" Tekan Kindly dengan suara dalamnya.

"Apa kau pernah bertingkah sebagai suamiku?"

Plak

Tamparan keras kembali menyapa wajah Niela. Tamparan yang berhasil membuatnya oleng dan kembali ke dunia nyata. Tangan gemetarnya memegang sisi wajah yang perih. Kali ini dia menatap Kindly.

"Berhenti bertingkah!" Peringat Kindly.

'Dia tidak peduli saat aku nyaris meregang nyawa di rumah sakit. Dia bahkan tidak menanyaiku sepulangnya. Tapi, kenapa di saat aku tidak berharap dia malah bertanya?' batinnya yang tak sanggup di ungkapkan.

"U.. uangku tidak cukup lagi untuk bayar rumah sakit. Bo.. bolekah aku sehat sebentar saja Kin?"

Related chapters

  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 6

    Kindly tak bisa menjawab. Tangannya terkepal kuat hingga urat bermunculan di balik kulitnya. Ingin sekali dia menekan Niela agar lebih patuh tapi ada sesuatu yang menahan keinginannya. Ada pertimbangan yang mengurungkan niat untuk menyakiti. Dia benci respon tubuhnya itu. Dia benci terlihat lemah di hadapan orang yang di benci.Akhirnya Kindly pergi meninggalkan Niela tanpa sepatah katapun. Pria itu berkendara ugal-ugalan membelah jalan raya kota. Melampiaskan emosi yang terus menguar. Entah kepada siapa amarah ini ditujukan.Niela meraba pipi bekas tamparan sang suami yang meninggalkan ruam merah. Dia menatap dirinya yang sedang duduk di depan cermin rias. Wanita itu merasa air matanya sudah terkuras habis hingga mengering."Menyedihkan sekali." Gumamnya pada diri sendiri.Deskripsi kata hancur adalah kata paling tepat untuk kondisinya sekarang. Tak ada masa depan yang cerah sesuai ekspektasi ketika menikah. Sebaliknya, suram dan gelap.'Kuat, kamu harus kuat Niel. Semangat!' batinny

    Last Updated : 2024-03-16
  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 7

    Niela duduk berhadapan dengan Alika, kekasih sang suami. Mereka berada di ruang tamu. Niela kira Alika akan kencan dengan Kindly, tapi ternyata Alika sengaja datang untuk bertemu dengannya."Maaf, aku menganggu yah?" Ucap Alika yang kembali berbicara.Wajah cantik nan anggun itu menatap teduh Niela. Sebenarnya kalau dinilai dari luar Alika lebih terlihat santun dan ramah. Cara berpakaian selalu modis, tak bosan di pandang. Kindly memang tahu memilih pasangan yang menarik."Tidak apa. Jadi apa yang mau kau bicarakan?"Alika tampak berpikir penuh pertimbangan. Ini adalah pertama kali mereka mengobrol jadi tentu saja ada kecanggungan yang terselip."Kau tahu, aku dan Kin sudah jadi pasangan selama lebih dari 3 tahun." Ucapnya tanpa keraguan. "Dia pernah berjanji akan menikahiku."Pedih. Niela berada pada posisi yang tidak menguntungkan. Mendadak dia merasa jadi penghancur hubungan. Wajar saja Kindly selalu bersikap kasar. Tapi apakah Niela harus mengabaikan kehancuran hatinya dalam masal

    Last Updated : 2024-03-21
  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 8

    Menjadi tempat pelarian itu sakit untuk orang yang tulus. Niela sadar dia hanyalah pendatang baru dalam hidup Kindly. Tidak mungkin mereka bisa langsung beradaptasi. Perlu waktu untuk saling mengenal. Namun jika dalam waktu menunggu itu selalu melukai batin maka Niela akui tak sanggup. Mentalnya perlu di jaga demi kewarasan. Wanita itu tak punya siapapun dan selalu berjuang di atas kakinya sendiri. Jadi jika mau tetap hidup, sepertinya kata cerai adalah solusi."Sudah selesai mengetik?" Perhatian Niela beralih pada Harell yang berdiri di depannya dengan bersilang tangan."Eh? Oh.. sisa sedikit tuan. Sebentar lagi." Jari-jari rampingnya kembali menari di atas keyboard komputer.Harell mengernyit mendengar panggilan baru Niela untuknya. Ada rasa tidak senang dari panggilan itu. "Tuan? Apa kamu berubah jadi orang asing sekarang?"Sontak jari Niela berhenti. "Bukan begitu. Kak Harell kan memang tuannya Niel." ucap Niela dengan wajah polosnya. Dia tidak mau dianggap tidak sopan oleh karyaw

