Di pagi hari berikutnya, Asrina bangun pagi-pagi dan berpakaian rapi.
"Selamat pagi, Papa, Mama," sapa Asrina duduk di meja makan."Selamat pagi, Sayang," balas Pak Morael."Tumben kamu bangun pagi? Biasanya kamu masih tidur jam segini," tanya Bu Kinanti sambil menyendok nasi goreng ke dalam piring putrinya."Mulai sekarang aku akan bangun pagi. Aku tidak akan seperti dulu lagi," kata Asrina.Pukulan belakangan ini membuat Asrina sadar dunia tidak seindah yang dibayangkannya. Asrina tahu dia bisa hidup dengan bebas, murni, dan riang semuanya berkat perlindungan kedua orang tuanya.Papa dan mamanya tidak pernah membiarkannya terpapar kekejaman dan intrik dunia. Pertarungan secara terang-terangan maupun diam-diam diantara keluarga kaya. Ternyata selama ini dia hidup sangat polos.Mungkin jika tidak melihat tunangannya selingkuh, memutuskan pertunangan, atau kebangkrutan perusahaan, dia pasti akan tetap berada dalam dunianya yang murni."Bagaimana keadaan perusahaan sekarang Pa?" tanya Asrina.Pak Morael menghela napas lelah. "Jika terus seperti ini. Papa hanya bisa menjual perusahaan. Tidak ada investor yang mau berinvestasi, proyek perusahaan tidak bisa berjalan," kata Pak Morael putus asa."Kalau perusahaan bisa mendapatkan investasi, apakah perusahaan bisa terus bertahan?" tanya Asrina lagi."Jika ada yang berinvestasi juga perlu dana yang sangat banyak. Tidak ada yang mau berinvestasi ke perusahaan kita sekarang meski hanya sedikit," ungkap Pak Morael."Pa, bisakah perusahaan masih bertahan beberapa hari lagi. Asrina akan mencoba mencari bantuan teman Asrina buat investasi.""Siapa teman kamu?" tanya Pak Morael ingin tahu.Setahunnya putrinya tidak punya teman lain selain Evan dan Hilya. Dan dia tahu kedua orang itu tidak akan membantu mereka. Yang satunya adalah musuh dan yang lainnya hanya seperti putrinya tidak memiliki akses ke perusahaan.Apa yang harus dia katakan sekarang?Papa tahu semua tentang temannya, jika dia berbicara sembarangan papa pasti akan menentangnya."Dia teman baru Asrina. Aku baru kenal dengannya selama beberapa hari. Dia bekerja di perusahaan besar dan kemarin aku bertemu dengannya di pesta. Dia berjanji akan membantuku dan akan berinvestasi ke perusahaan papa. Hari ini aku akan bertemu dengannya untuk membahas kerja sama lebih lanjut," jelas Asrina setengah benar setengah salah.Ini pertama kalinya Asrina berbohong kepada orang tuanya dan dia merasa bersalah karena hal ini. Tapi, jika dia tidak berbohong papa pasti akan marah.Asrina tahu perjanjian dengan Arbian merupakan cara kotor di lingkaran keluarga kaya. Menjadi kekasih simpanan pria kaya hanya akan dilakukan oleh wanita yang tidak benar. Wanita yang ingin memuaskan kesombongannya untuk mendapatkan banyak uang. Itulah yang dikatakan di forum yang telah ditelusurinya kemarin.Menjadi kekasih kontrak hanya karena gadis itu membutuhkan uang mendesak dan seorang presiden tertentu memberinya uang dengan mengorbankan tubuhnya. Awalnya hanya kesepakatan berubah menjadi cinta sejati. Begitulah isi novel roman yang sering dibacanya untuk menghabiskan waktu.Asrina tidak pernah membayangkan dirinya akan melakukan hal sama dengan novel-novel itu. Dia tidak menyukai cara gadis-gadis itu terjerat dengan