Share

Berganti Nama

Penulis: Waternim
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Pahing turun dengan mantap dari mobil setelah memakirkannya disamping rumah, memang perumahan yang dia huni bersama Kiran tidak memiliki gerbang depan.

Tidak lupa ia membawa makanan seafood untuk Kiran yang telah dibelinya tadi, langkahnya terasa hingga sampai ketika ia mengetuk pintu tapi tidak ada respon dari dalam.

Pahing sedikit mengerutkan dahinya, apakah Kiran tidak ada di rumah? Tapi tidak mungkin juga, biasanya jika Kiran akan berpergian keluar akan menghubungi dirinya terlebih dahulu.

Merasa tidak sabar, Pahing pun menekan gagang pintu dan mencoba untuk mendorongnya ke dalam akan tetapi ia merasa seperti ada benda berat dibalik pintu yang menghalangi jalan masuk.

Ia berhasil membuat sedekit celah sehingga pandangan jatuh pada apa yang ia anggap benda tadi yang menghalangi pintu masuk ternyata sesosok manusia, apakah itu Kiran? Sepertinya iya. Dia langsung mengenalinya ketika Pahing mengamatinya lamat-lamat.

Pahing membeku ditempat sebelum berhasil mengambil tindakan, ia terlebih dulu menyimpan bungkusan seafood menggantungkannya digagang pintu kemudian memberikan sedikit dorongan agar dirinya dapat masuk ke dalam dan melihat keadaan Kiran.

Tak butuh waktu lama, Pahing pun berhasil masuk ke dalam. Ia bahkan terlalu berhati-hati karena takut tidak sengaja menginjak tubuh Kiran ketika melangkahi tubuhnya yang meringkuk dilantai.

Pertama-tama, Pahing mencoba untuk menggoyangkan tubuh Kiran secara perlahan agar bisa menyadarkannya lalu ia tempelkan telapak tangannya pada dahi Kiran dan merasakan suhu yang tidak normal. Kiran tampaknya sedang dilanda demam lantas kenapa ia malah tiduran di atas lantai yang dingin ini?

Terdengar erangan halus dari bibir Kiran yang tampak pucat, ketika ia berusaha untuk membuka kedua matanya rasanya terlalu berat apalagi kepalanya seperti ingin pecah. Dia merasakan ada seseorang yang berada disisi tapi Kiran tidak bisa menebak siapa itu, ia hanya bisa merasakan tubuhnya yang tadi terbaring dilantai menjadi melayang, Kiran tidak bisa menebak siapa itu. Apakah mungkin itu suaminya? Namun, dia tidak berusaha untuk memeras pikirannya ketika bau parfum yang sering Pahing masuk ke dalam indera penciumannya dan Kiran memilih untuk memejamkan matanya dan membaringkan kepalanya pada dada bidang Pahing. Selain karena Kiran sudah tahu Pahing yang sudah menggendongnya, ia juga merasakan rasa pusing yang semakin terus berputar-putar didalam otaknya.

Pahing segera membawa Kiran yang berada di dalam gendongannya menuju kamar tidur mereka berdua, ia menggunakan siku kanan untuk menekan gagang pintu setelah itu dia membaringkan tubuh Kiran secara perlahan di atas ranjang.

Sebelum keluar dari kamar, Pahing tidak lupa menyelimuti tubuh Kiran sampai dagu dan menurunkan suhu AC.

Ia memandang Kiran sesaat sebelum benar-benar keluar dari kamar, Pahing merasa sangat terganggu dengan keadaan Kiran saat ini. Bagaimana istrinya tersebut bisa jatuh sakit?

Pahing pun benar-benar keluar dari kamar dan kembali melangkahkan kaki panjangnya ke pintu depan, tempat dimana ia menaruh bungkusan seafood lalu membawa masuk ke dalam.

Dia menaruh bungkusan seafood tersebut diatas meja makan sebelum fokus utamanya berubah, ia menggulung lengan kemajanya sampai ke siku kemudian mencari tempat dimana Kiran menyimpan kompresan dan air hangat dalam wadah yang sebelumnya sudah ia masak terlebih dulu lalu menyusunnya di atas nampan. Tidak lupa juga membawa tablet obat penurun demam

Setelah selesai, Pahing kembali menuju kamar. Ia menaruh nampan tersebut di atas nakas lalu merendam kain kompresen ke dalam wadah kemudian memerasanya dan ditaruh di atas dahi Kiran yang kini sedang menginggau memangil namanya.

