“Maaf sudah mengganggu, Pak Ferry.” Bagaimanapun, Nia tidak mengundang Olivia. Dia hanya ikut tantenya datang ke sini.“Oh, nggak, nggak ganggu. Suatu kehormatan bagi kami Bu Olivia bisa datang,” kata Nia.Olivia membawa hadiah ulang tahun yang Yuna siapkan untuk putri sulung Ferry. Dia pun menyerahkan hadiah itu kepada Yuna di waktu yang tepat. Yuna mengambilnya dan menyerahkannya kepada putri sulung Ferry, lalu berkata sambil tersenyum, “Selamat ulang tahun, Mutia.”“Bu Yuna, panggil saja dia Tia. Kalian bisa datang ke pesta ulang tahun Tia saja kami sudah sangat senang. Sungguh nggak usah repot-repot siapkan hadiah juga.”Usai berkata, Nia memberi isyarat agar putrinya menerima hadiah ulang tahun dari Yuna. Yuna memberikan satu set perhiasan. Mutia mengambil hadiah dari Yuna dan mengucapkan terima kasih padanya.Yuna hanya membawa putri dan keponakannya, Rudy pun tidak ikut. Oleh karena itu, Ferry menyuruh istrinya membawa kedua putrinya untuk menemani Yuna. Sedangkan dia akan perg
Sinta tampaknya juga tidak peduli bagaimana pandangan orang lain terhadapnya. Dia pun terus berkata, “Bu Yuna dan anaknya juga murah hati banget. Calon menantunya direbut sama keponakannya sendiri. Bu Yuna masih bisa bawa Olivia ke mana-mana dan memperkenalkannya kepada semua orang.”Kalau Sinta berada di posisi Yuna, dia tidak akan bisa melakukan hal itu. Sesayang apa pun pada keponakannya, tetap saja lebih sayang pada anak sendiri, bukan?Seseorang langsung membantah Sinta, “Bu Sinta, hati-hati kalau bicara. Pak Stefan nggak pernah menerima perasaan Bu Amelia, juga nggak pernah memberinya janji apa pun. Bu Amelia sendiri yang berangan-angan. Tapi Bu Amelia benar-benar murah hati. Dia berani mencintai, juga berani melepaskan. Setelah tahu kebenarannya, dia dengan murah hati kasih ucapan selamat. Hal itu buat pandanganku respek sama Bu Amelia.”“Nggak apa-apa kalau Bu Sinta ngomong di depan kami saja. Jangan coba-coba seenaknya membicarakan latar belakang Olivia. Pak Stefan bukan orang
“Setelah setengah jam di dalam rumah, yang paling banyak aku dapatkan adalah kartu nama.”Amelia tertawa pelan, “Jadi begini, semua orang menjalin hubungan demi keuntungan. Kalau nggak ada untungnya, siapa yang mau ngomong sama kamu? Kamu mau makan apa? Aku pergi ambilkan makanan untuk kamu.”“Tadi aku lihat dessert-nya cakep banget, rasanya juga pasti enak banget. Ambil sedikit saja. Tadi aku sudah makan sedikit di toko, belum terlalu lapar,” kata Olivia.Olivia yang menyukai makanan manis pasti ingin mencoba ketika dia melihat begitu banyak makanan penutup yang menggiurkan. Dulu kalau dia menemani Junia dan Desy menghadiri pesta, Olivia dan Junia akan bersembunyi di pojokan sambil makan dan minum sepuasnya. Olivia paling suka makanan penutup, karena makanan penutup di pesta jauh lebih enak daripada buatan toko di luar.“Oke.”Amelia meletakkan gelasnya di atas meja kecil di depannya. Kemudian, dia berdiri dan pergi mengambil makanan untuk Olivia.Sesaat kemudian, Amelia kembali denga
