Share

Siapa Wanita itu?

Author: Waternim
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Pahing mengusap lembut pipi Kiran, berniat mencoba untuk membangunkannya secara perlahan. Ia tidak ingin membuat tubuh Kiran sakit jika dia mencoba untuk mengguncang tubuh halus ini.

 Merasakan tangan hangat serta bisikan berat di dekat daun telinganya, Kiran pun mencoba untuk membuka kedua kelopak mata walau masih terasa berat. Kepalanya terasa ditumbuk berton-ton batu, sakit sekali.

 Pahing melihat bulu mata lentik Kiran bergetar, tak dihentikan tindakannya sampai ia bisa mengungkapkan kedua bola mata Kiran secara penuh.

 “Kiran.” Panggil Pahing dengan suara beratnya, kini beralih beralih mengusap puncak kepala Kiran.

 “Mas.” Ucapkan Kiran dengan kekuatan luar biasa hanya terdengar sebagai bisikan, ia merasa tubuhnya tak bertenaga. Tenggorokan pun rasanya terasa kering.

 "Udara." Segera setelah mengambil segelas air putih setelah Kiran memberitahunya, ia pun mendekatkan gelas pada bibir Kiran serta menompang belakang kepala Kiran menggunakan tangan kirinya sama seperti tadi meminum obat pada istrinya dalam keadaan setengah sadar. 

 Pahing menumpuk bantal agar Kiran bisa bersandar nyaman “Apakah kamu merasa lebih baik?” Tanyanya sambil menyelipkan anak rambut ke belakang daun telinga Kiran.

 Kiran yang mendapat sentuhan lembut dari Pahing, menatap matanya. Mencobai itu semua dalam ingatannya, Sentuhan yang akhir-akhir ini entah kenapa tidak lagi mendapatkannya. Tidak seintens dulu, seperti ada batas di antara mereka berdua. 

 “Ya.” Jawab Kiran Pendek, kedua matanya langsung bersibobrok dengan mata Pahing yang tidak memandang khawatir. Ia merasa disambut oleh kehangatan kembali. 

 “Aku membuatkanmu bubur.” Beritahu Pahing membuat Kiran menahan napasnya dalam beberapa detik, Kiran benar-benar tidak mempercayai situasi yang sedang terjadi. Ia kehilangan kata-kata, tiba-tiba wajahnya terasa panas. Apalagi bagian matanya. 

 “Aku akan menyuapimu.” Pahing mengambil bubur, ia meniup dulu bubur yang sudah berpindak ke sendok sebelum disuapkan pada Kiran. 

 “Ayo, bukan mulutmu.” Buju Pahing lembut, Kiran pun menurut. Ia membuka mulutnya dan rasa bubur yang terasahanbar di dinding. Itu terasa hangat secara bersamaan meleleh dilidahnya. 

 Kiran sudah tidak bisa membendung perasaannya lagi, bulir-bulir air lolos dari matanya yang memanjakan pipinya.

 Pahing yang Kiran tiba-tiba menangis langsung panik, ia menunggu dulu mengkuk bubur itu menangkup wajah Kiran dengan telapak tangan yang melihat besar dan hangat. Dia juga menyandarkan tubuhnya untuk mempersempit jarak diantara mereka berdua.

 “Kiran, sayang. Hei, ada apa? kenapa kamu menangis? Apa aku tidak sengaja kamu sakiti?” Tanya Pahing kalap pasalnya air mata Kiran turun semakin deras, ia menarik istrinya tersebut ke dalam pelukannya. 

 Kiran menangis tersedu-sedu di bahu Pahing, bahkan ia tidak peduli jika membuat kemeja yang dikenakan suaminya basah. Dia hanya ingin menangis, mengeluarkan segala keluh kesah yang tak bisa ia ungkapkan melalui kata-kata. 

 Pahing memeluk Kiran tidak terlalu erat, takutnya hak tersebut bisa menggangu pernapasan Kiran. Ia tidak mencoba untuk bertanya kembali atau berusaha menjawab Kiran dari tangisnya.

