Manan mengernyitkan dahinya, bagaimana bisa, pihak klien memberikan fasilitas yang tidak nyaman begini.
"Apa ini gak salah, Nona, kami di sini dalam rangka urusan bisnis. Tentunya akan diberikan fasilitas yang nyaman untuk kami melakukan koordinasi dengan baik, kalau ruangan saya dipisahkan dengan asisten saya Bagaimana saya bisa berkoordinasi dengan asisten saya ini? protes Manan"Mohon maaf, Pak, kami hanya menjalan tugas, Anda tanyakan saja pada pihak yang bersangkutan," ucap resepsionis hotelBrian menarik tangan Manan dan mengajaknya berbicara dengan agak jauh. agar resepsionis Itu tidak tahu apa yang dibicarakan mereka."Ada apa kau menarik -narik tanganku? Aku ingin protes pada klienku!" protes Manan jengkel."Kau tahu kenapa aku memakai topi dan kacamata hitam ini? Agar tidak diketahui olehnya. Kamar yang terpisah jauh akan lebih bagus untuk menangkap mangsa," ujarnya."Menurutmu begitu?" tanya Manan."IaManan berjalan menuju kamarnya, setelah sampai di dalam ia meneliti apakah ada cctv ataukah tidak karena ia tidak ingin diawasi oleh wanita itu.Ternyata dugaannya adalah betul, di dalam kamarnya ada kamera tersembunyi, ia pun berjalan menuju ke kopernya, ia mengambil sebuah saputangan hitam yang sangat tebal di tutupkan ke kamera tersembunyi tersebut.Setelah itu, ia kembali berjalan mengelilingi kamarnya dan ternyata ada pintu penghubung dengan kamar sebelah ia yakin kamar itu adalah kamar Hanie.Manan membuang napas kasarnya, ia ingin marah pada wanita itu. "Sebenarnya apa maunya dia?" pikir Manan.Lelaki itu menatap pintu penghubung dengan tatapan marah, ingin sekali ia segera pergi dari kamar ini tetapi tentu akan terlihat mencurigakan, ia pun kembali duduk di pinggir ranjang. Tak ingin membuang waktunya dengan memikirkan sesuatu hal yang belum terjadi ia pun merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Rasa kantuk membawa tertidur sejenak hingga terdengar alarm jam tangannya berbunyi.J
Brian menatap Hanie yang ada dibawahnya sambil tersenyum. Wanita itu tampak panik, ia di posisi yang tidak bisa melepaskan diri."Kenapa? Kau terkejut atau sangat terkejut? Kau sudah tidak bisa melepaskan dirimu, hanya aku yang bisa melepaskannya. kau sudah memasukannya dan aku yang memainkannya. Aku nyakin kau tidak akan bisa melupakan malam ini dan Kau telah terperakap," ucap Brian sambil memindahi tubuh polos wanita yang ada di bawahnya."Lepaskan aku Brian!" teriak Hanie."Kenapa aku harus melepaskanmu? bukankah kau yang mendatangiku? Kau yang menancapkan kuncinya dan aku yang memutarnya, Kau mengerti maksudku bukan?" tanya Brian sambil mengerakan tubuhnya membuat Hanie berusaha menahan rasa juga des4h4n dari bibirnya. Ia tidak mau kalah dengan pria ini."Kukira Manan, ternyata Kau, Kenapa kau berada di sini? Yang kucintai Manan bukan kau?" teriak Hanie dengan napas tersengal-sengal karena Brian semakin menggila."Aku tidak peduli! Dulu kudapatkan dan sekarang juga kudapatkan, be
Manan berjalan mondar-mandir hanya dengan memakai bath robe. Kembali melihat layar handphonenya tidak ada balasan dari pria tengil sahabatnya itu."Ah, ngapain saja dia, kenapa koperku belum juga sampai di sini?" gerutunya.Tak lama kemudian terdengar suara notifikasi dari handphonenya, sebuah pesan masuk di layar ponselnya.Brian : ( Lo pulang dulu! Hanie lemes, gak bisa jalan)Setelah itu nomernya tidak aktif lagi. "Asem lo, Bri! Gue kira kagak doyan, ternyata lo maruk." Manan mengumpat sendiri saat teringat dengan Safia karena pesan sahabat tengilnya itu.'Ah kenapa aku ingat dia? Aku gak mungkin jatuh cinta sama dia, aku hanya membutuhkannya untuk melepaskan keteganganku saja,," tampiknya ketika ia rindu pulang, ingin mengerjai wanita itu lagi. Terdengar ketukan dari luar membuyarkan lamunannya, ia berjalan dan membuka pintunya.Seorang pria berdiri di depan kamarnya dengan membawa. "Ini koper Anda, Tuan."Manan tersenyum lega ia mengambil koper tersebut dan memberikan tip pada B
