DONEEEE 2 bab yah akak Semua... maaciw buat dukungan dari akak semua đ¤đ¤ kalau banyak yang komen Thor tambahin nanti habis Maghrib âşď¸âşď¸
âApa?! Menikah dengan Pak Kelvin? Papa bercanda?!â Amaya hampir saja menjerit saat mengatakan itu pada sang ayahâAthanâyang sedang berbaring di atas ranjang rawat rumah sakit. Mata Amaya melebar pada ayahnya yang mengangguk dengan tegas membenarkan, âIya, May,â jawabnya. âNggak mau!â tolak Amaya. âPak Kelvin itu umurnya jauh beda sama aku! Papa belum tahu saja gosip apa yang dibilang sama semua mahasiswa kalau dia itu sukanya sama ⌠cowok juga,â lanjutnya sedikit lirih. âMengarang!â kata ayahnya, mendengus mendegar celotehannya. Amaya hampir saja kembali memprotes Athan sebelum pria yang rambutnya bersemburat putih itu menyela, âGimana kalau ini permintaan terakhir Papa?â tanyanya. âApakah kamu juga masih akan menolak?â âPaââ âPapa lelah menghadapi kamu yang nakal dan nggak bisa diatur!â potongnya. âMenikahlah ⌠maka dengan begitu kamu akan memiliki tanggung jawab dan memikirkan sesuatu bukan untuk kesenanganmu sendiri.â Bibir Amaya tertekuk sedih. Ia tak serta-merta menjawab
Amaya masih diberi kesempatan untuk melihat sang ayah bangun. Sekitar pukul tujuh malam saat ia menyaksikan Kelvin menjabat tangan ayahnya seraya mengucap, âSaya terima nikah dan kawinnya Amaya Madira Hariz binti Athandika Hariz dengan mas kawin tersebut tunai.â Pada akhirnya ⌠Amaya mengesampingkan apapun agar bisa melihat ayahnya tersenyum. Sekarang, ia telah menjadi istri Kelvin meski masih sebatas istri siri. Athan sendiri yang menikahkan mereka beberapa saat setelah bangun dari ketidaksadarannya. âTerima kasih, Kelvin,â ucap Athan, senyum terkembang saat matanya yang masih sayu menatap Kelvin yang duduk di samping Amaya, tak jauh dari ranjang di mana ia dirawat. âPapa titip Amaya kepadamu ya?â ujarnya. âTolong jaga dan bimbing dia karena sepertinya pria tua ini nggak bisa menjaganya lebih lama.â âBaik,â jawab Kelvin seraya menganggukkan kepalanya. Amaya menghela dalam napasnya, memandang pria di samping kanannya ini melalui sudut matanya, sadar penuh bahwa Kelvin mau
âRama?â panggil Amaya yang membuat si pemilik nama dengan cepat menoleh padanya dengan terkejut. Begitu juga dengan Miranda yang bergegas bangun dari duduknya. âB-Babe?â sebut Rama tergagap. âA-apa yang kamu lakukan di sini?â tanyanya. âKenapa kalau aku di sini memangnya?â tanya Amaya balik, mencengkeram semakin erat paper bag berisi toast yang ada di tangan kanannya. âNggak boleh?â lanjutnya dengan dada yang naik turun menahan marah. âKamu nggak suka aku di sini karena aku bisa melihatmu dan Miranda berciuman?â âIni nggak seperti yang kamu lihat, Babe,â jawab Rama. âMay ⌠akuââ âKalau nggak seperti yang aku lihat lalu apa yang kalian lakukan barusan memangnya?â potong Amaya sebelum Miranda turut membela diri. âApa bibir kalian yang menempel sampai lengket itu nggak bisa disebut sebagai ciuman?â âBabe, dengarââ Lelaki itu mendekat pada Amaya kemudian meraih pergelangan tangannya. âJangan menyentuhku, Buaya sialan!â umpat Amaya seraya menepis kasar tangan Rama. âKita putus! ngga
