terima kasih sudah membaca ya đââď¸đââď¸ TYSM ILYTTMAB đ sampai jumpa besok lagi đŠˇâ¤ď¸đ¤
Sesuai dengan yang mereka katakan semalam, pagi hari ini Kelvin menepati janjinya untuk mengajak keponakannya pergi ke taman bermain, Fantasy Land. Berangkat lebih pagi, Kelvin melihat wajah kesal Amaya saat ia duduk di samping kemudi dengan tangan yang bersedekap. "Kamu masih kesal sama saya?" tanya Kelvin yang seketika membuat Amaya mendengus. "Menurut Bapak?" tanyanya balik. Kelvin hampir menjawab sebelum Arsen yang duduk di kursi penumpang belakang menyahut, "Pak, Pak, Pak, apa Uncle Vin ini Bapaknya Aunty May?" tanyanya. Kelvin tak bisa menahan senyumnya sementara Amaya menoleh ke belakang, memutar separuh tubuhnya untuk melihat keponakannya yang cerdas itu. "Papa bilang ke Arsen kalau Aunty May dan Uncle Vin itu sama kayak Mama dan Papa, udah nikah," jelasnya dengan bibirnya yang lancar. "Tapi kenapa Aunty May panggil Uncle Vin 'Bapak'? Padahal Mama kalau panggil Papa itu 'Honey'," celotehnya. "Atau kalau nggak, 'Darling, Babe' danâ" Alis kecilnya berkerut, "Seingat Arsen
"Pak Kelvin?!"Amaya mendorongnya agar menjauh. Ia harusnya kesal, tapi sekali lagi dadanya malah berdebar. Bayangan seandainya ia dan Kelvin berada di atas ranjang danâ"Apa kamu udah ngebayangin?" tanya Kelvin yang seketika membuat Amaya melebar kedua bola matanya. "Kira-kira gimana rasanya? Kamu pikir itu enak atau enggak, May?""Pak Kelvin bisa diem nggak?!""Kalau saya jawab 'nggak' lalu kamu mau melakukan apa?"Amaya mundur sekali lagi. Melebarkan jarak sepertinya adalah hal yang harus ia lakukan sekarang ini.Ini tidak baik, lebih tepatnya detak jantungnya yang berantakan ini yang tak baik!'Dia kenapa tiba-tiba jadi begitu sih?' tanya Amaya dalam hati. Ia berpikir, apa kata-kata 'bapak-bapak' itu menyinggungnya sehingga Kelvin membalas Amaya dengan menggodanya seperti ini?'Goda saja, Amaya.' Kalimat Kelvin hari itu kembali terngiang. 'Goda sampai pertahanan saya runtuh, saya ingin tahu bagaimana caramu mengendalikan saya!'Maya menelan ludah dengan sedikit pelan, jika ini a
âApa dia lihat baju yang aku ambil sebelum aku mandi tadi?â batin Amaya tak habis pikir. Sehari saja ... apa Kelvin itu tak bisa diam dan tak mengatakan sesuatu yang memalukan padanya? Padahal dia baru minta maaf soal mengatainya kuda lumping, tapi hari ini sudah menemukan bahan lain untuk mengejek Amaya. Ia menyaksikan ke mana pria itu menjauh, seringai di salah satu sudut bibirnya terlihat penuh dengan kepuasan saat ia menyusul Arsen yang sudah meluncur lebih dulu di atas arena ice skating, meninggalkan Amaya yang mau tak mau harus menjadi sebatas penonton. âNyebelin banget,â gumamnya kesal. âKalau tahu begini aku nggak mau ikut tadi.â Mungkin sekitar setengah jam kemudian paman dan keponakan itu menepi. Amaya membiarkan mereka melepas atribut keselamatan sekaligus sepatunya sekalian dan mengembalikannya pada petugas. âSendirian?â tanya sebuah suara yang membuat Amaya tersentak. Ia menoleh ke sisi kanannya. Seorang lelaki tak dikenalnya mendekat dan mengajaknya bicara. âK-ka
