Dua pekan telah berlalu, kini tiba saatnya hari pernikahan Joana dengan Rian. Joana terlihat begitu cantik dengan riasan natural dan balutan Kebaya Sederhana namun terlihat elegan.Akad nikah akan segera dimulai, para tamu undangan sudah hadir dan mengisi tempat duduk masing masing.Tak terlalu banyak tamu undangan hanya beberapa kerabat dekat dan beberapa kolega pak Yuda dan bu Jeni saja."Apakah sudah bisa dimulai?" tanya pak penghulu."Sudah pak." jawab pak Yuda.Walaupun ini pernikahan kedua bagi Rian, nyatanya ia tetap saja gugup saat mengucapkan ijab qobul. Namun dia tetap lancar ketika mengucapkannya.SAHSAHHAlhamdulillahUcap Syukur para tamu undangan dan juga keluarga yang hadir dalam acara tersebut. Ada getar aneh ketika Joana mencium punggung tangan suaminya itu, kemudian ia berganti mencium tangan kedua orang tuanya.Acara resepsi pernikahan yang sederhana membuat bu Dara mengomel dalam hati.Sungguh semuanya tak sesuai dengan yang ia inginkan. padahal ia sudah berkoar koa
Hari ini rencananya Silvi dan Tio akan mencari rumah baru untuk mereka berdua tempati, ya mereka berniat untuk pindah dari rumah bu Dara. Agar mereka lebih mandiri menurut mereka."Sayang, kita kapan cari rumah barunya?" tanya Silvi.Saat ini mereka sedang berada di dalam kamar Sikvi, duduk bersandar pada kepala ranjang. Setelah kkegiatan panas mereka, padahal masih pagi hari."Iya, nanti ya syang." jawab Tio."Nantinya kapan, aku udah nggak sabar pengen segera pindah dari sini." rengek Silvi."Iya ya, hari ini kita pergi cari ya.""Sekalian belanja ya." ucap Silvi dengan manja."Belanja lagi? kan baru berapa hari yang lalu sudah belanja?""Ayolah, aku bosen nih. Nggak apa apa ya kita belanja lagi, nggak sering sering deh janji." bujuk Silvi."Ya udah, oke kita belanja. Sering juga nggak apa apa sayang, kan kamu istriku. Yang penting jangan lupa jatah buat aku aja." goda Tio.Silvi tersepu malu, dia memang banyak kepura puraan bila di depan Tio untuk mencari perhatiannya. Tapi Silvi m
"Oh ya, tadi ibu ketemu sama Riri. Nyebelin banget deh dia." Bu Dara menceritakan pertemuannya dengan Riri tentu dengan dilebih lebihkan."Memangnya kenapa?"Bu Dara dengan semangat empat lima, menceritakan pertemuannya dan mencerca Riri dengan berlebihan. Joana menyimak ucapan ibu mertuanya dengan serius, sembari ia memakan makanan yang dibawa oleh bu Dara.Bu Jeni yang sedari tadi memperhatikan keduanya pun ikut turut mendengarkan apa yang dikatakan oleh besan barunya, ia sangat geram sekalia mendengar anak kandungnya dijelek jelekan oleh bu Dara. Namun, ia berusaha menutupinya dan tidak mau memperlihatkannya pada mereka.Biar nanti mereka akan tahu sendiri jika sudah waktunya, biar bu Dara akan syok nanti setelah tahu Riri bukan orang kaya baru seperti yang ia bicarakan. Melainkan Riri memang sudah tajir dan menjadi sultan sejak lahir."Memang menyebalkan sekali Riri itu." ucap Joana ikut berkomentar.Bu Jeni geleng kepala melihat anak angkatnya yang gampang terhasut omongan ibu me
Joana kembali ke temoat bu Dara berada dalam butik Mamanya, ia duduk di sampingnya. Mata Joana tampak sedikit sembab dan berair karena ia habis menangis."Maaf ya bu, lama." ucap Joana."Iya tidak apa apa, Joana. Kamu kenapa? kamu habis menangis?" tanya bu Dara."Ah, tidak bu. Tadi hanya kemasukam debu makanya berair gini." ucap Joana berbohong sambil mengusap matanya.Joana tidak ingin semua keluarganya tahu, biar ia akan mencari tahu dulu tentang kebenarannya. Barulah ia bisa menentukan langkah selanjutnya."Oh ya, sebenarnya ibu ngapain kemari?""Mmmhh, tidak apa apa Jo. Hanya sekedar mampir saja, kebetulan ibu lewat sini tadi." kilah bu Dara.Mata Joana memicing, ia tidak percaya pada ucapan ibu mertuanya. Bu Dara yang diperhatikan oleh Joana menjadi gelisah sendiri."Hmm, oh ya. Ibu dengar kalian mau pindah ke rumah baru yang dibelikan oleh pak Yuda?" tanya bu Dara memberanikan diri membuat Joana semakin menatap curiga."Iya, memangnya kenapa bu? Rian sudah bicara sama ibu kan?"