Pahing menatap Kiran dengan pandangan yang rumit “Kiran, apa kamu begini karena aku?” Gumamnya ambil mengelus pipi Kiran halus.

“Ah, aku lupa membawa segelas air.” Ucap Pahing pada dirinya sendiri ketika melihat pil di atas nampan, ia segera bergegas kembali ke dapur.

“Kiran, ayo bangun sebentar dulu. Kamu harus minum obat.” Titah Pahing dengan suara yang selembut mungkin yang masuk ke gendang telinga Kiran dengan samar karena kepalanya yang masih terasa pusing dan berat tersebut.

Pahing duduk di samping ranjang, tangannya yang panjang mencoba untuk menelusup pada belakang leher Kiran agar memudahkannya istrinya meminum obat.

Dia menahan kepala Kiran dengan lengan kiri sementara tangan kanannya menaruh obat diujung bibir sebelum membukanya dengan perlahan lalu menyodorkan segelas air agar obat sukses masuk ke dalam tubuh Kiran.

Kiran yang masih tidak sadar sepenuhnya tersebut hanya menerima semua perlakuan dari Pahing dengan pasrah dan sejujurnya di dalam lubuk hati yang terdalam yang tadinya terasa dingin kini terasa menghangat.

Pahing masih mengkhawatirkan, masih sama seperti dulu ketika mereka saling mencintai satu sama lain dengan kadar yang sama.

Setelah selesai, Pahing pun menidurkan Kiran lagi seperti posisi di awal dengan penuh kehati-hatian. Takut dia bisa membangunkan Kiran jika tidak hati-hati, ia merawatnya begitu telaten sama seperti Kiran merawatnya ketika Pahing jatuh sakit.

Pahing mengelap permukaan wajah Kiran yang mulai berkeringat dengan handuk putih bersih yang berada dilaci nakas, pandangannya tidak lepas sedikitpun dari Kiran.

“Kamu harus cepat sembuh, aku tidak suka melihatmu sakit Kiran.”

Ia menghela napas panjang lalu mencelupkan kain kompresan kembali dan memerasnya, melakukan hal yang sama terus berulang sampai suhu tubuh Kiran tidak terlalu panas seperti tadi.

Akhirnya Pahing pun bisa beranjak dari duduknya setelah keadaan Kiran cukup membaik, ia berencana untuk membuat bubur di dapur jadi ketika Kiran bangun tadi dia bisa langsung mengisi perutnya.

Pahing juga memperhatikan sedari tadi bahwa Kiran begitu tampak kurus, tulang rahangnya agak terlihat mencolok. Pipinya yang dulu agak berisi sekarang terlihat tirus, apakah selama ini Kiran tidak makan dengan baik? Pahing terus bertanya-tanya dalam pikirannya.

Ketika menggendong tubuh Kiran pun rasanya terlalu ringan untuk Pahing untuk seukuran wanita dewasa kemudian dia tersadar bahwa beberapa minggu ke belakang, ia sudah tidak lagi begitu memperhatikan Kiran sama ketika mereka memadu kasih.

Mungkin tepatnya ketika Eri mamasuki hidup Pahing, nama Kiran dalam hidup serta hatinya tergeser dengan mudah digantikan oleh Eri tanpa ia sadari.

Pahing pun lagi-lagi hanya bisa membuang napasnya dengan kasar, rasanya untuk beberapa hari ke depan hidup menjadi tidak mudah.

Menurut Pahing, definisi seorang dari Eri adalah dari yang selama ini ia cari dan tidak tertahankan berbeda dengan Kiran yang harus dia pupuk untuk mengembangkan yang namanya cinta dan kasih sayang.

Hanya dengan bersama Eri, Pahing bisa menjadi dirinya yang sepenuhnya berbeda dengan Kiran. Ah, mungkin tidak bedanya hanya hatinya saja yang memang sudah berganti nama.

Pahing menyimpan dulu permasalahan tersebut di belakang kepalanya dan fokus untuk membuat bubur terlebih dahulu.

Dia tidak bisa memungkiri seberapa bejat dirinya ketika, istrinya yang bahkan sedang terbaring sakit pikirannya malah lari memikirkan wanita lain? Apakah cinta untuk Kiran benar-benar sudah mati?

Bab terkait

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Siapa Wanita itu?

