Rocky berjalan dengan riang di lorong poli setelah jam prakteknya selesai. Ia yang akan jaga malam ini merasa senang setelah sadar ia memiliki banyak waktu bersama Keyla. Adik sepupu sahabatnya itu sudah dipindahkan ke ruang rawat inap sehingga ia bisa lebih sering menjenguknya.
Jasmine yang masih merasa bersalah dan hanya diam merenung, melihat Rocky bagaikan oasis dipadang pasir. Ia berlari menghampirinya, “Dokter Rocky?” “Hm?” “Dokter Rocky udah besuk Keyla?” “Belum, aku baru selesai praktek. Kenapa?” “Kalau dokter jengukin dia bisa ‘kan?” “Bisa.” “Saya pengen ikut, dok.” “Jumlah pembesuk masih di batasi, kalo mau kamu besuk aja sekarang. Aku masih ada kerjaan.” “Ehm, saya....” “Dia udah gak di ICU kok. Oyah, kalo mau besuk barengan ajak aja Arial. Dia kayaknya udah luang sekarang.” “Oh gitu ya. Ya udah makasih ya, dok.” “Oke.” Jasmine beArial membuka nurse cup selesai operasi. Ia berjalan cepat membawa ponselnya dari rak. “Dokter,” panggil Jasmine dari dalam ruang operasi. Arial menoleh, “Kenapa?” “Saya boleh ikut dokter gak?” “Kemana?” “Jenguk Keyla.” Arial diam sejenak, “Emang siapa yang mau jenguk Keyla?” “Ehm...” “Saya pergi.” Arial pergi meninggalkan Jasmine. “Yaaah, gue ditinggal.” Dengan senyum merekah Arial kembali ke ruangan pribadinya. Ia langsung berganti baju casual karena malam ini ia barter jaga malam dengan dokter lainnya. Setelah mengambil semua barangnya, ia keluar dan hampir teriak melihat Rocky berdiri didepan pintu. “Lo mau bunuh gue!” Rocky melihat tangannya yang kosong, “Pake apa?” “Lo bikin gue kaget, Ky!” “Ah, iya sori. Lo mau kemana?” “Kemana lagi? Nemenin Keyla lah.” Rocky menggaet tangan Arial, “Gue ikuuut.”
Keyla mengeratkan kedua tangannya. Durasi ciuman itu cukup lama baginya, sekitar lima belas detik. Ia mati-matian menahan nafas karena tidak tahu harus bagaimana. Ini adalah ciuman pertamanya, jelas Keyla bingung, entah untuk Arial. Tapi ia yakin ini bukanlah ciuman pertamanya. Arial akhirnya mengangkat kepalanya. Ia menatap Keyla yang baru membuka mata. Mata mereka kembali beradu. Perlahan, tangannya mengelus bibir Keyla, “Bagus.” “Hm?” “Refleks kamu bagus.” Arial bangkit dan terduduk tegap memunggungi Keyla. Keyla kembali menutup matanya. Ia menarik dan menghembuskan nafasnya perlahan untuk mengganti oksigen lima belas detik yang tidak bisa ia hirup. Namun matanya langsung terbuka saat kedua tangan Arial memegangi kepalanya dan kembali menciumnya. Yang pertama tadi bukanlah ciuman, Arial hanya menempelkan bibirnya. Kini baru namanya ciuman, karena Arial melumat bibir istrinya itu dalam dan lama, lebih dari lima belas detik.