 Suara tangis Kiran memenuhi ruangan dan terdengar begitu pilu, Pah pun juga ikut sakit. Ia tidak pernah melihat Kiran dalam suasana hati yang seburuk ini selama mereka bersama? Sebenarnya apa yang telah membuat Kiran seperti ini? Dia hanya bisa bertanya-tanya tanpa bisa berspekulasi untuk memenuhi rasa penasarannya. 

 Kiran mencoba mendorong tubuh Pahing dari tubuhnya dengan kekuatan yang tersisa, Pahing yang merasakan kecil itu mrngabulkan keinganan Kiran. 

 Dengan wajah basah dan mata yang berubah merah, Kiran membocorkan sendu Pahing lalu “Siapa?” Tanyanya dengan suara yang khas habis menangis. 

 Pahing keningnya tidak mengerti “Siapa?” Ia pertanyaan pertanyaan Kiran Anda. 

  Kiran tetap meneguhkan hatinya, ia mengepalkan kedua tangannya yang beristirahat di samping tubuhnya “Siapa wanita itu?” 

 Kerutan di dahi Pahing semakin dalam “Apa maksudmu Kiran? Siapa wanita yang kamu maksud?” 

 “Aku meneleponmu pagi tadi dan yang mengangkatnya adalah seorang wanita, apakah... Apakah kamu bermain api dengan wanita itu di belakangku?” Dengan berurai air mata, Kiran benar-benar terlihat sedih.

 Hati Pahing pun langsung turun, kerutan di dahinya menghilang. Ia tidak tahu harus menjawab apa. 

 

 

Related chapters

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Dengarkan Aku Saja

    Suasana hening menyelimuti mereka berdua, ketegangan terjadi diudara. Seluruh tubuh Pahing terasa terpaku ke tanah, bibirnya kelu tidak bisa mengecap kata sementara Kiran mulai mengatur napasnya yang memburu akibat dari tangisan yang kian ingin dihabiskan.Rentetan kalimat sedang Pahing susun dalam benaknya agar tidak tertangkap dan Kiran pun tidak menaruh curiganya padanya, ia pun mulai berpikir untuk mengecek ponselnya. Namun, segera dia urungkan niatnya tersebut. Tidak mungkin, Pahing mengecek daftar panggilan dihadapan Kiran, itu pasti akan membuat istrinya menaruh curiga padanya.Pahing tidak sempat menyusun kalimat jika suatu saat Kiran mulai curiga, ia tidak tahu hari itu akan datang secepat ini. Seharusnya sudah jauh-jauh hari ia persiapkan, dia muali meruntuki kebodohannya sendiri.“Mas..” Panggil Kiran pelan dan terdengar begitu lirih, jadi apa diamnya Pahing ini adalah iya?“Jadi itu benarkan?

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Percayalah Padaku

    Keheningan udara untuk kedua kalinya, suara napas dari keduanya tak terdengar jelas. Yang satu bernapas lebih lambat dan lainnya bahkan tidak bisa mengontrol napasnya. Ketegangan yang dirasakan Pahing begitu kentara, bahkan tangan tangannya ikut basah. Bulir-bulir keringat sebiji jagung diproduksi oleh dahinya padahal AC tidak pernah dimatikan. Kiran yang sedari mengamati perubahan wajah ekpresi Pahing membuat hati bergetir, apakah wanita gatal yang mencoba untuk menghubungi suaminya? Ia tidak akan membiarkan begitu saja, dia akan berusaha untuk melindungi mili

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Alasan Lain

    Eri menatap ponselnya dengan tatapan tidak percaya, ketika ia sedang mencoba untuk menghubungi Pahing dan tersambung lalu sambungan telepon terputus begitu saja karena pihak lain mematikan ponselnya secara tiba-tiba.“Mengesalkan saja.” Keluh Eri sembari mencebikkan bibirnya, hari ini sungguh sial baginya.Ketakutan sedari tadi yang dimilikinya menjadi kenyataan, ia gagal untuk menemui orang penting tersebut karena terlambat datang ke tempat perjanjian yang telah disepakati.Eri hanya menggerutu kesal dan menyalahkan kesialannya pada Pahing karena Pahing merupakan sumber kesialan itu sendiri, jika saja dia bisa memaafkan masa lalu mungkin dia tidak akan repot-repot untuk membalaskan dendamnya.Pasalnya, kesalahan Pahing tidak bisa dimaafkan begitu saja. Tidak semudah itu memaafkan seseorang yang bisa dengan mudahnya mengambil orang penting dalam hidup Eri, begitu dengan Kiran.Mereka berdua pa

