Share

Motif Lain

Penulis: Waternim
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Matahari sudah menempati posisi di atas kepala manusia akan tetapi tidak menyurutkan aktivitas di bawah langit tanpa payung yang berperan sebagai pelindung, kecuali sebagian menggunakan kendaraan beratap dan sebagiannya menetap dalam suatu ruangan untuk berlindung dari sinarnya yang membakar kulit.

Sama seperti pasangan sejoli yang baru bangun dari tidurnya di tengah hari yang terik ini, keduanya masih saling terhubung oleh pelukan dengan bermandikan keringat karena diruangan ini tidak ada Air Conditioner (AC) sehingga produksi keringat terus berjalan walau sedang tidak melakukan aktivitas juga mereka masih saling dalam posisi menempel yang makin menyebabkan kegerahan.

Giliran sang pria yang menjadi orang pertama bangun dari tidurnya lalu pandangannya jatuh pada rambut berwarna hitam legam milik kekasihnya, ia pun menempelkan bibirnya pada puncak kepala wanitanya sebelum mengusap lengannya agar terbangun.

Gerakan halus dari tangan besar sang pria yang diketahui bernama Pahing tersebut, akhirnya bisa membuat wanita dalam dekapannya terbangun.

“Hmmh.” Gumam sang wanita yang merasa terusik dalam tidurnya akan tetapi pada akhirnya harus tetap membuka matanya karena kini wajahnya dihujani oleh ciuman kecil dari Pahing.

“Ih, Mas. Aku capek, sudah dong.” Protes sang wanita sambil mencoba untuk menjauhkan tubuhnya dari Pahing tapi gagal karena Pahing memeluknya kuat.

“Kamu imut sekali sayang, Mas makin cinta sama kamu.” Ucap Pahing dengan suara deep-nya dan agak terdengar serak.

“Gombal.” Sang wanita bertingkah malu-malu dan tidak berusaha untuk menyangkal uacapan Pahing.

“Duh, Mas lepas dong. Badanku lengket nih, aku mandi duluan ya?” Pinta sang wanita merasa tidak tahan dengan tubuhnya yang berkeringat.

“Bagaimana kalau kita mandi bersama?” Goda Pahing sambil mengerlingkan matanya, nakal.

“Gak ya, yang ada kamu tuh bakal buat lama. Ayolah, Mas.” Tolak sang wanita mentah-mentah, sudah cukup semalam dia dibuat lelah dan sekarang tidak lagi.

Akhirnya Pahing pun melepaskan tangan kekarnya dari tubuh polos kekasihnya tersebut dan sekali lagi tanpa tahu malu, kekasih hatinya itu berjalan leluasa tanpa sehelai kain yang membungkus tubuhnya. Ia juga memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai.

Sementara itu Pahing menatap kekasihnya dengan mata lapar yang ingin menerkam kembali, sebelum keinginan tersebut menguasai pikirannya. Ia pun mengalihkan tatapannya.

***

Berdiri di bawah shower yang menyala yang membasahi tubuhnya dari ujung kepala sampai ujung kaki dengan merata.

Pandangannya yang tadi penuhi di oleh rasa malu-malu di depan prianya, lenyap begitu saja sejalan dengan air yang turun ke bumi.

Dia bagai orang lain dengan kepribadian yang baru, cara menggosok tubuhnya pun agak kasar yang menyebabkan kulitnya memerah. Ia melakukan hal tersebut berharap bisa menghilangkan jejak menjijikan dari ‘kekasihnya’ semalam.

Sebetulnya menjijikan juga disentuh oleh pria yang sudah beristri walau baru sekali rasanya dia sudah ingin muntah dari semalam, benar sekali. Mereka baru berhubungan intim dan ia berharap tidak akan ada yang terjadi dua kali, enak saja tubuh dipakai sesuka hati. Apalagi Pahing bukan pria yang bisa memenuhi semua kebutuhannya, dia bukan pria kaya yang dari lahir sudah bisa dihujani oleh uang. Pahing hanya berasal dari keluarga berada dan pekerjaan sebagai SuperVisor (SPV) disalah satu perusahaan cukup ternama yang bergerak dibidang tekstil dikotanya, walaupun gajinya agak tinggi diabandingkan dengan karyawan biasa tapi tetap saja kan tidak bisa membiayai dua wanita dalam hidupnya? Benarkan?

