Sore selepas jam praktek rawat jalan selesai, Keyla membuntuti Rocky ke ruang rapat. Mereka akan mengadakan diskusi terkait kelahiran salah satu pasien yang mengalami komplikasi serius.
“Nanti yang rapat siapa aja, kak? Banyakkan?” tanya Keyla seraya berjalan beriringan dengan Rocky. “Cuma sama dokter obgyn dan bedah anak aja sih.” Keyla tersenyum, “Dokter Qairo?” “Iya.” Rocky membuka ruang rapat. Ia mempersilakan Keyla untuk masuk duluan. Ketika Keyla masuk, matanya langsung berbinar. Senyumnya merekah kala melihat Qairo yang menyambutnya dengan senyuman. Saat Rocky baru akan menutup pintu, orang diluar menahannya, “Al?” “Sore, dokter Rocky.” sapa Arial dingin sambil berjalan cepat menyusul Keyla. Ia dengan cepat merebut tempat dan duduk disampingnya. Keyla menatap Arial, “Sore, dokter.” “Sore.” Mereka harus menjaga sikap profesionalitas kerja satu sama lain karena ada dokt“Eh ada tamu.” Qairo berdiri dan menghampiri papa untuk menyalami beliau, “Selamat malam om, apa kabar?” “Om baik. Kabar kamu sendiri gimana?” “Baik juga, om.” “Udah lama loh kamu gak maen kesini.” “Hehe, iya, om.” Papa melirik Keyla, “Makasih ya udah nganterin anak om pulang. Arial pasti sibuk dirumah sakit.” Qairo juga melirik Keyla, “Sama-sama, om. Kebetulan jalannya satu arah jadi saya sekalian nganterin Keyla aja.” “Iya. Mbok tolong siapin minum. Sekalian makan malamnya. Kalian belum makan ‘kan?” Qairo menggeleng, “Gak usah repot-repot, saya mau langsung aja, om.” “Loh, kenapa buru-buru? Baru juga sampai. Temenin Keyla makan dulu aja. Ini juga belum terlalu malam.” “Saya pingin banget, om, tapi mama sendirian di rumah. Kebetulan mama lagi kurang sehat, jadi saya emang niat pulang cepet buat nemenin mama.” “Ah, iya, mamamu apa kabar? Om juga sudah b
Keyla masuk ke dalam gedung rumah sakit lebih dulu dari Arial karena banyak staf poli kandungan yang baru berganti shift. Ia yang melihat itu mengusulkan agar mereka tidak masuk bersama, karena tidak ingin gosip yang ada semakin merebak, meski sejujurnya perlakuan orang-orang padanya tidak seperti kemarin. Sebelum praktek rawat jalan Rocky dimulai, Keyla masih sempat ke ruang Ponek untuk menyerahkan catatan rekam medis pada kepala residen. Kondisi Ponek cukup sepi, hanya ada beberapa pasien disana. “Dokter Keyla?” panggil perawat pada Keyla yang celingukan mencari kepala residen. “Iya, sus?” “Cari siapa?” “Dokter Ina kemana ya, sus?” “Oh, dokter Ina lagi di UGD, ketemu temennya. Mau setor rekam medis ya?” “Iya nih, sus.” “Ya udah simpen aja disitu, nanti saya sampaikan.” “Eum... saya ke UGD aja, kebetulan ada yang mau ditanyakan.” “Oh ya sudah kalau begitu.” Begitu keluar dari Ponek, Keyla bertemu Arial yang bertugas jaga disini sampai jam prakteknya datang. Mer
Senyum Qairo merekah. Ia menghampiri bu Puri, “Mama kenal sama Keyla?” Bu Puri melirik Keyla dan tersenyum, “Baru ketemu hari ini. Kamu kenal sama Keyla?” Qairo mengangguk, “Keyla dokter ko-as, sekarang lagi tugas di stase obgyn, sama Arial dan Rocky. Nanti setelah ini Keyla bagian di stase Bedah Anak.” “Waaah, mama seneng banget dengernya.” Bu Puri kembali melirik Keyla, “Saya gak nyangka loh ternyata kamu udah kenal sama Qairo.” “Hehehe, iya, bu.” “Panggil tante aja.” “Oh iya, tante.” Mereka berjalan beriringan menuju poli bedah Saraf. Sepanjang jalan Qairo terus tersenyum dan melirik Keyla. Begitu pun dengan Keyla. Ia tak bisa berhenti mengucapkan kata syukur setelah tahu kalau bu Puri yang satu jam ini berbincang dengannya adalah ibu dari Qairo. Di persimpangan jalan, mereka bertemu Arial yang berkacak pinggang menahan marah. Ia baru tersenyum terpaksa saat melihat gerombolan Keyla dan Qairo