Olivia terus menatap perempuan bernama Giselle itu. Perempuan itu tidak memberikan minuman yang telah dimasukkan obat itu kepada orang lain. Dia sendiri juga tidak meminumnya. Hal itu membuat Olivia merasa penasaran. Untuk apa dia melakukan hal itu?Tidak lama kemudian, Olivia pun menemukan jawabannya. Minuman itu bukannya tidak diberikan kepada orang lain, melainkan orang yang akan meminumnya baru saja tiba.Sebuah sepeda motor masuk ke halaman vila keluarga Darmawan. Dengan latar belakang mobil-mobil mewah di seluruh halaman, sepeda motor itu terlihat sangat mencolok.Orang yang memakai motor adalah seorang perempuan berusia dua puluhan. Namun, yang menarik perhatian bukan dia. Akan tetapi, perempuan yang duduk di belakangnya. Perempuan itu membawa sebuket bunga. Setelah turun dari motor, dia memegang tongkat dengan satu tangan. Dia menggunakan tongkat untuk memeriksa jalan di depannya. Kemudian, dia berjalan pelan-pelan ke depan.Perempuan itu buta. Olivia langsung meletakkan gelasn
Sinta sendiri sedang mengobrol dengan ibu-ibu lainnya di tempat yang tidak jauh dari sana. Dia juga tahu apa yang sedang kedua anaknya lakukan. Namun, dia tidak melakukan apa-apa. Dia tetap mengobrol dengan tenang.Rosalina terdiam lama. Kemudian, dia baru mengambil gelas yang diberikan adiknya sambil bertanya, “Kalau aku sudah minum, kamu akan bayar uang buket bunga?”“Di sini ada banyak orang yang jadi saksi. Selama kamu habiskan minuman ini, aku akan kasih kamu uang dua juta ini.”“Oke.”Rosalina mengangkat gelas di tangannya ke dekat bibirnya, lalu hendak meminum isi di dalam gelas. Tiba-tiba sebuah tangan menyambar gelas itu darinya.“Jangan diminum.”Sebuah suara yang tidak dikenal. Rosalina menentukan posisi orang melalui suara orang itu. Dia menoleh untuk menghadap orang itu dengan ekspresi kebingungan.Orang yang mengambil gelas dari Rosalina tidak lain adalah Olivia. Semua orang sedang menikmati pertunjukan. Akan tetapi, Olivia sudah tidak tahan. Alasan utamanya karena dia ta
Giselle sengaja memprovokasi Amelia dan Olivia. Kedua orang itu bisa membantu Rosalina sekarang. Apakah mereka bisa selalu membantu Rosalina? Selama Giselle mau, dia bisa menghancurkan toko bunga Rosalina kapan saja. Rosalina tidak berani cari masalah dengannya.Rosalina tidak bodoh. Setelah Amelia bilang di dalam minuman ada obat, dia tidak akan meminumnya. Dia pun berkata dengan tenang, “Ambil saja buket bunga ini, anggap saja aku yang kasih. Nggak usah bayar.”Usai berkata, Rosalina menghadap Amelia dan Olivia lagi. Dia pun berterima kasih kepada mereka dengan suara datar yang kini ada sedikit rasa syukur.“Rosalina, kamu jangan dikasih enak malah nggak mau!”Giselle merasa dia tidak bisa mundur. Begitu melihat Rosalina hendak pergi, dia langsung mengulurkan tangannya untuk menahan Rosalina. Setelah itu, dia berjalan ke depan Rosalina, lalu memegang dagu Rosalina dengan satu tangan. Dia menggenggam dagu kakak tirinya dengan keras, benar-benar ingin mencekoki Rosalina dengan minuman
