Yasmine mengangkat kedua tangannya untuk memeluk Carlos erat-erat. Tindakannya ini membuat pria itu tertegun sejenak. Tak lama kemudian, senyuman penuh kasih sayang sontak terukir di wajahnya. Ternyata Yasmine menganggapnya begitu spesial. Meski mabuk, dia masih mengenali Carlos. Selama dia ....Alhasil, tak lama kemudian, Yasmine malah mengangkat kepalanya yang terbenam di dada Carlos. Dia yang mabuk memandang pria itu dengan linglung sambil bertanya, "Siapa kamu?"Carlos terdiam. Pandangan Yasmine kabur sehingga tidak dapat melihat wajah pria itu dengan jelas. Dia hanya melihat sebuah topeng yang mengganggu. Topeng ini membuatnya sama sekali tidak dapat membedakan apakah orang yang dipeluknya adalah Hanafi atau Carlos. Rasanya terlalu kacau.Yasmine merasa sangat gelisah dan ingin segera mengetahui siapa sosok yang dipeluknya. Dia menggerakkan tangannya ke atas, lalu menyentuh topeng Carlos dan menariknya dengan keras. Akhirnya, dia pun mendapati wajah pria itu.Ini adalah wajah yang
Yasmine sangat kebingungan. Pada saat itu, Raymond bergegas masuk dengan gesit. Ketika melihat Yasmine, dia langsung berseru, "Yasmine, siapa yang mengantarmu pulang semalam saat kamu mabuk? Apakah dia melakukan sesuatu padamu?"Usai berkata demikian, Raymond hendak menarik Yasmine untuk memeriksanya dengan saksama. Namun, sebelum mendekat, dia mendapati kancing pakaian Yasmine yang salah dikaitkan, serta bekas ciuman yang jelas terpampang di leher putih wanita itu.Langkah Raymond langsung terhenti di tempat dan raut wajahnya menjadi suram. Segera setelah itu, dia langsung berseru dengan emosi, "Siapa orangnya?"Kepala Yasmine yang baru sadar dari mabuk terasa makin sakit. Tekanan pada pelipisnya juga bertambah seiring dengan teriakan Raymond. Ketika dia hendak menenangkan Raymond, pintu kamar tidurnya tiba-tiba terbuka.Kemudian, Carlos yang mengenakan piama longgar berjalan keluar dari dalam. Wajahnya jelas terlihat lelah dan suaranya bahkan terdengar lemah. "Kenapa?"Sembari berkat
Lantaran ditatap tajam oleh Carlos, Edgar tidak berani melanjutkan kata-katanya.Di taman, Raymond memelototi Yasmine dengan tatapan yang penuh emosi, seolah-olah ingin melubangi tubuh wanita itu dengan tatapannya.Pria itu menegur, "Yasmine, aku benar-benar sudah meremehkanmu. Walaupun lumayan menyukai Hanafi, kamu masih belum bisa memastikan perasaanmu dan belum memilihnya. Kalian ini masih belum jadian. Kemarin malam, dia mengambil kesempatan dalam kesempitan, jadi sudah pasti kamu yang dirugikan.""Kalaupun nggak membencinya, kamu juga nggak seharusnya menghentikanku untuk memukulnya! Ini menyangkut masalah citra dan harga diri wanita, mengerti?" tanya Raymond.Yasmine merasa pusing mendengarnya. Dia duduk di bangku batu sambil memegangi kepala, lalu berujar dengan pelan, "Kemarin malam, aku yang berinisiatif.""Apa?" seru Raymond yang sekujur tubuhnya membeku.Yasmine menghela napas sembari melanjutkan, "Jadi, mulai sekarang tolong jangan ikut campur dalam urusanku dan Tuan Hanafi
Bagi Yasmine, waktu 5 hari tidak ada bedanya dengan hukuman mati. Andai saja dia mampu memastikan perasaannya lebih awal, waktu 5 hari ini tidak akan mengubah apa pun.Akan tetapi, Hanafi sudah akan meninggalkan Kota Sulvan dalam 5 hari. Pada saat itu, Yasmine tidak dapat secara langsung menjalin hubungan dengan pria itu, bahkan lebih sulit untuk melihatnya pergi begitu saja. Apa yang dapat Yasmine lakukan dalam waktu 5 hari? Bagaimana dia bisa mengatasi ini?Yasmine merasa bingung dan terjebak dalam dilema. Setelah berpikir lama dan masih tak berdaya, dia akhirnya datang secara diam-diam ke ruang konseling dengan memakai masker.Terapis psikologinya adalah seorang wanita muda. Begitu melihat penampilan Yasmine, dia sontak tersenyum karena tahu apa yang dipikirkannya. Pandangannya tidak bertahan lama di wajah Yasmine. Segera setelah itu, si terapis menuangkan segelas teh dan duduk di sofa yang lain.Wanita itu berkata, "Nona Yasmine, jangan khawatir. Ini adalah tempat yang privasinya t
