Manan mendengus kesal, "Hai! Kau jangan seperti itu! Aku ini sedang berbaik hati kepadamu karena kamu sakit. Kalau kamu tidak sakit sudah kubuat tidak bisa berjalan lagi, kebetulan obatmu masih banyak, jadi bisa kutambah lagi rasanya, mau kamu? Tidak bukan? Maka jangan macam-macam padaku!" ancam Manan lagi."Iya aku tidur apa kau puas?" tanya Safia pada Manan "Belum, bagaimana bisa puas kalau aku belum menidurimu? Jadi jangan bicara lagi kalau kau tak ingin itu terjadi!" ucap Manan sambil merebahkan tubuh di sofa.Safia mengerutu dalam hati kenapa lelaki itu sekarang selalu berbicara yang membuat jengkel dan marah.Hari itu diwarnai dengan kekesalan Safia dan keusilan Manan. Lelaki itu tidak hentinya berbicara dengan sarkas dan memaki Safia baru berhenti saat pria itu terlelap di malam hari.Dini hari Safia terbangun oleh tangisan Amar, ia mengecek popok bayi itu apakah penuh atau tidak lalu menggantinya kemudian ia pun mulai memberikan
Manan menyusul ke kamar mandi, ia memijit tengkuk Safia. "kau ini sebenarnya hamil atau tidak suka dengan selai kacang?" tanya Manan pada SafiaSafia membasuh mulutnya lalu menoleh pada Manan dan menatap dengan tajam. "Enak saja hamil. Tidak!""Bisa jadi kau hamil karena aku sudah dua kali mendatangimu," ucap Manan."Tidak, aku tidak hamil kenapa begitu ngotot mengatakan aku hamil?""Kau ingin punya anak, 'kan? Jadi aku mengabulkannya," ucap Manan sambil melenggang keluar dengan santainya. Namun, ia mulai khawatir kalau-kalau Safia Hamil."Manan mengambil roti yang sempat disobek sedikit oleh Safia itu lalu menghabiskannya.Safia yang sudah merasa enakkan sedikit itu, kembali ke meja makan ia terkejut karena roti yang sempat dimakannya tadi sudah tidak ada."Kau bikin sendiri saja, aku masih lapar dan harus segera berangkat," ucap Manan sambil menyodorkan punggung tangannya.Safia pun mencium punggung tangan Manan lalu pria itu pergi ke kamarnya dan mengambil kopernya, sebelum pergi i
Manan mengernyitkan dahinya, bagaimana bisa, pihak klien memberikan fasilitas yang tidak nyaman begini."Apa ini gak salah, Nona, kami di sini dalam rangka urusan bisnis. Tentunya akan diberikan fasilitas yang nyaman untuk kami melakukan koordinasi dengan baik, kalau ruangan saya dipisahkan dengan asisten saya Bagaimana saya bisa berkoordinasi dengan asisten saya ini? protes Manan "Mohon maaf, Pak, kami hanya menjalan tugas, Anda tanyakan saja pada pihak yang bersangkutan," ucap resepsionis hotel Brian menarik tangan Manan dan mengajaknya berbicara dengan agak jauh. agar resepsionis Itu tidak tahu apa yang dibicarakan mereka."Ada apa kau menarik -narik tanganku? Aku ingin protes pada klienku!" protes Manan jengkel."Kau tahu kenapa aku memakai topi dan kacamata hitam ini? Agar tidak diketahui olehnya. Kamar yang terpisah jauh akan lebih bagus untuk menangkap mangsa," ujarnya."Menurutmu begitu?" tanya Manan."Ia
Manan berjalan menuju kamarnya, setelah sampai di dalam ia meneliti apakah ada cctv ataukah tidak karena ia tidak ingin diawasi oleh wanita itu.Ternyata dugaannya adalah betul, di dalam kamarnya ada kamera tersembunyi, ia pun berjalan menuju ke kopernya, ia mengambil sebuah saputangan hitam yang sangat tebal di tutupkan ke kamera tersembunyi tersebut.Setelah itu, ia kembali berjalan mengelilingi kamarnya dan ternyata ada pintu penghubung dengan kamar sebelah ia yakin kamar itu adalah kamar Hanie.Manan membuang napas kasarnya, ia ingin marah pada wanita itu. "Sebenarnya apa maunya dia?" pikir Manan.Lelaki itu menatap pintu penghubung dengan tatapan marah, ingin sekali ia segera pergi dari kamar ini tetapi tentu akan terlihat mencurigakan, ia pun kembali duduk di pinggir ranjang. Tak ingin membuang waktunya dengan memikirkan sesuatu hal yang belum terjadi ia pun merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Rasa kantuk membawa tertidur sejenak hingga terdengar alarm jam tangannya berbunyi.J