CEO atau pria kaya. Tapi, kini kenyataan yang dihadapinya benar-benar seperti novel.Menatap gedung 18 lantai di depannya membuat Asrina merasa pengecut. Benarkah yang dia lakukan ini?Memasuki gedung ini hidupnya akan berubah. Harga diri dan asuhannya selama ini harus dia buang jauh-jauh. Asrina tahu dengan datang ke sini martabatnya yang selama ini dia jaga, yang bahkan Evan pun tidak bisa perbuat padanya seperti pasangan lainnya yang menunjukkan kasih sayang telah sirna.Datang ke sini artinya dia siap menyerahkan dirinya pada pria yang bukan suaminya. Pertahanannya selama ini tidak ada gunanya."Selamat datang Bu. Ada yang bisa saya bantu?" sambut meja depan melihat kedatangan Asrina."Saya ingin bertemu dengan Pak Arbian CEO perusahaan kalian," ucap Asrina menatap resepsionis."Maaf, apa Ibu sudah membuat janji?" tanya resepsionis sopan."Saya tidak membuat janji, tapi CEO kalian memintaku datang kemarin," jawab Asrina."Apakah nama Ibu Asrina? Nona muda Asri Corporation?" tanya meja depan memastikan. Sekretaris Pak Arbian sudah menyampaikan sebelumnya jika ada seorang wanita bernama Asrina dari Asri Corporation dia harus membawanya ke kantor CEO."Iya.""Ah, Nona silahkan ikuti saya. Sekretaris CEO sudah memberitahu tadi kalau Nona datang saya akan langsung membawa Nona ke kantor CEO," kata resepsionis berjalan keluar dari meja yang langsung mengubah alamat panggilannya dari ibu menjadi nona.Asrina mengangguk dan mengikuti resepsionis membawanya naik lift.Arbi Manajemen Investasi memang pantas menjadi perusahaan investasi terbesar di kota Jampu. Satu gedung ini adalah miliknya sendiri, para karyawannya bekerja dengan teroganisir. Sepanjang jalan tadi Asrina tidak melihat ada karyawan yang bergosip atau menganggur. Semuanya sibuk bekerja."Sekretaris Wendi, ini Nona Asrina," kata resepsionis menghentikan sekretaris yang baru saja keluar dari kantornya."Baik. Kamu bisa kembali," kata sekretaris Wendi pada resepsionis."Pak Arbian sudah mengunggu Nona di dalam. Saya akan akan membawa Anda masuk sekarang," kata sekretaris Wendi berjalan ke pintu CEO, mengetuk pintu, lalu membukanya.Asrina mengikuti sekretaris dan masuk ke dalam ruangan Arbian. Memasuki ruangan Asrina melihat Arbian dengan kacamata berbingkai emas menatap layar komputer dan mengetik di keyboard."Pak, Nona Asrina sudah datang," kata sekretaris Wendi.Arbian mengangkat kepalanya dari komputer dan melihat Asrina berdiri di belakang sekretaris."Saya sudah menandatangani semua dokumen ini. Kamu bisa mengambilnya dan keluar," kata Arbian pada sekretaris."Baik, Pak." Sekretaris Wendi segera mengambil dokumen dan meninggalkan kantor CEO."Duduklah," ucap Arbian menunjuk ke sofa.Asrina menenangkan hatinya yang gugup dan duduk di sofa. Asrina memusatkan perhatiannya pada Arbian.Pria itu mengeluarkan sebuah dokumen dari laci dan berjalan menuju ke arahnya. Duduk di sofa, dia menyerahkan dokumen itu padanya."Ini perjanjian yang aku buat. Kamu bisa membacanya dan tuliskan nominal yang kamu inginkan. Katakan padaku jika ada yang perlu diubah," ucap Arbian."Aku ingin seratus miliar. Bisakah kamu memberikannya?" tanya Asrina mengungkapkan nominal bayaran yang diinginkannya.Arbian tertegun sejenak tidak menyangka gadis