Share

Bab 4. Antar Pulang

Penulis: Talaka
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Hilya membawa Arbian dan Asrina berjalan-jalan hingga ke depan tempat perjamuan saat tiba-tiba seorang wanita paruh baya mengahapiri Hilya.

"Hilya, kemana saja kamu? Mama sudah mencarimu sejak tadi. Ayo ikut Mama," kata wanita itu menarik tangan Hilya.

Hilya melirik Arbian dan Asrina meminta maaf. "Tuan Arbian maaf saya harus pergi dulu. Asrina kamu bisa menemani Tuan Arbian sebentar, ya." Hilya tersenyum meminta maaf dan mengikuti mamanya.

Tinggal berdua, Asrina tidak tahu harus berbuat atau berkata apa.

"Itu, Tuan Arbian, apa Anda haus? Bagaimana kalau saya mengambilkan Anda minuman?" tanya Asrina kikuk.

"Tidak perlu. Aku hanya ingin tahu, apakah kamu mempertimbangkan kontrak waktu itu?" tanya Arbian menatap gadis yang berdiri di depannya dengan kepala tertunduk.

Gadis itu mengangkat kepalanya dan menatapnya dengan mata yang bingung dan seperti akan menangis kapan saja. Apakah dia akan menangis seperti saat pertama kali mereka bertemu?

Gadis ini sepertinya sangat mudah menangis.

Asrina menatap mata Arbian yang tidak terlihat sedang bercanda. Dia benar-benar ingin menjadikannya istri kontraknya. Asrina mengepalkan tangannya memegang dress nya dan menggigit bibirnya mengingat masalah yang dihadapi oleh papanya membuat Asrina bingung.

Dia ingin membantu papa mengatasi masalah perusahaan. Jika perusahaan mendapatkan suntikan dana, maka perusahaan tidak akan bangkrut.

Tapi, haruskah dia melakukan ini?

"Aku .... Kamu benar-benar akan memberiku uang jika aku setuju?" tanya Asrina gugup.

"Iya. Datanglah ke perusahaanku besok pagi jika kamu mau. Berapapun yang kamu inginkan bicarakan denganku besok." Arbian setuju tidak peduli berapapun uang yang dia inginkan.

Duduk di sudut perjamuan Asrina menikmati kue kecil yang diambilnya dari pelayan tadi. Setelah menghabiskan kue dia merasa sedikit haus, dia pun berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menuju meja minuman.

Asrina meraih segelas jus jeruk, baru saja akan mengangkat gelas itu, seseorang tiba-tiba mendorongnya, membuat jus di dalam gelas tumpah ke dress nya.

"Ah!" terdengar seruan panik dari orang yang menabraknya yang kini sudah tersungkur di samping kaki Asrina.

Asrina melebarkan matanya dan membuka mulutnya terkejut hampir saja terjatuh. Untungnya dia bisa menstabulkan diri, jika tidak dia akan terjatuh dengan malu sama seperti wanita yang telah menabraknya.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Asrina melihat wanita yang masih duduk di lantai dengan kepala tertunduk.

"Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja," kata wanita itu cepat sambil berusaha berdiri saat seseorang tiba-tiba menariknya ke atas dan memeluknya.

"Kamu baik-baik saja, kan?" tanya pria yang memeluk wanita itu.

Asrina terkejut melihat mantan tunangannya Evan memeluk wanita lain. Memperhatikan wanita di pelukan Evan membuat Asrina merasa akrab.

Bukankah wanita itu yang ditemuinya sedang berciuman dengan Evan di kantor waktu itu?

Ini pertama kalinya Asrina melihat Evan memperlihatkan wajah khawatir dan cemas seperti itu. Saat mereka masih bersama Evan tidak pernah memperlakukannya seperti itu. Evan selalu terlihat tidak sabar saat bersama dengannya.

Evan melirik Asrina yang berdiri di sampingnya dan segera menanyainya dengan marah. "Apa yang kamu lakukan padanya?"