    Pahing mengusap lembut pipi Kiran, berniat mencoba untuk membangunkannya secara perlahan. Ia tidak ingin membuat tubuh Kiran sakit jika dia mencoba untuk mengguncang tubuh halus ini. Merasakan tangan hangat serta bisikan berat di dekat daun telinganya, Kiran pun mencoba untuk membuka kedua kelopak mata walau masih terasa berat. Kepalanya terasa ditumbuk berton-ton batu, sakit sekali. Pahing melihat bulu mata lentik Kiran bergetar, tak dihentikan tindakannya sampai ia bisa mengungkapkan kedua bola mata Kiran secara penuh.

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Dengarkan Aku Saja

    Suasana hening menyelimuti mereka berdua, ketegangan terjadi diudara. Seluruh tubuh Pahing terasa terpaku ke tanah, bibirnya kelu tidak bisa mengecap kata sementara Kiran mulai mengatur napasnya yang memburu akibat dari tangisan yang kian ingin dihabiskan.Rentetan kalimat sedang Pahing susun dalam benaknya agar tidak tertangkap dan Kiran pun tidak menaruh curiganya padanya, ia pun mulai berpikir untuk mengecek ponselnya. Namun, segera dia urungkan niatnya tersebut. Tidak mungkin, Pahing mengecek daftar panggilan dihadapan Kiran, itu pasti akan membuat istrinya menaruh curiga padanya.Pahing tidak sempat menyusun kalimat jika suatu saat Kiran mulai curiga, ia tidak tahu hari itu akan datang secepat ini. Seharusnya sudah jauh-jauh hari ia persiapkan, dia muali meruntuki kebodohannya sendiri.“Mas..” Panggil Kiran pelan dan terdengar begitu lirih, jadi apa diamnya Pahing ini adalah iya?“Jadi itu benarkan?

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Percayalah Padaku

    Keheningan udara untuk kedua kalinya, suara napas dari keduanya tak terdengar jelas. Yang satu bernapas lebih lambat dan lainnya bahkan tidak bisa mengontrol napasnya. Ketegangan yang dirasakan Pahing begitu kentara, bahkan tangan tangannya ikut basah. Bulir-bulir keringat sebiji jagung diproduksi oleh dahinya padahal AC tidak pernah dimatikan. Kiran yang sedari mengamati perubahan wajah ekpresi Pahing membuat hati bergetir, apakah wanita gatal yang mencoba untuk menghubungi suaminya? Ia tidak akan membiarkan begitu saja, dia akan berusaha untuk melindungi mili

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Alasan Lain

    Eri menatap ponselnya dengan tatapan tidak percaya, ketika ia sedang mencoba untuk menghubungi Pahing dan tersambung lalu sambungan telepon terputus begitu saja karena pihak lain mematikan ponselnya secara tiba-tiba.“Mengesalkan saja.” Keluh Eri sembari mencebikkan bibirnya, hari ini sungguh sial baginya.Ketakutan sedari tadi yang dimilikinya menjadi kenyataan, ia gagal untuk menemui orang penting tersebut karena terlambat datang ke tempat perjanjian yang telah disepakati.Eri hanya menggerutu kesal dan menyalahkan kesialannya pada Pahing karena Pahing merupakan sumber kesialan itu sendiri, jika saja dia bisa memaafkan masa lalu mungkin dia tidak akan repot-repot untuk membalaskan dendamnya.Pasalnya, kesalahan Pahing tidak bisa dimaafkan begitu saja. Tidak semudah itu memaafkan seseorang yang bisa dengan mudahnya mengambil orang penting dalam hidup Eri, begitu dengan Kiran.Mereka berdua pa

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Ketakutan

    Pahing sudah berusaha untuk menghubungi kekasihnya, akan tetapi tetap tidak tersambung dan terus di alihkan. Ini sudah masuk yang kelima kali, membuat dirinya kalut. Biasanya Eri tidak pernah mengabaikan panggilan darinya, biasanya dalam deringan kedua langsung di angkat. Namun, sekarang bahkan dalam panggilan yang kelima tak kunjung di angkat juga. ‘Apa yang sebenarnya terjadi pada Eri?’ Pertanyaan tersebut terus berputar di dalam pikirannya sembari menatap ponsel yang berada dalam genggamannya yang sudah ia remas sekuat tenaga, seperti berniat menghancurkan benda persegi panjang tersebut dengan urat-urat di tangan yang begitu menonjol. Pahing memang baru berpisah dalam hitungan jam tapi rasa rindu ingin mendengar suara Eri sudah menyeruak dalam hati dan rasa rindu tersebut ingin segera ia bebaskan, walau hanya mendengar tanpa wujud fisik dari kekasihnya di depannya. Itu sudah sedikit mengobati rasa rindu miliknya dan bagian lainnya yang memang tidak bisa di puaskan jika tidak