Carlos dan Yasmine sama-sama menderita. Gempita pun menghela napas. Meskipun tidak berhak, dia tetap seharusnya mencoba membujuk Carlos ketika pulang nanti.Di lantai atas ruang konseling, si terapis psikologi dan asistennya berdiri di jendela untuk menyaksikan kepergian Yasmine. Asistennya bertanya dengan heran, "Apakah masalahnya belum terpecahkan?""Sudah, tapi nggak sepenuhnya," jawab si terapis psikologi. Kemudian, dia menambahkan sambil tersenyum lembut, "Masih ada satu kemungkinan yang nggak kusampaikan padanya."Asistennya kembali bertanya, "Kemungkinan apa?"Terapis psikologi itu menjawab sambil tersenyum, "Tuan Hanafi dan Tuan Carlos mungkin adalah orang yang sama."Asistennya begitu terkejut hingga menutup mulutnya, lalu bertanya, "Separah itu?"Si terapis psikologi berkata dengan senyuman yang makin lembut, "Iya, separah itu. Tapi, itu memang sesuatu yang mungkin dilakukan oleh Tuan Carlos."Asistennya bertanya, "Jadi, dia adalah Tuan Carlos kita kenal?"Yasmine memang memb
Yasmine masih berdiri di tempat yang sama. Dia melihat Carlos yang turun dari mobil dengan mengenakan mantel hitam. Pria itu berjalan dengan sangat percaya diri, seolah-olah mampu membelah udara. Suhu di sekitarnya juga turun mendadak hingga di bawah titik beku. Itu membuat orang lain merasa kedinginan.Carlos mengangkat tangannya, lalu berkata dengan nada dingin, "Dobrak pintunya!"Keempat pengawalnya segera maju dengan ganas dan menghancurkan pintu besi tersebut. Wajah satpam yang menjaga pintu tampak sangat pucat karena ketakutan. Dia buru-buru berlari masuk untuk melaporkan hal ini. Sementara itu, Carlos yang angkuh berjalan masuk dengan langkah besar, seolah-olah pulang ke rumahnya sendiri."Siapa suruh kamu menghalangiku? Siapa suruh?" maki Edgar seraya menendang pintu besi beberapa kali. Setelah itu, dia menyusul Carlos dan berkata sambil tersenyum gembira, "Memang harus kamu yang datang, baru bisa kasih mereka pelajaran."Yasmine tampak mengernyit dan kebingungan. Kenapa Edgar
Ketika Carlos sedang tidak memperhatikan, pemuda itu diam-diam mendekatinya.Melihat ini, Yasmine sontak terbelalak dan jantungnya berdetak kencang. Dia segera menerjang ke arah Carlos sembari berteriak, "Awas, pisau!"Pemuda itu langsung menyerang. Lantaran sudah mendapatkan peringatan dari Yasmine, Carlos sontak menyingkir dan menendang pemuda itu hingga tersungkur. Kemudian, dia segera membawa Yasmine ke dalam pelukannya."Kenapa kamu kemari?" Carlos melindungi Yasmine seraya memperingatkan, "Di sini bahaya. Kamu keluar dulu."Yasmine sudah lama tidak sedekat ini dengan Carlos, tetapi dia sama sekali tidak merasa asing. Kedekatan seperti ini membuat Yasmine gemetaran. Dia mendorong Carlos dengan perasaan tidak karuan. Ketika hendak menjauh, terlihat seorang pria paruh baya yang berlutut. Ekspresi pria itu sangat mengerikan. Dia mengambil pisau dan hendak menikam Carlos.Tanpa ragu-ragu, Yasmine maju dan menggenggam pisau tersebut. Rasa sakit itu mengakibatkan darah mengalir dari tel
Hari kelima, Yasmine bangun pagi-pagi sekali. Lebih tepatnya, dia tidak tidur semalaman. Kabarnya, Hanafi akan naik pesawat pukul 18.00.Yasmine sedang duduk di balkon menyaksikan matahari terbit hingga matahari terbenam dengan tatapan kosong."Yasmine masih di rumah?" tanya Carlos yang sudah menelepon 9 kali.Edgar berdiri di taman bawah sambil diam-diam melihat ke arah balkon. Dia mendengus, lalu menjawab, "Dia nggak ke mana-mana sejak pagi sampai sekarang. Makanan yang diantar ke kamarnya juga nggak dimakan.""Masa kalian biarkan saja kalau dia tidak makan?" timpal Carlos dengan kesal.Edgar menyahut, "Selain dirimu, siapa yang berani memaksa dia untuk makan?""Seharusnya jangan pesan penerbangan jam 6 sore!" Carlos bertanya dengan marah, "Apa undangannya sudah dikirim?"Begitu Carlos selesai bicara, Madhav berlari sambil membawa sebuah undangan pernikahan kepada Edgar.Edgar meraih undangan tersebut, lalu menghela napas lega. Dia berkata, "Akhirnya undangannya sudah datang."Kemudi