Kelvin VS Ziel. Sparing 😏 siapa yang menang? cara jantan menyelesaikan masalah. Cowok-cowok no drama. btw ... thank you udah membaca...... sampai jumpa besok lagi ya 🙂↕️🙂↕️ TYSM ILYTTMAB 🌝🥋
Di atas matras biru, Kelvin dan Ziel bertarung. Mahasiswa yang ikut UKM taekwondo berada di sekitar mereka, menjadi penonton dari pertarungan yang sedang dilakukan oleh pembina dan anggota yang memiliki sabuk hitam tingkat satunya—Ziel.Baik itu Kelvin atau Ziel sama-sama memukau. Penyerangan mereka berteknik dan membuat siapapun yang melihatnya menahan napas.Saat Ziel bernafsu menyerangnya, Kelvin yang seakan sudah bisa membaca pergerakannya menanggapinya dengan lebih tenang. Napas mereka memburu, mata tajam memperkirakan ke arah mana lawan menyerang.Tangan terkepal di depan badan. Dalam jarak beberapa meter yang memisahkan sebelum mereka berlari mendekat.Beberapa mahasiswi yang melihat itu menjerit saat Kelvin lebih cakap merenggut kerah Ziel, dengan satu langkahnya yang tak terprediksi ia membuat Ziel terangkat di udara sebelum menjatuhkannya di atas matras.“Aishh!” Ziel mendesis kesal, ia berusaha bangun tetapi usahanya sia-sia saat Kelvin menguncinya hingga tak bisa bergerak
Mata Amaya berpindah dari mata Kelvin ke lehernya. Menyusuri perutnya dan berhenti di— "Sudah selesai menelanjangi saya begitu, Amaya?" Tanya dari Kelvin membuat Amaya dengan gegas mengangkat wajahnya kembali. "A-apa maksud Bapak?" tanya Amaya balik. "Saya nggak gitu ya! Pegang Pak Kelvin saja loh enggak!" Kelvin bersedekap mendengarnya yang sedang berusaha mengelak padahal ia jelas baru saja menjatuhkan pandangan pada— "Benar, di sana yang tersiksa!" jawab Kelvin. "Kalau dia kalah, saya bisa membuatmu tidak tidur." Kelvin berjalan melewati Amaya yang dengan cepat memejamkan matanya. Kesal pada dirinya sendiri yang seolah sengaja memancing pria itu menjadi lebih sensitif. "Nyebelin banget," gerutunya. "Pakai baju di kamar pun nggak bisa bebas dan harus pakai aturan." Ia mendengus saat mengikuti langkah Kelvin memasuki ruang ganti. Pria itu menoleh padanya seraya bertanya, "Ngapain ngikutin saya?" "PD banget! Saya tuh mau ganti baju." "Ngapain ganti baju?" tanya Kelvin, kehe
'Apa maksudnya dengan dia jatuh cinta duluan sama aku?' batin Amaya, mengulangi kalimat Kelvin yang dalam sekejap mengubah jantungnya menjadi berdenyut cepat."Aku baru dengar itu," sahut Gafi yang duduk di sebelah kanan Kelvin. Kakak lelaki Amaya itu terangkat kedua alisnya, tampak tidak percaya. "Kamu? Jatuh cinta duluan sama adikku?"Kelvin mengangguk, "Kayaknya begitu sih, Kak Gaf.""Tapi bukannya kamu sebelumnya nolak waktu Papanya Amaya minta kalian buat nikah, Vin?" Kali ini Riana yang bertanya, terlihat yang paling antusias, karena beliau bersama dengan Rajendra adalah saksi betapa dua anak-anak mereka itu saling menolak saat diminta menikah."Ada alasannya, Mam," jawab Kelvin. "Aku sadar kalau usiaku jauh di atas Amaya, masih banyak hal yang pasti ingin dia lakukan daripada terikat dalam sebuah pernikahan, 'kan?""Wait—" sela Gafi. "Maksudnya kamu jatuh cinta sama adikku sebelum diminta almarhum Papa buat nikah?"Kelvin sekali lagi mengangguk."Jangan bilang alasan kamu selam