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Ketakutan

    Pahing sudah berusaha untuk menghubungi kekasihnya, akan tetapi tetap tidak tersambung dan terus di alihkan. Ini sudah masuk yang kelima kali, membuat dirinya kalut. Biasanya Eri tidak pernah mengabaikan panggilan darinya, biasanya dalam deringan kedua langsung di angkat. Namun, sekarang bahkan dalam panggilan yang kelima tak kunjung di angkat juga. ‘Apa yang sebenarnya terjadi pada Eri?’ Pertanyaan tersebut terus berputar di dalam pikirannya sembari menatap ponsel yang berada dalam genggamannya yang sudah ia remas sekuat tenaga, seperti berniat menghancurkan benda persegi panjang tersebut dengan urat-urat di tangan yang begitu menonjol. Pahing memang baru berpisah dalam hitungan jam tapi rasa rindu ingin mendengar suara Eri sudah menyeruak dalam hati dan rasa rindu tersebut ingin segera ia bebaskan, walau hanya mendengar tanpa wujud fisik dari kekasihnya di depannya. Itu sudah sedikit mengobati rasa rindu miliknya dan bagian lainnya yang memang tidak bisa di puaskan jika tidak

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Cemas Membara

    Kiran berusaha untuk membuka paksa matanya agar bisa terbangun dari mimpi buruk yang bisa membuatnya gila, dadanya pun naik turun tidak karuan. Kedua tanganya mencengkeram seprei dengan erat, keringat memenuhi dahinya yang tadinya hanya sebiji jantung saja. Jantung pun berdebar lebih cepat akan tetapi napas terasa tersendat. Jika Kiran tidak bisa bangun dari mimpi buruk ini, mungkin dia bukan hanya akan di buat gila melainkan akan mati secara perlahan. Entah itu karena rongga dadanya yang terasa menyempit sehingga menyumbat oksigen yang akan masuk ataupun bisa membuat lidahnya patah karena terlalu keras mengigitnya. Gerakan Kiran tampak makin abnormal dalam tidur yang kali ini tampak tidak damai, badai memang terlalu menghantam terlalu keras walaupun masih terlalu dini. Efek yang di berikan luar biasa bukan main, membuat seluruh tubuhnya bekerja sama untuk memproduksi tingkat kecemasan yang meningkat tajam. Ketakutan yang memeluk erat tubuh, dari ujung rambut hingga ujung

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Bolehkah?

    Sebelum Kiran melangkahkan kakinya keluar dari kamar, ia melihat pintu kamar mandi yang tertutup rapat biasanya dia akan meninggalkan sedikit celah di sana sehingga memudahkannya tahu bahwa ada orang di dalam sana atau tidak walaupun hanya mereka berdua yang menghuni kamar serta rumah ini. Sepertinya cara yang satu begitu efektif bagi Kiran, tujuan utamanya pun mendekat ke arah pintu kamar mandi. Tentu saja tidak mudah, bahkan beberapa kali ia hampir kehilangan keseimbangan tubuhnya serta kepalanya yang masih agak terasa sedikit pusing hingga membuat pandangnya juga ikut tidak fokus dan buram. Namun, karena memiliki tekad yang begitu kuat sampai pada akhirnya bisa mendorong Kiran sampai di tempat yang dia tuju dengan postur tubuhnya yang sedikit membungkuk ke depan. Lalu Kiran pun mengetuk pintu kamar luar dengan tenaga terakhir yang dia miliki karena sesungguhnya ia merasa tubuhnya akan tumbang sebentar lagi, napasnya juga terengah-engah. “M-mas.. Pahing.” Akhirnya Kiran