"Hah?" Asrina mengernyit bingung. Apa maksud Evan? Apa dia berpikir dialah yang mencelakai sekretaris itu?

"Sudah aku katakan pertunangan kita telah berakhir. Jangan pernah berpikir aku akan menyukaimu lagi. Dan cara mu ini benar-benar keterlaluan. Kamu tidak seharusnya melukai Bella seperti ini!" teriak Evan kesal.

"Nona Asrina tidak mendorongku. Jangan menyalahkan Nona Asrina," ucap Bella berusaha melepaskan diri dari pelukan Evan.

"Kamu masih membelanya? Aku tahu wanita itu, dia selalu melakukan sesuatu seenaknya. Ayo pergi," kata Evan menarik Bella menjauh dari Asrina.

Dada Asrina sakit mendengar cemohan Evan. Seperti itukah dia selama ini dimatanya? Apakah dia wanita yang akan mencelakai orang lain?

Tanpa terasa titik air mulai terjatuh di pipi merah muda Asrina. Pria yang selama 3 tahun disukainya menuduhnya di depan wanita lain.

Sebuah sapu tangan putih tiba-tiba terulur di depan Asrina. Asrina melirik sapu tangan putih itu ke sepanjang tangan pemilik sapu tangan. Dia tertegun melihat Arbianlah yang memeberikan sapu tangan padanya.

"Kamu sangat suka menangis. Apa air matamu terbuat dari keran air?" Arbian teringat saat pertama kali mereka bertemu Asrina juga sedang menangis. Dia baru berhenti menangis saat tertidur.

Asrina mengerucutkan bibirnya mengambil sapu tangan dari Arbian dan mengusap air matanya.

"Mataku bukan keran air. Kelenjar air mataku memang berkembang seperti ini. Bukan salahku kalau aku menangis. Apa urusanmu?" bantah Asrina diam-diam kesal pria ini mengatainya keran air.

"Oh, kalau begitu aku akan menyiapkan kolam di rumah ku khsusus buat menampung air matamu," canda Arbian. Entah kenapa dia tidak suka melihat air mata wanita ini tumpah seperti itu.

Jika karyawan Arbian melihat bos mereka saat ini, mereka pasti akan syok. Bos mereka yang pemarah dan muram bisa mengucapkan lelucon untuk menghibur wanita cantik. Matahari pasti terbenam di timur tadi.

"Kamu—" Asrina mengangkat tangannya dan menunjuk Arbian dengan kesal. Bisa-bisanya pria ini bercanda seperti itu.

"Ayo pergi. Aku akan mengantarmu pulang," sela Arbian.

"Tapi, perjamuan nya belum selesai."

"Aku sudah memberitahu tuan rumah tadi. Kita bisa pergi tanpa menunggu perjamuan selesai," jelas Arbian mengangkat kakinya meninggalkan aula perjamuan.

Asrina segera berlari kecil mengikuti Arbian.

Saat berjalan keluar Arbian melirik dress Asrina yang basah, dia pun melepaskan jasnya dan memakaikannya pada Asrina tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Asrina tertegun melirik jas yang menyelimutinya dan melirik Arbian yang sudah berjalan ke depan dengan bingung. Asrina menarik jas itu agar tidak jatuh, dia bisa mencium aroma mint samar seperti yang dimiliki Arbian. Asrina tersenyum kecil merasa hangat dan segera menyusul Arbian yang sudah hampir sampai di mobil yang terparkir tidak jauh di depan.

ꕤꕤꕤ

Duduk di kursi penumpang belakang Arbian menyebutkan alamat rumah Asrina pada Pak Dodi. "Pak Dodi, kita ke Jalan Batu di pinggiran selatan kota."

"Baik, Tuan," angguk Pak Dodi.

Asrina yang baru saja masuk ke dalam mobil menatap Arbian dengan curiga. "Bagaimana kamu tahu alamat rumahku? Apa kamu menyelidikuku?"

Bersandar di sandaran kursi Arbian memejamkan mata tanpa niat menjawab.