Amaya menoleh pada Kelvin yang tampak menelan ludahnya dengan gugup. Amaya bisa melihat dari pupil matanya yang bergerak tidak stabil, ia mencoba menyembunyikannya lewat tawa datar yang membuat Arsen sekali lagi bertanya, "Mau nggak tidur sama Arsen?" "Tanya Aunty May," jawab Kelvin. Ia berjalan melewati Amaya dan menyibukkan diri dengan mengambil pakaian dari dalam lemari. "Aunty May nggak mau ya tidur sama Arsen?" tanya keponakannya itu. Sebelum ada insiden menangis jilid dua, Amaya memilih dengan cepat untuk mengiyakannya. "Mau kok," jawabnya. "Biar Aunty gosok gigi sama ganti baju juga ya, nanti habis itu kita tidur." "Mau minum susu dulu boleh?" pintanya. Amaya menggaruk kepalanya yang tidak gatal, alisnya berkerut saat ia memikirkan apakah sekiranya ada susu yang bisa diminum oleh Arsen. Lagi pula banyak sekali permintaan keponakannya ini! Apa begini gambaran jika nanti ia memiliki anak? "Aunty May nggak yakin," jawab Amaya akhirnya. "Tapi coba kita lihat dulu di bawah ada
Sesuai dengan yang mereka katakan semalam, pagi hari ini Kelvin menepati janjinya untuk mengajak keponakannya pergi ke taman bermain, Fantasy Land. Berangkat lebih pagi, Kelvin melihat wajah kesal Amaya saat ia duduk di samping kemudi dengan tangan yang bersedekap. "Kamu masih kesal sama saya?" tanya Kelvin yang seketika membuat Amaya mendengus. "Menurut Bapak?" tanyanya balik. Kelvin hampir menjawab sebelum Arsen yang duduk di kursi penumpang belakang menyahut, "Pak, Pak, Pak, apa Uncle Vin ini Bapaknya Aunty May?" tanyanya. Kelvin tak bisa menahan senyumnya sementara Amaya menoleh ke belakang, memutar separuh tubuhnya untuk melihat keponakannya yang cerdas itu. "Papa bilang ke Arsen kalau Aunty May dan Uncle Vin itu sama kayak Mama dan Papa, udah nikah," jelasnya dengan bibirnya yang lancar. "Tapi kenapa Aunty May panggil Uncle Vin 'Bapak'? Padahal Mama kalau panggil Papa itu 'Honey'," celotehnya. "Atau kalau nggak, 'Darling, Babe' dan—" Alis kecilnya berkerut, "Seingat Arsen
"Pak Kelvin?!"Amaya mendorongnya agar menjauh. Ia harusnya kesal, tapi sekali lagi dadanya malah berdebar. Bayangan seandainya ia dan Kelvin berada di atas ranjang dan—"Apa kamu udah ngebayangin?" tanya Kelvin yang seketika membuat Amaya melebar kedua bola matanya. "Kira-kira gimana rasanya? Kamu pikir itu enak atau enggak, May?""Pak Kelvin bisa diem nggak?!""Kalau saya jawab 'nggak' lalu kamu mau melakukan apa?"Amaya mundur sekali lagi. Melebarkan jarak sepertinya adalah hal yang harus ia lakukan sekarang ini.Ini tidak baik, lebih tepatnya detak jantungnya yang berantakan ini yang tak baik!'Dia kenapa tiba-tiba jadi begitu sih?' tanya Amaya dalam hati. Ia berpikir, apa kata-kata 'bapak-bapak' itu menyinggungnya sehingga Kelvin membalas Amaya dengan menggodanya seperti ini?'Goda saja, Amaya.' Kalimat Kelvin hari itu kembali terngiang. 'Goda sampai pertahanan saya runtuh, saya ingin tahu bagaimana caramu mengendalikan saya!'Maya menelan ludah dengan sedikit pelan, jika ini a
‘Apa dia lihat baju yang aku ambil sebelum aku mandi tadi?’ batin Amaya tak habis pikir. Sehari saja ... apa Kelvin itu tak bisa diam dan tak mengatakan sesuatu yang memalukan padanya? Padahal dia baru minta maaf soal mengatainya kuda lumping, tapi hari ini sudah menemukan bahan lain untuk mengejek Amaya. Ia menyaksikan ke mana pria itu menjauh, seringai di salah satu sudut bibirnya terlihat penuh dengan kepuasan saat ia menyusul Arsen yang sudah meluncur lebih dulu di atas arena ice skating, meninggalkan Amaya yang mau tak mau harus menjadi sebatas penonton. “Nyebelin banget,” gumamnya kesal. “Kalau tahu begini aku nggak mau ikut tadi.” Mungkin sekitar setengah jam kemudian paman dan keponakan itu menepi. Amaya membiarkan mereka melepas atribut keselamatan sekaligus sepatunya sekalian dan mengembalikannya pada petugas. “Sendirian?” tanya sebuah suara yang membuat Amaya tersentak. Ia menoleh ke sisi kanannya. Seorang lelaki tak dikenalnya mendekat dan mengajaknya bicara. “K-ka