yang terlihat sederahana akan membuka mulutnya seperti singa. Angka seratus miliar merupakan angka astronomi bagi banyak perusahan. Namun, Arbian tetap menyetujuinya tanpa berpikir dia langsung menulis angka itu di dalam perjanjian, lalu memberikannya pada Asrina.Asrina menerima dokumen itu dan membacanya. Dokumen itu berisi perjanjian dimana dirinya sebagai pihak B akan menjadi istri Arbian sebagai pihak A selama 1 tahun. Arbian akan memberikan bayaran seratus miliar saat dia menyetujui kontrak. Keduanya harus bertindak sebagai pasangan alami di depan orang luar. Baik pihak A maupun pihak B tidak boleh memiliki pasangan lain selama masa perjanjian. Jika melanggar maka perjanjian akan batal dan modal pihak A harus dikembalikan. Terakhir...."Apakah tidur bersama juga harus dipenuhi? Bukankah hanya untuk bertindak di depan orang luar saja?" tanya Asrina tidak ingin melakukan perjanjian terakhir.Meskipun dia sudah menyiapkan dirinya untuk menghadapi segala kemungkinan terburuk. Tapi, saat hal itu berada di depan matanya dia tidak siap.Arbian menatap mata Asrina dengan tenang menjawab. "100 miliar, menurutmu itu daun yang bisa langsung dipungut?"Asrina terdiam, menggigit bibirnya, mengalihkan pandangannya ke dokumen, tidak berani menatap mata Arbian yang acuh tak acuh.Asrina tahu permintaannya tidak masuk akal. Bahkan orang yang menikah secara sahabat juga tidak memiliki mahar sebanyak ini.Yang Arbian katakan benar. 100 miliar benar-benar angka astronomi. Angka ini lebih dari cukup bahkan bisa dikatakan terlalu berlebihan hanya untuk sebuah perjanjian pernijahan palsu. Mengorbankan dirinya adalah hal yang wajar jika dia menginginkan uang itu.Menggertakkan giginya, Asrina menandatangani namanya di dokumen itu. Arbian mengambil dokumen dari tangan Asrina dan menandatangani namanya juga."Mulai malam ini kamu akan tinggal di rumahku," kata Arbian menutup dokumen."Bagaimana dengan uangnya?" tanya Asrina."Kamu tidak perlu khawatir. Aku sudah menghubungi Pak Morael dan kami akan bertemu jam 1 nanti," jawab Arbian."Kamu tidak akan memberitahu papaku kan tentang perjanjian kita?" tanya Asrina cemas."Ini hanya kesepakatan bisnis. Kamu jangan khawatir. Setelah bekerjasama, saham perusahaan akan berada di atas namamu," ungkap Arbian."Oke. Aku akan kembali mengambil barang-barang dan pergi kerumahmu," kata Asrina berdiri dari sofa."Aku akan meminta Pak Dodi untuk mengantarmu," ucap Arbian.ꕤꕤꕤꕤꕤKembali ke rumah kecilnya, Asrina mengepak beberapa pakaian dan yang lainnya ke dalam koper. Selesai berkemas Asrina menarik kopernya keluar dan bertemu dengan mamanya yang baru saja pulang dari pasar. "Kamu mau kemana bawa koper segala sayang?" tanya Bu Kinanti menatap koper di belakang putrinya dengan bingung. "Asri mau pindah ke rumah teman, Ma," jawab Asrina. "Loh, kok tiba-tiba. Memangnya ada apa?" Bu Kinanti meletakkan belanjanya di atas meja. "Maafin Asri ya, Ma. Sebenarnya Asri diam-diam cari kerja tanpa memberitahu mama dan papa. Kebetulan hari ini Asri keterima dan rumah teman Asri sangat dekat dengan perusahaan. Jadi, Asri akan tinggal di sana untuk sementara," jelas Asrina. Menjadi kekasih kontrak Arbian juga merupakan pekerjaan kan? Arbian membayarnya gaji yang sangat mahal sebagai istri kontrak, ini namanya kerja juga kan? Meskipun dalam bentuk lain. Anggap sajalah seperti itu. Jangan sampai orang tuanya khawatir. Dia tidak boleh menambah beban orang tuanya sekaran