Meski ia âdihajarâ hampir seharian oleh Amaya dan Arsen, akhirnya Kelvin berhasil membawa mereka pulang setelah Arsen mengeluh lapar dan ingin makan pizza. Berhubung tak ada menu yang dimintanya, maka Kelvin melobinya untuk pulang, sekalian membeli makan di perjalanan.Entah apa yang dipikirkannya sedari tadi, tetapi Amaya melihatnya terus tersenyum saat mereka duduk di ruang makan pada malam harinya.âKenapa tersenyum begitu?â tanya Amaya, membuka percakapan di meja makan malam bersama dengan Arsen yang akan dijemput oleh Gafi sebentar lagi.âUncle Vin pasti senang karena tadi main di Fantasy Land seharian, Aunty May,â jawab Arsen lebih dulu.Pria itu menoleh pada Arsen yang duduk di sebelah kanannya, berseberangan meja dengan Amaya yang menyaksikan interaksi mereka.âUncle Vin yang senang, atau kamu?â tanya Kelvin, menepuk puncak kepalanya. Sementara yang ditanya menunjukkan barisan giginya yang kecil saat menjawab, âArsen sih.ââHabiskan makanmu, Sen!â sela Amaya. âKamu mau ngina
âAda apa, Kak Gaf?â tanya Amaya yang sudah berdiri sedikit menjauh dari ruang tengah. Kakak lelakinya itu berhenti melangkah. Ia memutar tubuhnya pada Amaya sehingga kini mereka berdiri berhadapan. Gafi tak serta-merta menjawab, melainkan lebih dulu mengeluarkan ponsel dan menyerahkannya pada Amaya. âItu informasi yang didapat sama orangnya Kakak,â ucap Gafi pertama-tama. âMereka udah bisa nemuin siapa yang mengunggah video syur kapan hari di forum mahasiswa dan nyebut kalau itu kamu.â Bibir Amaya terbuka tetapi tak bisa mengeluarkan sepatah kata. Di layar ponsel Gafi menunjukan bahwa pemilik akun anonim tersebut adalah orang yang ia kenal. Bukan hanya sebatas kenal, melainkan ia kenal dengan baik karena mereka pernah sangat dekat seumpama diri dengan nadi. Miranda. âItu punya Miranda, May,â kata Gafi. Ia memandang perubahan wajah Amaya yang tampak sangat marah tetapi ia tidak tahu harus mengekspresikannya bagaimana. Amaya mengembalikan ponsel tersebut pada si pemiliknya diir
âEhânggak! Bukan gitu maksud saya,â jawab Amaya dengan cepat. âMaksudnya tuh ... biar saja aja yang tidur di sofa, Bapak yang tidur di sini,â tunjuk Amaya pada ranjang yang tak jauh dari tempatnya berdiri. âNggak apa-apa, pakai aja!â tanggapnya tak keberatan. âTapi nanti kalau pagi Pak Kelvin ngeluh lagi?â âEmang saya pernah ngeluh apa?â tanya Kelvin balik. Salah satu alisnya terangkat, tampak antusias mendengar Amaya yang mau mengajaknya bicara. Padahal jika sudah masuk ke dalam kamar, biasanya di antara mereka yang terjadi adalah kecanggungan sehingga ia lebih banyak diamnya. âPak Kelvin âkan sering bilang pas bangun tidur kalau kaki Bapak terasa kaku kayak kakinya belalang sembah,â jawab Amaya polos. Yang tentu saja membuat Kelvin tertawa. âItu hanya perumpamaan kok, tidurlah di sana ... saya baik-baik aja.â Amaya tak ingin mendebatnya lagi, melihat Kelvin yang meraih bukunya membuat Amaya memilih untuk menyudahi percakapan itu. Pria itu memang lain, setidaknya beg
âAku udah mau bilang ini dari kemarin-kemarin, Ram,â ucap Miranda. âTapi aku masih belum yakin jadi aku mau pastiin dulu. Tadi aku pakai test pack, dan hasilnya garis dua.â Tangan Rama yang semula merangkul Miranda perlahan terlepas. Tatapan penuh kehangatan yang tadi menghujaninya sirna secara cepat. Pemuda itu satu langkah mundur dan menjaga jarak dengan Miranda. Melihat perubahan ekspresinya membuat Miranda sesak. âRamââ panggil Miranda yang seketika dihentikan oleh pemuda itu. Seakan ia tak ingin mendengar Miranda lagi. âKamu ... hamil?â ulangnya. Miranda menganggukkan kepalanya, âIya, aku hamil.â âTerus? Kenapa kamu ngomong ke aku?â tanya Rama yang membuat sepasang bola mata Miranda melebar. Bibirnya terbuka, tanpa ada sepatah kata yang keluar dari sana. Sesak memenuhi sanubari saat ia lambat-laun menyadari bahwa lelaki yang puluhan kali bertukar keringat dengannya ini jelas tak akan mengulurkan tangannya untuk bertanggung jawab. âKamu mau bilang kalau aku ayah dari an