Melihat Arbian memejamkan mata membuat Asrina kesal. Apa tujuan pria ini menyelidikinya?

Pak Dodi menyalakan mobil dan melaju menuju alamat yang disebutkan Arbian. Di dalam mobil sangat hening, Asrina yang tidak mendapat tanggapan hanya bisa diam.

Pria itu sepertinya sedang beristirahat, dia tidak ingin mengganggunya dan juga tidak tahu apa yang harus dikatakan dengan pria itu.

Beberapa saat kemudian, mobil berhenti di depan lorong rumah Asrina.

Asrina baru saja akan membuka pintu mobil melihat jas yang terpasang di tubuhnya. Dia pun melepaskan jas itu dan ingin mengembalikannya pada Arbian.

Asrina melihat Arbian sudah membuka matanya dan menatapnya.

"Terima kasih telah meminjamkan ini dan mengantarku kembali," ucap Asrina memberikan jas pada Arbian.

Arbian menerima jas itu dan melihat Asrina keluar dari mobil. "Ayo kembali," ucap Arbian.

Memegang jas ditangannya Arbian bisa mencium aroma anggrek milik gadis itu yang masih tersisa.

ꕤꕤꕤꕤꕤ

Bab terkait

  • Pernikahan Kontrak 100 Miliar   Bab 5. Kesepakatan

    Di pagi hari berikutnya, Asrina bangun pagi-pagi dan berpakaian rapi. "Selamat pagi, Papa, Mama," sapa Asrina duduk di meja makan. "Selamat pagi, Sayang," balas Pak Morael. "Tumben kamu bangun pagi? Biasanya kamu masih tidur jam segini," tanya Bu Kinanti sambil menyendok nasi goreng ke dalam piring putrinya. "Mulai sekarang aku akan bangun pagi. Aku tidak akan seperti dulu lagi," kata Asrina. Pukulan belakangan ini membuat Asrina sadar dunia tidak seindah yang dibayangkannya. Asrina tahu dia bisa hidup dengan bebas, murni, dan riang semuanya berkat perlindungan kedua orang tuanya. Papa dan mamanya tidak pernah membiarkannya terpapar kekejaman dan intrik dunia. Pertarungan secara terang-terangan maupun diam-diam diantara keluarga kaya. Ternyata selama ini dia hidup sangat polos. Mungkin jika tidak melihat tunangannya selingkuh, memutuskan pertunangan, atau kebangkrutan perusahaan, dia pasti akan tetap berada dalam dunianya yang murni. "Bagaimana keadaan perusahaan sekarang Pa?"

  • Pernikahan Kontrak 100 Miliar   Bab 6. Investasi

    Kembali ke rumah kecilnya, Asrina mengepak beberapa pakaian dan yang lainnya ke dalam koper. Selesai berkemas Asrina menarik kopernya keluar dan bertemu dengan mamanya yang baru saja pulang dari pasar. "Kamu mau kemana bawa koper segala sayang?" tanya Bu Kinanti menatap koper di belakang putrinya dengan bingung. "Asri mau pindah ke rumah teman, Ma," jawab Asrina. "Loh, kok tiba-tiba. Memangnya ada apa?" Bu Kinanti meletakkan belanjanya di atas meja. "Maafin Asri ya, Ma. Sebenarnya Asri diam-diam cari kerja tanpa memberitahu mama dan papa. Kebetulan hari ini Asri keterima dan rumah teman Asri sangat dekat dengan perusahaan. Jadi, Asri akan tinggal di sana untuk sementara," jelas Asrina. Menjadi kekasih kontrak Arbian juga merupakan pekerjaan kan? Arbian membayarnya gaji yang sangat mahal sebagai istri kontrak, ini namanya kerja juga kan? Meskipun dalam bentuk lain. Anggap sajalah seperti itu. Jangan sampai orang tuanya khawatir. Dia tidak boleh menambah beban orang tuanya sekaran