Pagi ini Keyla sarapan ditemani papa. Pukul empat pagi papa sudah kembali datang kesini membawa koper baju ganti dan banyak keperluan lainnya. Keyla terkejut. Ia yang tak bisa tidur setelah menangisi Arial yang pergi menemui Sarah, langsung keheranan saat papa sudah ada disini sepagi ini. “Serius gak ada yang mau kamu makan? Papa sengaja loh bawa banyak gini buat kamu.” Keyla menggeleng, “Kela ga lapel (Keyla gak laper).” Papa manggut-manggut, “Nanti kalo pengen apa-apa, kamu bilang ya?” “Iya.” “Dari kemarin papa tungguin kamu gak minta apa-apa loh.” Keyla tersenyum, “Kela agi gak mu apa-apa (Keyla lagi gak mau apa-apa).” Papa tersenyum, “Maafin Arial ya, sayang.” Keyla menatap papa. Ia mengangguk tersenyum. “Nanti papa bicara sama dia biar lebih bisa memperhatikan kamu.” “Ga uah, pa (gak usah, pa).” “Tapi dia jadi seenaknya sama kamu begini. Papa udah nitipin kam
Sudah lima hari Keyla dirawat diruang VIP. Selama itu pula perkembangannya sudah berjalan baik, dibantu proses rehabilitasi medik dan terapi wicara. Selama itu pula papa tidak pernah pulang. Keyla sudah memaksanya pulang, tapi papa tidak menurut. Seperti sekarang, mereka masih berdebat mengenai papa yang enggan pulang. “Pa, ulang duyu ya? Kela malah nih (Pa, pulang dulu ya? Keyla marah nih).” Papa tersenyum, “Nanti kita pulang sama-sama. Papa betah kok disini.” “Ah, papa.” “Papa serius. Selama sama Keyla papa pasti betah mau tinggal dimana juga.” Keyla tersenyum, “Kela sayang papa.” “Papa apalagi. Papa sayaaaang banget sama Keyla.” Keyla menangis. Papa bergerak memeluk Keyla, “Cinta papa isinya melebihi seluruh dunia ini.” “Kela pelcaya.” Pelukkan mereka terlepas, “Pa?” “Iya?” “Ehmmm... Kela boleh minta hape gak?” “Hape?”
Keyla langsung diminta melakukan CT Scan ulang untuk melihat perdarahan yang mungkin kembali terjadi. Saat menunggu hasilnya, papa benar-benar tidak fokus dan sudah menangis takut. “Pa,” Arial dan Rocky menghampiri papa di depan ruang Radiologi. “Rial, Keyla gak akan kenapa-napa ‘kan?” “Pa, kondisi Keyla ‘kan udah membaik lima hari ini. Tadi mungkin cuma--” Papa menunduk, suaranya tertahan karena menangis sangat dalam, “Mamamu juga dulu sudah membaik tapi—” “Pa....” Rocky mengelus bahu papa, “Om, jangan mikir macem-macem ya. Keyla pasti baik-baik aja.” “Tadi dia baik-baik aja, tapi tiba-tiba nangis dan muntah. Papa cuma... cuma gak mau kehilangan Keyla.” Arial dan Rocky saling bertatapan. Ternyata papa sesayang itu pada Keyla. Arial pikir rasa sayang papa tidak sedalam ini. “Keyla pasti baik-baik aja, pa. Percaya sama aku.” “Iya, om, Arial bener. Kita sama-sama tahu Keyla an
Qairo merasakan hatinya nyeri saat melihat Arial memperdalam ciumannya pada Keyla yang pasrah. Ia tidak tahu akan sesakit ini rasanya. Dengan langkah pelan ia mundur dan keluar, meninggalkan dua paper bag berisi sesuatu spesial untuk Keyla. “Qai?” Sarah yang akan masuk ke dalam ruangan Keyla untuk mengecek kondisinya kebingungan saat melihat Qairo keluar dari ruangan dengan wajah sendu. Qairo tak menatap Sarah sedikit pun. Ia berjalan melewatinya entah akan pergi kemana. “Qairo kenapa?” tanpa menunggu lama Sarah masuk. Ia menatap keberadaan dua paper bag yang terjatuh. Matanya lalu menatap ke arah ranjang, dimana Arial masih berciuman dengan Keyla. Ia menutup mulutnya kaget. Arial melepaskan pagutannya dari bibir Keyla. Ia tertawa kecil dan menyatukan dahinya dengan dahi Keyla, “Kamu aneh banget sih.” Badan Keyla yang menatap ke arah pintu masuk terlonjak kaget saat melihat Sarah. Padahal tadinya ia sudah menyadari Qairo pergi.
Pov Arial Arial tengah menikmati satu cup coffee latte diruangannya. Ia masih belum mau ke ruangan Keyla karena takut Sarah masih ada disana. Ia mau menjelaskan apa pada perempuan yang ia suka itu? “Sial, kenapa bisa ya gue malah nyium Keyla lagi setelah tahu si Qairo keluar? Argh!” “Kalau Sarah nanya lagi soal itu gue harus jawab apa? Masa gue bilang gak sengaja? Kebawa suasana atau... gue jujur kalo Keyla istri gue? Mana mungkin lah, Al. Bunuh diri itu namanya.” Arial bangkit dari sofa. Ia berjalan ke mejanya dan berusaha menghilangkan stressnya dengan menonton pertandingan bola club favoritnya. Tapi belum lima menit ia mengclose live streaming itu. “Gue nonton film horor aja lah.” ia mencari judul film terseram. Menonton ternyata adalah kuncinya. Sudah dua puluh menit ia begitu menikmati suguhan akting aktor luar favoritnya. “Setannya kenapa jelek banget sih, bedaknya keputihan itu.” komentarnya.