Pada saat ini, Yuna, Nia dan yang lainnya mendengar suara ribut di luar. Mereka pun bergegas keluar.Sinta tidak berani melawan Yuna. Ditambah lagi putri kesayangannya jadi begitu akibat ulahnya sendiri. Oleh karena itu, dia hanya meminta maaf pada Nia. Kemudian dia menyeret Gisselle dan membawanya pergi dari rumah keluarga Darmawan.Setelah suasana kembali tenang, Rosalina pun mengucapkan terima kasih kepada Olivia dan Amelia. Sebenarnya dia tidak mengerti mengapa kedua orang itu mau membantunya.Pada saat mendengar teriakan ibunya tadi, Rosalina baru tahu salah satu orang yang membantunya adalah istri tuan muda keluarga Adhitama. Baru-baru ini Olivia menjadi orang paling populer di Kota Mambera.Rosalina tidak menyangka Olivia begitu baik dan mau membantunya. Sebenarnya dia masih punya cara lain untuk keluar dari masalah meski tidak ada yang membantunya. Dia hidup bersama ayah tiri dan ibu kandung yang kejam seperti ibu tiri. Belum lagi, dia harus mengumpulkan bukti sedikit demi sedi
“Kamu nggak tanya kenapa aku menyinggung orang?”Stefan menoleh dan menatap Olivia, lalu berkata, “Nggak usah tanya. Nggak peduli kenapa kamu menyinggung orang, aku akan selalu berpihak padamu.”Di mata Stefan, istrinya selalu benar.“Stefan, kamu begitu percaya padaku dan manjakan aku. Aku akan dibuat jadi manja sama kamu.”“Aku memang mau manjakan kamu, sampai hanya aku yang bisa menolerir kamu. Dengan begitu, kamu akan selalu jadi milikku. Nggak akan ada orang lain yang rebut istriku dariku.”Olivia tertawa lepas, “Selama orang itu tahu aku istrimu, siapa yang berani dekati aku?”Albert menyukai Olivia secara diam-diam selama beberapa tahun. Meski jelas-jelas dia tahu Olivia sudah menikah, dia tetap tidak menyerah. Dia bahkan berharap begitu pernikahan Olivia dan Stefan berakhir, Olivia mau menikah dengannya. Namun, begitu sang ibu memberi tahu Albert kalau suami Olivia adalah Stefan, tuan muda keluarga Adhitama, Albert pun menyerah sepenuhnya.Terakhir kali Albert mengambil kesempa
Terlalu banyak cucu juga bukan hal yang baik.“Nggak, kok. Nenek nggak bilang apa-apa tentang kamu. Jangan selalu berpikiran buruk tentang Nenek, ya,” ujar Rosalina dengan maksud bercanda.Mendengar itu, Nene Sarah dengan sengaja meninggikan suaranya, “Rosalina, aku kasih tahu, nih. Calvin waktu kecil suka ngompol. Waktu umur dia lima tahun saja kadang-kadang masih suka ngompol. Dia selalu ngaku cari kamar mandi di mimpinya. Pas lagi nyari, begitu ketemu langsung pipis.”“Nenek!” sahut Calvin di telepon.Ya, baiklah. Di antara kakak beradik itu, memang Calvin yang paling sering mengompol. Yang lain pada umumnya sudah tidak mengompol lagi di usia mereka sudah bisa berbicara. Begitu mereka ke kamar mandi sebelum tidur, mereka akan tertidur lelap sampai hari mulai terang. Berbeda dengan Calvin,dia justru banyak minum menjelang tidur dan tidak ke kamar mandi. Makanya, dia sering terbangun di tengah malam untuk pipis. Namun bagaimanapun juga, Calvin baru berusia 5-6 tahun dan masih dianggap
Nenek Sarah tersenyum, lalu dia berkata, “Aku nggak peduli apa kata mereka. Toh cucuku ya milikku. Aku yang membesarkan mereka dari kecil, aku dan suamiku yang bersusah payah mendidik mereka dengan sepenuh hati. Aku yang paling tahu seperti apa sifat mereka, dan wanita seperti apa yang cocok dengan mereka. Aku cuma mau cucuku bahagia dan memberikan mereka istri yang pantas. Apa itu salah? Orang-orang bilang Olivia nggak pantas untuk Stefan. Mereka sering kali bertanya memangnya