Safia sangat gelisah. 'Apa yang diinginkan pria itu padaku? Kenapa harus ke dokter kandungan segala, bukankah jika tidak suka denganku tidak perlu menjamahku,' batinnya.Ia semakin resah kala waktu berjalan dengan sangat cepat dan sudah menujukan jam 15.00. 'Ah bagaimana ini? Dia pasti meminta hak setelah ini,' pikirnyq berkecamuk."Kau Tidak tidur?" Suara bariton mengejutkan Safia hingga ia terjengkit."Kau ini selalu mengagetkan saja!" sahut Safia."Ck, aku bertanya, Fi dan kau yang melamun dari tadi, kenapa kau menyalahkan aku?" protes Manan sambil bangun dari sofa"Karena kau tiba-tiba saja bicara saja bicara. Bukankah tadi kamu sedang tidur?" tanya Safia jengkel"Tadi memang tidur tapi sekarangkan bangun," ucap Manan sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Safia, begitu sangat dekat membuat Safia menjauhkan wajahnya. Namun ia terkejut saat tangan Manan menahannya untuk di posisi semula."Kau mau apa?" tanyanya dengan bibir bergetar."Menurutmu?" tanya Manan semakin mendekat ujung hi
Lima belas menit Manan telah keluar dari kamar mandi dengan tubuh basah berbalut handuk dan rambut yang masih basah juga.Ia berjalan menuju lemari dan mengambil pakaian santai lalu memakainya di hadapan Safia. Wanita itu hanya menunduk dan menahan nafas sejenak, karena merasa ada ketidak nyamanan dalam situasi ini."Kau harus membiasakan ini, Safia," ucap Manan tanpa melihat wanita itu.Setelah rapi Ia pun mengajak Sofia untuk segera berangkat, Manan mengenakan celana pendek selutut dan t-shirt, lalu meraih kunci mobilnya dan berjalan mendekati Safia."Ayo berangkat! kau gendong Amar dan sebelum kita pergi ke dokter kandungan kau beri asi dia! Inilah repotnya jika kau tidak membiasakan Amar untuk minum ASIP di botol," ucap Manan memarahi lagi Safia."Kalau dia bisa minum susu di botol tentu saja aku juga senang aku bisa tidur dengan pulas dan tidak harus setiap malam terbangun hanya untuk memberikan Asi pada Amar," banta Safia."Kenapa kau selalu saja membantah, apa yang katakan itu
"Kenapa sih, Mas, kau begitu ngotot agar aku suntik anti kehamilan dan meminta hak dariku? kamu, 'kan tidak mencintaiku? Lalu kenapa kamu ingin aku melayanimu sebagai istri?" protes Safia."Masalah melayaniku sebagai istri itu kewajibanmu, masalah cinta atau tidak cinta tidak ada hubungan dengan itu, kamu sudah memutuskan untuk bersedia menikah denganku itu artinya ini kamu menerima segala keputusanku harus berapa ribu kali kukatakan agar kau mengerti. Tidak perlu siapkan hatimu cukup tubuhmu! Kau mengerti, Safia?! tekan Manan dengan sangat keras."Kenapa kau memperlakukan aku seperti ini, Mas? Apa salahku?" teriak Safia."Jangan menyulut emosiku, Fia! Berhenti menangis dan turuti aku atau mobil ini akan kulajukan ke hotel saat ini juga dan kita buat anak!" ancam Manan pada Safia.Safia terdiam dan hanya terisak sedih, Sebagai seorang wanita tentunya ia ingin melakukan itu karena cinta, bukan karena hasrat semata, akan tetapi ia tahu bahwa Manan membutuhkan pelepasan hasratnya walaupun