âNggak,â jawab Amaya. âUntuk apa saya mengharapkan Bapak mencium saya? Sudah gila apa?!â Kelvin hanya mendengus. Ia membuka pintu mobil dan sekali lagi meminta Amaya agar masuk. âMasuklah! Kamu mau ke rumah sakit, âkan?â tanyanya. âIya. Pak Kelvin sendiri?â âSama,â jawab pria itu singkat. âBapak tidak ada kelas lagi?â âAda, tapi karena saya tadi melihatmuââ Kelvin berhenti bicara, ia berdeham meralat kalimatnya. âNanti saya akan kembali lagi ke kampus. Sekarang masuklah biar saya mengantarmu ke rumah sakit.â Amaya tak ingin menolak, tenaganya seperti terkuras habis sejak ia melihat Rama dan Miranda mengadu bibir di dekat lapangan futsal. Sebab jalan raya tergenang air hujan, membutuhkan waktu yang sedikit lebih lama untuk mereka tiba di rumah sakit. âPakai itu!â ucap Kelvin, menyerahkan coat miliknya saat mereka berjalan di sepanjang lorong menuju ke ruang rawat Athan. âKamu nggak punya pakaian ganti di kamarnya Om Athan?â âAda, kemarin dikirim sama sopirnya Papa.â Semakin
âSaya nggak mau mengkhianati janji saya pada Papamu, Amaya,â kata pria itu. âPapa juga nggak akan tahu kalau pernikahan ini selesai, Pak Kelvin,â terangnya mencari alasan. Amaya hanya ... tidak ingin hidup bersama dengan pria yang tidak ia cintai. Apalagi itu gunung es yang sikapnya menyebalkan bernama Kelvin Indra Asgartama. Sikapnya yang kaku atau perbedaan umur mereka yang terpaut enam belas tahun baginya adalah sebuah ketidakserasian yang besar. âKamu tahu sakitnya dikhianati, bukan?â tanya Kelvin mengakhiri kebisuan sesaat di antara mereka. âSetelah tahu rasanya, apakah kamu akan mengkhianati janjimu pada Papamu juga?â Amaya meremas jari kecilnya semakin erat. Kelvin seperti sedang membiarkannya berpikir dan mencari jawabannya sendiri. âKenapa lama sekali, Vin?â tanya sebuah suara yang datang dari ambang pintu, ibunya Kelvin. âAyo ke rumah Mama, May,â ajak ibunya Kelvin seraya tersenyum. Hangat sikap wanita itu membuat Amaya tak enak hati untuk menolaknya. âIya, Tanteâm
âPak Kelvin mau melanggar kesepakatan kita?â tanya Amaya, menoleh pada Kelvin yang sekilas mengangkat kedua bahunya secara bersamaan. âMemangnya kita pernah membuat kesepakatan?â tanya Kelvin balik dengan tanpa beban, membuat Amaya mendengus tak habis pikir. âApakah ada perjanjian hitam di atas putih? Dengan materai? Denganââ âNggak ada,â potong Amaya dengan cepat. âTapi Pak Kelvin âkan setuju kalau di kampus nggak boleh ada yang tahu kita menikah?â âSaya setuju dengan syarat yang kamu ajukan, sebagai gantinya kamu juga harus melakukan hal yang sama, Amaya,â jawabnya. âHal yangââ âSaya bukan Papa atau Abangmu yang bisa kamu bantah dengan sikapmu yang keras kepala,â terang Kelvin. âMeski nggak ada yang tahu kita menikah, tapi bukan berarti kamu bisa melakukan segala hal sesuka hatimu. Baik dan buruknya kamu sayalah yang bertanggung jawab.â Tiba-tiba ... Amaya tak bisa bicara. Ia menelan ludahnya dengan kasar mendengar dingin dan tegasnya cara Kelvin berucap. Baru kali ini ada s
Tapi bagaimana caranya ponsel Kelvin ada di dalam tasnya? âApa aku salah ambil tadi?â batin Amaya bertanya-tanya. Seingatnya ... tadi memang ada dua ponsel yang tergeletak di meja ruang makan saat mereka melahap sarapan pagi. Amaya yang bersiap mengenakan ârevenge outfitâ meninggalkan kursi dengan gegas dan menyambar ponsel yang salah. âBegonya kamu, May ....â Amaya menggigit bibirnya, memukuli kepalanya, membodohkan dirinya sendiri yang malah terus saja mencari gara-gara dengan Kelvin! âMampus ....â desisnya pasrah. Batinnya, âBagaimana caraku bilang kalau ponsel kami tertukar?â Apa ia harus mendatangi Kelvin di ruang dosen? Itu sama saja membongkar rahasia! âKenapa, May?â tanya Alin yang duduk di sebelah kanannya, terbengong melihat Amaya yang bertingkah aneh. Amaya belum sempat menjawab Alin karena ia mendengar ponsel milik Kelvin yang bergetar dari dalam tasnya. Saat ia melihatnya, tangannya dibuat tremor. Kontak dengan nama âArshaka Nagaraâ tengah memanggil, yang mana Am