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Berlinang Air mata

    Tampak sepasang sejoli yang masih terbaring di bawah selimut tipis berwarna putih untuk menutupi tubuh telanjang mereka berdua dari mata dunia, pakaian yang mereka kenakan pun tampak berserakan dimana-mana. Sudah bisa diketahui dari sini bahwa sepasang sejoli tersebut telah menghabiskan malam panas bersama di sebuah motel yang sengaja mereka pesan agar tidak mendapatkan gangguan dari orang terdekat. Keduanya begitu lengket dengan lengan sang lelaki yang dijadikan bantal oleh sang wanita, sementara tangan yang satunya lagi memeluk erat pinggang kekasihnya. Begitu hangat dan nyaman terasa dalam ruangan yang dipenuhi oleh sisa-sisa cinta di udara atau tumbuh bermekaran layaknya bunga yang sedang dalam fase cantik-cantiknya. Tidak ada yang salah untuk keduanya sampai sejauh ini, kecuali dering ponsel dari saku celana yang tergeletak di lantai mulai berdering dengan keras memenuhi seluruh ruangan kamar yang sunyi. Kerutan diwajah sepasang sejoli tersebut menandakan

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Kedatangan Ibu Mertua

    Suara ketukan di depan pintu terdengar begitu nyaring seiring dengan waktu yang terus bergerak maju, tak mendapatkan tanda-tanda kehidupan didalam rumah tersebut yang akan membuka pintu yang sedang diketuknya sampai buku-buku tangannya terasa perih. Hal itu pula juga membuat ekspresi yang begitu kesal memuncak, wajahnya berubah merah padam. Tidak ada keramahan yang tersisa untuk bisa ditampilkan. Sementara orang yang berada didalam rumah tersebut masih tampak termangu dalam kesedihan yang mendalam sehingga tak mendengar ada yang mengetuk pintu rumahnya disiang hari yang cukup panas, ah benar. Ia tidak tahu sudah berlama dia menangis hingga matanya memerah dan bengkak serta bagian pipi wajah yang terasa sakit. Bahkan ketika waktu makin menanjak naik, sang suami belum menampakkan batang hidungnya. Oh, Kiran yang malang. Air mata yang tumpah tampak tak berarti apa-apa. Ternyata seseorang yang masih berdiri diluar pintu masih belum menyerah untuk mengetuk pin

Latest chapter

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Bolehkah?

    Sebelum Kiran melangkahkan kakinya keluar dari kamar, ia melihat pintu kamar mandi yang tertutup rapat biasanya dia akan meninggalkan sedikit celah di sana sehingga memudahkannya tahu bahwa ada orang di dalam sana atau tidak walaupun hanya mereka berdua yang menghuni kamar serta rumah ini. Sepertinya cara yang satu begitu efektif bagi Kiran, tujuan utamanya pun mendekat ke arah pintu kamar mandi. Tentu saja tidak mudah, bahkan beberapa kali ia hampir kehilangan keseimbangan tubuhnya serta kepalanya yang masih agak terasa sedikit pusing hingga membuat pandangnya juga ikut tidak fokus dan buram. Namun, karena memiliki tekad yang begitu kuat sampai pada akhirnya bisa mendorong Kiran sampai di tempat yang dia tuju dengan postur tubuhnya yang sedikit membungkuk ke depan. Lalu Kiran pun mengetuk pintu kamar luar dengan tenaga terakhir yang dia miliki karena sesungguhnya ia merasa tubuhnya akan tumbang sebentar lagi, napasnya juga terengah-engah. “M-mas.. Pahing.” Akhirnya Kiran