Malam hari, meja makan. Duduk di meja makan Asrina menatap sekeliling mencoba mencari keberadaan Arbian. Setelah beberapa saat dia tidak melihat orang itu datang. "Bi, apa Arbian belum pulang?" tanya Asrina pada Bi Yupi. "Belum, Nona. Hari ini Tuan ada makan malam dengan klien jadi pulangnya larut. Nona makan saja, tidak perlu menunggu Tuan," jawab Bi Yupi melihat makanan di atas meja belum tersentuh. "Baik, Bi." Asrina pun menggerakkan sendoknya dan makan perlahan. Setelah makan malam Asrina pergi mandi, lalu duduk di atas tempat tidur selesai mengeringkan rambutnya. Bermain dengan ponsel Asrina menjelajahi internet mencari informasi tentang Arbian dan perusahaannya. Dia ingin mengenal pria itu lebih baik lagi. Ada baiknya jika dia berhati-hati. "Kenapa tidak ada anggota keluarga yang dicamtumkan di biografinya, ya? Ah, sudahlah lebih baik aku tidur saja. Hoaaamhh...." Asrina menguap tidak sanggup menahan kantuk. Padahal dia ingin menunggu pria itu pulang, tapi apa daya kantuk
Setelah mandi dan berpakaian Asrina turun ke lantai bawah menuju meja makan dimana sudah ada Arbian duduk di sana. "Selamat pagi," sapa Asrina dengan senyum lembut dan duduk di samping Arbian. "Pagi," gumam Arbian sebagai tanggapan. Keduanya sarapan dalam diam, Asrina tidak tahu harus berbicara apa dengan pria itu. Sementara Arbian tidak suka bicara saat makan. "Bisakah aku ikut dengan mobilmu?" tanya Asrina tiba-tiba menghentikan Arbian yang bagun dari kursi. "Kemana?" tanya Arbian. "Aku ingin ke Wedding Butik. Bisakah?" ucap Asrina menatap Arbian sedikit takut. Melihat wajah pria itu yang selalu terlihat dingin membuat Asrina takut. Dia takut akan membuat pria itu marah. "Oke," angguk Arbian. Asrina segera berjalan mengikuti Arbian dan masuk ke dalam mobil. "Aku sudah bertemu Pak Morael kemarin. Dan uang itu sudah aku berikan padanya. Ini dokumen perjanjian kerja sama dan 50% saham atas namamu," ucap Arbian mengeluarkan dokumen dari dalam tasnya dan memberikannya pada Asri
Setelah berpisah dari teman-temannya Asrina tidak langsung kembali ke vila Arbian, tapi pergi ke rumah orang tuanya. Dia masih memikirkan tawaran Arbian untuk mengadakan pesta pernikahan. "Asri, kapan kamu datang? Kenapa hanya berdiri di situ? Ayo masuk," Kinanti terkejut dengan kedatangan putrinya segera memintanya masuk ke dalam rumah. Asrina sadar mendengar suara mamanya, dia pun tersenyum dan memasuki rumah. "Bagaimana pekerjaanmu? Apa kamu betah? Apa pekerjaannya sulit?" tanya Kinanti khawatir. "Tidak, Ma. Pekerjaannya sangat mudah," jawab Asrina duduk di kursi. "Baguslah kalau begitu," kata Kinanti berjalan ke dapur. Beberapa saat kemudian dia keluar sambil membawa nampan berisi teh dan kue. "Nih, minum dulu." Asrina mengambil cangkir yang di serahkan mamanya dan meletakkannya di atas meja. Kemudian, dia meraih tangan Kinanti dan memegangnya dengan kedua tangannya sedikit melamun. "Ada apa sayang? Kamu terlihat punya banyak pikiran seperti itu. Kalau ada masalah kamu bi