Dibalik itu semua, ia memiliki alasan tersendiri kenapa sudi berhubungan dengan pria hidung belang macam Pahing. Tentu saja, dia masihlah waras jika boleh dibilang begitu pada awalnya sebelum memilih jalan ini. Tenang saja, kewarasan masih sepenuhnya milik dia pribadi kok.

Setengah jam sudah berlalu sejak ia berdiri di bawah guyuran shower karena merasa belum puas menghilangkan bekas dari tubuhnya sebelum ketukan pintu dari luar pintu kamar mandir menyadarkannya, dia pun harus mempercepat urusannya.

“Dek, Apa masih lama? Perut Mas sudah keroncongan minta diisi.”

“Iya, Mas. Ini juga sudah mau selesai, sebentar lagi Adek keluar.” Teriaknya dari dalam kamar mandi, ia lalu mematikan shower dan mengusap buliran air dari tubuh basahnya menggunakan handuk baru yang tersedia di dalam lemari kecil yang terletak dikamar mandi tersebut.

Baru saja pintu kamar mandi terbuka, tubuhnya sudah dikukung oleh tubuh milik Pahing dan mengendusnya juga.

“Mas.” Peringatnya, yang satu tangannya memegang ujung yang terlilit agar tidak jauh dan satunya lagi mendorong dada Pahing agar memberi jarak diantara keduanya.

“Iya, iya. Maafin Mas ya Dek, habisnya kamu wangi sekali sih.” Elak Pahing tak tahu malu, ia bahkan berdiri dihadapan kekasihnya tanpa busana.

Apakah mereka memang pasangan yang diciptakan oleh surga? Ah, bukan. Jika iya, tidak akan ada yang namanya status yang berbeda diantara dua anak manusia tersebut. Mereka hanya sedang bermain api, melebihi batas cuaca terik siang ini yang mungkin akan membakar keduanya nanti. Bermain api itu sama sekali tidak ada jaminan keselamatannya, harap hati-hati.

Pahing masuk ke dalam kamar mandi, menyisakkan celah untuk kekasihnya memberikan handuk padanya. Padahal mereka sudah saling melihat tubuh telanjang satu sama lain tapi wanitanya masih merasa malu-malu dan tentu saja itu menjadi daya tarik tambahan selain cantik, body pun aduhai sekaligus menggemaskan.

Pintu kamar mandi benar-benar tertutup rapat, senyum malu-malu yang tadi tersemat dibibirnya luntur seketika.

Nama wanita itu adalah Eri, seorang wanita yang tengah bermain menjadi orang ketiga dirumah tangga orang lain. Usiangnya masih terbilang muda, dua puluh tiga tahun bulan depan. Masih masuk ke dalam kategori yang sedang untuk ukuran sebagai perebut laki orang atau biasa disingkat dengan pelakor, ada banyak yang berada dibawah dibawahnya dalam hal usia dan malah menjadikan ini sebagai salah satu profesi tetap karena pemasukan yang besar jika tidak salah pilih suami orang.

Namun, bukan itu konteks yang sedang diincar oleh Eri sendiri. Ada hal yang lebih menarik yang bisa dia dapatkan yaitu kepuasan batin melihat kehancurkan dengan kedua mata telanjangnya.

Jika bukan karena itu, Eri juga pasti akan pilih-pilih apabila ingin menjadi penyusup dirumah tangga orang lain. Minimal statusnya sebagai pejabatlah atau seorang pengusaha agar pemasukkan terus mengalir deras tanpa harus bekerja keras.

Ah, lain kali dia juga tidak ingin ‘tidur’ bersama Pahing lagi karena pria hidung belang itu ternyata memiliki ejakulasi dini. Ditambah ia harus berpura-pura menikmati itu semua di bawah kukungan Pahing, menyebalkan sekali.

Oh, sialannya lagi. Bahkan lebih panjang jari-jarinya ketimbang benda yang bergelantung diantara kedua paha Pahing.

Eri hanya ingin tertawa sekaligus menangis, tidak tahu mana yang harus didahulukan. Bisakah dia melakukan keduanya secara bersamaan?

Sorot mata Eri yang terlihat sayu, sudah tak sabar ingin menghabisi keduanya sampai ke tulang, sebenarnya apa yang menjadi penyebab Eri melakukan semua ini?

