haaaaaiii ini bab bonus yah akak semua, terima kasih sudah membaca, pastikan akak juga membaca RAHASIA HATI: TERPERANGKAP MENJADI ISTRI KEDUA CEO DINGIN ☺️ terima kasih, sampai jumpa besok lagi dengan bab yang ..... ◖⚆ᴥ⚆◗
Amaya menahan napas saat Kelvin menjatuhkan bibir merahnya itu di bibirnya. Tak hanya sebatas kecupan, tapi sebuah gigitan yang pelan-pelan menjadi pagutan yang manis. Amaya tak diberi kesempatan untuk memproses apa yang dilakukan oleh Kelvin saat prianya itu berpindah ke bahunya yang terbuka. Gigitannya sedikit perih di sana, menggerus kulit putihnya. Sensasi tambahan yang membuat Amaya berdebar kencang. Jantungnya bertalu-talu saat ia membalas pelukan Kelvin hingga pria itu melepasnya. Tak ada yang bicara selain Kelvin yang memposisikan dirinya lebih dulu dengan nyaman sehingga ia duduk berhadapan dengan Amaya di dalam bathtub. Menimbulkan gelombang yang membuat sebagian airnya tumpah, busa dan wanginya bath foam yang tadi dibubuhkan oleh Amaya berhamburan di lantai. "A-apa Mas Vin tadi belum mandi?" tanya Amaya saat merasakan kaki mereka yang bersentuhan di dasar bathtub. "Udah," jawab Kelvin. "Kenapa? Aku nggak boleh ikut? Kalau nggak boleh aku keluar sekarang." "B-boleh
"Ah—" Amaya sebisa mungkin menahan diri untuk tidak mendesahkan suara erotika. Tapi rasanya sangat sulit ... ia terjebak di dalam rasa nikmat yang besar di sini. Detik demi detik memerangkapnya, bukan hanya dirinya yang suka, tapi Kelvin pun juga. Air di dalam bathtub itu benar terkoyak, berhamburan, busanya yang wangi tak lagi terlihat meski aromanya melekat di tubuh mereka berdua. Perubahan suhunya kentara dari hangat menjadi dingin, yang berbanding terbalik dengan dua manusia yang tengah memadu kasih di dalamnya yang justru terbakar api cinta. Semuanya usai saat Amaya menjatuhkan kepalanya di bahu bidang Kelvin. Mereka menata napas sejenak sebelum menuntaskan mandi yang sesungguhnya dan pergi ke ranjang dengan pakaian yang hangat. Di sana, Amaya masih sempat membaca pesan dari Alin, kepalanya berada di pangkuan Kelvin yang menyelesaikan satu bab bacaan di bukunya. "Alin tanya apa tadi aku yang dikepung sama preman," kata Amaya, menengadahkan wajahnya pada Kelvin yang kemudi
Di meja kantin kampus, para mahasiswa semakin banyak yang berjalan meninggalkan tempat itu. Tapi tidak dengan Amaya dan teman-temannya yang masih ada di sana, menikmati waktu-waktu kebersamaan mereka sebelum libur panjang akhir semester dimulai. Amaya baru saja menceritakan tentang apa yang terjadi selepas ia pergi dari rumah Alin semalam. Tentang preman suruhan ayahnya Rama yang disingkirkan oleh Kelvin seorang diri. Menuai decak kagum, dan Randy mulai mengidekan bahwa ia akan masuk ke UKM taekwondo setelah ini. "Tapi nanti kamu mau ke mana pas liburan, May?" tanya Alin yang duduk di sebelahnya. "Pergi sama Pak Kelvin ke luar kota nggak?" Sekarang ... rasanya mereka sudah tak perlu sungkan menyebut tentang Amaya yang menjalin hubungan dengan Kelvin. Bukankah Amaya sudah pernah mengatakan sebelumnya bahwa itu telah menjadi rahasia umum? "B-belum ada rencana sih," jawab Amaya yang tentu saja berbohong karena ia tahu Kelvin telah mengagendakan untuk kepergian mereka dalam rangka 'bu