âDaebak!â Seketika pecinta drama Korea mengeluarkan kalimat-kalimat mereka.âApa begitu wujud cowok dingin yang udah jatuh cinta?â celetuk salah seorang mahasiswa yang duduknya jarak beberapa meja di belakang Amaya.âKalau bener sih kepingin juga dibucinin yang modelnya kayak Pak Kelvin.âJika tak ada peringatan agar mereka menjaga nada bicara dan mengendalikan kegaduhan, mengingat ini adalah perpustakaan dan barangkali banyak yang terganggu, celotehan masih akan bersahut-sahutan.[Apa yang Bapak lakuin di sini?]Itu tertulis di atas kertas yang ada di tangan Amaya, yang ia sodorkan pada Kelvin, berharap ia mengerti maksudnya dan menyadari keadaan di sekitarnya sedang tidak baik-baik saja sehigga memutuskan untuk pergi dari sana.Amaya melihatnya mengeluarkan pena dan membalas dengan kalimat yang ia tulis di bawah tulisan tangannya.[Kamu nggak suka saya duduk di sini?]âTerlalu mencolok,â kata Amaya, berbisik selirih mungkin tetapi masih dalam jangkauan Kelvin.Kelvin mengedarkan pan
Amaya membiarkan tiga sahabatnya itu memeluknya secara bersamaan. Isak tangis Alin dan Naira sebab rindu terdengar sementara Randy tak bersuara. Tapi saat mereka saling melepaskan, Amaya bisa melihat sepasang matanya yang memerah. âKangen banget,â kata Alin menyusul ucapan dari Naira yang menyebutkan bahwa ini sudah bulan ke enam mereka tak saling berjumpa. âAku tanya ke Pak Gafi di kantor apa beliau nggak akan datang ke sini,â kata Randy. âKalau mau pergi, aku bilang saya sama dua teman saya mau barengan. Dan ternyata beliau malah minta kami cuti biar hari ini bisa datang.â âSerius?â tanya Amaya, menoleh ada Gafi yang tersenyum sementara ketiga temannya itu mengangguk membenarkannya. Perlu diketahui, Alin dan Naira bekerja di Rajs Holdingsâperusahaan milik keluarganya Kelvin. Keduanya menjadi tax accountant, dengan Alin yang belakangan ia dengar sedang dipromosikan untuk naik jabatan sementara Naira menjadi ketua tim. Randy ada di Hariz Corp, posisinya sudah lumayan tinggi. Ota
Amaya hendak melangkah menjauh setelah mengatakan itu, tapi ia tak bisa pergi begitu saja sebab Kelvin merengkuh pinggangnya agar mereka berdiri seperti sebelumnya. Prianya itu menunduk, dan berbisik, "Aku mencintaimu, Amaya." Kecupan sekali lagi jatuh di bibirnya. Senyum merekah saat mereka kemudian menoleh pada Amora yang menangis dan memanggil, "Mama ...." Bocah kecil itu tengah terduduk di atas rerumputan, tengah dibantu oleh si Abang agar bangun. "Nggak apa-apa, Adek ... ayo bangun," kata Keegan lalu mengusap lutut Amora sebelum merdeka menoleh pada Amaya yang bertanya, "Kenapa, Sayang-sayangnya, Mama?" "Amora jatuh, Mama," jawab Keegan. "Nggak apa-apa, 'kan? Udah ditolong Kakak?" Amora mengangguk meski bibirnya masih tertekuk dan pucuk hidungnya yang memerah. "Kalau begitu bisa berhenti sebentar lari-lariannya?" pinta Amaya yang disambut anggukan oleh si kembar. "Bisa." Maka setelah itu Amaya melihat Keegan dan Amora yang berjalan bergandengan tangan, di atas jogging tr