Keyla dan semua teman kelompoknya tengah tertawa apalagi saat melihat laporan baik dari residen dan konsulen Obgyn di grup chat. Mereka tak menyangka, rasa lelah, tangisan, amarah yang ditujukkan pada mereka membuahkan hasil baik. “Kalian jangan seneng dulu, nilai paripurna itu setelah ujian beres stase obgyn. Tapi aku doain nilai kalian bagus semua.” cuap Rocky di amini semua. “Kalian makannya harus cepet, bentar lagi pasti ditelpon perawat di Ponek.” potong Jasmine menyadarkan teman kelompok mereka yang berjaga di ponek minggu ini. “Ah iya. Ayo cepet-cepet, abisin.” “Ya ampun, perut kalian kecil tapi kok muat banyak ya. Aku bingung harus kagum atau takut.” Ucapan Rocky disambut tawa semua orang di meja. Ia memang pintar mencairkan suasana. Jasmine yang duduk menghadap pintu masuk kantin melambaikan tangan pada Arial yang baru datang. Ia harus membantu proses persalinan dulu sehingga baru bisa bergabung sekarang.
Seorang Janitor berteriak minta tolong di toilet perempuan. Ia yang akan membereskan alat pel disebelah toilet merasa heran dengan tempelan kertas di pintu yang mengatakan toilet sedang rusak. Ia membuka kertas itu dan membuka kunci pintu utama toilet. Betapa terkejutnya ia, dini hari begini dalam keadaan lampu toilet padam, kakinya tidak sengaja merasakan sesuatu seperti tubuh manusia. Setelah menyalakan senter ia baru bisa melihat ada yang pingsan. “Ya ampun, orang-orang kemana sih. Toloooong!” teriak Janitor untuk kesekian kali sambil memeluk Keyla. Sarah yang kebetulan akan ke toilet setelah melakukan operasi darurat, langsung berlari setelah mendengar teriakan. Begitu sampai di muka toilet, Sarah melotot karena melihat orang yang membutuhkan pertolongan ternyata adalah Keyla yang terlihat dari cahaya bilik wc. “Bu, tolong bantu baringkan. Saya kenal sama orang ini.” “Baik, dok.” Janitor membantu membaringkan Keyla sehingga aka
Keyla sudah melewati masa kritisnya. Kini ia masih ada diruang ICU, nanti sore kalau kondisinya sudah stabil ia sudah boleh pindah ke ruang perawatan biasa. Hal tersebut membuat papa sangat senang. Papa tidak sedikit pun meninggalkan Keyla. Beliau terus menunggu didepan ruang ICU. “Pa, sarapan dulu yuk.” “Kamu aja, papa gak laper.” Papa masih berdiri didepan ruang ICU. “Pa, Keyla pasti marah banget loh kalo papa gak makan karena nungguin dia.” Papa menoleh, “Papa makan sebentar lagi.” “Aku bakal tunggu papa sampe papa mau makan.” “Arial, kamu ‘kan ada praktek rawat jalan sekarang, udah sana, kamu sarapan duluan aja.” Arial menggeleng. Papa menatap Arial kesal, “Keras kepala kamu ya.” “Sama kayak papa ‘kan?” Papa membuang nafas pelan. “Om, udah makan dulu sana. Keyla biar saya yang temenin.” kata Rocky yang baru datang. “Ky?” Rocky melongokan wajahnya ke ruang ICU, “Jadwal besuknya belum ya?” “Sudah tadi. Om cuma pengen nunggu Keyla disini.” Rocky menatap