Asrina menatap berbagai macam hadiah yang dibawa oleh sekretaris Arbian dengan bingung. "Untuk apa semua ini?" tanyanya menghentikan Doni yang tengah sibuk menghitung hadiah. "Nona, ini semua adalah hadiah lamaran yang diperintahkan oleh Pak Arbian," terang Doni. "Hadiah lamaran?" gumam Asrina tidak mengerti. Untuk apa hadiah lamaran? Siapa yang mau dia lamar? "Kamu tidak ingin bersiap?" Asrina terkejut mendengar suara itu segera berbalik dan melihat Arbian berpakaian rapih, entah sejak kapan berdiri di belakangnya. "Bersiap untuk apa?" tanyanya menatap Arbian penuh tanya. "Untuk melamar ke rumahmu," jawab Arbian berjalan ke sofa dan duduk di sana. Ucapan Arbian membuat Asrina tertegun, apakah dia tidak salah dengar? Pria itu benar-benar ingin melamarnya? "Aku akan menunggumu setengah jam. Cepat berganti pakaian," kata Arbian sambil melirik arloji yang melingkari pergelangan tangan kirinya. "Ah, oke. Aku akan segera berganti pakaian," ujar Asrina segera berlari menuju lantai
Andreas Corporation, kantor CEO. Seorang pria paruh baya mengenakan setelan jas duduk di kursi CEO sementara Evan duduk di depannya. "Bagaimana hal ini bisa terjadi?" tanya pria paruh baya itu yang tidak lain adalah papa Evan, Davis Andreas. "Aku tidak tahu, Pa. Aku merasa ada yang menargetkan perusahaan kita," jawab Evan. Pak Davis melemparkan dokumen ke depan Evan. "Saham perusahaan menurun tajam dan kamu tidak tahu! Bukankah perusahaan kita bekerja sama dengan perusahaan Asri Corporation. Perusahaan itu berkembang pesat baru-baru ini. Kenapa kamu tidak meminta bantuannya?" Evan mengepalkan tinjunya mendegar ucapan papanya. Dia tidak tahu bagaimana bisa perusahaan yang sudah akan bangkrut itu bisa melakukan serangan balik dan bahkan terus meningkat. Rencananya selama ini semuanya sia-sia. "Aku sudah memutuskan pertunangan dengan Asrina, Pa." Kata-kata putranya membuat Pak Davis sangat marah. "Dasar anak bodoh! Kamu melepaskan peluang yang sangat besar seperti itu. Pokoknya pa
"Aku tidak menyangka bisa bertemu denganmu di sini. Kenapa kamu memblokir nomorku? Aku mencarimu ke rumahmu, tapi rumahmu sudah di jual. Kamu tinggal di mana sekarang?" Atas perintah papanya Evan telah berusaha menghubungi Asrina. Tidak pernah terpikir olehnya tunangannya yang polos ini benar-benar berani memblokir nomor ponselnya. "Kamu tidak perlu tahu di mana aku tinggal. Kita sudah tidak ada hubungan lagi." Asrina berkata berjalan menghindari Evan. Melihat sikap acuh Asrina membuat Evan kesal dan menghentikan langkah gadis itu. "Kamu tunanganku! Hubungan kita sangat jelas." "Pertunangan kita sudah putus. Kamu sendiri yang mengatakan itu," tangkas Asrina. "Aku hanya bercanda waktu itu. Bisakah kamu melupakannya. Saat itu aku sedang dalam suasana hati yang buruk, jadi mengatakan hal seperti itu." Evan buru-buru menjelaskan secara asal. Asrina menatap pria yang telah menjadi tunangannya selama 3 tahun. Satu-satunya pria yang sangat dekat dengannya dan dia berikan kepercayaan un