Vancouver, Canada. Tiga tahun kemudian. .... Amaya menggandeng tangan kecil masing-masing di sebelah kiri dan kanannya saat berjalan keluar dari mobil yang ia berhentikan di tepi jalan. Mereka tengah menunggu seseorang keluar dari pintu gerbang itu untuk berjumpa dengannya. "PAPA!" seru suara manis bocah kecil di sebelah kanan dan kiri Amaya secara bersamaan. Mereka melambaikan tangannya pada pria dengan coat panjang warna hitam yang berlari keluar dari pintu gerbang. Kelvin. Pria itu adalah Kelvin. "TWINS!" balas Kelvin tak mau kalah antusiasnya. Ia berlutut seraya merentangkan kedua tangannya, sehingga Amaya melepas 'twins' yang baru saja dikatakan oleh Kelvin itu dan mereka memeluknya. Dua bocah kecil itu adalah Keegan dan Amora, anak kembarnya yang telah lahir dan tumbuh menjadi kembar sepasang yang tampan dan cantik. Keegan Yezekail dan Amora Amarilly, tentu dengan nama keluarga Amaya dan Kelvin di belakangnya, Hariz-Asgartama. Janin kembar yang hari itu
Meski disembunyikan, atau sebesar apa usaha Amaya dan Kelvin menutupi tentang resepsi pernikahan mereka, tapi tetap saja fotonya bocor! Tak hanya resepsi pada pagi hari saja, tapi juga resepsi yang diselenggarakan pada malam hari. Semesta seperti ingin berbagi kebahagiaan itu pada semua orang. Foto-foto mereka yang manis menghiasi forum mahasiswa selama beberapa hari, dari Sabtu, Minggu hingga Senin pagi hari ini. Seseorang menghela dalam napasnya kala ia menggulir layar ponselnya, foto Kelvin yang tampak meneteskan air mata seperti baru saja membuatnya memberikan sebuah pengakuan bahwa pria itu mencintai Amaya sangat besar. Ziel, pemuda itu adalah Ziel, yang duduk di bangku taman yang tak jauh dari lapangan futsal di kampus. Seorang diri, sebelum sebuah suara datang dari samping kanannya dan ikut duduk di sana. "Bang Ziel," sapanya. Wajahnya muncul dan membuat Ziel sekilas melambaikan tangan padanya. "Ya, Randy. Aku pikir nggak masuk kamu tadi," balasnya. "Ngapain nggak masu
Amaya merasa hatinya sedang tak karuan sekarang melihat Kelvin yang menjatuhkan air mata. Saat manik mereka bertemu, Amaya melihat betapa pria itu sangat tulus meletakkan seluruh perasaannya dan seolah menunggu agar hari ini tiba. Gafi tersenyum saat memandang keduanya bergantian sebelum ia memindah tangan Amaya pada Kelvin. Pembawa acara meminta agar Gafi kemudian memberikan ruang dan tempat untuk kedua pengantin yang tengah berbahagia. Amaya tak bisa memalingkan wajahnya, ia terpesona, terperangkap pada Kelvin saat pria itu terus menatapnya dengan teduh. Gerakan bibirnya yang tanpa suara sedang mengatakan, âCantik sekali.â Dan tentu saja itu diketahui oleh semua orang yang hadir di sana dan itu membuat tubuh Amaya meremang. Apalagi saat pembawa acara mengatakan, âBapak-Ibu tamu undangan sekalian, sepertinya kedua mempelai kita ini sudah tidak sabar untuk mengatakan apa yang mereka rasakan selama ini,â ujarnya. âMari kita dengarkan terlebih dahulu sepatah dua patah kata dari m
Kelvin menghela dalam napasnya saat ia menunduk, memastikan bahwa groom boutonniere yang tersemat di dadanya benar dalam keadaan yang rapi.âVin?â panggil sebuah suara yang tak asing di telinganya sehingga ia mengangkat kepalanya dengan cepat.Ia menjumpai Gafi yang muncul di dekat pintu berdaun dua di dalam kamar hotelnya entah sejak kapan.Kelvin yang melamun, atau memang kedatangannya yang memang tanpa suara?Entahlah ... yang jelas ia memang ada di sini bersamanya, dan mungkin memang sengaja menemuinya.âKak Gaf?â balasnya seraya menunjukkan senyuman.âGugup?ââBanget,â jawabnya. Tak menemukan kata lain untuk menggambarkan bagaimana perasaannya sekarang ini selain gugup.Gugup untuk bertemu Amaya, gugup untuk melihatnya dalam balutan gaun pengantinnya yang cantik.Gugup, karena ia bisa saja tak bisa menahan diri nanti dan mencium Amaya secara tiba-tiba.âSetelah ini, aku akan membawa Amaya buat ketemu sama kamu, Vin,â ucap Gafi mula-mula. âAku sudah pernah bilang ini ke kamu. Tapi