"Kalau Pak Kelvin mau, saya tunggu nanti hari Sabtu," kata Ziel sekali lagi. "Nggak baik loh Pak kalau nolak ajakan orang lain tuh, apalagi itu bukan ajakan yang buruk, olahraga loh itu." Kelvin menghela dalam napasnya, ia selangkah maju dengan seulas tawa lirihnya. Salah satu tangannya terarah ke depan saat ia menyentuh kerah jas almamater yang dikenakan oleh Ziel seraya menjawab, "Terima kasih sudah diajak, saya menghargai kamu. Tapi ... saya tuh udah tuntas main begituannya, Jaziel Armando," katanya. "Hal-hal menyenangkan yang kamu lakuin sekarang, saya udah tuntas dulu waktu saya masih muda. Motocross, hiking sampai hampir hilang di gunung, jadi presiden mahasiswa, mimpin demo, semuanya udah saya lakuin. Sekarang udah waktunya hidup tenang, misalnya ... menghabiskan waktu liburan dengan istri." Ziel seketika mendengus mendengar itu. Tatapan mereka bersirobok cukup lama sebelum Kelvin sedikit menunduk dan berujar, "Apa niatmu mengajak saya balapan?" tanyanya. "Biar saya ngajak Am
Kanada, Kelvin mengatakan bahwa negara ini adalah tujuan nanti ia akan mengejar gelar PhD jika Amaya sudah selesai kuliah. Dan sebagai sebuah 'percobaan', pria itu mengajak Amaya ke sini dalam jangka waktu yang terbilang panjang selama libur akhir semester. Amaya pikir ... prianya itu pasti sudah menyiapkan ini dari lama. Sebagaimana yang Amaya tahu, Kelvin selalu bertindak hati-hati, dan terarah. Mengingat bagaimana ia selalu melakukan sesuatu dengan diam-diam tanpa sepengetahuan Amaya, bukankah mungkin saja kepergian mereka ini sudah jauh hari direncanakannya? Mereka tiba setelah penerbangan dari Jakarta di sebuah rumah yang disebutkan oleh Kelvin adalah milik pamannya, adik lelaki dari Rajendra yang memang tinggal di Kanada. "Akhirnya Kelvin ke sini," sambut wanita berambut sebahu saat Kelvin dan Amaya keluar dari taksi yang mengantar mereka mereka dari bandara. "Akhirnya Tante bisa lihat istrinya Kelvin juga," lanjutnya seraya merentangkan tangannya untuk memeluk Amaya. "Asta
Sebelum kepergian mereka ke Kanada, Gafi mengatakan bahwa ia akan menyusulnya nanti. Mungkin berselang tiga atau lima hari setelahnya karena Serena harus lebih dulu menyelesaikan jadwal yang sudah terlanjur ia sepakati. Tenang ... soal pinggangnya yang sakit tempo hari sekarang sudah baikan. Ia tak lagi berjalan terbungkuk-bungkuk seperti nenek moyang penyu saat Amaya dan Kelvin berpamitan padanya sebelum berangkat kala itu. Gafi sebenarnya juga mengajak Riana dan Rajendra, tapi ayahnya Kelvin itu menolak. Dengan jujur dan gamblang menyebut bahwa ia kurang suka dengan cuaca di Kanada sekarang. Musim dingin, ia mengatakan pasti akan membutuhkan berdus-dus kotak Tōlak Angin jika ia ikut anak-anak muda itu pergi ke sana nanti. Maka, hanya Gafi, Serena dan bocah kecil bernama Arsen yang berisik itu yang ikut. Tentu .. itu dengan peringatan dari Amaya agar Gafi tak perlu membawa kolor Patrick-nya yang sudah berlubang selebar piring makan itu. Amaya baru saja membuka matanya, merapat
Calista sedang berada di rumah Kaluna saat gadis itu diminta oleh ibunya membawakan kue ke sana.Kebetulannya, Arsha sedang ada di sana juga. Mereka yang duduk berdampingan itu menyambut kedatangannya dengan melambaikan tangan, mempersilahkan Calista masuk dan duduk di ruang tamu.“Kalian nggak pergi liburan?” tanya Calista setelah kue yang ia bawa diterima oleh seorang pembantu rumah tangga.“Besok sih rencananya,” jawab Kaluna terlebih dahulu. “Mau ikut kamu?”“Hm ....” Gadis itu memiringkan kepalanya sekilas ke kiri penuh dengan keraguan. “Kalau aku ikut bakalan jadi obat nyamuk kalian dong.”“Kita nggak cuma pergi berdua kok,” jawab Arsha lebih dulu. “Sama keluarga juga. Masih belum nikah mana boleh berdua-duaan begitu?”Calista mengangguk, mengerti akan maksudnya.“Kamu nggak ngajak temenmu itu, Kak Sha?”“Temen?” ulang Arsha yang disambut anggukan oleh Calista. “Temen yang mana—aah ... Kelvin maksudnya?”Calista mengangguk membenarkannya, “Iya, Kelvin.”“Dia ada kegiatan sendiri
