Beranda / Pernikahan / Pernikahan Suami di Rumah Mertua / Mulai Membanding-bandingkan

Share

Mulai Membanding-bandingkan

Penulis: Winda Siscaa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Setelah masuk ke dalam 'Echo Bakery', Kemala hanya terdiam. Ia tetap mematung melihat punggung Bram dari belakang. Seolah-olah ada yang ia pikirkan.

"Kak Kemala sudah datang?" Suara Vita mengagetkan Kemala yang sejak tadi tidak mengalihkan pandangannya dari sosok Bramantyo.

"Aaah—iiiya. Baru saja sampai," jawab Kemala tergagap.

"Saya akan menidurkan Dilan dulu." Kemala meninggalkan Vita yang tampak menyimpan banyak pertanyaan untuknya.

"Dilan …," gumam Vita lirih.

Di dalam kamar berukuran 3 x 4 meter itu, Kemala duduk di dekat jendela setelah menidurkan bayinya. Tatapannya mengisyaratkan berbagai pertanyaan tentang suatu hal. Sepertinya ia tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Dilan … nama itu terdengar sederhana tetapi mempunyai makna dalam. Sebuah nama pemberian dari Bram untuk buah hatinya. Entah mengapa ia sangat menyukai nama itu, terlebih karena nama itu memiliki arti yang baik.

Berbeda dengan Kemala yang sedang memikirkan pertemuannya dengan Bram. Di kediamannya, Herdian
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pernikahan Suami di Rumah Mertua    Terbelenggu Masa Lalu

    Selama beberapa hari sejak bertengkar dengan Mirna. Herdian kerap memikirkan Kemala. Sebenarnya sebagian besar tempat di hatinya masih diisi oleh Kemala. Sebab mereka dipertemukan oleh cinta dengan proses yang cukup rumit. "Pak, 30 menit lagi Bapak ada meeting dengan klien di Black Pepper Coffee." Seorang staf wanita membuyarkan lamunannya. Rupanya suara wanita itu tak cukup kuat untuk membangunkannya. Air mukanya masih menegang sambil menatap ke arah luar dinding kaca. Hingga wanita yang masih berdiri di samping mejanya itu menambah volume suaranya. "Pak Herdi!" panggilnya, "Pak!" Ia mendekatkan langkahnya. "Iii—ya. Ada apa?" Herdian tersadar, air mukanya tampak terkejut. Wanita muda itu mengulang kembali kalimat pemberitahuan yang tadi sudah ia sampaikan pada atasannya. Setelah mendengar penjelasan staf wanita itu, Herdian beranjak dari tempat duduknya. Ia bergegas untuk pergi menuju ke tempat yang sudah diberitahukan stafnya. Di tengah perjalanan, terpikirkan sebuah rencana

  • Pernikahan Suami di Rumah Mertua    Sesuatu Yang Disembunyikan Mirna

    “Bagaimana hasilnya?” Herdian sedikit berbisik ketika Mirna kembali ke sisinya.Wanita itu terdiam dengan wajah sendu, ia duduk di samping Herdian yang masih menatap bingung. Kemudian Dokter menghampiri mereka, lalu menyodorkan sebuah resep obat kepada Mirna. Sepasang suami-istri itu pun segera meninggalkan ruangan. Di sepanjang perjalanan pulang, mereka masih saling membisu. Ada banyak tanya dalam benak Herdian. Namun dia enggan mengutarakannya pada Mirna yang tampak sedih. “Sudah sampai. Beristirahatlah, aku akan pergi ke kantor.” Herdian membukakan pintu untuk istrinya. “Terima kasih, Mas.” Setelah memastikan Mirna masuk ke dalam kamarnya, Herdian meninggalkan rumah dengan perasaan yang masih gamang. Ada apa dengan istrinya? Jika benar Mirna hamil, mengapa wajahnya murung? Situasi demikian berlasung hingga beberapa hari. Suasana rumah terasa membosankan. Mirna berubah, ia cenderung lebih pendiam dan tidak bersemangat. Sesekali Herdian memijit tengkuk wanita itu saat hendak me

