Arial berdiri dan bersikap seolah tidak ada apa-apa. Ia berjalan menuju meja dan pura-pura sibuk mencatat, “Antar bu Dian ke ruang perawatan sekarang. Langsung berikan obat Indomethacin 75 mg.” katanya entah pada siapa. Suster Rina mengangguk dan membantu pasien untuk diantarkan ke ruang perawatan. Suami pasien berjalan membuntut dan pamitan pada Arial. Sedangkan Keyla menutup matanya kesal karena Arial begitu gegabah mengatakan status pernikahan mereka kepada pasien yang berujung bocornya fakta itu pada Jasmine dan suster Rina. “Jasmine tolong panggil pasien berikutnya.” “Ba-baik, dok.” Arial menatap Keyla, “Keyla bisa kembali ke ruangan dokter Rocky.” Keyla mengangguk. Ia membereskan peralatan USG. Jasmine berdiri didekat pintu, “Pasien masih di toilet, dok.” “Oh, iya. Tunggu aja.” Arial melirik Keyla yang akan keluar ruangan, “Keyla jangan geer. Saya bilang gitu tadi biar gak di jodoh-jodohin dengan kelu
Sore selepas jam praktek rawat jalan selesai, Keyla membuntuti Rocky ke ruang rapat. Mereka akan mengadakan diskusi terkait kelahiran salah satu pasien yang mengalami komplikasi serius. “Nanti yang rapat siapa aja, kak? Banyakkan?” tanya Keyla seraya berjalan beriringan dengan Rocky. “Cuma sama dokter obgyn dan bedah anak aja sih.” Keyla tersenyum, “Dokter Qairo?” “Iya.” Rocky membuka ruang rapat. Ia mempersilakan Keyla untuk masuk duluan. Ketika Keyla masuk, matanya langsung berbinar. Senyumnya merekah kala melihat Qairo yang menyambutnya dengan senyuman. Saat Rocky baru akan menutup pintu, orang diluar menahannya, “Al?” “Sore, dokter Rocky.” sapa Arial dingin sambil berjalan cepat menyusul Keyla. Ia dengan cepat merebut tempat dan duduk disampingnya. Keyla menatap Arial, “Sore, dokter.” “Sore.” Mereka harus menjaga sikap profesionalitas kerja satu sama lain karena ada dokt
“Eh ada tamu.” Qairo berdiri dan menghampiri papa untuk menyalami beliau, “Selamat malam om, apa kabar?” “Om baik. Kabar kamu sendiri gimana?” “Baik juga, om.” “Udah lama loh kamu gak maen kesini.” “Hehe, iya, om.” Papa melirik Keyla, “Makasih ya udah nganterin anak om pulang. Arial pasti sibuk dirumah sakit.” Qairo juga melirik Keyla, “Sama-sama, om. Kebetulan jalannya satu arah jadi saya sekalian nganterin Keyla aja.” “Iya. Mbok tolong siapin minum. Sekalian makan malamnya. Kalian belum makan ‘kan?” Qairo menggeleng, “Gak usah repot-repot, saya mau langsung aja, om.” “Loh, kenapa buru-buru? Baru juga sampai. Temenin Keyla makan dulu aja. Ini juga belum terlalu malam.” “Saya pingin banget, om, tapi mama sendirian di rumah. Kebetulan mama lagi kurang sehat, jadi saya emang niat pulang cepet buat nemenin mama.” “Ah, iya, mamamu apa kabar? Om juga sudah b
Keyla masuk ke dalam gedung rumah sakit lebih dulu dari Arial karena banyak staf poli kandungan yang baru berganti shift. Ia yang melihat itu mengusulkan agar mereka tidak masuk bersama, karena tidak ingin gosip yang ada semakin merebak, meski sejujurnya perlakuan orang-orang padanya tidak seperti kemarin. Sebelum praktek rawat jalan Rocky dimulai, Keyla masih sempat ke ruang Ponek untuk menyerahkan catatan rekam medis pada kepala residen. Kondisi Ponek cukup sepi, hanya ada beberapa pasien disana. “Dokter Keyla?” panggil perawat pada Keyla yang celingukan mencari kepala residen. “Iya, sus?” “Cari siapa?” “Dokter Ina kemana ya, sus?” “Oh, dokter Ina lagi di UGD, ketemu temennya. Mau setor rekam medis ya?” “Iya nih, sus.” “Ya udah simpen aja disitu, nanti saya sampaikan.” “Eum... saya ke UGD aja, kebetulan ada yang mau ditanyakan.” “Oh ya sudah kalau begitu.” Begitu keluar dari Ponek, Keyla bertemu Arial yang bertugas jaga disini sampai jam prakteknya datang. Mer
