terima kasih sudah membaca ya, sampai jumpa besok lagi 🩷🩷🌝
“Kamu pikir kamu siapa bisa ngatur aku begitu, Caecil?” serang Amaya balik.Ia satu langkah mendekat pada Caecil sekalipun Alin telah menahan lengannya agar tak menanggapi kalimatnya yang provokatif.Dagu Amaya terangkat. Senyumnya mengisyaratkan bahwa ia senang sebab bisa berhadapan secara langsung seperti ini dengannya. “Kami cuma nggak suka Pak Kelvin dekat sama cewek problematik kayak kamu!” jawab Alin. “Pak Kelvin itu selalu bersih namanya sejak dulu, kami nggak mau beliau dekat sama artis video por—”“Jaga mulutmu nggak?!” potong Amaya sebelum Caecil selesai bicara. “Kamu nggak bisa baca berita? Atau telingamu itu terlalu banyak kotorannya sampai nggak bisa dengar kalau bukan aku cewek di video itu?”“Itu ‘kan—”“Apa?!” tantang Amaya.Ketegangan yang terjadi di lorong seolah membekukan setiap sisi ruangan.Mahasiswa yang kebetulan berada di sana seakan dipaksa menahan napas ketika Amaya berbicara.Caranya menantang orang, dan membela yang menurutnya benar adalah Amaya yang sela
"Apa dia nggak bisa lakuin itu sendiri?" tanya seorang perempuan yang berjalan melewati sebuah rumah yang gerbangnya cukup tinggi. ‘Kenapa dia nyuruh-nyuruh aku terus?’ batinnya. Miranda, gadis yang menggumam sendirian itu adalah Miranda. Malam ini ia datang ke rumah Rama setelah mereka membuat janji sebelumnya. Tapi sepertinya ia tak bisa menghabiskan waktunya bersama Rama dengan tenang karena Caecil baru saja menghubunginya. Gadis itu mengatakan agar Miranda mempermalukan Amaya, rencana yang ia pilih adalah agar Amaya terlihat menyakiti Miranda, sehingga mahasiswa lain akan menyebutnya sebagai perempuan kurang ajar. Jika yang menjadi korban adalah Miranda, semua orang akan lebih percaya karena mereka berseteru. "Apa aku ini babunya?" gumam Miranda sekali lagi. Kesal pada Caecil. Niat hati mendekat pada gengnya agar mendapat keuntungan, yang terjadi justru sebaliknya. Caecil lebih sering memanfaatkanya. Bahkan bukan hanya Caecil. Tapi anggota gengnya yang lain pun sama. Mir
Di atas matras biru, Kelvin dan Ziel bertarung. Mahasiswa yang ikut UKM taekwondo berada di sekitar mereka, menjadi penonton dari pertarungan yang sedang dilakukan oleh pembina dan anggota yang memiliki sabuk hitam tingkat satunya—Ziel.Baik itu Kelvin atau Ziel sama-sama memukau. Penyerangan mereka berteknik dan membuat siapapun yang melihatnya menahan napas.Saat Ziel bernafsu menyerangnya, Kelvin yang seakan sudah bisa membaca pergerakannya menanggapinya dengan lebih tenang. Napas mereka memburu, mata tajam memperkirakan ke arah mana lawan menyerang.Tangan terkepal di depan badan. Dalam jarak beberapa meter yang memisahkan sebelum mereka berlari mendekat.Beberapa mahasiswi yang melihat itu menjerit saat Kelvin lebih cakap merenggut kerah Ziel, dengan satu langkahnya yang tak terprediksi ia membuat Ziel terangkat di udara sebelum menjatuhkannya di atas matras.“Aishh!” Ziel mendesis kesal, ia berusaha bangun tetapi usahanya sia-sia saat Kelvin menguncinya hingga tak bisa bergerak