  • Pernikahan Kontrak 100 Miliar   Bab 7. Kohabitasi

    Malam hari, meja makan. Duduk di meja makan Asrina menatap sekeliling mencoba mencari keberadaan Arbian. Setelah beberapa saat dia tidak melihat orang itu datang. "Bi, apa Arbian belum pulang?" tanya Asrina pada Bi Yupi. "Belum, Nona. Hari ini Tuan ada makan malam dengan klien jadi pulangnya larut. Nona makan saja, tidak perlu menunggu Tuan," jawab Bi Yupi melihat makanan di atas meja belum tersentuh. "Baik, Bi." Asrina pun menggerakkan sendoknya dan makan perlahan. Setelah makan malam Asrina pergi mandi, lalu duduk di atas tempat tidur selesai mengeringkan rambutnya. Bermain dengan ponsel Asrina menjelajahi internet mencari informasi tentang Arbian dan perusahaannya. Dia ingin mengenal pria itu lebih baik lagi. Ada baiknya jika dia berhati-hati. "Kenapa tidak ada anggota keluarga yang dicamtumkan di biografinya, ya? Ah, sudahlah lebih baik aku tidur saja. Hoaaamhh...." Asrina menguap tidak sanggup menahan kantuk. Padahal dia ingin menunggu pria itu pulang, tapi apa daya kantuk

  • Pernikahan Kontrak 100 Miliar   Bab 8. Ke Butik

    Setelah mandi dan berpakaian Asrina turun ke lantai bawah menuju meja makan dimana sudah ada Arbian duduk di sana. "Selamat pagi," sapa Asrina dengan senyum lembut dan duduk di samping Arbian. "Pagi," gumam Arbian sebagai tanggapan. Keduanya sarapan dalam diam, Asrina tidak tahu harus berbicara apa dengan pria itu. Sementara Arbian tidak suka bicara saat makan. "Bisakah aku ikut dengan mobilmu?" tanya Asrina tiba-tiba menghentikan Arbian yang bagun dari kursi. "Kemana?" tanya Arbian. "Aku ingin ke Wedding Butik. Bisakah?" ucap Asrina menatap Arbian sedikit takut. Melihat wajah pria itu yang selalu terlihat dingin membuat Asrina takut. Dia takut akan membuat pria itu marah. "Oke," angguk Arbian. Asrina segera berjalan mengikuti Arbian dan masuk ke dalam mobil. "Aku sudah bertemu Pak Morael kemarin. Dan uang itu sudah aku berikan padanya. Ini dokumen perjanjian kerja sama dan 50% saham atas namamu," ucap Arbian mengeluarkan dokumen dari dalam tasnya dan memberikannya pada Asri

  • Pernikahan Kontrak 100 Miliar   Bab 9. Lamaran?

    Setelah berpisah dari teman-temannya Asrina tidak langsung kembali ke vila Arbian, tapi pergi ke rumah orang tuanya. Dia masih memikirkan tawaran Arbian untuk mengadakan pesta pernikahan. "Asri, kapan kamu datang? Kenapa hanya berdiri di situ? Ayo masuk," Kinanti terkejut dengan kedatangan putrinya segera memintanya masuk ke dalam rumah. Asrina sadar mendengar suara mamanya, dia pun tersenyum dan memasuki rumah. "Bagaimana pekerjaanmu? Apa kamu betah? Apa pekerjaannya sulit?" tanya Kinanti khawatir. "Tidak, Ma. Pekerjaannya sangat mudah," jawab Asrina duduk di kursi. "Baguslah kalau begitu," kata Kinanti berjalan ke dapur. Beberapa saat kemudian dia keluar sambil membawa nampan berisi teh dan kue. "Nih, minum dulu." Asrina mengambil cangkir yang di serahkan mamanya dan meletakkannya di atas meja. Kemudian, dia meraih tangan Kinanti dan memegangnya dengan kedua tangannya sedikit melamun. "Ada apa sayang? Kamu terlihat punya banyak pikiran seperti itu. Kalau ada masalah kamu bi