    Last Updated : 2024-03-22
  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 9

    Semua orang terkejut mendengar pernyataan Niela termasuk Kindly. Dia tidak tahu menahu soal ini. Tapi siapa yang mau dia salahkan? Sebab dia sendiri tak pernah bertanya keadaan sang istri. Beberapa kali masuk rumah sakit tak dijenguk. Bahkan sekedar bertanya 'Apa kau baik-baik saja' tidak pernah.Sena sulit berkata, dia tertegun di tempatnya berdiri. Wanita paruh baya itu sudah menanti kelahiran cucu pertamanya. Tak pernah terbesit di otaknya akan mendengar kabar duka ini. Niela sendiri tidak bercerita apapun. Jadi Sena mengira semua dalam keadaan baik."Ap... Apa mama tidak salah dengar?""Niel minta maaf."PlakSena menampar Kindly penuh emosi. Saat Sena memamerkan oleh-olehnya tadi, Kindly tidak menunjukkan rasa duka sedikitpun. Hal itu cukup menjawab bahwa dia sendiri tidak tahu kabar keguguran anaknya. Andri hanya diam. Dia juga terluka mendengar penuturan Niela."Apa kau tahu istrimu keguguran?" Suara Sena bergetar namun menyiratkan emosi. Matanya menatap nyalang Kindly yang tak

    Last Updated : 2024-03-26
  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 10

    Umumnya orang dewasa malas memulai hubungan baru jika menyangkut pasangan hidup. Apa lagi kesibukkan kerja yang menyita banyak waktu. Mencari yang lain adalah hal rumit. Terlebih harus mulai dari awal untuk menyesuaikan diri dengan pasangan baru. Saling percaya merupakan salah satu bagian paling susah. Hal inilah yang dialami Kindly. Pria 30 tahun itu muak didatangi banyak wanita demi menikmati harta berlimpahnya. Dulu pernah ada yang mengaku hamil dan menuntut Kindly bertanggung jawab. Bukan orang asing tapi wanita itu temannya sendiri. Dia menjebak Kindly yang dalam keadaan mabuk. Waktu itu mereka berpesta usai wisuda. Bangun-bangun Kindly sudah berada di sebuah kamar dengan tubuh polos tanpa pakaian. Di pinggir kasur si wanita menjalankan aksi menangisnya seolah menjadi korban pelecehan. Sayang, usahanya gagal total sebab dia tidak berhasil dibuahi. Apa lagi ada wanita lain yang memberikan bukti kalau semuanya hanyalah jebakan. Nyaris terkecoh, wanita pemberi bukti itu ternyata sa

    Last Updated : 2024-03-27
  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 11

    Pagi hari, Niela mengerjapkan mata saat terbangun dari mimpi. Tenggorokannya terasa kering dan sakit. Mungkin akibat dari teriakan semalam. Manik mata hitam itu menjelajah isi ruangan yang bisa dijangkau. Tidak berbeda dari kemarin. Dia masih di tempat yang sama.CeklekPandangannya berpindah pada Kindly yang baru masuk. Kali ini Niela tidak berteriak ataupun berontak. Badannya cukup lemas bahkan untuk sekedar bangun. Tapi kabar baiknya dia kembali normal dan mengingat semua kejadian yang baru di alami. Hingga rasa takut akan kehadiran Kindly cukup membuatnya tidak nyaman."Hei sudah sadar?" Sapa Kindly sambil meletakkan kantung belajaan. Lelaki itu menarik kursi dekat kepala ranjang dan duduk di sana.Niela masih diam dengan tingkah aneh sang suami. Apa Kindly sungguh bertanya padanya? Perasaan baru kemarin pria itu menunjukkan sikap tak peduli."Mama baru pulang tadi. Jadi hanya aku yang berjaga." Lanjut Kindly menangkap mata polos Niela yang terkandung banyak pertanyaan."Lapar? Ma

    Last Updated : 2024-03-28
  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 12