âDia bilang masih sayang padaku?â ulang Amaya dalam hati setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Rama untuk mencegahnya pergi. Jika tak ingat di bangku yang tak jauh dari mereka berdiri itu Amaya menyaksikannya mengadu bibir dengan sahabatnya sendiri, Amaya pasti akan luluh. Tapi tidak! Seperti yang dikatakan oleh Kelvin bahwa tak pantas baginya merengek atau bergantung pada lelaki yang jelas-jelas ia tahu lelaki itu tidak baik, Amaya tak membiarkan Rama menggoyahkannya. âAku nggak butuh sayang darimu, Ram,â jawab Amaya akhirnya. âMayââ âAku âkan sudah bilang sebaiknya kita berpura-pura nggak kenal saja kalau ketemu? Apa itu kurang jelas buatmu?â Amaya membawa langkah kakinya untuk pergi dari hadapan lelaki dengan hoodie warna hitam itu. âAmayaââ Amaya menepis tangannya, tak sudi ia disentuh oleh lelaki pengkhianat yang bahkan sudah tidur denganâmantanâsahabatnya. âAku cuma mau bilang turut berduka cita buat perginya Omââ âNggak perlu,â potong Amaya tak mau tahu. Rama te
'D-dia ngapain sih?' batin Amaya penuh dengan tanya. 'Dia beneran kesel sama aku yang ngomong kalau motornya Ziel keren kemarin? Astaga ... padahal yang aku puji tuh motor barunya, bukan orangnya. Ini model cemburu apa lagi, Kelvin?'Mata Amaya terpejam sesaat. Tak ada kata damai dalam hidupnya jika sikap agresif Kelvin sering kali tak tertebak.Hari ini dengan naik motor, lalu berhenti di hadapannya seolah ia sedang menunjukkan bahwa dirinya adalah suaminya Amaya.'Tadi bukannya dia ngantar kak Gafi ke chiropractor ya?' batinnya lagi. 'Jadi dia pulang dulu buat ngambil motornya terus ke kampus gitu?'Lagi pula kenapa Amaya tak sadar bahwa itu adalah motornya Kelvin?Ia hampir melihatnya setiap hari di garasi.Semua pikiran berkecamuk tanpa henti. Amaya sedikit tersentak saat mendengar Kelvin yang mengatakan, "Ayo."Kepala pria itu sekilas miring ke kiri, meminta Amaya untuk segera naik. Salah satu tangannya mengarah ke depan, menyerahkan helm pada Amaya yang bingung harus bagaimana
âMaaf, Mir,â ucap Rama sekali lagi. âBuat semua kesalahan yang aku lakukan, buat aku yang udah menghancurkan hidupmu dan bahkan berniat membuatmu menghilang.âMiranda tertunduk di tempat ia duduk. Ia meremas jari-jarinya yang ada di atas paha.Hening kembali menghampiri, senja di luar yag menggelap menuntun mereka untuk mengingat, menapaki kembali jalan suram yang pernah mereka ambil.âWaktu itu ...â Miranda akhirnya membuka suaranya. âWaktu kamu dorong aku dari lantai dua Amore, apa itu betulan karena kamu rencanakan?â tanyanya. âApa ... nggak seberharga itu aku buat kamu sekalipun hubungan yang sebelumnya kita lakukan itu salah?âRama tampak menggertakkan rahangnya, ia menggeleng sebelum menjawab Miranda. âNggak,â jawabnya. âAku nggak pernah rencanain itu, Mir. Nggak pernah ada niat sejak awal buat dorong kamu. Aku cuma ... tertekan waktu itu. Aku takut kalau Papaku bakal buang aku ke tempat yang jauh dari sini. Maaf ....âMiranda tersenyum tipis, ia lalu menggigit bibirnya untuk me