  • Pernikahan Suami di Rumah Mertua    Ketakutan Mirna Yang Berlebihan

    Mirna menguatkan diri dari kegelisahannya sendiri. Ia masih dikuasai ketakutan atas kebohongan yang ia ciptakan. Setiap kali menatap wajah suaminya, ia teringat akan rasa bersalahnya. “Bu, ini bubur ayamnya.” Wanita paruh baya itu memasuki kamar Mirna. “Letakkan di atas nakas saja, Bi!” Mirna berseru sambil menoleh ke arah asisten rumah tangganya. Setelah melakukan perintah majikannya, wanita itu berjalan menuju ke luar ruangan. Namun, langkahnya tertahan saat Mirna menanyakan sesuatu. Ia menoleh ke arah Mirna lalu menjawab pertanyaan majikannya. “Pak Herdian tidak mengatakan apa-apa, Bu. Beliau hanya bilang agar saya tidak perlu menyiapkan makan malam.” Wanita itu berkata dengan mimik wajah datar. Sedangkan Mirna tampak tersentak saat mendengarnya. Wanita paruh baya itu pun tak mempedulikan Mirna. Ia segera kembali ke dapur untuk melanjutkan pekerjaannya yang belum selesai. Dan–Mirna hanya mematung. Ia bahkan lupa bahwa perutnya mulai protes . Berbagai prasangka muncul memenuhi

  • Pernikahan Suami di Rumah Mertua    Terperangkap Tipu Daya Herdian

    Sebuah nampan berisi dua piring nasi goreng iga langganan Mirna sudah berada di tangan Herdian. Lengkap dengan acar dan kerupuknya. Tersedia juga dua buah gelas berisi teh chamomile hangat yang baru saja dibuat oleh Herdian. Mirna masih merasa bersalah atas semua sikapnya pada Herdian. Ia mengutuki dirinya sendiri. Wajahnya masih tertunduk malu. Terpaksa ia harus menutupi rasa bersalahnya karena Herdian memasuki ruangan. “Mas ... kamu tidak perlu repot-repot begini.” Mirna menghampiri suaminya. “Tidak apa, kamu sedang hamil. Kandunganmu juga lemah, maka aku harus memperlakukanmu dengan baik.” Pria itu meletakkan nampan di atas meja. Mendengar pernyataan itu, Mirna semakin sedih. Penyesalan seakan tak cukup untuk menghilangkan rasa bersalahnya. Ia masih menatap wajah Herdian tanpa mengatakan apapun. Suaminya pun menyadari gelagat Mirna tetapi ia berpura-pura tidak tahu. Bukan Herdian jika ia tidak pandai merebut hati Mirna. Ia menyodorkan sendok berisi nasi ke hadapan Mirna. Deng

  • Pernikahan Suami di Rumah Mertua    Kejutan Yang Tak Diinginkan

    “Hari yang indah!” Herdian tersenyum samar sambi membuka pintu mobilnya. Senyum sumringah itu masih enggan pergi dari wajah tampannya. Sejak tiba di kantor, ia sudah menahan senyum itu agar tidak terlukis di wajahnya. Sebab banyak mata yang akan memperhatikan gerak-geriknya atas perintah Mayang. Semua pekerjaan segera ia selesaikan karena ia mengejar waktu agar dapat mencari Kemala tanpa pulang terlambat ke rumah. Semangatnya untuk mencari keberadaan Kemala muncul lagi. Dalam benaknya ia berkata bahwa Mirna dan Mayang begitu mudah ditaklukkan. Namun bukan Herdian jika tidak selalu waspada. Memang hari ini ia akan memulai lagi mencari Kemala, wanita yang ia cintai. Ia pun berniat pergi ke tempat proyek terlebih dahulu seperti rencana awal. Ternyata apa yang ia pikirkan benar. Ketika ia akan memarkirkan mobilnya, di sana sudah terparkir mobil ibu mertuanya. Sepertinya wanita itu tidak sepenuhnya percaya pada apa yang ia dengar dan lihat tadi pagi. Dengan langkah santai tetapi tak me