    " TIDAK TIDAK.. Kin asli menginginkanku mati. Dia bilang tidak mau mencintaiku." Racaunya menggeleng ribut.Bayang-bayang itu lebih terasa nyata dari pada situasi sekarang. Keringat di dahi pun bermunculan."Niel? Niel hei Niela." Kindly meraih wajah Niela yang terlihat gusar. Dia tahu istrinya trauma."TIDAK. KAU BUKAN KIN ASLI." Jeritnya. Mata indah itu mengalirkan air lambang kesedihan. "Kin ingin aku mati. Kin tidak sudi menyentuhku.""NIELA!""Kin benci, Kin jijik padaku. Aku tidak berharga baginya." Gumam Niela meyakinkan dirinya bahwa Kindly versi baru tidak ada. Hanya khayalan."Niel maaf.. maaf aku mengaku salah. Oke? Aku janji akan berubah untukmu Niel." Sesal Kindly sembari menarik wanita hiteris itu ke dalam dekapan."Kin pasti membuangku--""NIELA ISTRIKU." Teriak balik Kindly yang sukses mengembalikan otak waras Niela. "Kau mau apa? Aku akan melakukannya untukmu, tapi tenanglah." Bujuk Kindly dengan nafas tak kalah memburu. Detak jantungnya bahkan terasa di setiap ketuk

    Last Updated : 2024-03-29
  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 13

    "Kak Harell?" Sapa balik Niela. Detik pertama dia senang melihat wajah yang sudah sekian hari tidak dia temui. Tapi tidak lagi saat genggaman Kindly mengerat kuat hingga terasa sakit. Senyuman Niela langsung luntur ketika menoleh dan mendapati wajah dingin sang suami."Argh." Ringis Niela menahan sakit."Siapa kau?" Tanya Kindly retoris. Rahangnya mengeras meninggalkan kesan aura dominan yang gelap. Dia tidak lupa wajah lelaki yang bersama dengan istrinya saat di resto kapan hari."Oh maaf, aku hanya ingin tahu keadaan Niel setelah beberapa hari ini hilang kabar." Katanya. Harell tersenyum ramah tanpa memperhitungkan betapa tidak sukanya Kindly akan kedatangannya."Maaf kak, Niel lupa mengabarkan soalnya...""Naik dan masuk ke kamar!" Perintah Kindly memotong ucapan Niela. Tatapan tajamnya pada Niela menjelaskan kalau dia tak mau mendengar alasan apa pun untuk membantah."Kin." Lirih Niela dengan wajah memelas agar diberi waktu bicara bersama Harell."AKU BILANG MASUK!" Bentak Kindly

    Last Updated : 2024-03-30

Latest chapter

  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 48

    Menghilangnya Kindly telah membukakan jalan lebar bagi rivalnya beraksi. Inilah alasan Kindly melarang Niela sembarang keluar rumah tanpa penjagaan. Namun dia kurang perhitungan dalam penyediaan tenaga bayaran.Orang-orang itu mentargetkan Niela dalam penculikan. Mereka membuat kedua pengawal tumbang dan meninggalkan Sena yang histeris. Sena sempat melakukan perlawanan untuk merebut Niela dan pada akhirnya pingsan setelah tengkuk kepalanya di hantam benda tumpul.Pertolongan baru datang usai mereka berhasil lari.Niela tidak tahu apa yang dia alami selanjutnya. Pandangannya menggelap ketika sebuah kain beraroma tajam menutup mulut dan hidungnya. Dia kira akan terbangun di tempat kumuh seperti gudang berdebu, tempat penyekapan yang sering muncul dalam film.Salah.Begitu kelopak matanya terbuka, yang pertama dilihatnya adalah langit-langit putih yang terlampau terang akibat biasan lampu bagian tengah. Menoleh kiri kanan, ini merupakan kamar yang nyaman ditiduri.Tunggu.Apa Andri suda

  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 47

    Tak ada petunjuk. Tak ada saksi. Cctv terhapus secara misterius.Kindly benar-benar menghilang tanpa jejak. Polisi turun tangan dalam pencarian. Andri mengerahkan segenap kekuasaannya.Niela menggila, uring-uringan di jalanan tanpa arah. Fokusnya mencari batang hidung Kindly di mana pun. Para pengawal hanya sanggup mengantar dan mengikuti intruksinya. Selama empat hari ini Sena dan Andri berusaha bersikap tenang, memutuskan menemani Niela juga menginap selama Kindly belum ditemukan.Sena terpaksa mengurung Niela yang memaksa keluar mencari sang suami. Wanita itu menolak makan, sering melamun, dan menangis tanpa suara. Dia juga lebih banyak menyendiri di balkon kamar, menatap langit dalam keheningan. Wajahnya pucat karena kurang nutrisi. Kantung matanya menebal, separuh lingkaran hitam membingkai bawah matanya.Dari pintu, Sena memperhatikan dengan helaan nafas lesu. Dia merasa kehilangan, tentu. Tapi sang menantu pasti punya tanggungan kesakitan yang berbeda. Antara bersyukur karena

