Keyla menurunkan lengan Arial dari pinggangnya. Ia terlihat tidak nyaman setelah Qairo berdiri disini. “Lo tanya aja sama Keyla.” jawab Arial ketus. “Eh ada apa nih, lo kenal Keyla, Qai?” tanya Andi keheranan. Qairo mengangguk. “Oh iya ya, biasanya ada kerja sama antara divisi obgyn dan anak.” Qairo menunduk lalu menatap Keyla sekilas, “Gue langsung ya, Ndi. Sekali lagi selamat atas pertunangan lo. Gue harus balik ke rumah sakit.” “Kok buru-buru sih, Qai. Gue belum liat lo makan loh.” “Gak papa, gue langsung ya. Duluan, Al, Key.” Qairo bergerak menjauhi kerumunan. “Qai, nanti gue maen ya ke Health Center. Lo harus banget kenalin gue sama calon istri lo.” teriak Andi. Qairo membalikkan badannya, “Gimana nanti.” Ia mengangkat tangannya berpamitan. Andi tertawa, “Lo sama si Qairo sebelas-dua belas. Dari dulu paling kalem. Tapi lo ada aja gebrakannya.” “Tadi Qairo bil
Arial memasuki kamar dan menatap Keyla sok galak, “Udah aku bilang ‘kan kamu jangan sembarangan masuk ke kamar aku. Kamu tidur siang disini lagi? Kamu ‘kan punya kamar sendiri, kenapa masih tidur disini?” Keyla diam sejenak. Ia paham Arial sedang menyelamatkan posisi mereka, “Ya biarin lah, masa tidur di kamar kakak sendiri gak boleh? Gak usah pelit jadi orang! Perkara tidur siang aja gak boleh!” “Bukan gitu, tapi aset kamu tuh bikin orang salah paham. Ambil dan keluar dari kamar aku!” Keyla melirik mbok Darmi yang membuang nafas lega setelah dua majikannya bisa berakting seolah memang Keyla yang menyusup ke dalam kamar Arial, “Iya-iya, bawel!” ia menghampiri Sarah, “Kak, maaf ya aku ambil asetnya, hehe.” Ia langsung keluar kamar dan memeletkan lidah ke arah Arial. Sarah masih membeku. Ia tidak bisa percaya begitu saja akting Arial dan Keyla barusan. “Itu bajunya udah ada ‘kan? Kamu ganti gih.” Sarah mengangguk, ia me
Arial keburu datang sehingga papa tidak sempat menjawab tanya Sarah. “Pa, kita berangkat dulu ya.” “Iya, hati-hati. Jalanan licin, kamu jangan ngebut.” “Iya, pa. Yuk, Sar.” “Kamu pulang jam berapa dari rumah sakit?” tanya papa saat Arial membuka ‘kan pintu mobil untuk Sarah. Untungnya hujan sudah berhenti. “Kalo pasien udah stabil aku langsung pulang.” “Oh ya, papa cuma mau minta sepulang dari rumah sakit kamu antar Keyla ke rumah tantemu ya di Bogor. Katanya tantemu pingin ketemu tapi gak bisa kesini karena sibuk sama usaha ketringnya.” Arial melirik Sarah sebentar lalu mengangguk, “Iya, pa.” “Ya sudah papa masuk dulu.” Arial menutup pintu mobil Sarah dan berjalan cepat menuju pintu sebrang. Di dalam perjalanan menuju rumah sakit, tidak ada percakapan apapun. Arial fokus menyetir, dan Sarah fokus pada pikirannya mengenai ucapan papa. “Kamu gak dateng ke acara An
Keyla berlari dari poli obgyn menuju UGD setelah mendapat kabar dari papa kalau bu Fatma yang sudah pulang tadi pagi kembali ke sini karena pingsan dengan posisi tangan yang tertindih badannya sendiri. Gina yang izin tidak sekolah karena akan bersiap pulang bersama orang tua adopsinya, langsung menelpon papa sehingga pak Udin dengan sigap kesini membawa bu Fatma. “Ibuuu.” tangis Keyla pecah saat melihat bu Fatma masih pingsan dan sedang di opname. Beberapa dokter keluar masuk tirai yang ditutup. “Sayang, yang sabar ya.” papa memeluk Keyla. “Pa, ibu, pa.” Papa juga menitikan air matanya, “Bu Fatma pasti baik-baik aja.” Keyla membalikkan badannya dan memeluk papa erat, “Aku gak mau terjadi apa-apa sama ibu.” “Semuanya pasti baik-baik aja, sayang.” Arial baru sampai UGD. Ia mendekati papa yang sedang memeluk Keyla, “Pa, keadaan bu Fatma gimana?” “Tadi tensinya sampe dua ratus per sembilan puluh.”