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Cemas Membara

    Kiran berusaha untuk membuka paksa matanya agar bisa terbangun dari mimpi buruk yang bisa membuatnya gila, dadanya pun naik turun tidak karuan. Kedua tanganya mencengkeram seprei dengan erat, keringat memenuhi dahinya yang tadinya hanya sebiji jantung saja. Jantung pun berdebar lebih cepat akan tetapi napas terasa tersendat. Jika Kiran tidak bisa bangun dari mimpi buruk ini, mungkin dia bukan hanya akan di buat gila melainkan akan mati secara perlahan. Entah itu karena rongga dadanya yang terasa menyempit sehingga menyumbat oksigen yang akan masuk ataupun bisa membuat lidahnya patah karena terlalu keras mengigitnya. Gerakan Kiran tampak makin abnormal dalam tidur yang kali ini tampak tidak damai, badai memang terlalu menghantam terlalu keras walaupun masih terlalu dini. Efek yang di berikan luar biasa bukan main, membuat seluruh tubuhnya bekerja sama untuk memproduksi tingkat kecemasan yang meningkat tajam. Ketakutan yang memeluk erat tubuh, dari ujung rambut hingga ujung

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Ketakutan

    Pahing sudah berusaha untuk menghubungi kekasihnya, akan tetapi tetap tidak tersambung dan terus di alihkan. Ini sudah masuk yang kelima kali, membuat dirinya kalut. Biasanya Eri tidak pernah mengabaikan panggilan darinya, biasanya dalam deringan kedua langsung di angkat. Namun, sekarang bahkan dalam panggilan yang kelima tak kunjung di angkat juga. ‘Apa yang sebenarnya terjadi pada Eri?’ Pertanyaan tersebut terus berputar di dalam pikirannya sembari menatap ponsel yang berada dalam genggamannya yang sudah ia remas sekuat tenaga, seperti berniat menghancurkan benda persegi panjang tersebut dengan urat-urat di tangan yang begitu menonjol. Pahing memang baru berpisah dalam hitungan jam tapi rasa rindu ingin mendengar suara Eri sudah menyeruak dalam hati dan rasa rindu tersebut ingin segera ia bebaskan, walau hanya mendengar tanpa wujud fisik dari kekasihnya di depannya. Itu sudah sedikit mengobati rasa rindu miliknya dan bagian lainnya yang memang tidak bisa di puaskan jika tidak

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Alasan Lain

    Eri menatap ponselnya dengan tatapan tidak percaya, ketika ia sedang mencoba untuk menghubungi Pahing dan tersambung lalu sambungan telepon terputus begitu saja karena pihak lain mematikan ponselnya secara tiba-tiba.“Mengesalkan saja.” Keluh Eri sembari mencebikkan bibirnya, hari ini sungguh sial baginya.Ketakutan sedari tadi yang dimilikinya menjadi kenyataan, ia gagal untuk menemui orang penting tersebut karena terlambat datang ke tempat perjanjian yang telah disepakati.Eri hanya menggerutu kesal dan menyalahkan kesialannya pada Pahing karena Pahing merupakan sumber kesialan itu sendiri, jika saja dia bisa memaafkan masa lalu mungkin dia tidak akan repot-repot untuk membalaskan dendamnya.Pasalnya, kesalahan Pahing tidak bisa dimaafkan begitu saja. Tidak semudah itu memaafkan seseorang yang bisa dengan mudahnya mengambil orang penting dalam hidup Eri, begitu dengan Kiran.Mereka berdua pa

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Percayalah Padaku

    Keheningan udara untuk kedua kalinya, suara napas dari keduanya tak terdengar jelas. Yang satu bernapas lebih lambat dan lainnya bahkan tidak bisa mengontrol napasnya. Ketegangan yang dirasakan Pahing begitu kentara, bahkan tangan tangannya ikut basah. Bulir-bulir keringat sebiji jagung diproduksi oleh dahinya padahal AC tidak pernah dimatikan. Kiran yang sedari mengamati perubahan wajah ekpresi Pahing membuat hati bergetir, apakah wanita gatal yang mencoba untuk menghubungi suaminya? Ia tidak akan membiarkan begitu saja, dia akan berusaha untuk melindungi mili