Rocky berjalan dengan riang di lorong poli setelah jam prakteknya selesai. Ia yang akan jaga malam ini merasa senang setelah sadar ia memiliki banyak waktu bersama Keyla. Adik sepupu sahabatnya itu sudah dipindahkan ke ruang rawat inap sehingga ia bisa lebih sering menjenguknya. Jasmine yang masih merasa bersalah dan hanya diam merenung, melihat Rocky bagaikan oasis dipadang pasir. Ia berlari menghampirinya, “Dokter Rocky?” “Hm?” “Dokter Rocky udah besuk Keyla?” “Belum, aku baru selesai praktek. Kenapa?” “Kalau dokter jengukin dia bisa ‘kan?” “Bisa.” “Saya pengen ikut, dok.” “Jumlah pembesuk masih di batasi, kalo mau kamu besuk aja sekarang. Aku masih ada kerjaan.” “Ehm, saya....” “Dia udah gak di ICU kok. Oyah, kalo mau besuk barengan ajak aja Arial. Dia kayaknya udah luang sekarang.” “Oh gitu ya. Ya udah makasih ya, dok.” “Oke.” Jasmine be
Arial membuka nurse cup selesai operasi. Ia berjalan cepat membawa ponselnya dari rak. “Dokter,” panggil Jasmine dari dalam ruang operasi. Arial menoleh, “Kenapa?” “Saya boleh ikut dokter gak?” “Kemana?” “Jenguk Keyla.” Arial diam sejenak, “Emang siapa yang mau jenguk Keyla?” “Ehm...” “Saya pergi.” Arial pergi meninggalkan Jasmine. “Yaaah, gue ditinggal.” Dengan senyum merekah Arial kembali ke ruangan pribadinya. Ia langsung berganti baju casual karena malam ini ia barter jaga malam dengan dokter lainnya. Setelah mengambil semua barangnya, ia keluar dan hampir teriak melihat Rocky berdiri didepan pintu. “Lo mau bunuh gue!” Rocky melihat tangannya yang kosong, “Pake apa?” “Lo bikin gue kaget, Ky!” “Ah, iya sori. Lo mau kemana?” “Kemana lagi? Nemenin Keyla lah.” Rocky menggaet tangan Arial, “Gue ikuuut.”
Keyla berjalan cepat dari dalam rumah melewati papa dan tante Puri.“Key, kamu mau kemana?” kejar papa.Keyla berlari keluar gerbang tanpa menggubris panggilan papa. Ia menghampiri Qairo, “Kak, tolong lupain masalah apapun yang lagi kakak hadepin. Anterin aku ke rumah kak Sarah sekarang!”“Sarah? Kamu mau apa kesana?”“Udah, ayo cepet.”Keyla masuk ke dalam mobil Qairo. Papa dan tante Puri menyusul. “Key, ada apa?”Keyla menangis dalam, “Jasmine bilang aku harus kesana untuk tahu sesuatu.”“Jasmine? Key, orang yang posting di web rumah sakit tentang kita udah pasti dia. Kamu ngapain percaya sama dia?”Keyla memutar suara voice note whatsapp dari Jasmine, “Key, gue tahu lo marah sama gue, lo benci sama gue atas semua yang gue lakuin ke elo. Tapi gue mohon sekarang lo ke rumah dokter Sarah untuk tahu kelakuan dokter Arial yang sebenarnya.”“Key, Jasmine paling cuma mau cari masalah baru. Dia gak bener-bener akan buktiin omongannya.”“Udah, kak, ngebut aja. Kita harus sampe k
Sudah jam sembilan malam tapi Arial tak kunjung pulang. Keyla sudah menanyakan pada kepala suster, apakah Arial ada panggilan darurat, kepala suster mengatakan tidak. Arial katanya sudah pulang setelah ujian anak ko-as selesai. Itu berarti sudah dari sore ‘kan? “Key, mungkin Arial masih di jalan. Atau dia makan dulu sama Rocky.” Papa berusaha menenangkan hati menantunya yang khawatir. “Iya, pa. Mungkin.” Mbok Darmi menghampiri Keyla dan papa yang berdiri di samping kolam renang, “Permisi, pak. Ada bu Puri dan den Qairo di depan. Katanya mau ketemu bapak.” “Qairo?” “Kak Qai? Pa, aku ikut ya?” “Jangan sayang, nanti dulu. Nanti begitu papa sudah bicara dengan Qairo dan tante Puri, mbok akan panggil kamu disini ya. Papa... ada pembicaraan khusus sama tante Puri. Satu minggu ini tante Puri terus bilang ada hal penting yang mau dikasih tahu, tapi dia gak bicara terus.” “Oh, iya, pa.” Papa masuk ke dalam rumah disusul mbok Darmi. “Pur, Qairo?” “Pras.” Papa terkejut meli
