Hari ini rencananya Silvi dan Tio akan mencari rumah baru untuk mereka berdua tempati, ya mereka berniat untuk pindah dari rumah bu Dara. Agar mereka lebih mandiri menurut mereka."Sayang, kita kapan cari rumah barunya?" tanya Silvi.Saat ini mereka sedang berada di dalam kamar Sikvi, duduk bersandar pada kepala ranjang. Setelah kkegiatan panas mereka, padahal masih pagi hari."Iya, nanti ya syang." jawab Tio."Nantinya kapan, aku udah nggak sabar pengen segera pindah dari sini." rengek Silvi."Iya ya, hari ini kita pergi cari ya.""Sekalian belanja ya." ucap Silvi dengan manja."Belanja lagi? kan baru berapa hari yang lalu sudah belanja?""Ayolah, aku bosen nih. Nggak apa apa ya kita belanja lagi, nggak sering sering deh janji." bujuk Silvi."Ya udah, oke kita belanja. Sering juga nggak apa apa sayang, kan kamu istriku. Yang penting jangan lupa jatah buat aku aja." goda Tio.Silvi tersepu malu, dia memang banyak kepura puraan bila di depan Tio untuk mencari perhatiannya. Tapi Silvi m
"Oh ya, tadi ibu ketemu sama Riri. Nyebelin banget deh dia." Bu Dara menceritakan pertemuannya dengan Riri tentu dengan dilebih lebihkan."Memangnya kenapa?"Bu Dara dengan semangat empat lima, menceritakan pertemuannya dan mencerca Riri dengan berlebihan. Joana menyimak ucapan ibu mertuanya dengan serius, sembari ia memakan makanan yang dibawa oleh bu Dara.Bu Jeni yang sedari tadi memperhatikan keduanya pun ikut turut mendengarkan apa yang dikatakan oleh besan barunya, ia sangat geram sekalia mendengar anak kandungnya dijelek jelekan oleh bu Dara. Namun, ia berusaha menutupinya dan tidak mau memperlihatkannya pada mereka.Biar nanti mereka akan tahu sendiri jika sudah waktunya, biar bu Dara akan syok nanti setelah tahu Riri bukan orang kaya baru seperti yang ia bicarakan. Melainkan Riri memang sudah tajir dan menjadi sultan sejak lahir."Memang menyebalkan sekali Riri itu." ucap Joana ikut berkomentar.Bu Jeni geleng kepala melihat anak angkatnya yang gampang terhasut omongan ibu me
Joana kembali ke temoat bu Dara berada dalam butik Mamanya, ia duduk di sampingnya. Mata Joana tampak sedikit sembab dan berair karena ia habis menangis."Maaf ya bu, lama." ucap Joana."Iya tidak apa apa, Joana. Kamu kenapa? kamu habis menangis?" tanya bu Dara."Ah, tidak bu. Tadi hanya kemasukam debu makanya berair gini." ucap Joana berbohong sambil mengusap matanya.Joana tidak ingin semua keluarganya tahu, biar ia akan mencari tahu dulu tentang kebenarannya. Barulah ia bisa menentukan langkah selanjutnya."Oh ya, sebenarnya ibu ngapain kemari?""Mmmhh, tidak apa apa Jo. Hanya sekedar mampir saja, kebetulan ibu lewat sini tadi." kilah bu Dara.Mata Joana memicing, ia tidak percaya pada ucapan ibu mertuanya. Bu Dara yang diperhatikan oleh Joana menjadi gelisah sendiri."Hmm, oh ya. Ibu dengar kalian mau pindah ke rumah baru yang dibelikan oleh pak Yuda?" tanya bu Dara memberanikan diri membuat Joana semakin menatap curiga."Iya, memangnya kenapa bu? Rian sudah bicara sama ibu kan?"