Niat hati ingin mengelabui, ternyata malah tertangkap basah!âSiang bolong begini, Vin?â goda Riana setelah Rajendra lebih dulu berdeham dan meninggalkan mereka berdua.âApa sih?â tanya Kelvin, ia menyapukan rambut hitamnya ke belakang saat Amaya menyenggol lengannya, isyarat agar Kelvin menjawab ibunya dengan sedikit lebih masuk akal. âNggak ngapa-ngapain juga. Benerin ikat pinggang emangnya salah? Habis dari kamar mandi tadi.ââOhâââLagian kalau ngapa-ngapain tuh juga kenapa, Mam? Sama istri sendiri juga. Kayak nggak pernah muda aja,â imbuhnya. âMama sama Papa dulu pasti juga seringâaaak!âKelvin berteriak saat Riana mencubit dadanya, ia tarik dan ia puntir. âMamâsakit, MamâââBerani kamu godain Mama hah?ââGodain gimana sih?â tanya Kelvin balik seraya mengusap dadanya. Ia terdorong menyingkir dari hadapan Riana setelah ibunya itu membuatnya hampir terjengkang.âMaaf ya, Sayang ....â kata Riana pada Amaya. Mendekat dan memeluknya. âMaklum di usianya yang udah kepala tiga si Kelvin
Amaya yang mendengar celotehan Arsen yang tengah berjalan di belakang punggungnya tak bisa menahan tawa.Entah kenapa mulut julid Arsen selalu menghibur. Kali ini ... si bapaknya yang tak lolos darinya.Carl Fredricksen ia bilang?Si kakek-kakek tua berambut putih yang ada di film UP.Arsen mengatakan begitu mungkin karena jalan Gafi yang terbungkuk dengan bantuan tongkat.Dan jika Amaya perhatikan lebih jauh, tongkatnya itu sebenarnya adalah gagang sapu yang entah ia dapatkan dari mana.Ditambah dengan dirinya yang bau minyak tawon, maka sempurnalah mulut julid Arsen saat me-roasting bapaknya."Ada apa?" tanya Serena yang berpapasan jalan dengan Amaya.Kakak iparnya itu terlihat baru saja datang karena masih membawa tas di tangannya."Itu, Kak Renaâ" Amaya sekilas menoleh ke belakang, pada Gafi yang dibantu berjalan oleh Kelvin sementara di depannya Arsen menjadi pemandu sorak. "AYO, PAPA! MAJU-MAJU!""Arsen bilang kalau Kak Gafi udah kayak kakek tua ubanan di film UP," lanjut Amaya
Amaya yakin kalimat Ziel yang mengatakan âtadinya mau nawarin bareng ke Amaya, tapi kayaknya nggak dulu dehâ yang tadi diucapkannya itu selain karena ingin mengatakan bahwa memang Randy yang akan pulang dengannya, pasti karena Ziel melihat Kelvin sudah ada di sana. Sehingga pemuda itu âlari tunggang-langgangâ. Tapi saat hal itu Ziel lakukan, hal yang seharusnya membuat Amaya aman, dirinya malah melontarkan pujian âkeren bangetâ pada Ziel yang bisa didengar oleh Kelvin. âSuami nggak tuh!â kata Alin seraya berpegangan tangan dengan Naira. Seolah saling menguatkan diri agar tak tiba-tiba berteriak semakin keras atau memeluk tiang listrik. âKamu mau pulang bareng aku nggak?â tanya Kelvin, masih dengan matannya yang tak berpaling dari Amaya. âAku-kamu nggak tuh,â imbuh Naira saat mendengar sebutan Kelvin untuk Amaya. âKatanya mau habisin makanan sebelum pergi ke rumahnya Mama? Jadi?â tanya Kelvin sekali lagi. Amaya bergeming. Benar-benar tak bisa menepis apapun sekarang! âJ-jadi,â
[MemutuskanâMenetapkan pemberhentian (Drop Out) mahasiswa atas nama Caecilia Harjono sebagaimana tercantum di dalam lampiran sebagai mahasiswa Universitas G....] Caecil membacanya hingga habis setelah ia mengambil ponsel dari dalam tasnya. Tangannya terasa kebas dan gemetar. Jika email ini sudah sampai kepadanya ... artinya surat fisiknya juga bisa saja telah sampai di rumah dan barangkali sudah dibaca oleh Adrian serta Belindaâkedua orang tuanya. âAkh!â Caecil menggeram kesal, matanya berair dan ia mengangkat wajahnya, pergi dari layar ponselnya yang menyala untuk menatap pada Sarah dan Oliv. âKita harus bales ini ke Amaya!â katanya menggebu-gebu. âBener apa yang aku bilang kalau Amaya itu kurang ajar, âkan? Selain ngadu ke Pak Kelvin, dia juga bikin aku di DO dari kampus.â Celotehannya justru membuat kedua bahu Sarah dan Oliv seketika jatuh. Kedua temannya itu secara kompak merotasikan bola mata mereka dengan enggan. âKalian nggak setuju?â tanya Caecil saat menjumpai ra