Meski ia ‘dihajar’ hampir seharian oleh Amaya dan Arsen, akhirnya Kelvin berhasil membawa mereka pulang setelah Arsen mengeluh lapar dan ingin makan pizza. Berhubung tak ada menu yang dimintanya, maka Kelvin melobinya untuk pulang, sekalian membeli makan di perjalanan.Entah apa yang dipikirkannya sedari tadi, tetapi Amaya melihatnya terus tersenyum saat mereka duduk di ruang makan pada malam harinya.“Kenapa tersenyum begitu?” tanya Amaya, membuka percakapan di meja makan malam bersama dengan Arsen yang akan dijemput oleh Gafi sebentar lagi.“Uncle Vin pasti senang karena tadi main di Fantasy Land seharian, Aunty May,” jawab Arsen lebih dulu.Pria itu menoleh pada Arsen yang duduk di sebelah kanannya, berseberangan meja dengan Amaya yang menyaksikan interaksi mereka.“Uncle Vin yang senang, atau kamu?” tanya Kelvin, menepuk puncak kepalanya. Sementara yang ditanya menunjukkan barisan giginya yang kecil saat menjawab, “Arsen sih.”“Habiskan makanmu, Sen!” sela Amaya. “Kamu mau ngina
'D-dia ngapain sih?' batin Amaya penuh dengan tanya. 'Dia beneran kesel sama aku yang ngomong kalau motornya Ziel keren kemarin? Astaga ... padahal yang aku puji tuh motor barunya, bukan orangnya. Ini model cemburu apa lagi, Kelvin?'Mata Amaya terpejam sesaat. Tak ada kata damai dalam hidupnya jika sikap agresif Kelvin sering kali tak tertebak.Hari ini dengan naik motor, lalu berhenti di hadapannya seolah ia sedang menunjukkan bahwa dirinya adalah suaminya Amaya.'Tadi bukannya dia ngantar kak Gafi ke chiropractor ya?' batinnya lagi. 'Jadi dia pulang dulu buat ngambil motornya terus ke kampus gitu?'Lagi pula kenapa Amaya tak sadar bahwa itu adalah motornya Kelvin?Ia hampir melihatnya setiap hari di garasi.Semua pikiran berkecamuk tanpa henti. Amaya sedikit tersentak saat mendengar Kelvin yang mengatakan, "Ayo."Kepala pria itu sekilas miring ke kiri, meminta Amaya untuk segera naik. Salah satu tangannya mengarah ke depan, menyerahkan helm pada Amaya yang bingung harus bagaimana
“Maaf, Mir,” ucap Rama sekali lagi. “Buat semua kesalahan yang aku lakukan, buat aku yang udah menghancurkan hidupmu dan bahkan berniat membuatmu menghilang.”Miranda tertunduk di tempat ia duduk. Ia meremas jari-jarinya yang ada di atas paha.Hening kembali menghampiri, senja di luar yag menggelap menuntun mereka untuk mengingat, menapaki kembali jalan suram yang pernah mereka ambil.“Waktu itu ...” Miranda akhirnya membuka suaranya. “Waktu kamu dorong aku dari lantai dua Amore, apa itu betulan karena kamu rencanakan?” tanyanya. “Apa ... nggak seberharga itu aku buat kamu sekalipun hubungan yang sebelumnya kita lakukan itu salah?”Rama tampak menggertakkan rahangnya, ia menggeleng sebelum menjawab Miranda. “Nggak,” jawabnya. “Aku nggak pernah rencanain itu, Mir. Nggak pernah ada niat sejak awal buat dorong kamu. Aku cuma ... tertekan waktu itu. Aku takut kalau Papaku bakal buang aku ke tempat yang jauh dari sini. Maaf ....”Miranda tersenyum tipis, ia lalu menggigit bibirnya untuk me