Keyla tengah sarapan dengan papa yang baru berani masuk kesini pagi tadi. Semalaman papa diam diruang kerjanya menunggu kondisi menantunya lebih tenang. “Mau tambah lagi?” Keyla menggeleng. “Nanti Sarah yang nemenin kamu rehabilitasi medik?” “Iya, pa. Kebetulan praktek rawat jalannya setelah makan siang, jadinya katanya masih sempet kalo nemenin aku dulu.” “Syukurlah. Papa kebetulan ada perjalanan dinas ke Bandung, jadi gak bisa temenein kamu rehablitasi.” “Gak papa, pa, sekarang semuanya udah mulai kembali normal. Bicara aku udah bagus, nanti tinggal atur motorik tangan sama kaki.” Papa mengangguk, “Nanti Qairo yang temenin kamu lagi kalau papa kemungkinan harus menginap disana.” “Ehm, pa, gak usah.” Keyla berkata pelan. “Kenapa?” “Kalo nanti papa harus nginep disana dan kak Arial lagi sibuk, aku cukup ditemenin mbok Darmi
Keyla berjalan cepat dari dalam rumah melewati papa dan tante Puri.“Key, kamu mau kemana?” kejar papa.Keyla berlari keluar gerbang tanpa menggubris panggilan papa. Ia menghampiri Qairo, “Kak, tolong lupain masalah apapun yang lagi kakak hadepin. Anterin aku ke rumah kak Sarah sekarang!”“Sarah? Kamu mau apa kesana?”“Udah, ayo cepet.”Keyla masuk ke dalam mobil Qairo. Papa dan tante Puri menyusul. “Key, ada apa?”Keyla menangis dalam, “Jasmine bilang aku harus kesana untuk tahu sesuatu.”“Jasmine? Key, orang yang posting di web rumah sakit tentang kita udah pasti dia. Kamu ngapain percaya sama dia?”Keyla memutar suara voice note whatsapp dari Jasmine, “Key, gue tahu lo marah sama gue, lo benci sama gue atas semua yang gue lakuin ke elo. Tapi gue mohon sekarang lo ke rumah dokter Sarah untuk tahu kelakuan dokter Arial yang sebenarnya.”“Key, Jasmine paling cuma mau cari masalah baru. Dia gak bener-bener akan buktiin omongannya.”“Udah, kak, ngebut aja. Kita harus sampe k
Sudah jam sembilan malam tapi Arial tak kunjung pulang. Keyla sudah menanyakan pada kepala suster, apakah Arial ada panggilan darurat, kepala suster mengatakan tidak. Arial katanya sudah pulang setelah ujian anak ko-as selesai. Itu berarti sudah dari sore ‘kan? “Key, mungkin Arial masih di jalan. Atau dia makan dulu sama Rocky.” Papa berusaha menenangkan hati menantunya yang khawatir. “Iya, pa. Mungkin.” Mbok Darmi menghampiri Keyla dan papa yang berdiri di samping kolam renang, “Permisi, pak. Ada bu Puri dan den Qairo di depan. Katanya mau ketemu bapak.” “Qairo?” “Kak Qai? Pa, aku ikut ya?” “Jangan sayang, nanti dulu. Nanti begitu papa sudah bicara dengan Qairo dan tante Puri, mbok akan panggil kamu disini ya. Papa... ada pembicaraan khusus sama tante Puri. Satu minggu ini tante Puri terus bilang ada hal penting yang mau dikasih tahu, tapi dia gak bicara terus.” “Oh, iya, pa.” Papa masuk ke dalam rumah disusul mbok Darmi. “Pur, Qairo?” “Pras.” Papa terkejut meli