"Kamu jangan terlalu banyak fikiran sayang, apalagi sampai stres. Bagaimana jika disini sudah mulai tumbuh Kevin junior?" ucap Kevin sambil mengelus perut Riri.DegEh benar juga apa yang dikatakan oleh suaminya itu, dirinya harus mempersiapkan diri dengan baik. Menjaga kesehatan fisik dan batinnya, bagaimanapun juga keluarga Pratama masih memerlukan keturunan. Walaupun mereka tidak pernah memaksanya untuk segera biaa hamil, tapi ia juga tidak ingin sampai mengecewakan keluarga itu yang sudah sangat baik padanya."Iya sayang, semoga saja Kayla bisa secepatnya mempunyai adik ya." ucap Riri sambil tersenyum."Kamu nggak mandi dulu, pasti capek sekali tadi habis kerja. Bersih bersih dulu gih.""Aku tidak mandi pun bukannya kau tetap suka?" goda Kevin dengan menaik turunkan alisnya."Izs, sudah sana mandi. Bau acem tahu." Riri bercanda sambil menutup hidungnya dengan lucu."Oh, aku bau ya. Bau kan, nih bau nih bau." ujar Kevin sambil mendekatkan keteknya ke arah Riri sambil menggelitikiny
Bu Dara pulang ke rumahnya dengan gontai, karena tujuannya pergi membujuk Joana agar bisa ikut tinggal dirumah baru mereka gatot. Alias gagal total, ia merasa kesal sekali ditambah pertemuannya dengan Riri membuatnya semakin tak karuan.Sesampainya di rumah ternyata Silvi dengan Tio juga belum pulang, entah pergi kemana mereka. Sedari pagi mereka belum juga kembali, awas saja jika mereka melupakan dirinya.Tak berselang lama ternyata keduanya pun tiba dirumah dengan membawa banyak belanjaan, bu Dara hanya melirik sekilas. Sorot matanya masih menampakan kekesalan terhadap semua orang, entah mengapa hari ini ia merasa semua orang sangat menyebalkan."Bu..." ucap Silvi."Kalian dari mana saja sih, kok jam segini baru pulang.""Ya elah, ibu ini kenapa sih? Biasanya kalo Silvi seharian pergi bahkan Silvi nggak pulang juga nggak apa apa."Bu Dara masih saja berwajah masam, dengan bibir ditekuk."Ibu bosen tahu dirumah, giliran keluar malah apes ketemu sama mantan menantu yang sok kaya itu."