  • Pernikahan Suami di Rumah Mertua    Menjadi Semakin Jauh

    “Mir, kue titipan mama–apakah sudah diambil oleh suamimu?” Suara Mayang terdengar melalui panggilan telepon. “Sudah, Ma. Terima kasih.” Mirna menata beberapa piring dengan tangan kiri memegang ponsel di telinganya. Mayang menyadari bahwa putrinya sedang sibuk. Ia mendengar suara piring yang beradu dengan badan meja. Mayang lantas menyudahi panggilan teleponnya. Mirna hampir selesai menyiapkan makan malam untuk Herdian saat suaminya itu memasuki ruang makan. Ia tampak segar dengan wajah yang tampak lebih teduh dari sebelumnya. Seperti biasa Mirna tidak menanyakan apapun pada Herdian sebelum ia menceritakannya sendiri. “Bibi masih menyiapkan masakannya, kita coba cake ini dulu ya ....” Mirna menyodorkan sebuah piring kecil berisi sepotong ogura ke hadapan suaminya. Seolah sedang dihipnotis oleh istrinya, Herdian pun menuruti perkataan Mirna. Ia menggerakkan sendoknya, memotong cake lembut di hadapannya. Indera perasanya mendeteksi sensasi rasa yang tidak asing. Kemudian ia kembali

  • Pernikahan Suami di Rumah Mertua    Hati Untuk Kemala

    Sementara Herdian sedang dalam perjalanan ke Rumah Sakit. Di sebuah ruko dua lantai, Kemala sedang bersiap untuk istirahat. Namun ia tak juga dapat memejamkan kedua matanya. Padahal tubuh lelahnya seakan tak kuasa untuk segera melepas penat. “Kak Kemala belum tidur?” tanya Vita, ia sengaja mengintip Kemala dari sela-sela pintu kamar Kemala yang tidak tertutup rapat “Ehh–Vita. Emm ... sebenarnya lagi bersiap tidur tapi susah sekali mataku terpejam.” Kemala bangun lalu duduk di tepi ranjang menghadap ke arah Vita. Gadis itu melangkah masuk ke dalam kamar Kemala. Kemudian berjalan ke arah ranjang bayi yang berada di samping ranjang Kemala. Ia tersenyum gemas melihat Dylan yang tertidur pulas. “Vita buatkan susu hangat ya, Kak. Mungkin Kak Kemala akan lebih rileks lalu bisa segera istirahat,” tawar Vita. Melihat Kemala mengangguk, ia pun melangkah keluar ruangan menuju ke arah dapur. Hanya selang beberapa menit, Vita datang kembali ke kamar Kemala. Ada segelas susu hangat di tangann

  • Pernikahan Suami di Rumah Mertua    Sikap Dingin Kemala

    Tangan berjari lentik itu menghentikan Tangan Bram yang masih berusaha memasangkan kalung berliontin hati di lehernya. Pria itu pun mengurungkan niatnya. Ia menggenggam kalung tersebut. Kemudian menatap Kemala, seolah-olah ia berbicara melalui matanya. “Sebaiknya, kamu simpan saja benda itu. Saya tidak bermaksud membuatmu kecewa, Tttapi ....” Kemala menghindari kontak mata dengan pria di hadapannya. “Seharusnya saya sadar diri. Maaf, Kemala!” Bram tersenyum masam, “Tapi–semua yang saya lakukan untukmu dan Dylan, tulus.” Bram masih menggenggam kalung di tangannya. “Saya tahu, hanya saja ada sebuah alasan yang tidak dapat saya katakan.” Kemala semakin tertunduk malu. Bramantyo tidak lagi mengatakan apapun. Ia pun turut menundukkan pandangannya. Ada jejak kekecewaan pada wajahnya. Namun berusaha ia sembunyikan dari Kemala. Setelah menolak pemberian Bram, Kemala membuka pintu. Secara tidak langsung ia mempersilahkan Bram agar segera pergi. Meskipun tak ada kata yang keluar dari mul