Setelah sampai di rumah orang tua Manan, mereka langsung berpamitan. Dengan menggendong Amar, Safia masuk ke dalam mobil lalu Manan menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang meninggalkan rumah itu.Ketika melewati Apotek Manan memberhentikan mobilnya lalu masuk ke dalam entah apa yang di belinya. Setelah beberapa menit ia pun kembali ke mobilnya dan melaju membelah jalanan yang lenggang.Beberapa menit kemudian ia pun sampai di rumah. Manan turun dari mobilnya berjalan mendahului Safia. Sungguh setelah mendapatkan keterangan dari sahabatnya Anton dia sedikit ada kekhawatiran terhadap Safia, pasalnya ia telah dua kali melakukannya.Lelaki itu langsung masuk ke dalam ruangan kerjanya ia masuk di bilik tempat beristirahat saat letih dengan pekerjaan. Mendiang istrinya itu sangat mengerti kebutuhan dirinya, jika ia tidak keluar beberapa jam dari ruangan kerja maka Laila akan datang keruangan kerjanya dengan pakaian seksi dan memanjakannya dengan sentuhan kelembutan jemari tangannya.M
Waktu seolah berjalan dengan cepat kecemasan semakin menguasai hati Safia. Ia berjalan mondar-mandir di kamar di ambilnya pakaiannya lalu di letakkan lagi."Ah ... kenapa nasibku begini amat?" gerutu wanita itu.Ia menatap jam dinding di kamar itu. Sudah jam 21.30 Safia belum juga menganti pakaian. Ia bingung, takut dan juga malu. Dalam kekalutannya itu tiba-tiba saja handphonenya berdering ia segera berlari ke arah meja dan menghentikan bunyi handponenya itu. Sebuah foto dan pesan dikirim oleh Manan.Manan: (Susui Amar dulu, sebelum ke sini)Manan: (Dadan seperti yang ada di foto yang kukirim dan jadilah Lailaku! Kau mengerti Safia?)Safia tertegun menatap foto kakaknya. "Megenakan pakaian itu tanpa memakai d4l4m4n, bagaimana aku bisa?" pikirannya resah.ia semakin gelisah dan bingung di saat itu tangisan Amar terdengar mengelegar di kamar ia berjalan menuju box bayi dan diraihnya Amar, lalu menggendongnya dan membawanya duduk dibibir ranjang sambil menyusui bayi itu.Setelah Amar
Hari berjalan terus Manan sibuk dengan Lala bahkan tidak memperhatikan anak-anaknya selalu berangkat lebih awal, dan tidak pernah lagi sarapan pagi di rumah, ia lebih suka melakukannya di apartemen Lala. Amar mulai kehilangan sosok sang ayah, berbeda lagi dengan Safia, ia selalu saja menyempatkan dirinya untuk sarapan pagi dengan anak -anaknya dan masih mengantar jemput mereka. Akan tetapi Amar merasa sangat tidak suka saat Safia bersama lelaki lain saat menjemputnya bersama sang adik. Namun, Amar tidak bisa memprotesnya sebab sang mama bilang mereka baru meninjau bersama dan sekalian menjemput mereka. Sesampainya di atar di rumah, Safia kembali ke kantor bersama pria itu sedangkan Amar dan Erina berada di rumah dengan Ira sang asisten rumah tangga. Amar menatap mobil yang keluar dari pintu gerbang rumahnya lalu mengajaknya sang adik masuk ke dalam sambil berfikir bagaimana cara agar orang tuanya tahu, bahwa ia dan adiknya membutuhkan mereka berdua. Sampai di dalam mereka disa
Safia dengan tergesa-gesa berjalan menaiki tangga menuju kamar Sang Putri, Ia pun berhenti beberapa saat untuk menetralkan kemarahannya pada Manan yang entah kenapa bersikap sinis padanya. ia menghembuskan nafas beratnya lalu tersenyum kemudian berjalan masuk ke dalam kamar yang putri terlihat wajah lelaki yang duduk di bibir ranjang menemani sang adik yang belum tidur sana menunggu papanya untuk menemaninya tidur. "Mana Papa? Kenapa Mama kembali ke sini sendirian?" tanya Amar "Papa masih harus menyelesaikan pekerjaannya dia akan menyusul kemari, nanti setelah pekerjaannya selesai dan kamu Amar, Pergilah tidur di kamar tidurmu biar mama yang akan menemani adikmu sampai bapakmu kemari," perintah Safia. "Mama mengusir Amar?" tanya bocah lelaki itu. "Tidak, hanya besok kamu harus sekolah, jadi lebih kamu beristirahat di kamarmu sendiri lagi pulang adiknya masih sakit kan takutnya kamu juga akan terkena virusnya lalu ikut sakit yang repot siapa kan Mama juga," ucap Safiah. "Oh