Brian menatap Hanie yang ada dibawahnya sambil tersenyum. Wanita itu tampak panik, ia di posisi yang tidak bisa melepaskan diri."Kenapa? Kau terkejut atau sangat terkejut? Kau sudah tidak bisa melepaskan dirimu, hanya aku yang bisa melepaskannya. kau sudah memasukannya dan aku yang memainkannya. Aku nyakin kau tidak akan bisa melupakan malam ini dan Kau telah terperakap," ucap Brian sambil memindahi tubuh polos wanita yang ada di bawahnya."Lepaskan aku Brian!" teriak Hanie."Kenapa aku harus melepaskanmu? bukankah kau yang mendatangiku? Kau yang menancapkan kuncinya dan aku yang memutarnya, Kau mengerti maksudku bukan?" tanya Brian sambil mengerakan tubuhnya membuat Hanie berusaha menahan rasa juga des4h4n dari bibirnya. Ia tidak mau kalah dengan pria ini."Kukira Manan, ternyata Kau, Kenapa kau berada di sini? Yang kucintai Manan bukan kau?" teriak Hanie dengan napas tersengal-sengal karena Brian semakin menggila."Aku tidak peduli! Dulu kudapatkan dan sekarang juga kudapatkan, be
Manan berjalan mondar-mandir hanya dengan memakai bath robe. Kembali melihat layar handphonenya tidak ada balasan dari pria tengil sahabatnya itu."Ah, ngapain saja dia, kenapa koperku belum juga sampai di sini?" gerutunya.Tak lama kemudian terdengar suara notifikasi dari handphonenya, sebuah pesan masuk di layar ponselnya.Brian : ( Lo pulang dulu! Hanie lemes, gak bisa jalan)Setelah itu nomernya tidak aktif lagi. "Asem lo, Bri! Gue kira kagak doyan, ternyata lo maruk." Manan mengumpat sendiri saat teringat dengan Safia karena pesan sahabat tengilnya itu.'Ah kenapa aku ingat dia? Aku gak mungkin jatuh cinta sama dia, aku hanya membutuhkannya untuk melepaskan keteganganku saja,," tampiknya ketika ia rindu pulang, ingin mengerjai wanita itu lagi. Terdengar ketukan dari luar membuyarkan lamunannya, ia berjalan dan membuka pintunya.Seorang pria berdiri di depan kamarnya dengan membawa. "Ini koper Anda, Tuan."Manan tersenyum lega ia mengambil koper tersebut dan memberikan tip pada B
Safia sangat gelisah. 'Apa yang diinginkan pria itu padaku? Kenapa harus ke dokter kandungan segala, bukankah jika tidak suka denganku tidak perlu menjamahku,' batinnya.Ia semakin resah kala waktu berjalan dengan sangat cepat dan sudah menujukan jam 15.00. 'Ah bagaimana ini? Dia pasti meminta hak setelah ini,' pikirnyq berkecamuk."Kau Tidak tidur?" Suara bariton mengejutkan Safia hingga ia terjengkit."Kau ini selalu mengagetkan saja!" sahut Safia."Ck, aku bertanya, Fi dan kau yang melamun dari tadi, kenapa kau menyalahkan aku?" protes Manan sambil bangun dari sofa"Karena kau tiba-tiba saja bicara saja bicara. Bukankah tadi kamu sedang tidur?" tanya Safia jengkel"Tadi memang tidur tapi sekarangkan bangun," ucap Manan sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Safia, begitu sangat dekat membuat Safia menjauhkan wajahnya. Namun ia terkejut saat tangan Manan menahannya untuk di posisi semula."Kau mau apa?" tanyanya dengan bibir bergetar."Menurutmu?" tanya Manan semakin mendekat ujung hi
Lima belas menit Manan telah keluar dari kamar mandi dengan tubuh basah berbalut handuk dan rambut yang masih basah juga.Ia berjalan menuju lemari dan mengambil pakaian santai lalu memakainya di hadapan Safia. Wanita itu hanya menunduk dan menahan nafas sejenak, karena merasa ada ketidak nyamanan dalam situasi ini."Kau harus membiasakan ini, Safia," ucap Manan tanpa melihat wanita itu.Setelah rapi Ia pun mengajak Sofia untuk segera berangkat, Manan mengenakan celana pendek selutut dan t-shirt, lalu meraih kunci mobilnya dan berjalan mendekati Safia."Ayo berangkat! kau gendong Amar dan sebelum kita pergi ke dokter kandungan kau beri asi dia! Inilah repotnya jika kau tidak membiasakan Amar untuk minum ASIP di botol," ucap Manan memarahi lagi Safia."Kalau dia bisa minum susu di botol tentu saja aku juga senang aku bisa tidur dengan pulas dan tidak harus setiap malam terbangun hanya untuk memberikan Asi pada Amar," banta Safia."Kenapa kau selalu saja membantah, apa yang katakan itu