"Kamu jangan terlalu banyak fikiran sayang, apalagi sampai stres. Bagaimana jika disini sudah mulai tumbuh Kevin junior?" ucap Kevin sambil mengelus perut Riri.DegEh benar juga apa yang dikatakan oleh suaminya itu, dirinya harus mempersiapkan diri dengan baik. Menjaga kesehatan fisik dan batinnya, bagaimanapun juga keluarga Pratama masih memerlukan keturunan. Walaupun mereka tidak pernah memaksanya untuk segera biaa hamil, tapi ia juga tidak ingin sampai mengecewakan keluarga itu yang sudah sangat baik padanya."Iya sayang, semoga saja Kayla bisa secepatnya mempunyai adik ya." ucap Riri sambil tersenyum."Kamu nggak mandi dulu, pasti capek sekali tadi habis kerja. Bersih bersih dulu gih.""Aku tidak mandi pun bukannya kau tetap suka?" goda Kevin dengan menaik turunkan alisnya."Izs, sudah sana mandi. Bau acem tahu." Riri bercanda sambil menutup hidungnya dengan lucu."Oh, aku bau ya. Bau kan, nih bau nih bau." ujar Kevin sambil mendekatkan keteknya ke arah Riri sambil menggelitikiny
Bu Dara pulang ke rumahnya dengan gontai, karena tujuannya pergi membujuk Joana agar bisa ikut tinggal dirumah baru mereka gatot. Alias gagal total, ia merasa kesal sekali ditambah pertemuannya dengan Riri membuatnya semakin tak karuan.Sesampainya di rumah ternyata Silvi dengan Tio juga belum pulang, entah pergi kemana mereka. Sedari pagi mereka belum juga kembali, awas saja jika mereka melupakan dirinya.Tak berselang lama ternyata keduanya pun tiba dirumah dengan membawa banyak belanjaan, bu Dara hanya melirik sekilas. Sorot matanya masih menampakan kekesalan terhadap semua orang, entah mengapa hari ini ia merasa semua orang sangat menyebalkan."Bu..." ucap Silvi."Kalian dari mana saja sih, kok jam segini baru pulang.""Ya elah, ibu ini kenapa sih? Biasanya kalo Silvi seharian pergi bahkan Silvi nggak pulang juga nggak apa apa."Bu Dara masih saja berwajah masam, dengan bibir ditekuk."Ibu bosen tahu dirumah, giliran keluar malah apes ketemu sama mantan menantu yang sok kaya itu."
Sebelum mengurus kepindahan rumahnya yang baru bersama Silvi, Tio meminta izin terlebih dahulu untuk pulang ke rumah Zara. Bagaimanapun juga ia merindukan istri pertamanya dan juga sang anak. Sudah sangat lama ia tidak pulang ke rumahnya itu karena selalu sibuk dengan Silvi.Mau tidak mau pun akhirnya Silvi memberikan izin, padahal sebenarnya ia tidak rela berbagi suami dengan Zara. Ia ingin merebut semuanya dari tangan Zara dan Sherly, karena relah mempermalukannya. Tapi di depan sang suami, ia berpura pura menutupi rasa sakit hatinya itu.Selama dalam perjalanan Tio terus saja berpikir bagaimana cara memberikan pengertian kepada putrinya, jujur saja dia sangat menyayangi putrinya itu. Namun, apa salah jika ia jatuh cinta dengan teman putrinya sendiri?Dia mulai berani bermain api juga karena Zara, sang istri yang selalu sibuk sendiri dengan dunia sosialitanya. Zara jarang sekali menghabiskan waktu dengan keluarganya, sebab itu rasa kesepian mulai tumbuh dihati Tio. Tanpa terasa mobi
Sedangkan di rumah, wajah Silvi ditekuk masam. Ia kesal pada Tio, padahal izinnya cuma buat mampir. Singgah sebentar dirumah Zara untuk mengambil beberapa barang disana, eh kini malah minta izin untuk tidak pulang selama beberapa hari ke depan.Pasti ini karena ulah Zara yang menahannya agar mereka berjauhan, awas kau Zara pikir Silvi. Namun, apesnya Silvi tidak bisa melarang Tio untuk berada disana. Karena mereka juga masih berstatus suami istri, Silvi harus berpura pura menerimanya di depan Tio.Untung saja Tio mentransfer sejumlah uang kepada Silvi untuk berbelanja sebagai kompensasi Tio berada di rumah Zara, hari sudah pagi perutnya terasa lapar. Ia keluar dari kamar untuk mencari makan setelah membersihkan mukanya di kamar mandi."Lho, ko sendirian Sil. Tio masih tidur?" tanya bu Dara yang baru saja membeli sarapan untuk mereka bertiga. Tumben sekali bu Dara mau repot repot membeli makanan seperti itu ya."Nggak, dia dirumah si Zara." jawab Silvi cuek.Bu Dara menghentikan aktivi
Pagi hari, Joana sudah di sibukan dengan aktivitasnya sendiri. Minggu ini ia akan menemani sang ibu unyuj menghadiri meeting penting diluar kota. Padahal itu hari minggu, sejak bangun ia langsung bergegas mandi dan bersiap siap ia tak menyiapkan sarapan dan lain sebagainya.Rian masih setia dengan tidurnya, grusak grusuk dari tingkah sang istri tak membuatnya terbangun. Ketika hendak pergi Joana akan menciun pipi Rian, tapi mendadak ia teringat oleh pesan dari orang misterius yang menyatakan bahwa dirinya hamil anak suaminya.Hatinya kembali merasakan sakit yang luar biasa, ia tidak jadi mengecup pipi suaminya yang masih terlelap. Ia hanya membisikan di telinga Rian jika ia akan menemani sang ibu untuk meeting."Pagi sayang, maaf ya hari ini aku akan menemani mama meeting di luar kota." ujar Joana sambil memgelus rambut Rian.Rian sebenarnya sudah bangun ketika mendengar bisikan dari Joana, tapi ia pura pura masih tidur. Sampai ketika Joana berbalik dan hendak pergi, akhirnya Rian mem