sudah berapa lama Olivia masuk ke keluarga Adhitama? Atau bertanya dengan kemampuan yang Olivia miliki, apa dia pantas untuk Stefan?”Sarah dari dulu memang lebih menyayangi Olivia. Dia melanjutkan, “Aku justru sangat berterima kasih sama Olivia karena dia mau menikah sama Stefan. Dengan sifat Stefan yang temperamental itu, bisa jadi dia nggak akan dapat pasangan seumur hidup. Bahkan para ahli juga pada bilang kalau Stefan dan Olivia itu memang ditakdirkan untuk jadi suami istri seumur hidup. Mereka mendapatkan
Tante Rida pernah berpesan kepada Rosalina. Andaikan Rosalina sungguh mencintai Calvin, maka terimalah cintanya. Jangan sampai Rosalina melewatkan kesempatan ini atau dialah yang akan menyesal nantinya.Setiap anak lelaki yang terlahir di keluarga Adhitama, entah di urutan yang keberapa pun, mereka sama-sama mendapatkan pendidikan yang setara. Cara mereka menyikapi hubungan asmara juga sama, yaitu fokus dengan pasangan masing-masing bahkan sampai ke tahap buta asmara. Mereka tidak akan jatuh cinta dengan mudah, tetapi sekali jatuh cinta, maka itu akan menjadi komitmen seumur hidup.“Aku bisa mengerti. Memang ini sudah risiko menjadi bagian dari keluarga yang dikenal banyak orang,” ujar Sarah, seraya menepuk punggung tangan Rosalina dengan kasih sayang.Rosalina tersenyum dan berkata, “Nek, yang aku bilang itu dulu. Sekarang aku sudah nggak merasa tertekan atau merasa minder lagi. Dulu aku merasa beruntung karena Calvin sudah memilih aku. Sekarang aku merasa aku pasti punya suatu kelebi
“Duduk dulu di sana, kita bicarakan pelan-pelan,” kata Nenek Sarah seraya menunjuk ke sebuah gazebo yang terletak tidak jauh dari mereka.”Rosalina dengan lembut menanggapi ajakan itu dan menuntun Sarah menuju ke gazebo yang dimaksud. Setelah mereka sampai di sana dan duduk, Sarah memegang tangan Rosalina dan berkata kepadanya, “Rosalina, tekanan menjadi menantu di keluarga Adhitama pasti berat, ya. Nggak peduli apa pun yang kalian lakukan, pasti akan selalu ada mata yang terus mengawasi setiap pergerakan kalian kalaupun kalian melakukannya dengan baik, nggak banyak orang yang kasih pujian ke kalian, dan kalau mereka merasa kalian kurang baik, pasti banyak yang menghujat. Kalau privasi kalian nggak terjaga dengan baik, pasti akan dengan mudah tersebar ke luar dan menimbulkan rumor yang jadi hiburan untuk orang lain. Ini akan bikin kalian sangat frustrasi dan kerepotan.”Namun ketika mendengar itu, Rosalina hanya mengatupkan bibirnya dan menjawab, “Nek, aku baik-baik saja, kok. Awalnya
Sarah hanya ingin mencari topik pembicaraan dengan cucu menantunya itu, makanya dia pura-pura tertarik.“Aku rasa mereka orang yang sama. Mereka sampai cari satu pengganti untuk menyamar jadi Giselle. Habis itu, Lisa juga muncul di depanku. Dia ingin buat aku nggak curiga. Target mereka sepertinya Olivia. Tapi karena aku paling kenal Giselle, jadi mereka mau nggak mau harus libatkan aku juga.”Hanya dengan membuat Rosalina tidak curiga, Olivia baru akan berhenti curiga. Karena Rosalina kakaknya Giselle.“Aku hanya ingin beritahu Olivia, biar bisa analisis bersama. Rasanya mereka sedang main catur besar di belakang. Nggak perlu terburu-buru. Mereka nggak buru-buru, kita juga nggak buru-buru. Makanya aku pagi ini baru datang ke sini, tapi ternyata Olivia sudah pergi.”Rosalina merasa iri pada Olivia. “Aku juga ingin libur, bawa anak-anak pergi main. Tapi sayangnya aku nggak punya keponakan.”Rosalina memiliki adik perempuan, tapi Giselle juga belum menikah. Jadi dia belum memiliki kepona