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Dengarkan Aku Saja

    Suasana hening menyelimuti mereka berdua, ketegangan terjadi diudara. Seluruh tubuh Pahing terasa terpaku ke tanah, bibirnya kelu tidak bisa mengecap kata sementara Kiran mulai mengatur napasnya yang memburu akibat dari tangisan yang kian ingin dihabiskan.Rentetan kalimat sedang Pahing susun dalam benaknya agar tidak tertangkap dan Kiran pun tidak menaruh curiganya padanya, ia pun mulai berpikir untuk mengecek ponselnya. Namun, segera dia urungkan niatnya tersebut. Tidak mungkin, Pahing mengecek daftar panggilan dihadapan Kiran, itu pasti akan membuat istrinya menaruh curiga padanya.Pahing tidak sempat menyusun kalimat jika suatu saat Kiran mulai curiga, ia tidak tahu hari itu akan datang secepat ini. Seharusnya sudah jauh-jauh hari ia persiapkan, dia muali meruntuki kebodohannya sendiri.“Mas..” Panggil Kiran pelan dan terdengar begitu lirih, jadi apa diamnya Pahing ini adalah iya?“Jadi itu benarkan?

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Siapa Wanita itu?

    Pahing mengusap lembut pipi Kiran, berniat mencoba untuk membangunkannya secara perlahan. Ia tidak ingin membuat tubuh Kiran sakit jika dia mencoba untuk mengguncang tubuh halus ini. Merasakan tangan hangat serta bisikan berat di dekat daun telinganya, Kiran pun mencoba untuk membuka kedua kelopak mata walau masih terasa berat. Kepalanya terasa ditumbuk berton-ton batu, sakit sekali. Pahing melihat bulu mata lentik Kiran bergetar, tak dihentikan tindakannya sampai ia bisa mengungkapkan kedua bola mata Kiran secara penuh.

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Berganti Nama

    Pahing turun dengan mantap dari mobil setelah memakirkannya disamping rumah, memang perumahan yang dia huni bersama Kiran tidak memiliki gerbang depan. Tidak lupa ia membawa makanan seafood untuk Kiran yang telah dibelinya tadi, langkahnya terasa hingga sampai ketika ia mengetuk pintu tapi tidak ada respon dari dalam. Pahing sedikit mengerutkan dahinya, apakah Kiran tidak ada di rumah? Tapi tidak mungkin juga, biasanya jika Kiran akan berpergian keluar akan menghubungi dirinya terlebih dahulu. Merasa tidak sabar, Pahing pun menekan gagang pintu dan mencoba untuk mendorongnya ke dalam akan tetapi ia merasa seperti ada benda berat dibalik pintu yang menghalangi jalan masuk. Ia berhasil membuat sedekit celah sehingga pandangan jatuh pada apa yang ia anggap benda tadi yang menghalangi pintu masuk ternyata sesosok manusia, apakah itu Kiran? Sepertinya iya. Dia langsung mengenalinya ketika Pahing mengamatinya lamat-lamat. Pahing membeku ditempat sebelum berh

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   In the Other Hand

    Keduanya mengenakan pakaian tadi malam sambil melenggang pergi meningalkan kamar motel yang sebelumnya sudah berbagi sebuah kecupan sana sini dibalik pintu yang masih tertutup rapat. Pahing mengajak kekasih wanitanya untuk mengisi perut dahulu yang sudah masuk ke dalam jam makan siang, jadwal sarapan yang sudah terlewatkan karena mereka begitu pulas tertidur saling terkait di atas ranjang. Tidak lupa tangan besar milik Pahing memegang erat tangan kecil milik Eri yang memiliki jari-jari lentik, terasa begitu pas dengan miliknya. Serasa mereka berdua memang sudah di takdirkan, mungkin Pahing harus segera merealisasikannya agar dapat terus memegang erat Eri tanpa harus ada penghalang di antara mereka berdua. “Mas, kok berhenti?” Tanya Eri sambil mendongkakkan kepalanya karena ada jarak yang besar di antara tinggi badan mereka berdua. Pahing langsung terbangun dari lamunannya tadi, ia bahkan tidak sadar bahwa sedang melamun. “Tidak apa-apa, mungkin ini ef

DMCA.com Protection Status