Mata Amaya berpindah dari mata Kelvin ke lehernya. Menyusuri perutnya dan berhenti di— "Sudah selesai menelanjangi saya begitu, Amaya?" Tanya dari Kelvin membuat Amaya dengan gegas mengangkat wajahnya kembali. "A-apa maksud Bapak?" tanya Amaya balik. "Saya nggak gitu ya! Pegang Pak Kelvin saja loh enggak!" Kelvin bersedekap mendengarnya yang sedang berusaha mengelak padahal ia jelas baru saja menjatuhkan pandangan pada— "Benar, di sana yang tersiksa!" jawab Kelvin. "Kalau dia kalah, saya bisa membuatmu tidak tidur." Kelvin berjalan melewati Amaya yang dengan cepat memejamkan matanya. Kesal pada dirinya sendiri yang seolah sengaja memancing pria itu menjadi lebih sensitif. "Nyebelin banget," gerutunya. "Pakai baju di kamar pun nggak bisa bebas dan harus pakai aturan." Ia mendengus saat mengikuti langkah Kelvin memasuki ruang ganti. Pria itu menoleh padanya seraya bertanya, "Ngapain ngikutin saya?" "PD banget! Saya tuh mau ganti baju." "Ngapain ganti baju?" tanya Kelvin, kehe
'Apa maksudnya dengan dia jatuh cinta duluan sama aku?' batin Amaya, mengulangi kalimat Kelvin yang dalam sekejap mengubah jantungnya menjadi berdenyut cepat."Aku baru dengar itu," sahut Gafi yang duduk di sebelah kanan Kelvin. Kakak lelaki Amaya itu terangkat kedua alisnya, tampak tidak percaya. "Kamu? Jatuh cinta duluan sama adikku?"Kelvin mengangguk, "Kayaknya begitu sih, Kak Gaf.""Tapi bukannya kamu sebelumnya nolak waktu Papanya Amaya minta kalian buat nikah, Vin?" Kali ini Riana yang bertanya, terlihat yang paling antusias, karena beliau bersama dengan Rajendra adalah saksi betapa dua anak-anak mereka itu saling menolak saat diminta menikah."Ada alasannya, Mam," jawab Kelvin. "Aku sadar kalau usiaku jauh di atas Amaya, masih banyak hal yang pasti ingin dia lakukan daripada terikat dalam sebuah pernikahan, 'kan?""Wait—" sela Gafi. "Maksudnya kamu jatuh cinta sama adikku sebelum diminta almarhum Papa buat nikah?"Kelvin sekali lagi mengangguk."Jangan bilang alasan kamu selam
Amaya menoleh pada Kelvin yang tampak menelan ludahnya dengan gugup. Amaya bisa melihat dari pupil matanya yang bergerak tidak stabil, ia mencoba menyembunyikannya lewat tawa datar yang membuat Arsen sekali lagi bertanya, "Mau nggak tidur sama Arsen?" "Tanya Aunty May," jawab Kelvin. Ia berjalan melewati Amaya dan menyibukkan diri dengan mengambil pakaian dari dalam lemari. "Aunty May nggak mau ya tidur sama Arsen?" tanya keponakannya itu. Sebelum ada insiden menangis jilid dua, Amaya memilih dengan cepat untuk mengiyakannya. "Mau kok," jawabnya. "Biar Aunty gosok gigi sama ganti baju juga ya, nanti habis itu kita tidur." "Mau minum susu dulu boleh?" pintanya. Amaya menggaruk kepalanya yang tidak gatal, alisnya berkerut saat ia memikirkan apakah sekiranya ada susu yang bisa diminum oleh Arsen. Lagi pula banyak sekali permintaan keponakannya ini! Apa begini gambaran jika nanti ia memiliki anak? "Aunty May nggak yakin," jawab Amaya akhirnya. "Tapi coba kita lihat dulu di bawah ada
Sesuai dengan yang mereka katakan semalam, pagi hari ini Kelvin menepati janjinya untuk mengajak keponakannya pergi ke taman bermain, Fantasy Land. Berangkat lebih pagi, Kelvin melihat wajah kesal Amaya saat ia duduk di samping kemudi dengan tangan yang bersedekap. "Kamu masih kesal sama saya?" tanya Kelvin yang seketika membuat Amaya mendengus. "Menurut Bapak?" tanyanya balik. Kelvin hampir menjawab sebelum Arsen yang duduk di kursi penumpang belakang menyahut, "Pak, Pak, Pak, apa Uncle Vin ini Bapaknya Aunty May?" tanyanya. Kelvin tak bisa menahan senyumnya sementara Amaya menoleh ke belakang, memutar separuh tubuhnya untuk melihat keponakannya yang cerdas itu. "Papa bilang ke Arsen kalau Aunty May dan Uncle Vin itu sama kayak Mama dan Papa, udah nikah," jelasnya dengan bibirnya yang lancar. "Tapi kenapa Aunty May panggil Uncle Vin 'Bapak'? Padahal Mama kalau panggil Papa itu 'Honey'," celotehnya. "Atau kalau nggak, 'Darling, Babe' dan—" Alis kecilnya berkerut, "Seingat Arsen