  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 46

    Secepat kilat menyambar, sama cepatnya dengan aksi bunuh diri Alika. Tak ada yang bisa dilakukan lagi. Alika mengalami pendarahan hebat, kepalanya pecah, tangan kirinya bengkok terlindas bola depan mobil. Kana meraung dalam bahasa sedih. Kindly berlari, berusaha meraih tubuh Alika yang separuhnya terjebak di bawah kolong mobil. Jalanan ribut suara-suara ringisan, prihatin, dan bercampur dengan bunyi klakson dari belakang (mereka tidak tahu situasi di depan).Alika menghembuskan nafas terakhirnya. Meninggalkan luka pukulan besar sekaligus kenangan terburuk.Pemakaman di laksanakan dua hari kemudian. Tangis pilu mengelilingi petinya. Kana sudah kehabisan air mata. Dia menatap penuh dendam pada Kindly yang datang bersama Niela. Mungkin ingin memaki dan marah-marah jika tidak di depan umum. Seluruh keluarganya pun tak mau repot-repot menyapa. Itu wajar. Niela sudah menduga skenario ini sebelum tiba.Kindly berdiri bak mayat hidup. Wajahnya datar, lebih seperti melamun. Binar matanya meng

  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 45

    Kana tersenyum percaya diri. Memaksimalkan drama, bertingkah sebagai korban paling tersakiti. "Kin, istrimu memukul Alika."Kindly masih berdiri di ambang pintu, menatap bergantian antara Niela dan Alika. Matanya tajam seperti biasa. Aroma parfum maskulinnya berbaur dengan wangi roti panggang mentega.Niela diam menunggu penasaran apa yang akan dilakukan sang suami. Bunyi sepatu Kindly adalah satu-satunya yang terdengar. Bagaikan latar musik horor mendekati puncak kemunculan setan. Perlahan dia berjalan mendekat, dan berhenti di hadapan istrinya."Apa yang kau lakukan?" Tanyanya dengan suara rendah.Niela diam, menatap lekat mata Kindly. Membaca situasi hati lelaki itu. Terbesit keraguan dalam dirinya ketika mendapati sorot mata yang sulit ditebak."Dia memukul Alika." Ulang Kana memanasi. "Dia sangat kasar dan...""Aku bertanya padamu." Kindly menoleh pada Kana. "Ada apa kau datang mengganggu istriku lagi?"Mulut Kana menganga, bingung. Kepercayaan dirinya luntur sesaat. "Kau membela

  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 44

    Beberapa pelanggan yang baru datang dan pejalan kaki yang lewat menyaksikan perdebatan di depan toko roti itu. Si ibu pemilik toko berkacak pinggang, melontarkan kalimat-kalimat gerutuan. Suaranya nyaring, sanggup menenggelamkan suara Kana.Si pengawal (dua orang) memasang badan, mencegah Kana melewati batas pintu. Wajah mereka tak banyak berubah, datar, tampak seperti melawan anak ayam.Kana sudah kehilangan akal sehatnya. Dia benci diperlakukan kasar. Dia benci orang-orang memandangnya rendah. Emosi itu membakar dirinya hingga lupa sedang berada di tempat umum dan memancing atensi banyak orang. Sial, ini sangat buruk.Pintu kaca terbuka. Seseorang menariknya dari dalam. Niela keluar, menatap Kana. Perdebatan mereka terintrupsi."Apa yang kau lakukan Kana?" Tanya Niela, berpura-pura tidak mengerti kondisi."Ah maaf nona, kenyamanan anda terganggu karena orang ini." Ucap si wanita pemilik toko.Niela memborong banyak roti, pun wajahnya sudah dikenal karena terlalu sering membeli bebe