Bab terbaru

  • Pernikahan Suami di Rumah Mertua    Semua Berakhir Sudah

    Mayang terdiam, ia hanya membatin, ‘Siapa laki-laki ini, berani sekali bertanya tentang pembatalan pernikahan’. Ia mengernyitkan dahi, ingin memaki tapi masih memikirkan Kemala. Ia tentu akan malu sekaligus kecewa jika Mayang membuat keributan di acara pernikahannya. Dua bulan kemudian Mayang tampak sangat sibuk, beberapa hari belakangan, ia harus datang ke kantor polisi memenuhi panggilan sebagai saksi. Awalnya ia tidak mengerti mengapa dirinya harus berurusan dengan petugas penegak hukum. Setelah panggilan pertamanya, ia baru menyadari bahwa selama ini putrinya diam-diam menyiapkan sendiri drama penangkapan Herdian dengan berbagai bukti yang ia kumpulkan. “Jadi, selama ini dia menugaskan kamu untuk melakukan skenario yang telah ia susun sendiri?” tanya Mayang. Mereka keluar dari kantor polisi menuju ke tempat parkir. Sopirnya masih bermuka datar, tanpa mengatakan apapun, hanya mengangguk pelan. Mayang tak perlu penjelasan lagi, meski penasaran bagaimana Mirna dapat melakukan

  • Pernikahan Suami di Rumah Mertua    Mayang Merasa Bersalah

    “Tidak bisa begini!” Herdian berteriak, “KEMALA! Jawab AKU!” Kedua matanya memerah. Kemala masih memilih bungkam, ia sama sekali tidak terpengaruh dengan gertakan Herdian. Sementara sibuk mengatur emosi putranya, Yana membuang muka dari Kemala. Kemala melangkah ke luar, ia membisikkan sesuatu pada Yana. Namun seseorang menarik lengannya dengan sangat kasar sebelum ia mencapai pintu. Tangan yang sejak tadi terasa gatal mendarat keras di pipi mulus Kemala. Air mata Kemala seketika meluap tanpa ia sadari. “Saya bisa melaporkanmu atas tindak kekerasan dan penganiayaan terhadap putri saya.” Mayang memasang badan di depan Kemala. “Penjelasan apa lagi yang kamu butuhkan, Mas?” Kemala memegang pipinya yang terasa perih. “Perceraian itu tidak sah tanpa persetujuan suamimu!” serang Yana. “Saya pikir, anda tidak berhak ikut campur tentang urusan kami. Lagi pula–anda yang paling menginginkan perceraian kami sejak dulu. Lalu, mengapa sekarang justru tidak senang saat keinginan anda terwujud

  • Pernikahan Suami di Rumah Mertua    Cara Tepat Mengusir Pengkhianat

    Seluruh ruangan kehilangan suasana hening, tangisan mereka pecah memenuhi bangsal nomor 237. Petugas medis pun telah melepas alat bantu kesehatan yang sebelumnya melekat di tubuh Mirna. Kemala menenangkan hati Mayang yang sedang hancur. Raga yang telah ditinggalkan ruh milik Mirna pun di bawa ke ruang jenazah. Selanjutnya, mereka membawa tubuh tak bernyawa itu ke rumah kediaman Mayang dengan iring-iringan beberapa mobil pelayat yang ingin mengantarkan Mirna ke peristirahatan terakhirnya. Kemala sudah tak dapat mengeluarkan kristal beningnya lagi, mata sembabnya menjadi saksi kesedihan yang juga ia rasakan. Di tempat lain, Bramantyo dan Ponirah sangat gelisah. Sebab Kemala belum kembali padahal mereka akan menggelar pernikahan 14 jam dari sekarang. Terakhir kali ia mengabarkan kalau Mayang akan mengutus sopirnya untuk mengantar pulang pagi tadi. Namun, ia belum juga dapat dihubungi hingga saat ini. “Coba telepon lagi, Nak!” suruh Ponirah, ia tampak cemas. Bram menuruti perintah Po