"Pak Kelvin?!"Amaya mendorongnya agar menjauh. Ia harusnya kesal, tapi sekali lagi dadanya malah berdebar. Bayangan seandainya ia dan Kelvin berada di atas ranjang dan—"Apa kamu udah ngebayangin?" tanya Kelvin yang seketika membuat Amaya melebar kedua bola matanya. "Kira-kira gimana rasanya? Kamu pikir itu enak atau enggak, May?""Pak Kelvin bisa diem nggak?!""Kalau saya jawab 'nggak' lalu kamu mau melakukan apa?"Amaya mundur sekali lagi. Melebarkan jarak sepertinya adalah hal yang harus ia lakukan sekarang ini.Ini tidak baik, lebih tepatnya detak jantungnya yang berantakan ini yang tak baik!'Dia kenapa tiba-tiba jadi begitu sih?' tanya Amaya dalam hati. Ia berpikir, apa kata-kata 'bapak-bapak' itu menyinggungnya sehingga Kelvin membalas Amaya dengan menggodanya seperti ini?'Goda saja, Amaya.' Kalimat Kelvin hari itu kembali terngiang. 'Goda sampai pertahanan saya runtuh, saya ingin tahu bagaimana caramu mengendalikan saya!'Maya menelan ludah dengan sedikit pelan, jika ini a
Amaya mengayunkan kakinya menjauh dari samping brankar Calista pada akhirnya. Tangan kecilnya digandeng dan digenggam oleh Kelvin, mereka dengan gegas keluar melewati pintu ruangan itu agar bisa mengambil napas bebas Berada di dekat Calista memang membuat kepala rasanya ingin meleduk. "Yang barusan itu bagus banget, Sayang," puji Kelvin, sekilas mengayunkan tangan mereka dengan terus berjalan menuju ke parkiran. "Pria yang haram dimiliki, that was amazing. Aku nggak pernah ada kepikiran buat bilang begitu loh." "Tapi 'kan sebenernya aky nyontek kalimat Mas Vin?" balas Amaya. "Nyontek kalimatku?" ulangnya dengan alis berkerut. "Iya." "Aku pernah bilang begitu emangnya?" tanya Kelvin memperjelas. "Bukan soal pria yang haram dimiliki, tapi soal banyak tokoh wanita yang berusaha membuat martabat kaum kita terangkat itu," jawabnya. "Kapan aku bilang begitu?" "Mas Vin nggak ingat? Itu loh pas aku mau masuk kampus lagi, dan aku pakai baju yang kamu bilang warna-warni tapi aku mala
"Nggak, Calista!" jawab Kelvin dengan tegas, tangannya yang direngkuh dan seolah menjadi sandera wanita itu dengan cepat ia tarik. Kelvin tak peduli suaranya yang sedikit meninggi itu dapat didengar oleh orang lain yang ada di sana. Amaya hanya berdiri di dekatnya, menatap Calista dengan mata yang berair berusaha meredam amarah. "Aku udah bilang kalau kamu bisa hubungin keluarga kamu, 'kan?" tanya Kelvin dengan nada suara yang sama. "Lagian nggak ada yang serius sama lukamu ini! Kakimu nggak kenapa-kenapa." "Tapi 'kan tetep cedera?" bantahnya. "Apa salahnya ngantar orang yang udah kamu tabrak sih? Itu nggak akan—" "Bu Calista kenapa ngotot banget kalau suamiku nabrak Anda sih?" sela Amaya. "Kita udah sama-sama lihat loh kalau nggak ada yang serius dari kejadian pagi ini. Maunya Bu Calista tuh apa? Kelvin harus nemenin Anda seharian akibat bikin luka gores yang keponakan saya aja kalau dapet luka begitu masih ngajakin papanya panjat tebing? C'mon ...." Amaya sangat geram denganny