"Udah masuk sendiri dia," celetuk Randy sementara mahasiswa lain yang melihat Caecil terperosok kepalanya di dalam tong sampah malah tertawa tanpa henti. "TOLONG!" seru Caecil sekali lagi. Kedua tangannya mengepak-ngepak seperti burung yang terbang sedang kepalanya bertopikan tong sampah. Amaya hampir mendekat, berniat untuk menolongnya karena tidak tega. Akan jadi buruk jika Caecil kehabisan oksigen dan tak bisa bernapas saat kepalanya terperangkap di dalam sana. Sekalipun yang ia lakukan itu adalah karena ulahnya sendiriâyang berkeinginan menyerang Alin tapi gagalâtapi mendengarnya meminta tolong membuat Amaya tergerak hatinya. Tapi, pada langkah pertamanya, ia terhenti sebab teman Caecil datang. Kedua gadis yang dikenal Amaya bernama Sarah dan Oliv itu lebih dulu menghampiri Caecil. Menariknya dan mengangkat tong sampah yang membuat kepalanya terjebak itu. Sampah-sampah yang kebetulannya adalah sampah basah berhamburan ke lantai saat tong tersebut terangkat sehingga memunculk
Setelah akhir pekan dan ditambah oleh satu hari libur, pada akhirnya kesibukan di kampus telah kembali. Pagi ini, di rumah mereka sendiri, Amaya dengan kesadaran penuh bangun lebih awal, ia membuat sarapan untuknya dan Kelvinâanggap saja ini sebagai balasan karena kemarin penuh dengan âprincess treatment.ââJangan pedes-pedes kenapa?â tanya Kelvin saat ia menyuap ayam bumbu yang dibuat oleh Amaya saat akhirnya mereka duduk berseberangan di meja makan.âNggak masuk seleranya Mas Vin ya?â tanya Amaya balik.âMasuk, Sayang. Tapi ini kepedesan, buat pagi di mana perut kita belum terisi apapun, aku kurang setuju.ââK-kalau gitu simpan di kulkas aja nggak sih?â usul Amaya yang mendapat tanggapan dari Kelvin. âBoleh, yang masih ada di mangkuk masukin kulkas, kita cemilin nanti pulang dari kampus.âAmaya mengangguk, ia mengikuti Kelvin yang meneguk minuman dan memang harus ia akui rasanya memang pedas!âTapi terima kasih buat effort kamu,â kata Kelvin setelah ia menyuap ayam bumbu terakhir
âAhhââ Suara itu lolos dari bibir Amaya setelah serangkaian pemanasan yang panjang. Saat dirinya dan Kelvin menjadi satu di bawah lampu kamar yang berpendar hangat. Kelvin yang mengganti lampunya tadi sebelum ia juga menanggalkan semua pakaiannya. Sangat mendebarkan saat Amaya mengambil oksigen dari ciuman mereka yang seolah tak akan berhenti di bibirnya. Ia membiarkan lidah mereka untuk bertemu hingga api yang sejak tadi hanya sebesar lilin itu membakar segalanya. âAhhââ Amaya kembali terjaga dari lamunan sesaatnya kala bibir Kelvin menyinggahi bahunya yang terbuka. Prianya ini tak pernah gagal membuatnya mabuk dengan sentuhan-sentuhan yang ia berikan. âKamu suka?â tanya Kelvin dengan terus bergerak di atas Amaya, ia terlihat sangat tampan sekalipun sebagian rambutnya telah basah oleh keringat. âK-kenapa tanyanya begitu sih?â tanya Amaya balik. Batinnya bergumam, âApa dia nggak bisa lihat akan seberapa berantakan aku kalau dia berhenti sekarang?â âCuma ingin mastiin kalau