âApa ini, May?â tanya Randy sembari mengambil salah satu kotak susu yang ada di hadapan Amaya. Karena Amaya terlambat mencegahnya, dan karena memang gerakan Randy sangat cepat, Amaya akhirnya membiarkannya saja. âKok ... susu ibu hamil?â tanya Alin dengan nada bicara yang lirih. Yang barangkali hanya mereka saja yang bisa mendengarnya. âKita mau dapat keponakan?â sahut Naira yang disambut anggukan dari Amaya. âAlasan kenapa resepsinya dimajuin tuh karena itu,â aku Amaya dengan jujur. Randy hampir melompat kesenangan jika Alin tak mencegahnya. Ia juga hampir berteriak jika Naira tak mengisyaratkan agar ia sebaiknya diam dan tetap menjaga mulutnya itu terkunci rapat. "Demi apa, demi apa kita bakalan punya keponakan?" Heboh, seperti biasanya dan Amaya dibuat terharu dengan mereka yang turut senang dengan kabar yang ia berikan ini. "Maaay! Kamu bakalan jadi hot mommy dong?" Naira sepertinya sudah membayangkan terlalu jauh. Mereka saling pandang untuk menyetujui ungkapan itu sebe
Mengetahui bahwa sorakan itu ditujukan untuknya, Amaya dengan cepat menurunkan ponselnya. Ia menggigit bibirnya, malu karena Kelvin benar-benar tak sungkan lagi menunjukkan hubungan mereka yang telah menjadi rahasia umum bahwa mereka memang menikah. Antusias itu rupanya menjadi bahan bakar bagi semua mahasiswa untuk mengikuti bincang santai tersebut. Pembicara yang dimaksudkan Kelvin lalu datang, beliau adalah seorang pengusaha yang mengatakan perjalanan bisnisnya lebih dari dua puluh tahun untuk bisa berjaya hingga hari ini yang salah satu landasannya adalah stabilitas sistem keuangan. Barangkali bukan hanya pembicaranya saja yang memang sudah berpengalaman, tapi bagaimana cara hostnya memancing agar beliau menyampaikan informasi, sepak terjangnya dalam dunia bisnis. Aah ... atau ini hanya perasaan Amaya saja yang sangat senang bisa melihat Kelvin seperti itu? Mungkin tahun ini adalah gilirannya menjadi host karena tahun sebelumnya Lucy lah yang bertugas. Dan mendengar dari
Amaya mengangguk saat pipinya terasa panas. "Padahal mau kasih kejutan nanti pas kita bahas soal resepsi yang mau dibikin maju," jawab Amaya. "Tapi si bocil Arsen ini malah tahu duluan." Amaya memandang pada Arsen yang ada di pangkuan Kelvin dan tersenyum menunjukkan barisan giginya. "Dari mana kamu tahu kalau Aunty May mau punya baby, Sen?" Kali ini Kelvin yang bertanya. "Cuma asal ngomong aja, Uncle Vin," jawabnya. "Soalnya tadi Arsen lihat Aunty May ngusap perut, persis kayak mamanya teman Arsen yang juga lagi hamil." Ia sekali lagi meringis sementara kabar gembira itu tentu saja disambut dengan senang hati oleh Gafi dan Serena. "Selamat ya ...." kata Serena. Amaya memandang Gafi yang hanya terdiam. Mata mereka bertemu, di kedua sudut netra kakak lelakinya itu, Amaya bisa melihat butiran bening yang barangkali sedang sekuat tenaga coba ia tahan agar tak jatuh. Melihatnya seperti itu membuat Amaya kembali terenyuh. Matanya bicara lebih banyak bahwa ia bahagia, dengan tak bi