"Ahh—sakit—" rintih Calista seraya mengusap kakinya. "Sakit banget ...." Amaya bergeming di tempatnya saat wanita itu mengaduh kesakitan. Amaya tak ingin memiliki pikiran buruk terhadapnya, tetapi rintihannya barusan seperti dibuat agar semua orang yang mendengarnya. Beberapa orang memang datang, melihat dan memastikan sendiri apa yang terjadi pada Calista. Lebih dari satu orang yang menyebut bahwa tadi Kelvin berhenti tepat sebelum terjadi apapun. "Kayaknya tadi Mbak-nya nggak kena mobilnya deh?" tanya Bapak-bapak pemilik bengkel yang ada di sebelah kiri jalan. "Ya lagian udah tahu ada mobil lewat ngapain main nyebrang aja sih?" tegur yang lainnya. Kelvin si pria dewasa yang tenang dan hati-hati dalam bertindak mencoba menenangkan mereka yang justru lebih memihak pada si pemilik mobil alih-alih pada wanita yang bersimpuh tak berdaya di tengah jalan itu. Beberapa mengenalinya sebagai dosen dari Universitas di dekat situ, karena ada mahasiswa yang juga ada di Tempat Kejadian Perka
Calista mendadak berdiri kaku saat membuka ponselnya pagi ini. Paginya selalu diawali dengan sesuatu yang mengejutkan beberapa waktu terakhir ini. Jika sebelumnya ia melihat foto Kelvin yang menggenggam tangan Amaya dengan menyebut 'I was totally hooked', pagi ini lebih dari sekadar genggaman tangan belaka. Fotonya terlihat sangat cantik, berkonsep wedding outdoor, dan Calista tahu ini adalah foto postwedding mereka. Tapi yang membuatnya shock adalah bukan hanya betapa tampannya Kelvin, melainkan apa yang ia lakukan. Pria itu tengah menunduk di depan seorang perempuan cantik dengan gaun berwarna putih yang ekornya menyapu rerumputan. Sedang duduk di bangku taman dengan keadaan bibirnya yang dicium. Meski Kelvin menutupi wajah gadis itu dengan stiker hati, tapi orang gila mana yang tak tahu bahwa itu adalah Amaya? Seolah sengaja menaburi garam di atas lukanya, pria itu membuat dunia tahu bahwa hatinya telah berhenti pada Amaya. [@kelvinindra__ 'Forever be yours, the one and only
Agar bibirnya yang terus mengerucut itu berhenti, atau agar yayasan yang menaungi berdirinya kampus itu tak benar-benar dibeli oleh kakak iparnya—Gafi—Kelvin berusaha melakukan sesuatu. Berpikir bahwa Calista sengaja berusaha melemahkan mental Amaya yang seperti baja itu dengan menduplikasi dirinya, Kelvin harus menegaskan bahwa pernikahannya dengan Amaya tak bisa diganggu gugat oleh siapapun juga. Pada Sabtu pagi yang cerah ini, Amaya baru saja keluar dari rumah dan berdiri memandangi pohon tabebuya yang bunganya tak selebat sebelumnya. "Mau pergi nggak?" tanya Kelvin tiba-tiba dari belakangnya yang membuat Amaya segera menoleh. "Ke mana?" tanyanya balik. "Bikin foto postwedding," jawabnya. "Aku udah minta temanku yang punya studio buat nyiapin tempat, jadi aku harap kamu mau." "Foto postwedding?" ulang Amaya dengan kedua alis yang terangkat penuh rasa terkejut—karena memang ia benar terkejut. "Iya." "Tiba-tiba aja?" "Hm ... udah dari lama sih ngerencanainnya, cuma kayaknya a
“Kelvin?” panggil sebuah suara manis yang datang dari belakang Kelvin. Ia menoleh ke belakang dan melihat Amaya yang berjalan bersama dengan Alin dan Randy serta disusul oleh Naira di belakangnya. Meminimalisir terjadinya kesalahpahaman yang bisa saja terjadi antara mereka, Kelvin dengan cepat mengayunkan kakinya mendekat pada Amaya. Tapi, Calista tak mengizinkannya begitu saja. “Kelvin!” panggilnya dengan suara mengiba. Lorong sunyi itu membuat suaranya menggema. Tapi, Kelvin tak menjawabnya. Ia bahkan tak menoleh saat meraih pergelangan tangan Amaya dan menariknya untuk pergi dari sana. Memilih untuk mencari jalan lain. Tak ada yang bicara, teman-teman Amaya yang ada di belakangnya pun juga terdiam untuk tak memperkeruh suasana hingga mereka tiba di kantin. Barulah saat itu Kelvin mengakhiri ‘lomba diam-diaman’ itu dengan mengatakan, “Kalian pesanlah, saya yang akan bayar.” “E—“ Randy yang mendengarnya terlebih dulu memberi reaksi. “E—sungkan sih sebenernya, tapi mungkin kare