Amaya merapatkan padding yang ia kenakan sekeluarnya ia dari ruang ganti Ski Mont Blanc Quebec, tempat di mana ia menghabiskan hari pertama bulan madunya bersama dengan Kelvin selama di Kanada. Jarak tempuh dari rumah Liana dan Danuarta yang mereka tempati menuju ke tempat ini hanya sekitar dua puluh menit dengan menggunakan mobil. Mereka tiba setelah lewat pukul satu siang dan menghabiskan waktu hingga hampir gelap. Amaya tadinya ragu jika Kelvin bisa tahu jalan untuk tiba di tempat ini. Tetapi ... bukankah tak perlu ada yang ia khawatirkan jika itu bersama dengan Kelvin? Prianya itu mengatakan sudah pernah ke tempat ini sebelumnya bersama dengan sepupunya—Devin anak dari Om dan tantenya itu—sehingga perjalanan terkendali tanpa hambatan. Amaya tak pandai berolahraga, ia hanya mengikuti instruksi Kelvin bagaimana caranya berdiri di atas dua papan ski yang diikat di kakinya. Awalnya memang sulit, tapi setelah beberapa kali percobaan—lengkap dengan kesabaran suaminya yang sebesar
Amaya membiarkan tiga sahabatnya itu memeluknya secara bersamaan. Isak tangis Alin dan Naira sebab rindu terdengar sementara Randy tak bersuara. Tapi saat mereka saling melepaskan, Amaya bisa melihat sepasang matanya yang memerah. “Kangen banget,” kata Alin menyusul ucapan dari Naira yang menyebutkan bahwa ini sudah bulan ke enam mereka tak saling berjumpa. “Aku tanya ke Pak Gafi di kantor apa beliau nggak akan datang ke sini,” kata Randy. “Kalau mau pergi, aku bilang saya sama dua teman saya mau barengan. Dan ternyata beliau malah minta kami cuti biar hari ini bisa datang.” “Serius?” tanya Amaya, menoleh ada Gafi yang tersenyum sementara ketiga temannya itu mengangguk membenarkannya. Perlu diketahui, Alin dan Naira bekerja di Rajs Holdings—perusahaan milik keluarganya Kelvin. Keduanya menjadi tax accountant, dengan Alin yang belakangan ia dengar sedang dipromosikan untuk naik jabatan sementara Naira menjadi ketua tim. Randy ada di Hariz Corp, posisinya sudah lumayan tinggi. Ota
Amaya hendak melangkah menjauh setelah mengatakan itu, tapi ia tak bisa pergi begitu saja sebab Kelvin merengkuh pinggangnya agar mereka berdiri seperti sebelumnya. Prianya itu menunduk, dan berbisik, "Aku mencintaimu, Amaya." Kecupan sekali lagi jatuh di bibirnya. Senyum merekah saat mereka kemudian menoleh pada Amora yang menangis dan memanggil, "Mama ...." Bocah kecil itu tengah terduduk di atas rerumputan, tengah dibantu oleh si Abang agar bangun. "Nggak apa-apa, Adek ... ayo bangun," kata Keegan lalu mengusap lutut Amora sebelum merdeka menoleh pada Amaya yang bertanya, "Kenapa, Sayang-sayangnya, Mama?" "Amora jatuh, Mama," jawab Keegan. "Nggak apa-apa, 'kan? Udah ditolong Kakak?" Amora mengangguk meski bibirnya masih tertekuk dan pucuk hidungnya yang memerah. "Kalau begitu bisa berhenti sebentar lari-lariannya?" pinta Amaya yang disambut anggukan oleh si kembar. "Bisa." Maka setelah itu Amaya melihat Keegan dan Amora yang berjalan bergandengan tangan, di atas jogging tr