Bab terkait

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   In the Other Hand

    Keduanya mengenakan pakaian tadi malam sambil melenggang pergi meningalkan kamar motel yang sebelumnya sudah berbagi sebuah kecupan sana sini dibalik pintu yang masih tertutup rapat. Pahing mengajak kekasih wanitanya untuk mengisi perut dahulu yang sudah masuk ke dalam jam makan siang, jadwal sarapan yang sudah terlewatkan karena mereka begitu pulas tertidur saling terkait di atas ranjang. Tidak lupa tangan besar milik Pahing memegang erat tangan kecil milik Eri yang memiliki jari-jari lentik, terasa begitu pas dengan miliknya. Serasa mereka berdua memang sudah di takdirkan, mungkin Pahing harus segera merealisasikannya agar dapat terus memegang erat Eri tanpa harus ada penghalang di antara mereka berdua. “Mas, kok berhenti?” Tanya Eri sambil mendongkakkan kepalanya karena ada jarak yang besar di antara tinggi badan mereka berdua. Pahing langsung terbangun dari lamunannya tadi, ia bahkan tidak sadar bahwa sedang melamun. “Tidak apa-apa, mungkin ini ef

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Berganti Nama

    Pahing turun dengan mantap dari mobil setelah memakirkannya disamping rumah, memang perumahan yang dia huni bersama Kiran tidak memiliki gerbang depan. Tidak lupa ia membawa makanan seafood untuk Kiran yang telah dibelinya tadi, langkahnya terasa hingga sampai ketika ia mengetuk pintu tapi tidak ada respon dari dalam. Pahing sedikit mengerutkan dahinya, apakah Kiran tidak ada di rumah? Tapi tidak mungkin juga, biasanya jika Kiran akan berpergian keluar akan menghubungi dirinya terlebih dahulu. Merasa tidak sabar, Pahing pun menekan gagang pintu dan mencoba untuk mendorongnya ke dalam akan tetapi ia merasa seperti ada benda berat dibalik pintu yang menghalangi jalan masuk. Ia berhasil membuat sedekit celah sehingga pandangan jatuh pada apa yang ia anggap benda tadi yang menghalangi pintu masuk ternyata sesosok manusia, apakah itu Kiran? Sepertinya iya. Dia langsung mengenalinya ketika Pahing mengamatinya lamat-lamat. Pahing membeku ditempat sebelum berh

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Siapa Wanita itu?

    Pahing mengusap lembut pipi Kiran, berniat mencoba untuk membangunkannya secara perlahan. Ia tidak ingin membuat tubuh Kiran sakit jika dia mencoba untuk mengguncang tubuh halus ini. Merasakan tangan hangat serta bisikan berat di dekat daun telinganya, Kiran pun mencoba untuk membuka kedua kelopak mata walau masih terasa berat. Kepalanya terasa ditumbuk berton-ton batu, sakit sekali. Pahing melihat bulu mata lentik Kiran bergetar, tak dihentikan tindakannya sampai ia bisa mengungkapkan kedua bola mata Kiran secara penuh.

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Dengarkan Aku Saja

    Suasana hening menyelimuti mereka berdua, ketegangan terjadi diudara. Seluruh tubuh Pahing terasa terpaku ke tanah, bibirnya kelu tidak bisa mengecap kata sementara Kiran mulai mengatur napasnya yang memburu akibat dari tangisan yang kian ingin dihabiskan.Rentetan kalimat sedang Pahing susun dalam benaknya agar tidak tertangkap dan Kiran pun tidak menaruh curiganya padanya, ia pun mulai berpikir untuk mengecek ponselnya. Namun, segera dia urungkan niatnya tersebut. Tidak mungkin, Pahing mengecek daftar panggilan dihadapan Kiran, itu pasti akan membuat istrinya menaruh curiga padanya.Pahing tidak sempat menyusun kalimat jika suatu saat Kiran mulai curiga, ia tidak tahu hari itu akan datang secepat ini. Seharusnya sudah jauh-jauh hari ia persiapkan, dia muali meruntuki kebodohannya sendiri.“Mas..” Panggil Kiran pelan dan terdengar begitu lirih, jadi apa diamnya Pahing ini adalah iya?“Jadi itu benarkan?