Safia menatap kepergian Manan dengan hati galau. 'Apa ini benar, andai pun terjadi masalah antara aku dan Manan harusnya aku tidak boleh mempunyai ketertarikan dengan pria lain hingga masalah rumah tanggaku beres, tetapi lelaki yang memenjarakan dirinya dalam hubungan pernikahan hanya mau melepaskanku saat ada seseorang pria yang mampu menyentuh hatiku dan saat ini pria itu hadir, Namun kenapa aku merasa Mas Manan tidak sungguh-sungguh untuk melepaskanku. Meski tak ada rasa cinta dari sebuah hubungan pernikahan, tetaplah salah jika membina hubungan dengan pria lain di atas pernikahan yang rapuh.' batinnya sedih ia menatap putra sambungnya dan tersenyum berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri. "Apa Mama baik-baik saja?" tanya Amar pada Safia. "Mama baik-baik saja sayang, jangan cemas tidak ada sesuatu yang di perdebatkan dengan papa, kami hanya mitra kerja, jangan terlalu berfikir yang belum saatnya kamu pikirkan," ucap Safia pada Amar. "Aku hanya ingin selalu bersama kalian,
Saya yang minta maaf, karena menyentuhmu, saya tunggu di ruang tamu," ucap Manan berjalan keluar dari kamar Lala sambil merapikan pakaiannya. Lala menghebuskan napas. 'Liar juga si Bapak punya anak dua itu,' gumamnya dalam hati. sambil melihat bercak merah di leher dan dada. ia pun mengambil pakaian di dalam lemari dan memakainya lalu berjalan keluar menuju ruang tamu untuk menemui Manan. "Hemm ... Bapak mau minum apa?" tanya Lala menghilangkan kecanggungannya terhadap pria itu. "Tidak usah repot-repot, kamu duduk di sini dengan saya saja, sebenarnya saya ingin meminta maaf padamu tetang perbuatan Amar padamu, malah jadi berlaku tidak senonoh, mestinya kamu menampar saya," jawab Manan. "Saya yang salah, keluar hanya memakai handuk saja, jadi maaf bukan maksud saya untuk menggoda Anda. "Tidak, saya merasa kamu tidak menggoda saya wajar saja karena saya tidak memberi tahumu sebelumnya kalau saya datang. Justru saya minta maaf atas kelancangannya saya, Saya jamin tidak akan ter
"Bagaimana?" tanya Aran saat Safia telah tiba di ruang tamu. "Hem gak tahu, kayaknya di sekolah ada masalah sehingga seperti itu," jawab Safia pada lelaki itu. "Oke, karena anakmu sudah pulang aku pulang saja, takut menganggu quali time kamu saja," pamit Aran. "Oh ya, maaf penyambutan putraku yang mungkin membuat kamu tidak enak hati," ucap Safia pada pria itu. "Tidak apa-apa, jangan lupa besok pagi-pagi kita harus sudah sampai ke lokasi proyek, jika mobilmu masih di perbaiki maka nanti akan kujemput, bagaimana?" tanya pria itu pada Safia. "Tidak usah aku mau ke kantor dulu," ucap Safia. "Iya, di kantor maksudku," ucap Aran pada Safia. "Baiklah terserah Anda saja," ucap Safia tersipu dan Aran menggangguk sopan lalu pria itu pun keluar dari ruang tamu menuju mobilnya dan masuk serta mengemudikannya berjalan melewati gerbang rumah Manan. Safia menatap mobil itu hingga pergi menjauh. Ia menggelengkan kepalanya menepikan rasa yang ada dalam dirinya. Ia berjalan masuk kem