Niat hati ingin mengelabui, ternyata malah tertangkap basah!“Siang bolong begini, Vin?” goda Riana setelah Rajendra lebih dulu berdeham dan meninggalkan mereka berdua.“Apa sih?” tanya Kelvin, ia menyapukan rambut hitamnya ke belakang saat Amaya menyenggol lengannya, isyarat agar Kelvin menjawab ibunya dengan sedikit lebih masuk akal. “Nggak ngapa-ngapain juga. Benerin ikat pinggang emangnya salah? Habis dari kamar mandi tadi.”“Oh—““Lagian kalau ngapa-ngapain tuh juga kenapa, Mam? Sama istri sendiri juga. Kayak nggak pernah muda aja,” imbuhnya. “Mama sama Papa dulu pasti juga sering—aaak!”Kelvin berteriak saat Riana mencubit dadanya, ia tarik dan ia puntir. “Mam—sakit, Mam—““Berani kamu godain Mama hah?”“Godain gimana sih?” tanya Kelvin balik seraya mengusap dadanya. Ia terdorong menyingkir dari hadapan Riana setelah ibunya itu membuatnya hampir terjengkang.“Maaf ya, Sayang ....” kata Riana pada Amaya. Mendekat dan memeluknya. “Maklum di usianya yang udah kepala tiga si Kelvin
Amaya yang mendengar celotehan Arsen yang tengah berjalan di belakang punggungnya tak bisa menahan tawa.Entah kenapa mulut julid Arsen selalu menghibur. Kali ini ... si bapaknya yang tak lolos darinya.Carl Fredricksen ia bilang?Si kakek-kakek tua berambut putih yang ada di film UP.Arsen mengatakan begitu mungkin karena jalan Gafi yang terbungkuk dengan bantuan tongkat.Dan jika Amaya perhatikan lebih jauh, tongkatnya itu sebenarnya adalah gagang sapu yang entah ia dapatkan dari mana.Ditambah dengan dirinya yang bau minyak tawon, maka sempurnalah mulut julid Arsen saat me-roasting bapaknya."Ada apa?" tanya Serena yang berpapasan jalan dengan Amaya.Kakak iparnya itu terlihat baru saja datang karena masih membawa tas di tangannya."Itu, Kak Rena—" Amaya sekilas menoleh ke belakang, pada Gafi yang dibantu berjalan oleh Kelvin sementara di depannya Arsen menjadi pemandu sorak. "AYO, PAPA! MAJU-MAJU!""Arsen bilang kalau Kak Gafi udah kayak kakek tua ubanan di film UP," lanjut Amaya
Amaya yakin kalimat Ziel yang mengatakan ‘tadinya mau nawarin bareng ke Amaya, tapi kayaknya nggak dulu deh’ yang tadi diucapkannya itu selain karena ingin mengatakan bahwa memang Randy yang akan pulang dengannya, pasti karena Ziel melihat Kelvin sudah ada di sana. Sehingga pemuda itu ‘lari tunggang-langgang’. Tapi saat hal itu Ziel lakukan, hal yang seharusnya membuat Amaya aman, dirinya malah melontarkan pujian ‘keren banget’ pada Ziel yang bisa didengar oleh Kelvin. “Suami nggak tuh!” kata Alin seraya berpegangan tangan dengan Naira. Seolah saling menguatkan diri agar tak tiba-tiba berteriak semakin keras atau memeluk tiang listrik. “Kamu mau pulang bareng aku nggak?” tanya Kelvin, masih dengan matannya yang tak berpaling dari Amaya. “Aku-kamu nggak tuh,” imbuh Naira saat mendengar sebutan Kelvin untuk Amaya. “Katanya mau habisin makanan sebelum pergi ke rumahnya Mama? Jadi?” tanya Kelvin sekali lagi. Amaya bergeming. Benar-benar tak bisa menepis apapun sekarang! “J-jadi,”
[Memutuskan—Menetapkan pemberhentian (Drop Out) mahasiswa atas nama Caecilia Harjono sebagaimana tercantum di dalam lampiran sebagai mahasiswa Universitas G....] Caecil membacanya hingga habis setelah ia mengambil ponsel dari dalam tasnya. Tangannya terasa kebas dan gemetar. Jika email ini sudah sampai kepadanya ... artinya surat fisiknya juga bisa saja telah sampai di rumah dan barangkali sudah dibaca oleh Adrian serta Belinda—kedua orang tuanya. “Akh!” Caecil menggeram kesal, matanya berair dan ia mengangkat wajahnya, pergi dari layar ponselnya yang menyala untuk menatap pada Sarah dan Oliv. “Kita harus bales ini ke Amaya!” katanya menggebu-gebu. “Bener apa yang aku bilang kalau Amaya itu kurang ajar, ‘kan? Selain ngadu ke Pak Kelvin, dia juga bikin aku di DO dari kampus.” Celotehannya justru membuat kedua bahu Sarah dan Oliv seketika jatuh. Kedua temannya itu secara kompak merotasikan bola mata mereka dengan enggan. “Kalian nggak setuju?” tanya Caecil saat menjumpai ra