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Percayalah Padaku

    Keheningan udara untuk kedua kalinya, suara napas dari keduanya tak terdengar jelas. Yang satu bernapas lebih lambat dan lainnya bahkan tidak bisa mengontrol napasnya. Ketegangan yang dirasakan Pahing begitu kentara, bahkan tangan tangannya ikut basah. Bulir-bulir keringat sebiji jagung diproduksi oleh dahinya padahal AC tidak pernah dimatikan. Kiran yang sedari mengamati perubahan wajah ekpresi Pahing membuat hati bergetir, apakah wanita gatal yang mencoba untuk menghubungi suaminya? Ia tidak akan membiarkan begitu saja, dia akan berusaha untuk melindungi mili

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Alasan Lain

    Eri menatap ponselnya dengan tatapan tidak percaya, ketika ia sedang mencoba untuk menghubungi Pahing dan tersambung lalu sambungan telepon terputus begitu saja karena pihak lain mematikan ponselnya secara tiba-tiba.“Mengesalkan saja.” Keluh Eri sembari mencebikkan bibirnya, hari ini sungguh sial baginya.Ketakutan sedari tadi yang dimilikinya menjadi kenyataan, ia gagal untuk menemui orang penting tersebut karena terlambat datang ke tempat perjanjian yang telah disepakati.Eri hanya menggerutu kesal dan menyalahkan kesialannya pada Pahing karena Pahing merupakan sumber kesialan itu sendiri, jika saja dia bisa memaafkan masa lalu mungkin dia tidak akan repot-repot untuk membalaskan dendamnya.Pasalnya, kesalahan Pahing tidak bisa dimaafkan begitu saja. Tidak semudah itu memaafkan seseorang yang bisa dengan mudahnya mengambil orang penting dalam hidup Eri, begitu dengan Kiran.Mereka berdua pa

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Ketakutan

    Pahing sudah berusaha untuk menghubungi kekasihnya, akan tetapi tetap tidak tersambung dan terus di alihkan. Ini sudah masuk yang kelima kali, membuat dirinya kalut. Biasanya Eri tidak pernah mengabaikan panggilan darinya, biasanya dalam deringan kedua langsung di angkat. Namun, sekarang bahkan dalam panggilan yang kelima tak kunjung di angkat juga. ‘Apa yang sebenarnya terjadi pada Eri?’ Pertanyaan tersebut terus berputar di dalam pikirannya sembari menatap ponsel yang berada dalam genggamannya yang sudah ia remas sekuat tenaga, seperti berniat menghancurkan benda persegi panjang tersebut dengan urat-urat di tangan yang begitu menonjol. Pahing memang baru berpisah dalam hitungan jam tapi rasa rindu ingin mendengar suara Eri sudah menyeruak dalam hati dan rasa rindu tersebut ingin segera ia bebaskan, walau hanya mendengar tanpa wujud fisik dari kekasihnya di depannya. Itu sudah sedikit mengobati rasa rindu miliknya dan bagian lainnya yang memang tidak bisa di puaskan jika tidak

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Cemas Membara

    Kiran berusaha untuk membuka paksa matanya agar bisa terbangun dari mimpi buruk yang bisa membuatnya gila, dadanya pun naik turun tidak karuan. Kedua tanganya mencengkeram seprei dengan erat, keringat memenuhi dahinya yang tadinya hanya sebiji jantung saja. Jantung pun berdebar lebih cepat akan tetapi napas terasa tersendat. Jika Kiran tidak bisa bangun dari mimpi buruk ini, mungkin dia bukan hanya akan di buat gila melainkan akan mati secara perlahan. Entah itu karena rongga dadanya yang terasa menyempit sehingga menyumbat oksigen yang akan masuk ataupun bisa membuat lidahnya patah karena terlalu keras mengigitnya. Gerakan Kiran tampak makin abnormal dalam tidur yang kali ini tampak tidak damai, badai memang terlalu menghantam terlalu keras walaupun masih terlalu dini. Efek yang di berikan luar biasa bukan main, membuat seluruh tubuhnya bekerja sama untuk memproduksi tingkat kecemasan yang meningkat tajam. Ketakutan yang memeluk erat tubuh, dari ujung rambut hingga ujung

Bab terbaru

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Bolehkah?

    Sebelum Kiran melangkahkan kakinya keluar dari kamar, ia melihat pintu kamar mandi yang tertutup rapat biasanya dia akan meninggalkan sedikit celah di sana sehingga memudahkannya tahu bahwa ada orang di dalam sana atau tidak walaupun hanya mereka berdua yang menghuni kamar serta rumah ini. Sepertinya cara yang satu begitu efektif bagi Kiran, tujuan utamanya pun mendekat ke arah pintu kamar mandi. Tentu saja tidak mudah, bahkan beberapa kali ia hampir kehilangan keseimbangan tubuhnya serta kepalanya yang masih agak terasa sedikit pusing hingga membuat pandangnya juga ikut tidak fokus dan buram. Namun, karena memiliki tekad yang begitu kuat sampai pada akhirnya bisa mendorong Kiran sampai di tempat yang dia tuju dengan postur tubuhnya yang sedikit membungkuk ke depan. Lalu Kiran pun mengetuk pintu kamar luar dengan tenaga terakhir yang dia miliki karena sesungguhnya ia merasa tubuhnya akan tumbang sebentar lagi, napasnya juga terengah-engah. “M-mas.. Pahing.” Akhirnya Kiran