Keyla mengejar Qairo. Ia ingin menjelaskan bahwa kejadian malam itu tidak seperti dugaannya. Syukur-Syukur Qairo sudah melihat postingan klarifikasi Yoga yang menyebutkan jika ia adalah dalang dari semuanya. Ia juga menjelaskan bahwa Qairo dan Keyla tidak melakukan apapun. “Kak Qai kok malah pergi sih?” Keyla balik badan untuk mempersiapkan ujiannya. Ia tidak punya banyak waktu dan harus menunggu gilirannya berhadapan dengan dokter konsulen stase kandungan. Saat berjalan ke arah poli kandungan, Keyla mendadak terdiam. “Key?” “Kak Rocky?” “Kamu ngapain disini? Bukannya hari ini kamu ada ujian?” “Aku... mendadak mual, kak.” “Mual? Kamu masuk angin?” “Kayaknya sih.” “Ya udah ke ruangan aku dulu yuk, aku ada minuman pereda masuk angin.” Keyla mengangguk. Ia berjalan beriringan dengan Rocky. Qairo yang sembunyi di balik meja jaga UGD, mengikuti Keyla. Sepanjang jalan ia berpikir kenapa Keyla mual tiba-tiba, “Apa jangan-jangan Keyla ... hamil?” Qairo semakin frust
Bu Fatma menggeleng. Tante Puri diam sejenak, “Sebentar. Sewaktu menyimpan Karenina, saya pakaikan dia kalung Mutiara. Jadi...” beliau menutup mulutnya tak percaya, “Karenina itu... Keyla, bu?” Bu Fatma mengangguk. Tante Puri menangis bahagia begitu mengetahui bahwa Karenina Adriana, anaknya, adik Qairo adalah Keyla, anak panti asuhan yang dulu dibencinya dan sempat diancam akan di akhiri hidupnya. Dunia ternyata begitu sempit untuk berjarak dengan darah dagingnya sendiri. “Saya baru tahu semalam begitu mendapati foto ini di laci. Dibelakang foto itu ada coretan nama Karenina Adriani dan diganti Keyla Natania. Itu adalah tulisan ibu panti sebelumnya.” Tante Puri membalikkan fotonya, beliau mendapati apa yang dimaksud bu Fatma, “Bu, anak saya... Keyla? Ya ampun, saya senang sekali mendengarnya.” Bu Fatma ikut menangis, “Keyla pasti senang sekali jika tahu ibu kandungnya adalah ibu.” Mereka berpelukkan, “Tolong temani saya mengatakan hal ini pada Keyla, bu.” Bu Fatma
Tante Puri mengedarkan lagi matanya ke arah taman yang tak jauh dari panti asuhan Kasih Ibu berada. Waktu kecil Qairo sering kesini untuk main. Barangkali ia datang kesini. “Qai, kamu kemana sih?” Bu Fatma yang masih merasakan kakinya kaku setelah terkena stroke kemarin, selalu rutin jalan-jalan ke arah sini. Beliau tidak sengaja melihat tante Puri yang ditemani supirnya berdiri di salah satu spot taman. “Kenapa ya bu Puri ada disini? Aku samperin aja ah.” Bu Fatma berjalan bersusah payah menaiki tangga taman, “Bu Puri.” “Bu Fatma?” tante Puri membantu bu Fatma untuk naik tangga, “Saya bantu. Kita duduk di kursi ya, bu, ayo.” Mereka duduk di kursi besi taman. Begitu mereka duduk, supir bu Puri pergi menjauhi untuk memberikan pri “Bu Puri lagi apa disini?” “Saya lagi cari Qairo, bu.” “Loh, memang nak Qairo kemana?” Bu Puri membuang nafas pelan. Bu Fatma tentu tidak akan tahu kasus Keyla dan Qairo yang tersebar luas di web rumah sakit, “Itu... ada foto dan video Qai
“Aku ada panggilan darurat dari rumah sakit. Kamu sama papa makan duluan aja. Kalo sempet aku pasti pulang.” “Ya udah. Nanti pulangnya hati-hati ya, mas.” “I-iya.” “Kok tegang gitu?” “Aku cuma belum biasa. Ya udah aku tutup ya.” “Oke, mas Arial. Love you.” Arial melirik Sarah, “Love you too.” Sarah menunduk begitu Arial membalas ucapan cinta dari Keyla. Ia tak seharusnya ada disini. Ia seharusnya menolak ajakan Arial tadi dan pergi saja ke rumah sakit. Ia akan mengunci diri di ruang pribadinya. “Sar, maaf.” “Buat?” “Aku gak bilang kalo Keyla istri aku.” Sarah tersenyum. “Kok senyum?” “Gak papa.” “Aku bener-bener brengsek.” Sarah tak menjawab. Arial menggeser posisi duduknya jadi menghadap Sarah, “Awalnya pernikahan aku sama Keyla cuma kontrak. Kita gak bener-bener mau menikah. Tapi papa—maksa.” “Om Pras sayang banget sama Keyla. Beliau selalu muji Keyla dibanyak kesempatan. Aku ngerti sekarang, kenapa om Pras ngelakuin itu. Karena Keyla bukan cuma a