Arbian duduk di meja makan tanpa menyentuh sarapan yang sudah disajikan di atas meja. Dia sedang menunggu Asrina untuk sarapan bersama."Selamat pagi?" Sapa Asrina baru saja turun."Pagi. Kamu mau kemana?" tanya Arbian melihat Asrina yang sudah berpakaian rapi. Tinggal bersama membuat Arbian mengerti kebiasaan gadis itu. Saat berpakaian rapi dan cantik dia akan keluar, sementara saat hanya tinggal di rumah dia hanya berpakaian seadanya tanpa merias wajah."Hilya akan membuka cabang di Grandmall. Sebagai teman dan mitra aku akan datang ke pembukaannya," jelas Asrina sambil menarik kursi dan duduk."Ini untukmu." Arbian meletakkan kunci mobil di depan Asrina."Apa ini? Kamu memberiku mobil?" Asrina memegang kunci mobil menatap Arbian terkejut. Hari ini bukan hari ulang tahunnya, buat apa memberi hadiah mobil?"Ya. Kamu bisa menggunakan mobil itu untuk bepergian saat aku tidak bersamamu," jelas Arbian. Asrina selalu menggunakan mobil online saat keluar atau menumpang mobilnya. Dengan mo
Memasuki kafe Asrina memimpin memilih meja kosong, Hilya dan Vany saling memandang dan mengikuti Asrina. Asrina memanggil pelayan dan memesan teh susu dan kue black forest. Sebenarnya dia merasa sedikit haus dan dia tahu kalau pasti akan menghabiskan banyak air liur untuk berbicara dengan kedua sahabatnya itu. Jadi, Asrina menghentikan Hilya dan Vany yang akan berbicara dan meminta mereka untuk memesan juga. Pembukaan toko Hilya masih ada satu jam lagi, dia bisa memanfaatkan waktu ini untuk berbicara dengan keduanya. Setelah pelayan itu pergi Hilya dan Vany tidak sabar mendengar pengakuan dari Asrina yang menyulut rasa ingin tahu mereka. "Oke, jadi dari mana kamu dapat mobil mewah itu? Jangan mencoba bicara yang berputar-putar dan jangan mengalihkan pembicaraan lagi." Hilya tidak dapat menahan rasa penasarannya. Menunggu penjelasan Asrina dari pintu masuk mal hingga memesan makanan dan minuman sudah menghabiskan banyak kesabarannya. Asrina selalu menunda-nunda dan mengalihkan pemb
Arbian duduk di meja makan tanpa menyentuh sarapan yang sudah disajikan di atas meja. Dia sedang menunggu Asrina untuk sarapan bersama."Selamat pagi?" Sapa Asrina baru saja turun."Pagi. Kamu mau kemana?" tanya Arbian melihat Asrina yang sudah berpakaian rapi. Tinggal bersama membuat Arbian mengerti kebiasaan gadis itu. Saat berpakaian rapi dan cantik dia akan keluar, sementara saat hanya tinggal di rumah dia hanya berpakaian seadanya tanpa merias wajah."Hilya akan membuka cabang di Grandmall. Sebagai teman dan mitra aku akan datang ke pembukaannya," jelas Asrina sambil menarik kursi dan duduk."Ini untukmu." Arbian meletakkan kunci mobil di depan Asrina."Apa ini? Kamu memberiku mobil?" Asrina memegang kunci mobil menatap Arbian terkejut. Hari ini bukan hari ulang tahunnya, buat apa memberi hadiah mobil?"Ya. Kamu bisa menggunakan mobil itu untuk bepergian saat aku tidak bersamamu," jelas Arbian. Asrina selalu menggunakan mobil online saat keluar atau menumpang mobilnya. Dengan mo
"Aku tidak menyangka bisa bertemu denganmu di sini. Kenapa kamu memblokir nomorku? Aku mencarimu ke rumahmu, tapi rumahmu sudah di jual. Kamu tinggal di mana sekarang?" Atas perintah papanya Evan telah berusaha menghubungi Asrina. Tidak pernah terpikir olehnya tunangannya yang polos ini benar-benar berani memblokir nomor ponselnya. "Kamu tidak perlu tahu di mana aku tinggal. Kita sudah tidak ada hubungan lagi." Asrina berkata berjalan menghindari Evan. Melihat sikap acuh Asrina membuat Evan kesal dan menghentikan langkah gadis itu. "Kamu tunanganku! Hubungan kita sangat jelas." "Pertunangan kita sudah putus. Kamu sendiri yang mengatakan itu," tangkas Asrina. "Aku hanya bercanda waktu itu. Bisakah kamu melupakannya. Saat itu aku sedang dalam suasana hati yang buruk, jadi mengatakan hal seperti itu." Evan buru-buru menjelaskan secara asal. Asrina menatap pria yang telah menjadi tunangannya selama 3 tahun. Satu-satunya pria yang sangat dekat dengannya dan dia berikan kepercayaan un