Keyla mengejar Qairo. Ia ingin menjelaskan bahwa kejadian malam itu tidak seperti dugaannya. Syukur-Syukur Qairo sudah melihat postingan klarifikasi Yoga yang menyebutkan jika ia adalah dalang dari semuanya. Ia juga menjelaskan bahwa Qairo dan Keyla tidak melakukan apapun. “Kak Qai kok malah pergi sih?” Keyla balik badan untuk mempersiapkan ujiannya. Ia tidak punya banyak waktu dan harus menunggu gilirannya berhadapan dengan dokter konsulen stase kandungan. Saat berjalan ke arah poli kandungan, Keyla mendadak terdiam. “Key?” “Kak Rocky?” “Kamu ngapain disini? Bukannya hari ini kamu ada ujian?” “Aku... mendadak mual, kak.” “Mual? Kamu masuk angin?” “Kayaknya sih.” “Ya udah ke ruangan aku dulu yuk, aku ada minuman pereda masuk angin.” Keyla mengangguk. Ia berjalan beriringan dengan Rocky. Qairo yang sembunyi di balik meja jaga UGD, mengikuti Keyla. Sepanjang jalan ia berpikir kenapa Keyla mual tiba-tiba, “Apa jangan-jangan Keyla ... hamil?” Qairo semakin frust
Bu Fatma menggeleng. Tante Puri diam sejenak, “Sebentar. Sewaktu menyimpan Karenina, saya pakaikan dia kalung Mutiara. Jadi...” beliau menutup mulutnya tak percaya, “Karenina itu... Keyla, bu?” Bu Fatma mengangguk. Tante Puri menangis bahagia begitu mengetahui bahwa Karenina Adriana, anaknya, adik Qairo adalah Keyla, anak panti asuhan yang dulu dibencinya dan sempat diancam akan di akhiri hidupnya. Dunia ternyata begitu sempit untuk berjarak dengan darah dagingnya sendiri. “Saya baru tahu semalam begitu mendapati foto ini di laci. Dibelakang foto itu ada coretan nama Karenina Adriani dan diganti Keyla Natania. Itu adalah tulisan ibu panti sebelumnya.” Tante Puri membalikkan fotonya, beliau mendapati apa yang dimaksud bu Fatma, “Bu, anak saya... Keyla? Ya ampun, saya senang sekali mendengarnya.” Bu Fatma ikut menangis, “Keyla pasti senang sekali jika tahu ibu kandungnya adalah ibu.” Mereka berpelukkan, “Tolong temani saya mengatakan hal ini pada Keyla, bu.” Bu Fatma
Tante Puri mengedarkan lagi matanya ke arah taman yang tak jauh dari panti asuhan Kasih Ibu berada. Waktu kecil Qairo sering kesini untuk main. Barangkali ia datang kesini. “Qai, kamu kemana sih?” Bu Fatma yang masih merasakan kakinya kaku setelah terkena stroke kemarin, selalu rutin jalan-jalan ke arah sini. Beliau tidak sengaja melihat tante Puri yang ditemani supirnya berdiri di salah satu spot taman. “Kenapa ya bu Puri ada disini? Aku samperin aja ah.” Bu Fatma berjalan bersusah payah menaiki tangga taman, “Bu Puri.” “Bu Fatma?” tante Puri membantu bu Fatma untuk naik tangga, “Saya bantu. Kita duduk di kursi ya, bu, ayo.” Mereka duduk di kursi besi taman. Begitu mereka duduk, supir bu Puri pergi menjauhi untuk memberikan pri “Bu Puri lagi apa disini?” “Saya lagi cari Qairo, bu.” “Loh, memang nak Qairo kemana?” Bu Puri membuang nafas pelan. Bu Fatma tentu tidak akan tahu kasus Keyla dan Qairo yang tersebar luas di web rumah sakit, “Itu... ada foto dan video Qai
“Aku ada panggilan darurat dari rumah sakit. Kamu sama papa makan duluan aja. Kalo sempet aku pasti pulang.” “Ya udah. Nanti pulangnya hati-hati ya, mas.” “I-iya.” “Kok tegang gitu?” “Aku cuma belum biasa. Ya udah aku tutup ya.” “Oke, mas Arial. Love you.” Arial melirik Sarah, “Love you too.” Sarah menunduk begitu Arial membalas ucapan cinta dari Keyla. Ia tak seharusnya ada disini. Ia seharusnya menolak ajakan Arial tadi dan pergi saja ke rumah sakit. Ia akan mengunci diri di ruang pribadinya. “Sar, maaf.” “Buat?” “Aku gak bilang kalo Keyla istri aku.” Sarah tersenyum. “Kok senyum?” “Gak papa.” “Aku bener-bener brengsek.” Sarah tak menjawab. Arial menggeser posisi duduknya jadi menghadap Sarah, “Awalnya pernikahan aku sama Keyla cuma kontrak. Kita gak bener-bener mau menikah. Tapi papa—maksa.” “Om Pras sayang banget sama Keyla. Beliau selalu muji Keyla dibanyak kesempatan. Aku ngerti sekarang, kenapa om Pras ngelakuin itu. Karena Keyla bukan cuma a