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Cemas Membara

    Kiran berusaha untuk membuka paksa matanya agar bisa terbangun dari mimpi buruk yang bisa membuatnya gila, dadanya pun naik turun tidak karuan. Kedua tanganya mencengkeram seprei dengan erat, keringat memenuhi dahinya yang tadinya hanya sebiji jantung saja. Jantung pun berdebar lebih cepat akan tetapi napas terasa tersendat. Jika Kiran tidak bisa bangun dari mimpi buruk ini, mungkin dia bukan hanya akan di buat gila melainkan akan mati secara perlahan. Entah itu karena rongga dadanya yang terasa menyempit sehingga menyumbat oksigen yang akan masuk ataupun bisa membuat lidahnya patah karena terlalu keras mengigitnya. Gerakan Kiran tampak makin abnormal dalam tidur yang kali ini tampak tidak damai, badai memang terlalu menghantam terlalu keras walaupun masih terlalu dini. Efek yang di berikan luar biasa bukan main, membuat seluruh tubuhnya bekerja sama untuk memproduksi tingkat kecemasan yang meningkat tajam. Ketakutan yang memeluk erat tubuh, dari ujung rambut hingga ujung

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Bolehkah?

    Sebelum Kiran melangkahkan kakinya keluar dari kamar, ia melihat pintu kamar mandi yang tertutup rapat biasanya dia akan meninggalkan sedikit celah di sana sehingga memudahkannya tahu bahwa ada orang di dalam sana atau tidak walaupun hanya mereka berdua yang menghuni kamar serta rumah ini. Sepertinya cara yang satu begitu efektif bagi Kiran, tujuan utamanya pun mendekat ke arah pintu kamar mandi. Tentu saja tidak mudah, bahkan beberapa kali ia hampir kehilangan keseimbangan tubuhnya serta kepalanya yang masih agak terasa sedikit pusing hingga membuat pandangnya juga ikut tidak fokus dan buram. Namun, karena memiliki tekad yang begitu kuat sampai pada akhirnya bisa mendorong Kiran sampai di tempat yang dia tuju dengan postur tubuhnya yang sedikit membungkuk ke depan. Lalu Kiran pun mengetuk pintu kamar luar dengan tenaga terakhir yang dia miliki karena sesungguhnya ia merasa tubuhnya akan tumbang sebentar lagi, napasnya juga terengah-engah. “M-mas.. Pahing.” Akhirnya Kiran

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Berlinang Air mata

    Tampak sepasang sejoli yang masih terbaring di bawah selimut tipis berwarna putih untuk menutupi tubuh telanjang mereka berdua dari mata dunia, pakaian yang mereka kenakan pun tampak berserakan dimana-mana. Sudah bisa diketahui dari sini bahwa sepasang sejoli tersebut telah menghabiskan malam panas bersama di sebuah motel yang sengaja mereka pesan agar tidak mendapatkan gangguan dari orang terdekat. Keduanya begitu lengket dengan lengan sang lelaki yang dijadikan bantal oleh sang wanita, sementara tangan yang satunya lagi memeluk erat pinggang kekasihnya. Begitu hangat dan nyaman terasa dalam ruangan yang dipenuhi oleh sisa-sisa cinta di udara atau tumbuh bermekaran layaknya bunga yang sedang dalam fase cantik-cantiknya. Tidak ada yang salah untuk keduanya sampai sejauh ini, kecuali dering ponsel dari saku celana yang tergeletak di lantai mulai berdering dengan keras memenuhi seluruh ruangan kamar yang sunyi. Kerutan diwajah sepasang sejoli tersebut menandakan

Bab terbaru

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Bolehkah?

    Sebelum Kiran melangkahkan kakinya keluar dari kamar, ia melihat pintu kamar mandi yang tertutup rapat biasanya dia akan meninggalkan sedikit celah di sana sehingga memudahkannya tahu bahwa ada orang di dalam sana atau tidak walaupun hanya mereka berdua yang menghuni kamar serta rumah ini. Sepertinya cara yang satu begitu efektif bagi Kiran, tujuan utamanya pun mendekat ke arah pintu kamar mandi. Tentu saja tidak mudah, bahkan beberapa kali ia hampir kehilangan keseimbangan tubuhnya serta kepalanya yang masih agak terasa sedikit pusing hingga membuat pandangnya juga ikut tidak fokus dan buram. Namun, karena memiliki tekad yang begitu kuat sampai pada akhirnya bisa mendorong Kiran sampai di tempat yang dia tuju dengan postur tubuhnya yang sedikit membungkuk ke depan. Lalu Kiran pun mengetuk pintu kamar luar dengan tenaga terakhir yang dia miliki karena sesungguhnya ia merasa tubuhnya akan tumbang sebentar lagi, napasnya juga terengah-engah. “M-mas.. Pahing.” Akhirnya Kiran

