Rocky baru selesai menyuntikkan sampel sperma ke dalam rahim pasien Inseminasi buatan. Dibantu dengan pengecekkan USG, Keyla yang ikut terlibat merasa deg-degan dengan proses ini. “Oke, aman ya.” tutur Rocky saat matanya fokus menatap layar monitor, “Posisinya udah oke.” “Ah, syukurlah.” pasien yang masih terbaring ikut melirik ke arah layar monitor USG. Rocky bergerak mendekati area bawah pasien untuk mengeluarkan kateter dan melepaskan spekulum, “Nanti dalam satu atau dua hari, mungkin ibu bakal menemukan flek ya, dan itu relatif normal. Dan nanti setelah dua minggu, ibu bisa cek kehamilan secara mandiri dirumah.” Pasien mengangguk tersenyum, “Baik, dok.” Rocky berjalan menuju meja, “Ibu tunggu dalam posisi itu lima menit. Gak papa, bu, ngobrol aja dulu sama suaminya, gak usah malu sama saya. Anggep aja saya ada dan tiada.” Pasien dan suaminya itu terbahak. Perawat yang membantu apalagi. Rocky memang sering membuat mereka tertawa. “Saya resepkan obat oral Progesteron
Tanpa meminta izin Arial langsung masuk ke dalam ruang pribadi Qairo. Ia membangunkan Keyla, “Key, bangun. Kita pulang.” “Gak mau, aku mau tidur disini.” jawab Keyla tanpa membuka matanya. Ia menarik jaket Qairo yang dijadikan selimut. “Yang bener aja, masa kamu mau tidur disini.” “Udah sana pergi.” usir Keyla. Arial menatap Qairo datar, “Kamu gak takut di apa-apain kalo tidur disini?” Qairo tersenyum, “Lo nuduh gue punya niat jahat sama Keyla?” “Waspada itu perlu ‘kan?” “Keyla biar aja tidur disini. Gue biar tunggu diruang piket.” Arial tertawa, “Gak usah jadi pahlawan kesiangan, Qai. Lo juga gak perlu ikut campur sama urusan kita.” Qairo mendekati Arial, “Gue gak ikut campur sama urusan kalian. Gue cuma nemenin Keyla saat lo gak bisa nepatin janji lo sendiri.” Arial diam. Ia baru ingat memiliki janji akan mengajak Keyla ke mall hanya sekedar untuk belanja dan window shopp
Pagi ini Rocky ada prosedur IVF atau In Vitro Fertilitazion di lab khusus. Ia masih menunggu pasien tersebut melakukan praktek rawat jalan di poli lain. Keyla masih disini menjadi asistennya. Moodnya sudah membaik karena sikap Arial yang lebih memilihnya dari ada Sarah tadi pagi. “Dok, pasien pertama bu Adel.” kata suster saat Rocky masih bersiap memakai jas dokternya. “Oh iya, udah tiga minggu ya semenjak Inseminasi.” “Betul, dok.” “Pasien udah boleh masuk.” “Baik, dok.” perawat membuka pintu dan mempersilakan pasien masuk. Pasien berusia dua puluh empat tahun dengan suaminya yang sepuluh tahun lebih tua itu duduk dihadapan Rocky. “Pagi, bu, pak. Gimana kabarnya hari ini?” Pasien itu tampak murung. Keyla dan perawat saling lirik. “Kabar kami kurang baik, dok.” sang suami mewakili. Rocky yang tengah tersenyum mendadak khawatir, “Ada yang harus saya tahu?” Suami pasien mengelus punggung tangan istrinya, “Gak papa, sayang.” “Bu Adel?” “Hasil pemeriksaan hCG say
Arial berdiri dan bersikap seolah tidak ada apa-apa. Ia berjalan menuju meja dan pura-pura sibuk mencatat, “Antar bu Dian ke ruang perawatan sekarang. Langsung berikan obat Indomethacin 75 mg.” katanya entah pada siapa. Suster Rina mengangguk dan membantu pasien untuk diantarkan ke ruang perawatan. Suami pasien berjalan membuntut dan pamitan pada Arial. Sedangkan Keyla menutup matanya kesal karena Arial begitu gegabah mengatakan status pernikahan mereka kepada pasien yang berujung bocornya fakta itu pada Jasmine dan suster Rina. “Jasmine tolong panggil pasien berikutnya.” “Ba-baik, dok.” Arial menatap Keyla, “Keyla bisa kembali ke ruangan dokter Rocky.” Keyla mengangguk. Ia membereskan peralatan USG. Jasmine berdiri didekat pintu, “Pasien masih di toilet, dok.” “Oh, iya. Tunggu aja.” Arial melirik Keyla yang akan keluar ruangan, “Keyla jangan geer. Saya bilang gitu tadi biar gak di jodoh-jodohin dengan kelu