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Cemas Membara

    Kiran berusaha untuk membuka paksa matanya agar bisa terbangun dari mimpi buruk yang bisa membuatnya gila, dadanya pun naik turun tidak karuan. Kedua tanganya mencengkeram seprei dengan erat, keringat memenuhi dahinya yang tadinya hanya sebiji jantung saja. Jantung pun berdebar lebih cepat akan tetapi napas terasa tersendat. Jika Kiran tidak bisa bangun dari mimpi buruk ini, mungkin dia bukan hanya akan di buat gila melainkan akan mati secara perlahan. Entah itu karena rongga dadanya yang terasa menyempit sehingga menyumbat oksigen yang akan masuk ataupun bisa membuat lidahnya patah karena terlalu keras mengigitnya. Gerakan Kiran tampak makin abnormal dalam tidur yang kali ini tampak tidak damai, badai memang terlalu menghantam terlalu keras walaupun masih terlalu dini. Efek yang di berikan luar biasa bukan main, membuat seluruh tubuhnya bekerja sama untuk memproduksi tingkat kecemasan yang meningkat tajam. Ketakutan yang memeluk erat tubuh, dari ujung rambut hingga ujung

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Ketakutan

    Pahing sudah berusaha untuk menghubungi kekasihnya, akan tetapi tetap tidak tersambung dan terus di alihkan. Ini sudah masuk yang kelima kali, membuat dirinya kalut. Biasanya Eri tidak pernah mengabaikan panggilan darinya, biasanya dalam deringan kedua langsung di angkat. Namun, sekarang bahkan dalam panggilan yang kelima tak kunjung di angkat juga. ‘Apa yang sebenarnya terjadi pada Eri?’ Pertanyaan tersebut terus berputar di dalam pikirannya sembari menatap ponsel yang berada dalam genggamannya yang sudah ia remas sekuat tenaga, seperti berniat menghancurkan benda persegi panjang tersebut dengan urat-urat di tangan yang begitu menonjol. Pahing memang baru berpisah dalam hitungan jam tapi rasa rindu ingin mendengar suara Eri sudah menyeruak dalam hati dan rasa rindu tersebut ingin segera ia bebaskan, walau hanya mendengar tanpa wujud fisik dari kekasihnya di depannya. Itu sudah sedikit mengobati rasa rindu miliknya dan bagian lainnya yang memang tidak bisa di puaskan jika tidak

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Alasan Lain

    Eri menatap ponselnya dengan tatapan tidak percaya, ketika ia sedang mencoba untuk menghubungi Pahing dan tersambung lalu sambungan telepon terputus begitu saja karena pihak lain mematikan ponselnya secara tiba-tiba.“Mengesalkan saja.” Keluh Eri sembari mencebikkan bibirnya, hari ini sungguh sial baginya.Ketakutan sedari tadi yang dimilikinya menjadi kenyataan, ia gagal untuk menemui orang penting tersebut karena terlambat datang ke tempat perjanjian yang telah disepakati.Eri hanya menggerutu kesal dan menyalahkan kesialannya pada Pahing karena Pahing merupakan sumber kesialan itu sendiri, jika saja dia bisa memaafkan masa lalu mungkin dia tidak akan repot-repot untuk membalaskan dendamnya.Pasalnya, kesalahan Pahing tidak bisa dimaafkan begitu saja. Tidak semudah itu memaafkan seseorang yang bisa dengan mudahnya mengambil orang penting dalam hidup Eri, begitu dengan Kiran.Mereka berdua pa

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Percayalah Padaku

    Keheningan udara untuk kedua kalinya, suara napas dari keduanya tak terdengar jelas. Yang satu bernapas lebih lambat dan lainnya bahkan tidak bisa mengontrol napasnya. Ketegangan yang dirasakan Pahing begitu kentara, bahkan tangan tangannya ikut basah. Bulir-bulir keringat sebiji jagung diproduksi oleh dahinya padahal AC tidak pernah dimatikan. Kiran yang sedari mengamati perubahan wajah ekpresi Pahing membuat hati bergetir, apakah wanita gatal yang mencoba untuk menghubungi suaminya? Ia tidak akan membiarkan begitu saja, dia akan berusaha untuk melindungi mili