Senyum Qairo merekah. Ia menghampiri bu Puri, “Mama kenal sama Keyla?” Bu Puri melirik Keyla dan tersenyum, “Baru ketemu hari ini. Kamu kenal sama Keyla?” Qairo mengangguk, “Keyla dokter ko-as, sekarang lagi tugas di stase obgyn, sama Arial dan Rocky. Nanti setelah ini Keyla bagian di stase Bedah Anak.” “Waaah, mama seneng banget dengernya.” Bu Puri kembali melirik Keyla, “Saya gak nyangka loh ternyata kamu udah kenal sama Qairo.” “Hehehe, iya, bu.” “Panggil tante aja.” “Oh iya, tante.” Mereka berjalan beriringan menuju poli bedah Saraf. Sepanjang jalan Qairo terus tersenyum dan melirik Keyla. Begitu pun dengan Keyla. Ia tak bisa berhenti mengucapkan kata syukur setelah tahu kalau bu Puri yang satu jam ini berbincang dengannya adalah ibu dari Qairo. Di persimpangan jalan, mereka bertemu Arial yang berkacak pinggang menahan marah. Ia baru tersenyum terpaksa saat melihat gerombolan Keyla dan Qairo
Keyla dan semua teman kelompoknya tengah tertawa apalagi saat melihat laporan baik dari residen dan konsulen Obgyn di grup chat. Mereka tak menyangka, rasa lelah, tangisan, amarah yang ditujukkan pada mereka membuahkan hasil baik. “Kalian jangan seneng dulu, nilai paripurna itu setelah ujian beres stase obgyn. Tapi aku doain nilai kalian bagus semua.” cuap Rocky di amini semua. “Kalian makannya harus cepet, bentar lagi pasti ditelpon perawat di Ponek.” potong Jasmine menyadarkan teman kelompok mereka yang berjaga di ponek minggu ini. “Ah iya. Ayo cepet-cepet, abisin.” “Ya ampun, perut kalian kecil tapi kok muat banyak ya. Aku bingung harus kagum atau takut.” Ucapan Rocky disambut tawa semua orang di meja. Ia memang pintar mencairkan suasana. Jasmine yang duduk menghadap pintu masuk kantin melambaikan tangan pada Arial yang baru datang. Ia harus membantu proses persalinan dulu sehingga baru bisa bergabung sekarang.
Seorang Janitor berteriak minta tolong di toilet perempuan. Ia yang akan membereskan alat pel disebelah toilet merasa heran dengan tempelan kertas di pintu yang mengatakan toilet sedang rusak. Ia membuka kertas itu dan membuka kunci pintu utama toilet. Betapa terkejutnya ia, dini hari begini dalam keadaan lampu toilet padam, kakinya tidak sengaja merasakan sesuatu seperti tubuh manusia. Setelah menyalakan senter ia baru bisa melihat ada yang pingsan. “Ya ampun, orang-orang kemana sih. Toloooong!” teriak Janitor untuk kesekian kali sambil memeluk Keyla. Sarah yang kebetulan akan ke toilet setelah melakukan operasi darurat, langsung berlari setelah mendengar teriakan. Begitu sampai di muka toilet, Sarah melotot karena melihat orang yang membutuhkan pertolongan ternyata adalah Keyla yang terlihat dari cahaya bilik wc. “Bu, tolong bantu baringkan. Saya kenal sama orang ini.” “Baik, dok.” Janitor membantu membaringkan Keyla sehingga aka
Keyla sudah melewati masa kritisnya. Kini ia masih ada diruang ICU, nanti sore kalau kondisinya sudah stabil ia sudah boleh pindah ke ruang perawatan biasa. Hal tersebut membuat papa sangat senang. Papa tidak sedikit pun meninggalkan Keyla. Beliau terus menunggu didepan ruang ICU. “Pa, sarapan dulu yuk.” “Kamu aja, papa gak laper.” Papa masih berdiri didepan ruang ICU. “Pa, Keyla pasti marah banget loh kalo papa gak makan karena nungguin dia.” Papa menoleh, “Papa makan sebentar lagi.” “Aku bakal tunggu papa sampe papa mau makan.” “Arial, kamu ‘kan ada praktek rawat jalan sekarang, udah sana, kamu sarapan duluan aja.” Arial menggeleng. Papa menatap Arial kesal, “Keras kepala kamu ya.” “Sama kayak papa ‘kan?” Papa membuang nafas pelan. “Om, udah makan dulu sana. Keyla biar saya yang temenin.” kata Rocky yang baru datang. “Ky?” Rocky melongokan wajahnya ke ruang ICU, “Jadwal besuknya belum ya?” “Sudah tadi. Om cuma pengen nunggu Keyla disini.” Rocky menatap