Malam ini juga, Arial datang ke rumah Sarah untuk memutuskan hubungan mereka. Ia yakin pacarnya itu tahu kalau ia dan Keyla sebenarnya sudah menikah. Ia sudah menyiapkan mental dan jawaban ketika Sarah marah. Ia juga siap minta maaf pada Sarah dan kedua orang tuanya, karena itu memang murni kesalahannya. Sarah hari ini tidak datang ke rumah sakit. Ia cuti dadakan entah dengan keperluan apa. Arial yang tidak ada jadwal jaga malam memanfaatkan waktu ini untuk memenuhi janjinya pada Keyla. Arial baru sampai depan rumah Sarah yang besar. Ketika sampai teras, terdengar suara teriakan. “Itu suara apa?” “Kamu gak perlu repot-repot mikirin Arial yang udah nikah sama si anak panti asuhan itu. Ini bukan urusan kamu.” suara papih menggema sampai keluar. “Papimu bener. Kamu pura-pura gak tahu aja. Kamu lebih berhak menjadi istrinya dari pada si Keyla itu.” suara mami tak kalah menggema. “Tapi mi, pi, aku gak mungkin rebut Arial.” “Kalo perlu, rebut! Papi dan mami gak mau tahu, kamu
Arial dan Keyla baru saja memposting pernyataan bahwa mereka adalah suami istri yang disebarkan luas ke semua grup chat poli. Semua staf rumah sakit harus tahu agar tidak ada lagi berita aneh yang akan menyudutkan Keyla. Kini mereka baru sampai rumah sakit. Rocky yang menunggu di depan lift hanya menampilkan wajah cemberut. “Ky, lo kok gak masuk? Bentar lagi jam praktek lo ‘kan?” Rocky menatap tangan Arial dan Keyla yang bertaut. Kenapa selama ini ia tidak peka ya, bahwa mereka adalah suami istri? “Udah jangan cemberut terus. Perempuan masih banyak.” Rocky menatap Arial kesal, “Diem lo.” “Biar lo gak cemburu, gue sama Keyla duluan ya. Gue tunggu hadiah pernikahan dari lo.” Arial berjalan melewati Rocky. “Kak, duluan ya.” Rocky hanya mengangguk pelan. Patah hatinya cukup parah setelah tahu kalau perempuan yang ia impikan jadi istrinya adalah istri sahabatnya, “Al, gue mau ngomong sama lo nanti. Harus pokoknya.” “Gampang.” Arial dan Keyla melewati banyak orang di lo
Arial tak mendapati papa ada di meja makan. Di cari di kamarnya pun tidak ada. “Den Arial cari bapak?” tanya mbok Darmi. “Iya, mbok. Papa mana ya?” “Bapak di depan, den. Bapak katanya mau menginap di rumah ibu Mira di Bogor.” “Kenapa tiba-tiba?” “Semalaman bapak gak tidur dan menangis dipinggir kolam, den, ditemani pak Udin. Menurut mbok memang lebih baik bapak menenangkan diri dulu di rumah bu Mira.” “Papa masih di depan ‘kan, mbok?” “Masih, den.” Arial berjalan cepat menuju depan rumah. Papa sedang memantau pak Udin yang sedang memasukkan beberapa koper ke dalam bagasi. “Pa,” “Rial?” “Pa, aku mau bicara sebentar.” Papa melirik ke dalam rumah, “Keyla mana?” Arial berusaha menahan senyumnya, “Masih tidur.” “Papa mau pergi sebelum Keyla bangun. Papa—butuh waktu untuk menerima semua ini.” “Keyla bangunnya pasti akan telat, pa. Jadi aku mohon kita bicara dulu.” Papa menatap bagasi mobil yang sudah ditutup dan pak Udin yang masuk ke dalam mobil. “Pak Udin