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Dengarkan Aku Saja

    Suasana hening menyelimuti mereka berdua, ketegangan terjadi diudara. Seluruh tubuh Pahing terasa terpaku ke tanah, bibirnya kelu tidak bisa mengecap kata sementara Kiran mulai mengatur napasnya yang memburu akibat dari tangisan yang kian ingin dihabiskan.Rentetan kalimat sedang Pahing susun dalam benaknya agar tidak tertangkap dan Kiran pun tidak menaruh curiganya padanya, ia pun mulai berpikir untuk mengecek ponselnya. Namun, segera dia urungkan niatnya tersebut. Tidak mungkin, Pahing mengecek daftar panggilan dihadapan Kiran, itu pasti akan membuat istrinya menaruh curiga padanya.Pahing tidak sempat menyusun kalimat jika suatu saat Kiran mulai curiga, ia tidak tahu hari itu akan datang secepat ini. Seharusnya sudah jauh-jauh hari ia persiapkan, dia muali meruntuki kebodohannya sendiri.“Mas..” Panggil Kiran pelan dan terdengar begitu lirih, jadi apa diamnya Pahing ini adalah iya?“Jadi itu benarkan?

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Siapa Wanita itu?

    Pahing mengusap lembut pipi Kiran, berniat mencoba untuk membangunkannya secara perlahan. Ia tidak ingin membuat tubuh Kiran sakit jika dia mencoba untuk mengguncang tubuh halus ini. Merasakan tangan hangat serta bisikan berat di dekat daun telinganya, Kiran pun mencoba untuk membuka kedua kelopak mata walau masih terasa berat. Kepalanya terasa ditumbuk berton-ton batu, sakit sekali. Pahing melihat bulu mata lentik Kiran bergetar, tak dihentikan tindakannya sampai ia bisa mengungkapkan kedua bola mata Kiran secara penuh.

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Berganti Nama

    Pahing turun dengan mantap dari mobil setelah memakirkannya disamping rumah, memang perumahan yang dia huni bersama Kiran tidak memiliki gerbang depan. Tidak lupa ia membawa makanan seafood untuk Kiran yang telah dibelinya tadi, langkahnya terasa hingga sampai ketika ia mengetuk pintu tapi tidak ada respon dari dalam. Pahing sedikit mengerutkan dahinya, apakah Kiran tidak ada di rumah? Tapi tidak mungkin juga, biasanya jika Kiran akan berpergian keluar akan menghubungi dirinya terlebih dahulu. Merasa tidak sabar, Pahing pun menekan gagang pintu dan mencoba untuk mendorongnya ke dalam akan tetapi ia merasa seperti ada benda berat dibalik pintu yang menghalangi jalan masuk. Ia berhasil membuat sedekit celah sehingga pandangan jatuh pada apa yang ia anggap benda tadi yang menghalangi pintu masuk ternyata sesosok manusia, apakah itu Kiran? Sepertinya iya. Dia langsung mengenalinya ketika Pahing mengamatinya lamat-lamat. Pahing membeku ditempat sebelum berh

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   In the Other Hand

    Keduanya mengenakan pakaian tadi malam sambil melenggang pergi meningalkan kamar motel yang sebelumnya sudah berbagi sebuah kecupan sana sini dibalik pintu yang masih tertutup rapat. Pahing mengajak kekasih wanitanya untuk mengisi perut dahulu yang sudah masuk ke dalam jam makan siang, jadwal sarapan yang sudah terlewatkan karena mereka begitu pulas tertidur saling terkait di atas ranjang. Tidak lupa tangan besar milik Pahing memegang erat tangan kecil milik Eri yang memiliki jari-jari lentik, terasa begitu pas dengan miliknya. Serasa mereka berdua memang sudah di takdirkan, mungkin Pahing harus segera merealisasikannya agar dapat terus memegang erat Eri tanpa harus ada penghalang di antara mereka berdua. “Mas, kok berhenti?” Tanya Eri sambil mendongkakkan kepalanya karena ada jarak yang besar di antara tinggi badan mereka berdua. Pahing langsung terbangun dari lamunannya tadi, ia bahkan tidak sadar bahwa sedang melamun. “Tidak apa-apa, mungkin ini ef

DMCA.com Protection Status