  • Pernikahan Kontrak 100 Miliar   Bab 10. Beneran di Lamar

    Asrina menatap berbagai macam hadiah yang dibawa oleh sekretaris Arbian dengan bingung. "Untuk apa semua ini?" tanyanya menghentikan Doni yang tengah sibuk menghitung hadiah. "Nona, ini semua adalah hadiah lamaran yang diperintahkan oleh Pak Arbian," terang Doni. "Hadiah lamaran?" gumam Asrina tidak mengerti. Untuk apa hadiah lamaran? Siapa yang mau dia lamar? "Kamu tidak ingin bersiap?" Asrina terkejut mendengar suara itu segera berbalik dan melihat Arbian berpakaian rapih, entah sejak kapan berdiri di belakangnya. "Bersiap untuk apa?" tanyanya menatap Arbian penuh tanya. "Untuk melamar ke rumahmu," jawab Arbian berjalan ke sofa dan duduk di sana. Ucapan Arbian membuat Asrina tertegun, apakah dia tidak salah dengar? Pria itu benar-benar ingin melamarnya? "Aku akan menunggumu setengah jam. Cepat berganti pakaian," kata Arbian sambil melirik arloji yang melingkari pergelangan tangan kirinya. "Ah, oke. Aku akan segera berganti pakaian," ujar Asrina segera berlari menuju lantai

  • Pernikahan Kontrak 100 Miliar   Bab 11. Beli Cincin

    Andreas Corporation, kantor CEO. Seorang pria paruh baya mengenakan setelan jas duduk di kursi CEO sementara Evan duduk di depannya. "Bagaimana hal ini bisa terjadi?" tanya pria paruh baya itu yang tidak lain adalah papa Evan, Davis Andreas. "Aku tidak tahu, Pa. Aku merasa ada yang menargetkan perusahaan kita," jawab Evan. Pak Davis melemparkan dokumen ke depan Evan. "Saham perusahaan menurun tajam dan kamu tidak tahu! Bukankah perusahaan kita bekerja sama dengan perusahaan Asri Corporation. Perusahaan itu berkembang pesat baru-baru ini. Kenapa kamu tidak meminta bantuannya?" Evan mengepalkan tinjunya mendegar ucapan papanya. Dia tidak tahu bagaimana bisa perusahaan yang sudah akan bangkrut itu bisa melakukan serangan balik dan bahkan terus meningkat. Rencananya selama ini semuanya sia-sia. "Aku sudah memutuskan pertunangan dengan Asrina, Pa." Kata-kata putranya membuat Pak Davis sangat marah. "Dasar anak bodoh! Kamu melepaskan peluang yang sangat besar seperti itu. Pokoknya pa

  • Pernikahan Kontrak 100 Miliar   Bab 12. Pernikahan Widy

    "Aku tidak menyangka bisa bertemu denganmu di sini. Kenapa kamu memblokir nomorku? Aku mencarimu ke rumahmu, tapi rumahmu sudah di jual. Kamu tinggal di mana sekarang?" Atas perintah papanya Evan telah berusaha menghubungi Asrina. Tidak pernah terpikir olehnya tunangannya yang polos ini benar-benar berani memblokir nomor ponselnya. "Kamu tidak perlu tahu di mana aku tinggal. Kita sudah tidak ada hubungan lagi." Asrina berkata berjalan menghindari Evan. Melihat sikap acuh Asrina membuat Evan kesal dan menghentikan langkah gadis itu. "Kamu tunanganku! Hubungan kita sangat jelas." "Pertunangan kita sudah putus. Kamu sendiri yang mengatakan itu," tangkas Asrina. "Aku hanya bercanda waktu itu. Bisakah kamu melupakannya. Saat itu aku sedang dalam suasana hati yang buruk, jadi mengatakan hal seperti itu." Evan buru-buru menjelaskan secara asal. Asrina menatap pria yang telah menjadi tunangannya selama 3 tahun. Satu-satunya pria yang sangat dekat dengannya dan dia berikan kepercayaan un

Bab terbaru

  • Pernikahan Kontrak 100 Miliar   Bab 14. Bertemu Seseorang yang Tidak Menyenangkan