Sebelum mengurus kepindahan rumahnya yang baru bersama Silvi, Tio meminta izin terlebih dahulu untuk pulang ke rumah Zara. Bagaimanapun juga ia merindukan istri pertamanya dan juga sang anak. Sudah sangat lama ia tidak pulang ke rumahnya itu karena selalu sibuk dengan Silvi.Mau tidak mau pun akhirnya Silvi memberikan izin, padahal sebenarnya ia tidak rela berbagi suami dengan Zara. Ia ingin merebut semuanya dari tangan Zara dan Sherly, karena relah mempermalukannya. Tapi di depan sang suami, ia berpura pura menutupi rasa sakit hatinya itu.Selama dalam perjalanan Tio terus saja berpikir bagaimana cara memberikan pengertian kepada putrinya, jujur saja dia sangat menyayangi putrinya itu. Namun, apa salah jika ia jatuh cinta dengan teman putrinya sendiri?Dia mulai berani bermain api juga karena Zara, sang istri yang selalu sibuk sendiri dengan dunia sosialitanya. Zara jarang sekali menghabiskan waktu dengan keluarganya, sebab itu rasa kesepian mulai tumbuh dihati Tio. Tanpa terasa mobi
Sedangkan di rumah, wajah Silvi ditekuk masam. Ia kesal pada Tio, padahal izinnya cuma buat mampir. Singgah sebentar dirumah Zara untuk mengambil beberapa barang disana, eh kini malah minta izin untuk tidak pulang selama beberapa hari ke depan.Pasti ini karena ulah Zara yang menahannya agar mereka berjauhan, awas kau Zara pikir Silvi. Namun, apesnya Silvi tidak bisa melarang Tio untuk berada disana. Karena mereka juga masih berstatus suami istri, Silvi harus berpura pura menerimanya di depan Tio.Untung saja Tio mentransfer sejumlah uang kepada Silvi untuk berbelanja sebagai kompensasi Tio berada di rumah Zara, hari sudah pagi perutnya terasa lapar. Ia keluar dari kamar untuk mencari makan setelah membersihkan mukanya di kamar mandi."Lho, ko sendirian Sil. Tio masih tidur?" tanya bu Dara yang baru saja membeli sarapan untuk mereka bertiga. Tumben sekali bu Dara mau repot repot membeli makanan seperti itu ya."Nggak, dia dirumah si Zara." jawab Silvi cuek.Bu Dara menghentikan aktivi
Esok menjelang, semua rencana yang telah Riri susun untuk menyembunyikan anak mereka berubah total. Pagi pagi sekali semua keluarga Riri dan orang tua Kevin sudah datang ke rumah sakit, bahkan George. Ayah kandung dari Kevin pun langsung meluncur dari kuar negri begitu dikabari jika cucunya sudah lahir dan selamat, ya kemarin setelah Riri melakukan operasi George memang sudah dikabari tapi karena ada sesuatu mendesak belum sempat ia pulang ia mendapat kabar jika cucunya tidak selamat. Ia begitu syok namun yang membuatnya kembali syok yaitu ketika Kevin kembali mengabarinya jika sang anak sebenarnya masih hidup.Tidak hanya George, tapi Maria dan juga seluruh keluarga Riri juga syok mendengar kabar itu. Awalnya Riri masih bersikeras untuk menyembunyikan fakta ini untuk sementara, tapi Kevin berhasil meyakinkan dirinya jika keamanan sang anak akan semakin terjamin jika keluarganya diberitahu sehingga semakin banyak orang yang bisa membantu menjaganya. Dan bagaimanapun juga sikecil butuh
Kevin mengurai pelukan sang istri, ia menatap wajah teduh Riri yang masih dihiasi oleh air mata. Kemudian mengecup pelan kedua kelopak mata sang istri, dan mendekapnya kembali dengan sayang."Aku minta maaf ya, terima kasih karena kamu telah memikirkan keselamatan anak kita. Maaf karena aku sudah gagal dalam menjaga kalian."Riri membalas pelukan Kevin dengan erat, hatinya merasa teduh. Ia bersyukur karena sekarang laki laki ini telah mengerti akan posisi Riri yang memang mengharuskan melakukan itu semua."Tolong ingat satu hal Ras, kalau aku sampai kapanpun gak akan pernah bisa berpaling dari kamu. Kamu dan anak anak kita begitu berharga bagiku, aku akan berusaha menjaga kalian dengan baik meski nyawaku sebagai taruhannya aku rela."Riri merasa terharu setelah mendengar ucapan suaminya, ia tak menyangka jika sang suami akan berbicara seperti itu. Lagi ia merasa sangat bersyukur bisa bersama dengan Kevin, orang yang begitu mencintai dan menyayangi dirinya serta anak anaknya."Sudah, a