Vancouver, Canada. Tiga tahun kemudian. .... Amaya menggandeng tangan kecil masing-masing di sebelah kiri dan kanannya saat berjalan keluar dari mobil yang ia berhentikan di tepi jalan. Mereka tengah menunggu seseorang keluar dari pintu gerbang itu untuk berjumpa dengannya. "PAPA!" seru suara manis bocah kecil di sebelah kanan dan kiri Amaya secara bersamaan. Mereka melambaikan tangannya pada pria dengan coat panjang warna hitam yang berlari keluar dari pintu gerbang. Kelvin. Pria itu adalah Kelvin. "TWINS!" balas Kelvin tak mau kalah antusiasnya. Ia berlutut seraya merentangkan kedua tangannya, sehingga Amaya melepas 'twins' yang baru saja dikatakan oleh Kelvin itu dan mereka memeluknya. Dua bocah kecil itu adalah Keegan dan Amora, anak kembarnya yang telah lahir dan tumbuh menjadi kembar sepasang yang tampan dan cantik. Keegan Yezekail dan Amora Amarilly, tentu dengan nama keluarga Amaya dan Kelvin di belakangnya, Hariz-Asgartama. Janin kembar yang hari itu
Meski disembunyikan, atau sebesar apa usaha Amaya dan Kelvin menutupi tentang resepsi pernikahan mereka, tapi tetap saja fotonya bocor! Tak hanya resepsi pada pagi hari saja, tapi juga resepsi yang diselenggarakan pada malam hari. Semesta seperti ingin berbagi kebahagiaan itu pada semua orang. Foto-foto mereka yang manis menghiasi forum mahasiswa selama beberapa hari, dari Sabtu, Minggu hingga Senin pagi hari ini. Seseorang menghela dalam napasnya kala ia menggulir layar ponselnya, foto Kelvin yang tampak meneteskan air mata seperti baru saja membuatnya memberikan sebuah pengakuan bahwa pria itu mencintai Amaya sangat besar. Ziel, pemuda itu adalah Ziel, yang duduk di bangku taman yang tak jauh dari lapangan futsal di kampus. Seorang diri, sebelum sebuah suara datang dari samping kanannya dan ikut duduk di sana. "Bang Ziel," sapanya. Wajahnya muncul dan membuat Ziel sekilas melambaikan tangan padanya. "Ya, Randy. Aku pikir nggak masuk kamu tadi," balasnya. "Ngapain nggak masu
Amaya merasa hatinya sedang tak karuan sekarang melihat Kelvin yang menjatuhkan air mata. Saat manik mereka bertemu, Amaya melihat betapa pria itu sangat tulus meletakkan seluruh perasaannya dan seolah menunggu agar hari ini tiba. Gafi tersenyum saat memandang keduanya bergantian sebelum ia memindah tangan Amaya pada Kelvin. Pembawa acara meminta agar Gafi kemudian memberikan ruang dan tempat untuk kedua pengantin yang tengah berbahagia. Amaya tak bisa memalingkan wajahnya, ia terpesona, terperangkap pada Kelvin saat pria itu terus menatapnya dengan teduh. Gerakan bibirnya yang tanpa suara sedang mengatakan, ‘Cantik sekali.’ Dan tentu saja itu diketahui oleh semua orang yang hadir di sana dan itu membuat tubuh Amaya meremang. Apalagi saat pembawa acara mengatakan, “Bapak-Ibu tamu undangan sekalian, sepertinya kedua mempelai kita ini sudah tidak sabar untuk mengatakan apa yang mereka rasakan selama ini,” ujarnya. “Mari kita dengarkan terlebih dahulu sepatah dua patah kata dari m
Kelvin menghela dalam napasnya saat ia menunduk, memastikan bahwa groom boutonniere yang tersemat di dadanya benar dalam keadaan yang rapi.“Vin?” panggil sebuah suara yang tak asing di telinganya sehingga ia mengangkat kepalanya dengan cepat.Ia menjumpai Gafi yang muncul di dekat pintu berdaun dua di dalam kamar hotelnya entah sejak kapan.Kelvin yang melamun, atau memang kedatangannya yang memang tanpa suara?Entahlah ... yang jelas ia memang ada di sini bersamanya, dan mungkin memang sengaja menemuinya.“Kak Gaf?” balasnya seraya menunjukkan senyuman.“Gugup?”“Banget,” jawabnya. Tak menemukan kata lain untuk menggambarkan bagaimana perasaannya sekarang ini selain gugup.Gugup untuk bertemu Amaya, gugup untuk melihatnya dalam balutan gaun pengantinnya yang cantik.Gugup, karena ia bisa saja tak bisa menahan diri nanti dan mencium Amaya secara tiba-tiba.“Setelah ini, aku akan membawa Amaya buat ketemu sama kamu, Vin,” ucap Gafi mula-mula. “Aku sudah pernah bilang ini ke kamu. Tapi