Taksi membawa Manan dan putranya pulang ke rumah, tadi dia berniat untuk pulang tetapi ia berfikir untuk meminta maaf secara langsung pada Lala. Ditengah perjalanan ia pun berubah pikiran. "Hem, sepertinyq Papa hanya bisa mengantarkanmu sampai pintu gerbang karena Sekertarisnya Papa, mbak Citra mengingatkan papa kalau jam satu akan ada rapat," jelas Manan pada sang putra. "Baiklah terserah Papa, dari tadi kan Amar ingin pulang sendiri, Papa saja yang memaksa untuk mengantarku pulang," jawab Amar pada Manan dengan ketusnya. Bocah lelaki itu menduga pasti sang ayah akan menemui Tante-tante yang menjemputnya tadi untuk miminta maaf. Manan menatap putra dengan lekat sambil menghelah napas. Taksi pun berhenti tepat di depan pintu gerbang rumahnya dan Amar pun turun sendiri tanpa sang ayah, menutup dengan keras dan berjalan tanpa menengok ke arah ayahnya. "Marah anaknya, Pak?" tanya sang sopir taksi dan Manan hanya tertawa lalu memberi tahukan alamat mana yang harus dituju dan tak
"Papa, membela Tante itu?" tanyanya pada sang papa. "Bukan membela, kalau sikapmu seperti itu, mungkin tadi papa tidak meminta tolong padanya. Papa akan Andi untuk menjemputmu. "kenapa tidak menyuruh paman Andi," tanya sambil memakan makanannya. "Oke Papa yang salah dan papa kira anak Papa bisa sopan terhadap teman Papa ternyata Papa salah anak Papa tidak sesopan yang papa harapkan," ucap Manan. Didalam kemasan itu pun disediakan pula alat pemecah cangkang dan Manan membantu memecahkan kulit cangkang makanan milik Amar. "Ya Amar minta maaf kan semua terjadi karena Amar gak sengaja membuat pakaian Tante kotor," ucap Amar tanpa merasa bersalah pada wanita itu. Manan tak lagi berbicara karena berbicara dengannya saat ini akan percuma saja karena anak itu pasti mengira dirinya ada hubungan Lala Manan menghelah napas dan menatap putranya dengan kecewa karena membuat pujaan hatinya terlihat buruk, mungkin Lala tadi juga dapat cemoohan dari karyawan yang tak sengaja berpapasan
"Ia menghembuskan nafasnya. 'Hemm ... anak kecil lihat aku menjadi pusat perhatian dan gunjingan mereka padahal ini baru mulai bagaimana nanti selanjutnya apa harus mundur, Aaahhh ... tidak, aku tidak boleh mundur walaupun apa yang terjadi.' Pintu lift terbuka Lala pun belum beranjak dari tempatnya berdiri, ia masih menatap pakaiannya yang sangat kotor. "Tante selanjutnya kita kemana?" tanya Amar sambil mengulum senyum samar ia sangat puas telah mengerjai wanita itu. 'jangan pikir muda untuk dapatkan Papa, hadapi anaknya dulu,' pikir Amar sambil menunggu jawaban dari Lala. "Ahh ... iya ayo keluar," ajak Lala saat tersadar kalau dia harus mengantar Amar sampai di kantor ayahnya dan ia sudah mengirim foto pada pria itu tetang pesanan makanan anaknya yang begitu banyak. Mereka berjalan menuju kantor Manan, Lala sangat beruntung di lantai ini hanya ada ruangan Manan dan Asistennya. Hingga sampai akhirnya mereka sampai di ruangan itu dan Lala mengetuk pintunya terbuka lalu Manan m
"Aku kenyang, Tante karena Tante cemberut," protes Amar. Lala duduk dengan memijit kepalanya sambil melirik bocah yang duduk tertunduk kepalanya itu. Ia menghela napas lalu berkata lagi," pesanlah kepiting lalu makanlah!" Wanita memecahkan cangkang kepiting dengan alat pemecah cangkang lalu menyuapkan dagingnya ke dalam mulutnya. "Baiklah aku akan coba beberapa porsi yang gak pedas," ucap anak itu sampai membuat Lala hampir tersedak. "Anak tampan pesan satu porsi saja dan makanlah, Oke, pesan yang biasa kamu makan dengan ayahmu, mengerti anak manis?" ucap Lala sambil menekan rasa jengkelnya yang sudah sampai ubun-ubun. "Baiklah aku hanya pesan satu porsi saja dan memakannya karena aku takut Tante kehabisan dan di suru cuci piring!" ucap amar tersenyum sambil memanggil pelayan. Tak berapa lama pelayan pun datang Amar mulai memesan makanan yang biasa di makannya dan dia juga memesan es krim coklat kesukaannya satu gelas besar. Beberapa saat kemudian pelayan kembali dengan