CeklekSuster mendorong kursi roda Riri ke dalam ruang rawatnya, Kevin tengah menatap sang istri dengan tatapan datarnya. Namun ia tetap membantu memindahkan istrinya itu ke ranjangnya kembali, suster pergi dari sana dengan membawa kursi roda yang telah kosong."Kamu habis dari mana?" tanya Kevin khawatir."Aku cuma habis cari angin karena tadi gak bisa tidur lagi, kebetulan ada suster yang bertugas ngecek infus aku makanya sekalian aku minta cari angin." jawab Riri yang tak mau melihat ke arah Kevin, sebab ia habis menangis tadi karena bertemu dengan anaknya."Cari angin? Malam malam begini? Terus kenapa kamu gak bangunin aku aja Ras?""Emangnya kenapa? Aku gak mau bangunin kamu sebab kamu terlihat begitu kelelahan, tidurmu nyenyak banget aku jadi gak tega.""Sayang, lihat aku! Kamu habis nangis?" tanya Kevin yang memaksa Riri untuk melihat ke arahnya."Aku cuma lagi keinget semuanya saja kok." kilah Riri."Maafin aku Ras." Kevin mengira jika Riri tengah teringat dengan anak mereka
"Jadi selama ini kalian berdua bersekongkol untuk membohongiku?" tanya Riri, ia menatap nanar ke arah Kevin dan Tasya yang tampak menyesali perbuatannya."Maafkan aku sayang, aku tak bermaksud ingin menyakitimu, aku hanya ingin melindungimu." ujar Kevin sedangkan Tasya hanya menunduk."Kenapa Vin, bahkan anak kita sudah tiada. Kembalikan anakku!!!" ucap Riri dengan mata memerah."Kau sudah membunuh anakku, Vin. Aku membencimu, benci sekaliaku tak ingin bersamamu lagi." Riri menumpahkan segala emosi yang ada dalam jiwanya, ia melihat raut penyesalan dalam wajah kedua orang didepannya itu. Dia menangis sesenggukan disana, ia merasa dibodohi oleh suaminya sendiri. Ia ingin suaminya juga merasakan bagaimana rasanya menjadi dirinya."Sayanggggg...." Kevin berusaha menggapai Riri yang masih saja terus menangis. Sementara Tasya dan dokter Lucas sudah terlebihbdahulu oergi dari ruangan itu mereka ingin memberikan waktu bagi keduanya menyelesaikan masalah mereka."Pergilah, aku ingin sendiri.
Riri termenung seorang diri dibrangkar tempat tidurnya, entah apa yang membuat pikirannya begitu kacau. Usai kejadian yang baru saja terjadi diruangannya, tentang Jihan yang berusaha untuk melenyapkannya dan juga kedatangan Tasya yang menolong dirinya. Ia berpikir untuk apa Tasya menolong dirinya? Bukankah jika Tasya memang ingin merebut Kevin darinya seharusnya dia membiarkan Jihan melakukan hal tersebut kepadanya, tapi mengapa ini kebalikannya?"Apa yang sebenarnya dia rencanakan?" gumam Riri.Ceklek"Sayang?" ucap Kevin."Sedang memikirkan apa?" tanya Kevin lagi."Tak ada, bagaimana keadaan kekasihmu?" tanya Riri membuat kening Kevin berkerut."Dia bukan keka......"CeklekBelum sempat Kevin meneruskan ucapannya, pintu ruangan tersebut kembali dibuka oleh seseorang. Satu pemandangan yang sangat tidak Riri duga, ia melihat seorang dokter lelaki yang masih muda tengah mendorong kursi roda dimana Tasya duduk diatasnya."Dia?" tanya Riri bingung."Dia siapa, kok bisa sama Tasya?" tanya