“Apa ini, May?” tanya Randy sembari mengambil salah satu kotak susu yang ada di hadapan Amaya. Karena Amaya terlambat mencegahnya, dan karena memang gerakan Randy sangat cepat, Amaya akhirnya membiarkannya saja. “Kok ... susu ibu hamil?” tanya Alin dengan nada bicara yang lirih. Yang barangkali hanya mereka saja yang bisa mendengarnya. “Kita mau dapat keponakan?” sahut Naira yang disambut anggukan dari Amaya. “Alasan kenapa resepsinya dimajuin tuh karena itu,” aku Amaya dengan jujur. Randy hampir melompat kesenangan jika Alin tak mencegahnya. Ia juga hampir berteriak jika Naira tak mengisyaratkan agar ia sebaiknya diam dan tetap menjaga mulutnya itu terkunci rapat. "Demi apa, demi apa kita bakalan punya keponakan?" Heboh, seperti biasanya dan Amaya dibuat terharu dengan mereka yang turut senang dengan kabar yang ia berikan ini. "Maaay! Kamu bakalan jadi hot mommy dong?" Naira sepertinya sudah membayangkan terlalu jauh. Mereka saling pandang untuk menyetujui ungkapan itu sebe
Mengetahui bahwa sorakan itu ditujukan untuknya, Amaya dengan cepat menurunkan ponselnya. Ia menggigit bibirnya, malu karena Kelvin benar-benar tak sungkan lagi menunjukkan hubungan mereka yang telah menjadi rahasia umum bahwa mereka memang menikah. Antusias itu rupanya menjadi bahan bakar bagi semua mahasiswa untuk mengikuti bincang santai tersebut. Pembicara yang dimaksudkan Kelvin lalu datang, beliau adalah seorang pengusaha yang mengatakan perjalanan bisnisnya lebih dari dua puluh tahun untuk bisa berjaya hingga hari ini yang salah satu landasannya adalah stabilitas sistem keuangan. Barangkali bukan hanya pembicaranya saja yang memang sudah berpengalaman, tapi bagaimana cara hostnya memancing agar beliau menyampaikan informasi, sepak terjangnya dalam dunia bisnis. Aah ... atau ini hanya perasaan Amaya saja yang sangat senang bisa melihat Kelvin seperti itu? Mungkin tahun ini adalah gilirannya menjadi host karena tahun sebelumnya Lucy lah yang bertugas. Dan mendengar dari
Amaya mengangguk saat pipinya terasa panas. "Padahal mau kasih kejutan nanti pas kita bahas soal resepsi yang mau dibikin maju," jawab Amaya. "Tapi si bocil Arsen ini malah tahu duluan." Amaya memandang pada Arsen yang ada di pangkuan Kelvin dan tersenyum menunjukkan barisan giginya. "Dari mana kamu tahu kalau Aunty May mau punya baby, Sen?" Kali ini Kelvin yang bertanya. "Cuma asal ngomong aja, Uncle Vin," jawabnya. "Soalnya tadi Arsen lihat Aunty May ngusap perut, persis kayak mamanya teman Arsen yang juga lagi hamil." Ia sekali lagi meringis sementara kabar gembira itu tentu saja disambut dengan senang hati oleh Gafi dan Serena. "Selamat ya ...." kata Serena. Amaya memandang Gafi yang hanya terdiam. Mata mereka bertemu, di kedua sudut netra kakak lelakinya itu, Amaya bisa melihat butiran bening yang barangkali sedang sekuat tenaga coba ia tahan agar tak jatuh. Melihatnya seperti itu membuat Amaya kembali terenyuh. Matanya bicara lebih banyak bahwa ia bahagia, dengan tak bi