Di ruangan pribadi Arial, karena telat makan siang, Keyla berhasil menghabiskan dua porsi nasi goreng Seafood yang dipesan banyak oleh Arial. Ia tahu dengan jelas, meski tengah sedih, Keyla pasti kelaparan. “Kamu belum chek up lagi lagi sama Sarah?” Keyla menggeleng, “Dua hari lagi.” “Hm.” “Kenapa? Mau ikut?” Arial menggeleng. “Kakak gak ngejar kak Sarah lagi?” Arial menggeleng. “Kenapa?” “Ngapain di kejar?” Keyla yang sedang mengetik di komputer kerja Arial melirik suaminya yang tengah duduk santai di sofa, “Jadi... waktu kak Sarah ke rumah itu kalian belum baikkan?” “Gak tahu.” “Tatapan kak Sarah waktu dirumah jadi beda loh sama kakak.” “Hm.” “Kok hm aja sih? Kasih respon lebih dong.” “Di mobil dia bilang terima cinta aku, Key.” Keyla melotot saat mengetik. Ia menggeser kursi hingga sofa dan mendekati Arial, “Bagus dong, kemajuan besar itu.” “Aku udah bilang ‘kan sama kamu kalo aku udah gak minat sama Sarah?” “Ah, itu mah kakakanya baperan. Kakak
Bu Fatma jadi sering tidak fokus semenjak melihat kejadian semalam. Beliau banyak melamun sehingga setiap kali Keyla bertanya, jawabannya tidak jelas. “Bu, kepalanya pusing lagi ya?” Bu Fatma menggeleng, “Enggak, kok. Ibu mungkin cuma... lagi capek aja.” “Ya udah ibu istirahat ya. Aku ke poli dulu. Sebentar lagi praktek rawat jalannya udah mau mulai.” Bu Fatma mengangguk. Keyla salim pada bu Fatma, “Bu, pamit ya. Ibu baik-baik disini.” “Iya.” Keyla mengambil tas dari sofa dan berjalan menuju pintu. “Key,” “Iya, bu?” “Kalo ada apa-apa cerita sama ibu ya?” Keyla diam sejenak lalu mengangguk, “Pasti, bu. Aku pergi ya, bu.” Pintu tertutup. Keyla yang akan pergi bertemu Sarah yang akan masuk ditemani dokter residen. “Kak?” “Eh, Key.” Sarah melirik dokter residen yang berdiri disampingnya, “Masuk duluan aja. Kamu periksa keadaan pasien ya.” “Baik, dok. Permisi.” Setelah tinggal mereka berdua, Sarah menarik Keyla ke pojok ruangan, “Key, ada sesuatu yang mau
Setelah mendengar penjelasan dari papa mengenai Keyla yang ternyata adalah istri Arial, Bu Fatma meminta Keyla untuk menemaninya makan siang. Keyla tentunya dengan senang hati menemani. Ia sudah izin pada Arial, dan kini ia baru keluar dari pintu lift. Keyla membuka pintu. Di ranjang bu Fatma hanya sedang duduk saja, “Bu? Udah nunggu lama ya?” “Enggak kok.” “Makanannya udah dateng ‘kan?” Bu Fatma mengangguk, “Kamu udah makan?” “Belum. Nanti aja bareng sama kak Arial abis nyuapin ibu. Kebetulan kak Arial ada tindakan dulu di ruang operasi.” “Oh iya.” Keyla duduk dikursi samping ranjang. Ia menarik meja dari ujung ranjang untuk tempat menyimpan wadah makan, “Menu hari ini kesukaan ibu nih. Jadi makannya harus habis.” “Iya, ibu pasti habisin.” Keyla mulai menyiuk nasi dan pepes Ikan Mas, lalu menyuapi bu Fatma, “Enak, bu?” Bu Fatma mengangguk. Saat Keyla kembali menyiuk nasi dan pepes Ikan, kini ditambah sayur Brokoli, ibu menyentuh lengan Keyla. “Kenapa, bu?” “
Sore hari selepas praktek rawat jalan Arial selesai, ia menemukan salah satu pengawal papa berdiri didepan ruangannya. “Ada apa?” “Bapak berpesan untuk mas Arial dan mbak Keyla untuk bersiap makan malam bersama bu Puri dan mas Qairo di Hotel Bintang jam tujuh malam, mas.” “Ada acara apa?” tanya Arial sambil membuka jas dokternya. “Saya kurang tahu, mas. Bapak hanya berpesan begitu.” Keyla yang baru keluar dari ruangan menatap pengawal itu lalu melirik Arial, “Ada apa?” “Kita diminta siap-siap buat dinner sama tante Puri dan anaknya.” “Kak Qairo?” “Rocky.” “Iiiih.” rajuk Keyla. Arial menatap pengawal papa, “Oke, terima kasih.” “Kalau begitu saya permisi, mbak, mas, mari.” Seperginya pengawal, Keyla mengernyit, “Ada acara apa? Kok pake acara makan malam bareng?” “Papa mau nikah lagi kali.” “Sama tante Puri?” tanya Keyla dengan wajah sangat terkejut. Arial tertawa, “Kamu tuh polos banget sih.” ia berjalan lebih dulu meninggalkan Keyla. “Ih, kak. Bohong ya?” “Tah