    Memasuki kafe Asrina memimpin memilih meja kosong, Hilya dan Vany saling memandang dan mengikuti Asrina. Asrina memanggil pelayan dan memesan teh susu dan kue black forest. Sebenarnya dia merasa sedikit haus dan dia tahu kalau pasti akan menghabiskan banyak air liur untuk berbicara dengan kedua sahabatnya itu. Jadi, Asrina menghentikan Hilya dan Vany yang akan berbicara dan meminta mereka untuk memesan juga. Pembukaan toko Hilya masih ada satu jam lagi, dia bisa memanfaatkan waktu ini untuk berbicara dengan keduanya. Setelah pelayan itu pergi Hilya dan Vany tidak sabar mendengar pengakuan dari Asrina yang menyulut rasa ingin tahu mereka. "Oke, jadi dari mana kamu dapat mobil mewah itu? Jangan mencoba bicara yang berputar-putar dan jangan mengalihkan pembicaraan lagi." Hilya tidak dapat menahan rasa penasarannya. Menunggu penjelasan Asrina dari pintu masuk mal hingga memesan makanan dan minuman sudah menghabiskan banyak kesabarannya. Asrina selalu menunda-nunda dan mengalihkan pemb

  • Pernikahan Kontrak 100 Miliar   Bab 13. Mobil Baru

    Arbian duduk di meja makan tanpa menyentuh sarapan yang sudah disajikan di atas meja. Dia sedang menunggu Asrina untuk sarapan bersama."Selamat pagi?" Sapa Asrina baru saja turun."Pagi. Kamu mau kemana?" tanya Arbian melihat Asrina yang sudah berpakaian rapi. Tinggal bersama membuat Arbian mengerti kebiasaan gadis itu. Saat berpakaian rapi dan cantik dia akan keluar, sementara saat hanya tinggal di rumah dia hanya berpakaian seadanya tanpa merias wajah."Hilya akan membuka cabang di Grandmall. Sebagai teman dan mitra aku akan datang ke pembukaannya," jelas Asrina sambil menarik kursi dan duduk."Ini untukmu." Arbian meletakkan kunci mobil di depan Asrina."Apa ini? Kamu memberiku mobil?" Asrina memegang kunci mobil menatap Arbian terkejut. Hari ini bukan hari ulang tahunnya, buat apa memberi hadiah mobil?"Ya. Kamu bisa menggunakan mobil itu untuk bepergian saat aku tidak bersamamu," jelas Arbian. Asrina selalu menggunakan mobil online saat keluar atau menumpang mobilnya. Dengan mo

  • Pernikahan Kontrak 100 Miliar   Bab 12. Pernikahan Widy

    "Aku tidak menyangka bisa bertemu denganmu di sini. Kenapa kamu memblokir nomorku? Aku mencarimu ke rumahmu, tapi rumahmu sudah di jual. Kamu tinggal di mana sekarang?" Atas perintah papanya Evan telah berusaha menghubungi Asrina. Tidak pernah terpikir olehnya tunangannya yang polos ini benar-benar berani memblokir nomor ponselnya. "Kamu tidak perlu tahu di mana aku tinggal. Kita sudah tidak ada hubungan lagi." Asrina berkata berjalan menghindari Evan. Melihat sikap acuh Asrina membuat Evan kesal dan menghentikan langkah gadis itu. "Kamu tunanganku! Hubungan kita sangat jelas." "Pertunangan kita sudah putus. Kamu sendiri yang mengatakan itu," tangkas Asrina. "Aku hanya bercanda waktu itu. Bisakah kamu melupakannya. Saat itu aku sedang dalam suasana hati yang buruk, jadi mengatakan hal seperti itu." Evan buru-buru menjelaskan secara asal. Asrina menatap pria yang telah menjadi tunangannya selama 3 tahun. Satu-satunya pria yang sangat dekat dengannya dan dia berikan kepercayaan un