Malam ini juga, Arial datang ke rumah Sarah untuk memutuskan hubungan mereka. Ia yakin pacarnya itu tahu kalau ia dan Keyla sebenarnya sudah menikah. Ia sudah menyiapkan mental dan jawaban ketika Sarah marah. Ia juga siap minta maaf pada Sarah dan kedua orang tuanya, karena itu memang murni kesalahannya. Sarah hari ini tidak datang ke rumah sakit. Ia cuti dadakan entah dengan keperluan apa. Arial yang tidak ada jadwal jaga malam memanfaatkan waktu ini untuk memenuhi janjinya pada Keyla. Arial baru sampai depan rumah Sarah yang besar. Ketika sampai teras, terdengar suara teriakan. “Itu suara apa?” “Kamu gak perlu repot-repot mikirin Arial yang udah nikah sama si anak panti asuhan itu. Ini bukan urusan kamu.” suara papih menggema sampai keluar. “Papimu bener. Kamu pura-pura gak tahu aja. Kamu lebih berhak menjadi istrinya dari pada si Keyla itu.” suara mami tak kalah menggema. “Tapi mi, pi, aku gak mungkin rebut Arial.” “Kalo perlu, rebut! Papi dan mami gak mau tahu, kamu
Arial dan Keyla baru saja memposting pernyataan bahwa mereka adalah suami istri yang disebarkan luas ke semua grup chat poli. Semua staf rumah sakit harus tahu agar tidak ada lagi berita aneh yang akan menyudutkan Keyla. Kini mereka baru sampai rumah sakit. Rocky yang menunggu di depan lift hanya menampilkan wajah cemberut. “Ky, lo kok gak masuk? Bentar lagi jam praktek lo ‘kan?” Rocky menatap tangan Arial dan Keyla yang bertaut. Kenapa selama ini ia tidak peka ya, bahwa mereka adalah suami istri? “Udah jangan cemberut terus. Perempuan masih banyak.” Rocky menatap Arial kesal, “Diem lo.” “Biar lo gak cemburu, gue sama Keyla duluan ya. Gue tunggu hadiah pernikahan dari lo.” Arial berjalan melewati Rocky. “Kak, duluan ya.” Rocky hanya mengangguk pelan. Patah hatinya cukup parah setelah tahu kalau perempuan yang ia impikan jadi istrinya adalah istri sahabatnya, “Al, gue mau ngomong sama lo nanti. Harus pokoknya.” “Gampang.” Arial dan Keyla melewati banyak orang di lo
Arial tak mendapati papa ada di meja makan. Di cari di kamarnya pun tidak ada. “Den Arial cari bapak?” tanya mbok Darmi. “Iya, mbok. Papa mana ya?” “Bapak di depan, den. Bapak katanya mau menginap di rumah ibu Mira di Bogor.” “Kenapa tiba-tiba?” “Semalaman bapak gak tidur dan menangis dipinggir kolam, den, ditemani pak Udin. Menurut mbok memang lebih baik bapak menenangkan diri dulu di rumah bu Mira.” “Papa masih di depan ‘kan, mbok?” “Masih, den.” Arial berjalan cepat menuju depan rumah. Papa sedang memantau pak Udin yang sedang memasukkan beberapa koper ke dalam bagasi. “Pa,” “Rial?” “Pa, aku mau bicara sebentar.” Papa melirik ke dalam rumah, “Keyla mana?” Arial berusaha menahan senyumnya, “Masih tidur.” “Papa mau pergi sebelum Keyla bangun. Papa—butuh waktu untuk menerima semua ini.” “Keyla bangunnya pasti akan telat, pa. Jadi aku mohon kita bicara dulu.” Papa menatap bagasi mobil yang sudah ditutup dan pak Udin yang masuk ke dalam mobil. “Pak Udin