DughBrukAww"Tasya." teriak Riri yang melihat Tasya terjatuh karena tendangan dari Jihan. Dia ingin menolong Tasya namun ia tidak bisa dengan cepat langsung turun dari ranjang sebab ia masih belum pulih benar.Ya orang yang telah menolong Riri dari niat jahat Jihan adalah Tasya, orqng yang dianggap sebagai rivalnya oleh Riri. Sedangkan Jihan mencoba lari dari ruangan tersebut tapi kakinya berhasil dicekal oleh Tasya menggunakan tongkatnya hingga membuatnya ikut terjerembab.Bruk"Sial!" Jihan kembali menendang Tasya membuat perempuan itu kembali tersungkur. Kemudian ia bangkit dan keluar dari sana meskipun dengan terseok seok.BrukJihan yang berpapasan dengan Kevin tak sengaja menabrak bahu lelaki itu ketika Kevin hendak masuk ke dalam ruangan sang istri, namun karena penutup hoodie itu dan posisinya Jihan menunduk sehingga membuat Kevin sedikit tak mengenali Jihan."Gimana sih jalannya." gerutu Kevin."Astaga! Ras, Tasya....Kamu kenapa?" pekik Kevin.Ia menghampiri sang istri terl
Mereka berbincang bincang didalam kamar inap Riri. Meskipun lebih dominan Pak Yuda dan Kevin saja yang berbicara, sedangkan Riri lebih banyak diamnya.Pak Yuda menyadari jika ada yang tak beres dari sikap anaknya, yang tidak seperti biasanya. Sebab ia tahu, Riri itu orangnya seperti apa. Biasanya ia pasti akan banyak tersenyum dna menimpali ucapan seseorang. Tetapi kini dihadapannya, anak itu malah memilih diam sambil melihat ke arah jendela.Sebuah satu set makanan dan juga obat yang telah terjadwalkan dari rumah sakit datang menghampiri ruangan Riri diantarkan oleh perawat yang berjaga, sesaat Riri hanya melirik makanan tersebut tanpa ingin menyentuhnya."Ini untuk jatah makanan atas nama Pasien Riani Saraswati ya Pak, beserta obatnya." ucap perawat tersebut."Ya terima kasih.""Makan dulu Ras, habis itu minum obatnya. Aku suapi." ujar Kevin.Kevin mulai menyendokkan makanan itu dan disodorkannya ke depan mulut sang istri, namun Riri hanya bergeming saja dan tak mau membuka mulutnya
Keesokan harinya Kevin terbangun dari tidurnya, beberapa hari ini ia tidur dengan posisi tidak benar membuat badannya terasa sakit semua. Ia menoleh ke arah ranjang tempat istrinya dirawat, namun ia kaget karena tak melihat sang istri berada disana.Ia segera mencarinya ke kamar mandi, tetapi tidak ada lantas ia keluar dari kamar inap tersebut berjalan melewati lorong. Ketika melewati taman, ia melihat siluet Riri tengah duduk dikursi roda dengan Pak Yuda disampingnya. Ia melihat Riri tengah menangis dipelukan sang ayah, Kevin memutuskan untuk memberikan ruang kepada sang istri supaya lebih tenang terlebih dahulu.Kevin tahu, pasti saat ini istrinya masih terpukul atas kejadian yang telah menimpa dirinya.FlashbackAdzan subuh telah berkumandang, namun agaknya Kevin enggan bangun kali ini. Riri yang tak bisa tidur kembali memutuskan untuk belajar duduk sendiri pelan pelan, ia sudah bertekad untuk bisa cepat pulih. Ia tak ingin seperti ini terus, ia harus melindungi keluarganya. Setela
"Kenapa kau terlihat terburu buru sekali, Ras?" tanya Kevin.Riri yang hendak melanjutkan langkahnya meninggalkan tempat suaminya berada, harus kembali berhenti lantaran tangannya dicekal oleh Kevin.Dia ingin segera berlalu dari sana sebenarnya namun karena ditahan oleh Kevin membuatnya tak bisa kemana mana, apalagi keringat dingin telah membasahi wajahnya sekarang karena perutnya kian terasa nyeri."Kau kenapa?" tanya Kevin yang menyadari ada yang tidak beres dengan diri istrinya. Namun Riri hanya bergeming saja, dan.....BrukkTubuh Riri ambruk tak sadarkan diri, membuat Kevin semakin khawatir dengan kondisi istrinya. Apalagi melihat wajah pucat sang istri, padahal baru kemarin Riri keluar dari rumah sakit namun sekarang justru terjadi hal seperti ini.Untung saja Kevin berada disamping Riri sehingga dengan sigap ia dapat menangkap tubuh sang istri yang ambruk. Tanpa pikir panjang langsung saja ia menggendong tubuh besar Riri yang melebar berkali lipat karena kehamilannya."Ras, Sa