  • Pernikahan Kontrak 100 Miliar   Bab 11. Beli Cincin

    Andreas Corporation, kantor CEO. Seorang pria paruh baya mengenakan setelan jas duduk di kursi CEO sementara Evan duduk di depannya. "Bagaimana hal ini bisa terjadi?" tanya pria paruh baya itu yang tidak lain adalah papa Evan, Davis Andreas. "Aku tidak tahu, Pa. Aku merasa ada yang menargetkan perusahaan kita," jawab Evan. Pak Davis melemparkan dokumen ke depan Evan. "Saham perusahaan menurun tajam dan kamu tidak tahu! Bukankah perusahaan kita bekerja sama dengan perusahaan Asri Corporation. Perusahaan itu berkembang pesat baru-baru ini. Kenapa kamu tidak meminta bantuannya?" Evan mengepalkan tinjunya mendegar ucapan papanya. Dia tidak tahu bagaimana bisa perusahaan yang sudah akan bangkrut itu bisa melakukan serangan balik dan bahkan terus meningkat. Rencananya selama ini semuanya sia-sia. "Aku sudah memutuskan pertunangan dengan Asrina, Pa." Kata-kata putranya membuat Pak Davis sangat marah. "Dasar anak bodoh! Kamu melepaskan peluang yang sangat besar seperti itu. Pokoknya pa

  • Pernikahan Kontrak 100 Miliar   Bab 10. Beneran di Lamar

    Asrina menatap berbagai macam hadiah yang dibawa oleh sekretaris Arbian dengan bingung. "Untuk apa semua ini?" tanyanya menghentikan Doni yang tengah sibuk menghitung hadiah. "Nona, ini semua adalah hadiah lamaran yang diperintahkan oleh Pak Arbian," terang Doni. "Hadiah lamaran?" gumam Asrina tidak mengerti. Untuk apa hadiah lamaran? Siapa yang mau dia lamar? "Kamu tidak ingin bersiap?" Asrina terkejut mendengar suara itu segera berbalik dan melihat Arbian berpakaian rapih, entah sejak kapan berdiri di belakangnya. "Bersiap untuk apa?" tanyanya menatap Arbian penuh tanya. "Untuk melamar ke rumahmu," jawab Arbian berjalan ke sofa dan duduk di sana. Ucapan Arbian membuat Asrina tertegun, apakah dia tidak salah dengar? Pria itu benar-benar ingin melamarnya? "Aku akan menunggumu setengah jam. Cepat berganti pakaian," kata Arbian sambil melirik arloji yang melingkari pergelangan tangan kirinya. "Ah, oke. Aku akan segera berganti pakaian," ujar Asrina segera berlari menuju lantai

  • Pernikahan Kontrak 100 Miliar   Bab 9. Lamaran?

    Setelah berpisah dari teman-temannya Asrina tidak langsung kembali ke vila Arbian, tapi pergi ke rumah orang tuanya. Dia masih memikirkan tawaran Arbian untuk mengadakan pesta pernikahan. "Asri, kapan kamu datang? Kenapa hanya berdiri di situ? Ayo masuk," Kinanti terkejut dengan kedatangan putrinya segera memintanya masuk ke dalam rumah. Asrina sadar mendengar suara mamanya, dia pun tersenyum dan memasuki rumah. "Bagaimana pekerjaanmu? Apa kamu betah? Apa pekerjaannya sulit?" tanya Kinanti khawatir. "Tidak, Ma. Pekerjaannya sangat mudah," jawab Asrina duduk di kursi. "Baguslah kalau begitu," kata Kinanti berjalan ke dapur. Beberapa saat kemudian dia keluar sambil membawa nampan berisi teh dan kue. "Nih, minum dulu." Asrina mengambil cangkir yang di serahkan mamanya dan meletakkannya di atas meja. Kemudian, dia meraih tangan Kinanti dan memegangnya dengan kedua tangannya sedikit melamun. "Ada apa sayang? Kamu terlihat punya banyak pikiran seperti itu. Kalau ada masalah kamu bi