  • Pernikahan Suami di Rumah Mertua    Duka Menjelang Pernikahan

    “Kamu hanya harus sembuh!” seru Kemala, “Maka, aku tidak perlu menjadi Kakak yang buruk.” Kemala mengusap kepala Mirna.Rasa bersalah yang memenuhi hati Mirna semakin sesak, ia tidak dapat mengerti apa yang ada dalam isi kepala Kemala. Mengapa wanita itu masih bersikap baik padanya? Kira-kira terbuat dari apa hatinya, mati rasa ataukah sudah kebal?Butiran bening mengalir tanpa dapat dihentikan dari kedua netranya, Mirna tidak sanggup membayangkan betapa sulitnya menjadi Kemala. Dia menjalankan perannya tanpa amarah meski sebuah belati berkali-kali menusuknya dalam keadaan sadar. Ia harus menahan perasaan yang sangat luar biasa setiap melihat kebahagiaan Mirna dan Herdian. Tanpa berpikir untuk membalas dendam, ia justru bersikap baik alih-alih memusuhi Mirna.Pagi itu, Kemala telah membersihkan diri sebelum ia pamit untuk menghirup udara segar di sekitar Rumah Sakit, tidak untuk memanjakan pandangannya, ia hanya bu

  • Pernikahan Suami di Rumah Mertua    Antara Dosa dan Penyesalan

    Keheningan mulai menyusup di antara waktu yang sedang bergulir menuju pergantian hari. Suara derap langkah kaki-kaki yang berat menyisakan kekhawatiran di benak Kemala. Semakin dirinya mendekat ke arah ruang perawatan Mirna, semakin ia merasakan degup kencang yang menghujam dadanya.Sesekali ia mengedarkan pandangan ketika terdengar suara brankar yang berpacu dengan bunyi alas kaki beberapa orang. Jantungnya seakan-akan ingin meloncat, mendengar sayup-sayup suara tangisan dari arah yang lain. Terkadang ia mengintip wajah Mayang yang menyembunyikan kecemasan di balik senyuman.“Mirna pasti sembuh, saya yakin dia kuat.” Kemala meraih tangan Mayang yaang berayun seirama dengan langkah kakinya.Ia tersenyum kecut, lalu berkata, “Kuharap ia melewati masa kritisnya setelah bertemu denganmu.”Pintu kamar bernomor 237 terbuka, Mayang mendorongnya perlahan. Mereka masuk ke dalam ruangan sambil berjinjit agar Mi

  • Pernikahan Suami di Rumah Mertua    Dua Hari Sebelum Pernikahan

    “Terima kasih,” ucap Bramantyo. “Aku tidak tahu, apa jadinya tanpa kamu di sisiku.” Bram menatap sendu ke arah wanita di hadapannya. “Tidak perlu berterima kasih, semua yang terjadi dalam hidupmu hampir pasti mengambil bagian di dalam hidupku.” Senyumnya kembali mengembang, semakin meyakinkan Bram tentang ketulusan yang dimiliki Kemala. Mereka kembali memeriksa beberapa hal mengenai persiapan pernikahan yang akan digelar 2 hari mendatang. Bram merasa hidupnya lebih ringan, jalannya semakin mulus tanpa ada yang mengganjal lagi. Kemala memang benar, dendam dan luka saling berhubungan. Luka tidak akan pernah bisa sembuh ketika kita masih memelihara dendam, membiarkannya bertindak sesuka hati, mengambil alih sebagian besar ruangan di dalam hati kita. Setiap kali mendengarkan kalimat bijak yang keluar dari mulut Kemala, keserakahannya atas rasa marah seketika menciut, lalu kehilangan keberanian yang sebelumnya merebut kendali atas pemikirannya. Mereka memang dua manusia berbeda latar b