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Cemas Membara

    Kiran berusaha untuk membuka paksa matanya agar bisa terbangun dari mimpi buruk yang bisa membuatnya gila, dadanya pun naik turun tidak karuan. Kedua tanganya mencengkeram seprei dengan erat, keringat memenuhi dahinya yang tadinya hanya sebiji jantung saja. Jantung pun berdebar lebih cepat akan tetapi napas terasa tersendat. Jika Kiran tidak bisa bangun dari mimpi buruk ini, mungkin dia bukan hanya akan di buat gila melainkan akan mati secara perlahan. Entah itu karena rongga dadanya yang terasa menyempit sehingga menyumbat oksigen yang akan masuk ataupun bisa membuat lidahnya patah karena terlalu keras mengigitnya. Gerakan Kiran tampak makin abnormal dalam tidur yang kali ini tampak tidak damai, badai memang terlalu menghantam terlalu keras walaupun masih terlalu dini. Efek yang di berikan luar biasa bukan main, membuat seluruh tubuhnya bekerja sama untuk memproduksi tingkat kecemasan yang meningkat tajam. Ketakutan yang memeluk erat tubuh, dari ujung rambut hingga ujung

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Ketakutan

    Pahing sudah berusaha untuk menghubungi kekasihnya, akan tetapi tetap tidak tersambung dan terus di alihkan. Ini sudah masuk yang kelima kali, membuat dirinya kalut. Biasanya Eri tidak pernah mengabaikan panggilan darinya, biasanya dalam deringan kedua langsung di angkat. Namun, sekarang bahkan dalam panggilan yang kelima tak kunjung di angkat juga. ‘Apa yang sebenarnya terjadi pada Eri?’ Pertanyaan tersebut terus berputar di dalam pikirannya sembari menatap ponsel yang berada dalam genggamannya yang sudah ia remas sekuat tenaga, seperti berniat menghancurkan benda persegi panjang tersebut dengan urat-urat di tangan yang begitu menonjol. Pahing memang baru berpisah dalam hitungan jam tapi rasa rindu ingin mendengar suara Eri sudah menyeruak dalam hati dan rasa rindu tersebut ingin segera ia bebaskan, walau hanya mendengar tanpa wujud fisik dari kekasihnya di depannya. Itu sudah sedikit mengobati rasa rindu miliknya dan bagian lainnya yang memang tidak bisa di puaskan jika tidak

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Alasan Lain

    Eri menatap ponselnya dengan tatapan tidak percaya, ketika ia sedang mencoba untuk menghubungi Pahing dan tersambung lalu sambungan telepon terputus begitu saja karena pihak lain mematikan ponselnya secara tiba-tiba.“Mengesalkan saja.” Keluh Eri sembari mencebikkan bibirnya, hari ini sungguh sial baginya.Ketakutan sedari tadi yang dimilikinya menjadi kenyataan, ia gagal untuk menemui orang penting tersebut karena terlambat datang ke tempat perjanjian yang telah disepakati.Eri hanya menggerutu kesal dan menyalahkan kesialannya pada Pahing karena Pahing merupakan sumber kesialan itu sendiri, jika saja dia bisa memaafkan masa lalu mungkin dia tidak akan repot-repot untuk membalaskan dendamnya.Pasalnya, kesalahan Pahing tidak bisa dimaafkan begitu saja. Tidak semudah itu memaafkan seseorang yang bisa dengan mudahnya mengambil orang penting dalam hidup Eri, begitu dengan Kiran.Mereka berdua pa

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Percayalah Padaku

    Keheningan udara untuk kedua kalinya, suara napas dari keduanya tak terdengar jelas. Yang satu bernapas lebih lambat dan lainnya bahkan tidak bisa mengontrol napasnya. Ketegangan yang dirasakan Pahing begitu kentara, bahkan tangan tangannya ikut basah. Bulir-bulir keringat sebiji jagung diproduksi oleh dahinya padahal AC tidak pernah dimatikan. Kiran yang sedari mengamati perubahan wajah ekpresi Pahing membuat hati bergetir, apakah wanita gatal yang mencoba untuk menghubungi suaminya? Ia tidak akan membiarkan begitu saja, dia akan berusaha untuk melindungi mili