  • Pernikahan Kontrak 100 Miliar   Bab 8. Ke Butik

    Setelah mandi dan berpakaian Asrina turun ke lantai bawah menuju meja makan dimana sudah ada Arbian duduk di sana. "Selamat pagi," sapa Asrina dengan senyum lembut dan duduk di samping Arbian. "Pagi," gumam Arbian sebagai tanggapan. Keduanya sarapan dalam diam, Asrina tidak tahu harus berbicara apa dengan pria itu. Sementara Arbian tidak suka bicara saat makan. "Bisakah aku ikut dengan mobilmu?" tanya Asrina tiba-tiba menghentikan Arbian yang bagun dari kursi. "Kemana?" tanya Arbian. "Aku ingin ke Wedding Butik. Bisakah?" ucap Asrina menatap Arbian sedikit takut. Melihat wajah pria itu yang selalu terlihat dingin membuat Asrina takut. Dia takut akan membuat pria itu marah. "Oke," angguk Arbian. Asrina segera berjalan mengikuti Arbian dan masuk ke dalam mobil. "Aku sudah bertemu Pak Morael kemarin. Dan uang itu sudah aku berikan padanya. Ini dokumen perjanjian kerja sama dan 50% saham atas namamu," ucap Arbian mengeluarkan dokumen dari dalam tasnya dan memberikannya pada Asri

  • Pernikahan Kontrak 100 Miliar   Bab 7. Kohabitasi

    Malam hari, meja makan. Duduk di meja makan Asrina menatap sekeliling mencoba mencari keberadaan Arbian. Setelah beberapa saat dia tidak melihat orang itu datang. "Bi, apa Arbian belum pulang?" tanya Asrina pada Bi Yupi. "Belum, Nona. Hari ini Tuan ada makan malam dengan klien jadi pulangnya larut. Nona makan saja, tidak perlu menunggu Tuan," jawab Bi Yupi melihat makanan di atas meja belum tersentuh. "Baik, Bi." Asrina pun menggerakkan sendoknya dan makan perlahan. Setelah makan malam Asrina pergi mandi, lalu duduk di atas tempat tidur selesai mengeringkan rambutnya. Bermain dengan ponsel Asrina menjelajahi internet mencari informasi tentang Arbian dan perusahaannya. Dia ingin mengenal pria itu lebih baik lagi. Ada baiknya jika dia berhati-hati. "Kenapa tidak ada anggota keluarga yang dicamtumkan di biografinya, ya? Ah, sudahlah lebih baik aku tidur saja. Hoaaamhh...." Asrina menguap tidak sanggup menahan kantuk. Padahal dia ingin menunggu pria itu pulang, tapi apa daya kantuk

  • Pernikahan Kontrak 100 Miliar   Bab 6. Investasi

    Kembali ke rumah kecilnya, Asrina mengepak beberapa pakaian dan yang lainnya ke dalam koper. Selesai berkemas Asrina menarik kopernya keluar dan bertemu dengan mamanya yang baru saja pulang dari pasar. "Kamu mau kemana bawa koper segala sayang?" tanya Bu Kinanti menatap koper di belakang putrinya dengan bingung. "Asri mau pindah ke rumah teman, Ma," jawab Asrina. "Loh, kok tiba-tiba. Memangnya ada apa?" Bu Kinanti meletakkan belanjanya di atas meja. "Maafin Asri ya, Ma. Sebenarnya Asri diam-diam cari kerja tanpa memberitahu mama dan papa. Kebetulan hari ini Asri keterima dan rumah teman Asri sangat dekat dengan perusahaan. Jadi, Asri akan tinggal di sana untuk sementara," jelas Asrina. Menjadi kekasih kontrak Arbian juga merupakan pekerjaan kan? Arbian membayarnya gaji yang sangat mahal sebagai istri kontrak, ini namanya kerja juga kan? Meskipun dalam bentuk lain. Anggap sajalah seperti itu. Jangan sampai orang tuanya khawatir. Dia tidak boleh menambah beban orang tuanya sekaran

DMCA.com Protection Status