Andreas Corporation, kantor CEO. Seorang pria paruh baya mengenakan setelan jas duduk di kursi CEO sementara Evan duduk di depannya. "Bagaimana hal ini bisa terjadi?" tanya pria paruh baya itu yang tidak lain adalah papa Evan, Davis Andreas. "Aku tidak tahu, Pa. Aku merasa ada yang menargetkan perusahaan kita," jawab Evan. Pak Davis melemparkan dokumen ke depan Evan. "Saham perusahaan menurun tajam dan kamu tidak tahu! Bukankah perusahaan kita bekerja sama dengan perusahaan Asri Corporation. Perusahaan itu berkembang pesat baru-baru ini. Kenapa kamu tidak meminta bantuannya?" Evan mengepalkan tinjunya mendegar ucapan papanya. Dia tidak tahu bagaimana bisa perusahaan yang sudah akan bangkrut itu bisa melakukan serangan balik dan bahkan terus meningkat. Rencananya selama ini semuanya sia-sia. "Aku sudah memutuskan pertunangan dengan Asrina, Pa." Kata-kata putranya membuat Pak Davis sangat marah. "Dasar anak bodoh! Kamu melepaskan peluang yang sangat besar seperti itu. Pokoknya pa
Asrina menatap berbagai macam hadiah yang dibawa oleh sekretaris Arbian dengan bingung. "Untuk apa semua ini?" tanyanya menghentikan Doni yang tengah sibuk menghitung hadiah. "Nona, ini semua adalah hadiah lamaran yang diperintahkan oleh Pak Arbian," terang Doni. "Hadiah lamaran?" gumam Asrina tidak mengerti. Untuk apa hadiah lamaran? Siapa yang mau dia lamar? "Kamu tidak ingin bersiap?" Asrina terkejut mendengar suara itu segera berbalik dan melihat Arbian berpakaian rapih, entah sejak kapan berdiri di belakangnya. "Bersiap untuk apa?" tanyanya menatap Arbian penuh tanya. "Untuk melamar ke rumahmu," jawab Arbian berjalan ke sofa dan duduk di sana. Ucapan Arbian membuat Asrina tertegun, apakah dia tidak salah dengar? Pria itu benar-benar ingin melamarnya? "Aku akan menunggumu setengah jam. Cepat berganti pakaian," kata Arbian sambil melirik arloji yang melingkari pergelangan tangan kirinya. "Ah, oke. Aku akan segera berganti pakaian," ujar Asrina segera berlari menuju lantai
Setelah berpisah dari teman-temannya Asrina tidak langsung kembali ke vila Arbian, tapi pergi ke rumah orang tuanya. Dia masih memikirkan tawaran Arbian untuk mengadakan pesta pernikahan. "Asri, kapan kamu datang? Kenapa hanya berdiri di situ? Ayo masuk," Kinanti terkejut dengan kedatangan putrinya segera memintanya masuk ke dalam rumah. Asrina sadar mendengar suara mamanya, dia pun tersenyum dan memasuki rumah. "Bagaimana pekerjaanmu? Apa kamu betah? Apa pekerjaannya sulit?" tanya Kinanti khawatir. "Tidak, Ma. Pekerjaannya sangat mudah," jawab Asrina duduk di kursi. "Baguslah kalau begitu," kata Kinanti berjalan ke dapur. Beberapa saat kemudian dia keluar sambil membawa nampan berisi teh dan kue. "Nih, minum dulu." Asrina mengambil cangkir yang di serahkan mamanya dan meletakkannya di atas meja. Kemudian, dia meraih tangan Kinanti dan memegangnya dengan kedua tangannya sedikit melamun. "Ada apa sayang? Kamu terlihat punya banyak pikiran seperti itu. Kalau ada masalah kamu bi