  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 43

    Keadaan berubah. Kini Niela yang merasa bersalah dan memaki dirinya sendiri dalam hati. "Kau salah mengerti." Ralat Niela dengan mata berkaca-kaca."Apa pun yang kau tidak suka dariku. Bisakah kita membicarakannya bersama?"Niela pun tak tahan. Dia menghadapkan tubuh pada Kindly dan meraih wajah itu ke dalam dekapannya. Ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Biasanya Niela yang di dekap, ditenangkan, dibisiki kata-kata hangat. Berbeda dengan sekarang. Dia merasakan kerapuhan lelaki yang selalu menunjukkan wajah garang. Hampir mustahil mempecayai momen ini terjadi jika mata tak melihat langsung.Apa Kindly juga begini pada Alika? Oh sialan, pikiran negatif begitu tak membantu."Baiklah, maaf kalau aku menyudutkanmu, bukan maksudku." Ucap Niela sembari mengusap punggung sang suami."Jangan katakan hal itu lagi padaku." Suara Kindly masih serak, namun tidak lagi sumbang.Niela mengangguk. "Selama kau tidak berbuat macam-macam, aku tidak akan mengatakannya lagi. Kau sadar? Hubungan kita sep

  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 42

    Perjalanan pulang begitu hening. Wanita bermata kosong di samping kemudi lebih tertarik pada hamparan luar kaca mobil. Kindly tidak bodoh untuk mengetahui isi pikiran istrinya. Dia membiarkan sejenak. Tangannya ingin menyetel lagu namun lupa caranya bergerak karena tidak ingin memperburuk suasana."Dia teman semasa sekolahku. Kami dekat--""Aku tahu." Sela Niela cepat, tak ingin mendengar penjelasan lebih rinci lagi. "Mama sudah cerita saat kau asik mengobrol dengannya."Ini bukan sesuatu yang perlu dikejutkan lagi. Justru aneh kalau wanita itu merespon biasa saja. "Hmn, dia bukan sainganmu dan sudah punya calon suami. Dia bilang ingin memiliki hubungan yang baik denganmu." Kindly melirik sekilas wajah datar itu. "Katanya ingin berteman denganmu.""Kak Harell juga bukan sainganmu, tapi kau memukulnya waktu itu."Kindly tergugu. Kata-katanya gagal terucap. Perasaannya berubah was-was sekarang. Menentang dengan alasan apa pun akan terdengar konyol saat ini.Niela menoleh, masih dengan w

  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 41

    Mereka tidak memilih ruang privat, melainkan meja yang berjejer rapi di area luas. Masih dalam restoran yang sama. Kindly bicara berdua dengan Saira, sementara Niela kembali ke meja dimana orangtua mereka berada."Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini malam ini. Aku memang berencana menemuimu, tapi belum sempat karena baru tiba kemarin sore." Saira bercelatuk bebas di depan Kindly. Kentara sekali sudah terbiasa hingga tak mau repot-repot bertingkah anggun."Yah, aku juga hampir lupa tentangmu. Kau terlalu lama menghilang.""Karena ayahku. Kau mengenalnya kan? Dia lelaki yang ketat aturan."Kindly mengangguk tertawa pelan. "Aku ingat dia pernah memelototiku karena terlambat mengantarmu pulang.""Dan ibu mengejarmu untuk minta maaf."Tawa mereka beradu. Hubungan mereka tidak diragukan lagi. Meski lama berpisah, namun kehangatan dan kenyamanan itu tidak surut. Rasanya senang ketika mengingat momen masa remajamu bersama orang terdekat. Hal buruk pun akan terdengar lucu dan sed

  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 40

    Toilet resto berbintang memiliki bentuk dan kebersihan ternyaman. Tak ada bau pesing atau coret-coretan di dinding. Lampu bersinar terang, membuat kulit tampak putih bersih saat terpapar. Berlama-lama sambil menambal make up pun tak masalah. Kualitas perlengkapan alat-alatnya sebanding dengan kantong orang berkelas. Cermin pun sering jadi sasaran tempat berpose depan kamera. Berbeda jauh dengan rumah makan kecil-kecilan yang sering Niela kunjungi, bahkan justru ada yang tidak menyediakannya. Wanita itu melihat jelas bagaimana perubahan hidupnya yang naik ke atas melompati banyak tangga sekaligus. Keluarga Kindly punya kekayaan sebanyak itu.Air dinyalakan, mencuci tangan yang sebenarnya tidak kotor. Niela mendesah berat, menunduk menatap titik air di watafel yang baru selesai digunakan. Pandangannya kosong, melamun. Sebenarnya dia tidak memiliki kepentingan ke toilet, hanya ingin menjauh saja. Nafsu makannya hilang sebagian.Mengetahui Kindly keluar kantor entah ke mana, membuatnya b

DMCA.com Protection Status