Sore selepas jam praktek rawat jalan selesai, Keyla membuntuti Rocky ke ruang rapat. Mereka akan mengadakan diskusi terkait kelahiran salah satu pasien yang mengalami komplikasi serius. “Nanti yang rapat siapa aja, kak? Banyakkan?” tanya Keyla seraya berjalan beriringan dengan Rocky. “Cuma sama dokter obgyn dan bedah anak aja sih.” Keyla tersenyum, “Dokter Qairo?” “Iya.” Rocky membuka ruang rapat. Ia mempersilakan Keyla untuk masuk duluan. Ketika Keyla masuk, matanya langsung berbinar. Senyumnya merekah kala melihat Qairo yang menyambutnya dengan senyuman. Saat Rocky baru akan menutup pintu, orang diluar menahannya, “Al?” “Sore, dokter Rocky.” sapa Arial dingin sambil berjalan cepat menyusul Keyla. Ia dengan cepat merebut tempat dan duduk disampingnya. Keyla menatap Arial, “Sore, dokter.” “Sore.” Mereka harus menjaga sikap profesionalitas kerja satu sama lain karena ada dokt
“Eh ada tamu.” Qairo berdiri dan menghampiri papa untuk menyalami beliau, “Selamat malam om, apa kabar?” “Om baik. Kabar kamu sendiri gimana?” “Baik juga, om.” “Udah lama loh kamu gak maen kesini.” “Hehe, iya, om.” Papa melirik Keyla, “Makasih ya udah nganterin anak om pulang. Arial pasti sibuk dirumah sakit.” Qairo juga melirik Keyla, “Sama-sama, om. Kebetulan jalannya satu arah jadi saya sekalian nganterin Keyla aja.” “Iya. Mbok tolong siapin minum. Sekalian makan malamnya. Kalian belum makan ‘kan?” Qairo menggeleng, “Gak usah repot-repot, saya mau langsung aja, om.” “Loh, kenapa buru-buru? Baru juga sampai. Temenin Keyla makan dulu aja. Ini juga belum terlalu malam.” “Saya pingin banget, om, tapi mama sendirian di rumah. Kebetulan mama lagi kurang sehat, jadi saya emang niat pulang cepet buat nemenin mama.” “Ah, iya, mamamu apa kabar? Om juga sudah b
Keyla masuk ke dalam gedung rumah sakit lebih dulu dari Arial karena banyak staf poli kandungan yang baru berganti shift. Ia yang melihat itu mengusulkan agar mereka tidak masuk bersama, karena tidak ingin gosip yang ada semakin merebak, meski sejujurnya perlakuan orang-orang padanya tidak seperti kemarin. Sebelum praktek rawat jalan Rocky dimulai, Keyla masih sempat ke ruang Ponek untuk menyerahkan catatan rekam medis pada kepala residen. Kondisi Ponek cukup sepi, hanya ada beberapa pasien disana. “Dokter Keyla?” panggil perawat pada Keyla yang celingukan mencari kepala residen. “Iya, sus?” “Cari siapa?” “Dokter Ina kemana ya, sus?” “Oh, dokter Ina lagi di UGD, ketemu temennya. Mau setor rekam medis ya?” “Iya nih, sus.” “Ya udah simpen aja disitu, nanti saya sampaikan.” “Eum... saya ke UGD aja, kebetulan ada yang mau ditanyakan.” “Oh ya sudah kalau begitu.” Begitu keluar dari Ponek, Keyla bertemu Arial yang bertugas jaga disini sampai jam prakteknya datang. Mer
Senyum Qairo merekah. Ia menghampiri bu Puri, “Mama kenal sama Keyla?” Bu Puri melirik Keyla dan tersenyum, “Baru ketemu hari ini. Kamu kenal sama Keyla?” Qairo mengangguk, “Keyla dokter ko-as, sekarang lagi tugas di stase obgyn, sama Arial dan Rocky. Nanti setelah ini Keyla bagian di stase Bedah Anak.” “Waaah, mama seneng banget dengernya.” Bu Puri kembali melirik Keyla, “Saya gak nyangka loh ternyata kamu udah kenal sama Qairo.” “Hehehe, iya, bu.” “Panggil tante aja.” “Oh iya, tante.” Mereka berjalan beriringan menuju poli bedah Saraf. Sepanjang jalan Qairo terus tersenyum dan melirik Keyla. Begitu pun dengan Keyla. Ia tak bisa berhenti mengucapkan kata syukur setelah tahu kalau bu Puri yang satu jam ini berbincang dengannya adalah ibu dari Qairo. Di persimpangan jalan, mereka bertemu Arial yang berkacak pinggang menahan marah. Ia baru tersenyum terpaksa saat melihat gerombolan Keyla dan Qairo