Setelah mandi dan berpakaian Asrina turun ke lantai bawah menuju meja makan dimana sudah ada Arbian duduk di sana. "Selamat pagi," sapa Asrina dengan senyum lembut dan duduk di samping Arbian. "Pagi," gumam Arbian sebagai tanggapan. Keduanya sarapan dalam diam, Asrina tidak tahu harus berbicara apa dengan pria itu. Sementara Arbian tidak suka bicara saat makan. "Bisakah aku ikut dengan mobilmu?" tanya Asrina tiba-tiba menghentikan Arbian yang bagun dari kursi. "Kemana?" tanya Arbian. "Aku ingin ke Wedding Butik. Bisakah?" ucap Asrina menatap Arbian sedikit takut. Melihat wajah pria itu yang selalu terlihat dingin membuat Asrina takut. Dia takut akan membuat pria itu marah. "Oke," angguk Arbian. Asrina segera berjalan mengikuti Arbian dan masuk ke dalam mobil. "Aku sudah bertemu Pak Morael kemarin. Dan uang itu sudah aku berikan padanya. Ini dokumen perjanjian kerja sama dan 50% saham atas namamu," ucap Arbian mengeluarkan dokumen dari dalam tasnya dan memberikannya pada Asri
Malam hari, meja makan. Duduk di meja makan Asrina menatap sekeliling mencoba mencari keberadaan Arbian. Setelah beberapa saat dia tidak melihat orang itu datang. "Bi, apa Arbian belum pulang?" tanya Asrina pada Bi Yupi. "Belum, Nona. Hari ini Tuan ada makan malam dengan klien jadi pulangnya larut. Nona makan saja, tidak perlu menunggu Tuan," jawab Bi Yupi melihat makanan di atas meja belum tersentuh. "Baik, Bi." Asrina pun menggerakkan sendoknya dan makan perlahan. Setelah makan malam Asrina pergi mandi, lalu duduk di atas tempat tidur selesai mengeringkan rambutnya. Bermain dengan ponsel Asrina menjelajahi internet mencari informasi tentang Arbian dan perusahaannya. Dia ingin mengenal pria itu lebih baik lagi. Ada baiknya jika dia berhati-hati. "Kenapa tidak ada anggota keluarga yang dicamtumkan di biografinya, ya? Ah, sudahlah lebih baik aku tidur saja. Hoaaamhh...." Asrina menguap tidak sanggup menahan kantuk. Padahal dia ingin menunggu pria itu pulang, tapi apa daya kantuk
Kembali ke rumah kecilnya, Asrina mengepak beberapa pakaian dan yang lainnya ke dalam koper. Selesai berkemas Asrina menarik kopernya keluar dan bertemu dengan mamanya yang baru saja pulang dari pasar. "Kamu mau kemana bawa koper segala sayang?" tanya Bu Kinanti menatap koper di belakang putrinya dengan bingung. "Asri mau pindah ke rumah teman, Ma," jawab Asrina. "Loh, kok tiba-tiba. Memangnya ada apa?" Bu Kinanti meletakkan belanjanya di atas meja. "Maafin Asri ya, Ma. Sebenarnya Asri diam-diam cari kerja tanpa memberitahu mama dan papa. Kebetulan hari ini Asri keterima dan rumah teman Asri sangat dekat dengan perusahaan. Jadi, Asri akan tinggal di sana untuk sementara," jelas Asrina. Menjadi kekasih kontrak Arbian juga merupakan pekerjaan kan? Arbian membayarnya gaji yang sangat mahal sebagai istri kontrak, ini namanya kerja juga kan? Meskipun dalam bentuk lain. Anggap sajalah seperti itu. Jangan sampai orang tuanya khawatir. Dia tidak boleh menambah beban orang tuanya sekaran