  • Pernikahan Suami di Rumah Mertua    Menaklukkan Musuh Dengan Kasih Sayang

    “Meskipun beliau bukan ibu kandungmu, kurasa ia memang tulus. Aku melihat dari sorot matanya yang penuh penyesalan.” Kemala tersenyum. Pria itu mendengarkan setiap kata yang diucapkan Kemala. Setiap kali berbicara dengan tunangannya, Bramantyo merasa tenang. Wanita yang akan ia nikahi memang selalu bersikap bijak menghadapi persoalan yang terjadi. Sebab itulah, ia yakin Kemala adalah orang yang tepat menjadi pendamping hidupnya. “Kapan kamu akan pergi?” tanya Bramantyo, ia menggandeng tangan Kemala. “Mungkin, besok pagi. Kebetulan besok aku berencana tutup toko.” Kemala melepas genggaman tangan Bram. “Baiklah, kuharap tidak ada lagi hambatan yang memberatkan persiapan pernikahan kita.” Bram melangkah pergi, ia meninggalkan Kemala yang tengah berdiri di depan rumahnya._____________ Seperti yang Kemala janjikan, ia mengunjungi rumah kediaman Sekar. Ia membawa rantang berisi beberapa kue dan masakan kesukaan Sekar. Setelah Bram meninggalkan rumahnya tadi malam, Kemala mencari tahu

  • Pernikahan Suami di Rumah Mertua    Setiap Manusia Punya Kekurangan

    Bramantyo hanya bisa menatap Kemala lekat tanpa dapat mengeluarkan suara, di dalam pikirannya berkecamuk berbagai hal, menghimpit isi kepalanya yang tak mampu menemukan jalan keluar. Di hadapannya, Kemala memilih untuk tidak memaksakan diri agar Bram menuruti apa yang ia katakan tentang melepas segala beban. Justru Kemala lebih memahami keinginannya, wanita itu membiarkan Bram berpikir sejenak tentang sesuatu yang merenggut setengah ruangan di dalam benaknya. “Kurasa wafle madu dengan secangkir coklat panas, cukup menyenangkan.” Kemala tersenyum tulus. Yah, dia selalu tahu apa yang dibutuhkan Bram saat ini. Sudah lama Bram tidak menikmati makanan buatan Kemala itu, ia selalu menyempatkan diri menyantapnya di echo bakery, paduan rasanya cukup mampu meringkus kejenuhan yang kerap ia rasakan. “Tapi–apakah masih tersedia untukku?” Bram membalas senyum calon istrinya. “Tentu. Tidak akan lama, kamu dapat menunggu sembari bermain bersama Dylan.” Kemala menarik tangannya, mereka pergi

  • Pernikahan Suami di Rumah Mertua    Aku Selalu Ada Untukmu

    Setelah Marco mengantarkan Sekar sampai ke luar rumah, ia kembali menemui Bramantyo. Kali ini Marco tidak ingin bungkam, jika sebelumnya ia memilih tidak bersuara karena dirinya berada di posisi salah, sekarang tidak begitu. Marco merasa terusik untuk menjelaskan tentang bagaimana seorang Sekar sesungguhnya. “Apa lagi yang kamu mau?” Bram bertanya sinis saat melihat Marco datang. “Tidak ada. Aku hanya ingin kamu lebih membuka hati. Oke, kalau di masa lalu Bu Sekar memang pribadi yang buruk. Namun, cobalah sedikit berempati sebab aku tahu beliau bertahun-tahun melakukan banyak hal demi bisa menebus dosa-dosanya padamu.” Marco menatap Bram sangat tajam. “Siapapun bisa dengan mudah mengatakan hal semacam itu, termasuk kamu. Tapi, aku tidak yakin kau akan tetap berpikir begitu jika kau berada di posisiku.” Bram tidak kalah kesal dari Marco. Perdebatan di antara mereka berujung saling diam, hingga saat Kemala datang. Mereka masih dalam situasi canggung, tidak ada seorang pun diantar

DMCA.com Protection Status