“Pikirkan dengan matang sebelum kamu bertindak,” lanjut Arsha. “Kecuali kamu mau berakhir sama kayak si Hakim Rasyid itu, aku persilakan kamu melakukan apapun sesuka hatimu. Tapi nanti kalau kamu hancur, hancurlah sendiri.” Arsha menutup kalimatnya dengan rahang yang menggertak. Ia memalingkan wajah dan mengayunkan kakinya pergi meninggalkan meja milik Calista. Punggungnya lambat laun menghilang selagi Calista merapikan rambutnya agar senantiasa cantik. Ia tatap pantulan wajahnya pada cermin kecil yang ada di atas meja, wajah yang terlihat gugup setelah mendengar semua kalimat bernada penjelasan dari Arsha soal apa yang terjadi sebelum ia masuk ke tempat ini. ‘Harusnya aku cari tahu dulu nggak sih apa aja riwayat anak itu?’ gumam Calista dalam hati. ‘Didengar dari penjelasan Arsha ... emang kayaknya dia tengil juga, dan tahan banting. Mentalnya itu kayak bukan mental anak-anak.’ Calista membasahi bibir berlipstick matte miliknya dengan lidah, rasanya mendadak kering saat ia mengi
Rasanya ... justru Arsha yang malu melihat tingkah Calista itu. Wanita itu adalah sepupu istrinya, yang secara tak langsung mereka memiliki hubungan keluarga, bukan? Arsha sudah melihatnya sejak tadi pagi apa saja yang dilakukan olehnya. Ia berganti pakaian yang hampir sama dengan yang kemarin dilihatnya dikenakan oleh Amaya. Sepertinya ia membelinya secara online dengan sistem beli sekarang kirim sekarang juga—pengiriman instan—sehingga ia bisa mendapatkannya dengan cepat. Pagi tadi Arsha masih sempat melihatnya mengenakan pakaian berwarna kuning tetapi pada jam makan siang ini ia telah berganti dress broken white. Arsha tak tahu apa yang tengah dipikirkannya, tapi sepertinya ia harus memberi sepupunya Kaluna itu sebuah teguran. Arsha berjalan memasuki ruang dosen di mana Calista berada dan menghampirinya. Keadaan di dalam sedang tak begitu ramai sehingga ia lebih memilih untuk bicara di sini. “Bisa stop sekarang?” ucap Arsha langsung pada pokok persoalan. Yang merasa diajak
Sepertinya ... bukan hanya postingan di sosial media milik Kelvin yang membuat kampus pagi ini menjadi heboh. Calista yang masih berdiri di sana—dan mengabaikan rasa sakit atau kesemutan pada kakinya sebab ia telah terlalu lama berdiri—mendengar seorang dosen yang ia kenal sebagai Lucy mengatakan pada Andrew, "Gokil banget Kelvin semalam." Mendengar nama 'Kelvin' disebutkan tentu saja membuat kedua telinga Calista berdiri. 'Kelvin?' ulangnya dalam hati. 'Ngapain dia emang semalam?' Ia akan menemukan jawabannya sebentar lagi jika ia terus menguping di sana. Dan itu benar .... "Sumpah iya! Manis banget tuh kulkas berjalan kalau lagi di rumah. Zoom meeting malah istrinya minta pangku." "Clingy wife and Cool Husband banget nggak sih mereka?" sahut dosen lain yang bernama Sonya. "Kalian sebelumnya denger nggak Amaya bilang 'Laptop terus akunya kapan' gitu?" Louise ikut menimpali dari tempat ia duduk. "Denger," jawab yang lainnya hampir bersamaan. "Itu 'kan sebelum dia minta pangku