"Udah masuk sendiri dia," celetuk Randy sementara mahasiswa lain yang melihat Caecil terperosok kepalanya di dalam tong sampah malah tertawa tanpa henti. "TOLONG!" seru Caecil sekali lagi. Kedua tangannya mengepak-ngepak seperti burung yang terbang sedang kepalanya bertopikan tong sampah. Amaya hampir mendekat, berniat untuk menolongnya karena tidak tega. Akan jadi buruk jika Caecil kehabisan oksigen dan tak bisa bernapas saat kepalanya terperangkap di dalam sana. Sekalipun yang ia lakukan itu adalah karena ulahnya sendiri—yang berkeinginan menyerang Alin tapi gagal—tapi mendengarnya meminta tolong membuat Amaya tergerak hatinya. Tapi, pada langkah pertamanya, ia terhenti sebab teman Caecil datang. Kedua gadis yang dikenal Amaya bernama Sarah dan Oliv itu lebih dulu menghampiri Caecil. Menariknya dan mengangkat tong sampah yang membuat kepalanya terjebak itu. Sampah-sampah yang kebetulannya adalah sampah basah berhamburan ke lantai saat tong tersebut terangkat sehingga memunculk
Setelah akhir pekan dan ditambah oleh satu hari libur, pada akhirnya kesibukan di kampus telah kembali. Pagi ini, di rumah mereka sendiri, Amaya dengan kesadaran penuh bangun lebih awal, ia membuat sarapan untuknya dan Kelvin—anggap saja ini sebagai balasan karena kemarin penuh dengan ‘princess treatment.’“Jangan pedes-pedes kenapa?” tanya Kelvin saat ia menyuap ayam bumbu yang dibuat oleh Amaya saat akhirnya mereka duduk berseberangan di meja makan.“Nggak masuk seleranya Mas Vin ya?” tanya Amaya balik.“Masuk, Sayang. Tapi ini kepedesan, buat pagi di mana perut kita belum terisi apapun, aku kurang setuju.”“K-kalau gitu simpan di kulkas aja nggak sih?” usul Amaya yang mendapat tanggapan dari Kelvin. “Boleh, yang masih ada di mangkuk masukin kulkas, kita cemilin nanti pulang dari kampus.”Amaya mengangguk, ia mengikuti Kelvin yang meneguk minuman dan memang harus ia akui rasanya memang pedas!“Tapi terima kasih buat effort kamu,” kata Kelvin setelah ia menyuap ayam bumbu terakhir
“Ahh—“ Suara itu lolos dari bibir Amaya setelah serangkaian pemanasan yang panjang. Saat dirinya dan Kelvin menjadi satu di bawah lampu kamar yang berpendar hangat. Kelvin yang mengganti lampunya tadi sebelum ia juga menanggalkan semua pakaiannya. Sangat mendebarkan saat Amaya mengambil oksigen dari ciuman mereka yang seolah tak akan berhenti di bibirnya. Ia membiarkan lidah mereka untuk bertemu hingga api yang sejak tadi hanya sebesar lilin itu membakar segalanya. “Ahh—“ Amaya kembali terjaga dari lamunan sesaatnya kala bibir Kelvin menyinggahi bahunya yang terbuka. Prianya ini tak pernah gagal membuatnya mabuk dengan sentuhan-sentuhan yang ia berikan. “Kamu suka?” tanya Kelvin dengan terus bergerak di atas Amaya, ia terlihat sangat tampan sekalipun sebagian rambutnya telah basah oleh keringat. “K-kenapa tanyanya begitu sih?” tanya Amaya balik. Batinnya bergumam, ‘Apa dia nggak bisa lihat akan seberapa berantakan aku kalau dia berhenti sekarang?’ “Cuma ingin mastiin kalau