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Dengarkan Aku Saja

    Suasana hening menyelimuti mereka berdua, ketegangan terjadi diudara. Seluruh tubuh Pahing terasa terpaku ke tanah, bibirnya kelu tidak bisa mengecap kata sementara Kiran mulai mengatur napasnya yang memburu akibat dari tangisan yang kian ingin dihabiskan.Rentetan kalimat sedang Pahing susun dalam benaknya agar tidak tertangkap dan Kiran pun tidak menaruh curiganya padanya, ia pun mulai berpikir untuk mengecek ponselnya. Namun, segera dia urungkan niatnya tersebut. Tidak mungkin, Pahing mengecek daftar panggilan dihadapan Kiran, itu pasti akan membuat istrinya menaruh curiga padanya.Pahing tidak sempat menyusun kalimat jika suatu saat Kiran mulai curiga, ia tidak tahu hari itu akan datang secepat ini. Seharusnya sudah jauh-jauh hari ia persiapkan, dia muali meruntuki kebodohannya sendiri.“Mas..” Panggil Kiran pelan dan terdengar begitu lirih, jadi apa diamnya Pahing ini adalah iya?“Jadi itu benarkan?

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Siapa Wanita itu?

    Pahing mengusap lembut pipi Kiran, berniat mencoba untuk membangunkannya secara perlahan. Ia tidak ingin membuat tubuh Kiran sakit jika dia mencoba untuk mengguncang tubuh halus ini. Merasakan tangan hangat serta bisikan berat di dekat daun telinganya, Kiran pun mencoba untuk membuka kedua kelopak mata walau masih terasa berat. Kepalanya terasa ditumbuk berton-ton batu, sakit sekali. Pahing melihat bulu mata lentik Kiran bergetar, tak dihentikan tindakannya sampai ia bisa mengungkapkan kedua bola mata Kiran secara penuh.

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Berganti Nama

    Pahing turun dengan mantap dari mobil setelah memakirkannya disamping rumah, memang perumahan yang dia huni bersama Kiran tidak memiliki gerbang depan. Tidak lupa ia membawa makanan seafood untuk Kiran yang telah dibelinya tadi, langkahnya terasa hingga sampai ketika ia mengetuk pintu tapi tidak ada respon dari dalam. Pahing sedikit mengerutkan dahinya, apakah Kiran tidak ada di rumah? Tapi tidak mungkin juga, biasanya jika Kiran akan berpergian keluar akan menghubungi dirinya terlebih dahulu. Merasa tidak sabar, Pahing pun menekan gagang pintu dan mencoba untuk mendorongnya ke dalam akan tetapi ia merasa seperti ada benda berat dibalik pintu yang menghalangi jalan masuk. Ia berhasil membuat sedekit celah sehingga pandangan jatuh pada apa yang ia anggap benda tadi yang menghalangi pintu masuk ternyata sesosok manusia, apakah itu Kiran? Sepertinya iya. Dia langsung mengenalinya ketika Pahing mengamatinya lamat-lamat. Pahing membeku ditempat sebelum berh

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   In the Other Hand

    Keduanya mengenakan pakaian tadi malam sambil melenggang pergi meningalkan kamar motel yang sebelumnya sudah berbagi sebuah kecupan sana sini dibalik pintu yang masih tertutup rapat. Pahing mengajak kekasih wanitanya untuk mengisi perut dahulu yang sudah masuk ke dalam jam makan siang, jadwal sarapan yang sudah terlewatkan karena mereka begitu pulas tertidur saling terkait di atas ranjang. Tidak lupa tangan besar milik Pahing memegang erat tangan kecil milik Eri yang memiliki jari-jari lentik, terasa begitu pas dengan miliknya. Serasa mereka berdua memang sudah di takdirkan, mungkin Pahing harus segera merealisasikannya agar dapat terus memegang erat Eri tanpa harus ada penghalang di antara mereka berdua. “Mas, kok berhenti?” Tanya Eri sambil mendongkakkan kepalanya karena ada jarak yang besar di antara tinggi badan mereka berdua. Pahing langsung terbangun dari lamunannya tadi, ia bahkan tidak sadar bahwa sedang melamun. “Tidak apa-apa, mungkin ini ef

DMCA.com Protection Status