“Iya, Mama sudah tua, nggak usah keliaran ke mana-mana dan buat anak-anak khawatir,” kata Dewi.Sarah sengaja melotot ke arah menantunya. “Kenapa kamu ikut-ikutan juga? Aku nggak keliaran. Sekarang aku diam saja di rumah, kan? Aku nggak ikut Oliv pergi gendong Audrey.”Dewi langsung mengungkap kebohongan ibu mertuanya. “Bukannya karena Mama selalu mau culik anak orang setiap kali pergi ke sana jadi sekarang mereka nggak mau terima kunjungan Mama?”Wajah Sarah memerah. Rosalina spontan tertawa cekikikan.“Rosalina, temani Nenek jalan-jalan. Suasana hati Nenek jadi nggak bagus karena tantemu. Dia nggak kasih aku cucu perempuan. Aku suka cucu orang lain, dia malah salahkan aku.”“Mama juga nggak punya anak perempuan, masih saja mau salahkan aku. Memangnya kami yang nggak mau punya anak perempuan? Ada masalah dengan feng shui keluarga Adhitama. Aku curiga rumah dan makam leluhur kita ada di tanah milik seorang biksu,” kata Dewi sambil menutup mulut untuk menahan tawa.Keluarga Adhitama han
Sarah pun tidak marah. Dia justru berkata, “Sekarang transportasi sudah mudah. Ada pesawat terbang, kereta cepat, mau ke mana-mana gampang. Pagi di Kota Mambera, siang sudah di luar negeri. Takut apa jauh? Yang penting orangnya baik, cocok untuk anak-anak. Kalian harusnya senang, malah bilang orang yang aku pilihkan kejauhan. Kalau suruh kalian yang urus, rambut kalian pasti akan semakin cepat beruban. Mana bisa santai seperti sekarang.”Sarah menyentuh rambut putihnya dan berkata lagi, “Rambutku putih semua karena mengkhawatirkan pernikahan mereka.”Dewi melihat rambut putih ibu mertuanya dan bercanda, “Mama bisa saja cat rambut Mama jadi hitam. Mama rawat diri dengan baik, kelihatan seperti baru usia awal enam puluhan. Kalau rambut Mama dicat hitam, pasti kelihatan lebih muda.”“Nggak mau. Harus berani hadapi kenyataan kalau aku sudah tua.”Orang yang datang adalah Rosalina. Baru saja masuk ke ruangan, dia mendengar percakapan santai antara ibu mertua dan menantunya.“Nenek, Tante.”
Setelah Olivia dan yang lainnya pergi, Dewi baru menelepon Yuna. Yuna pun segera mengangkat telepon.“Oliv sudah berangkat?” tanya Yuna.“Baru saja berangkat. Aku lihat dia dan Russel naik ke helikopter, sampai helikopternya terbang jauh, aku baru berani telepon kamu. Dia nggak akan bisa dengar percakapan kita, kecuali dia punya pendengaran super.”“Oke, terima kasih sudah kasih kabar.”“Sama saudara sendiri nggak perlu sungkan-sungkan. Toh, tujuan kita sama,” kata Dewi.“Kamu juga sungkan sama aku. Setelah semuanya selesai, ayo kita makan bareng. Aku yang traktir.”Keduanya adalah perempuan paling terhormat di Kota Mambera, tapi mereka tidak pernah makan bersama di luar. Karena Olivia menjadi menantu keluarga Adhitama, keduanya baru menjadi sadara. Namun, keduanya belum pernah membuat janji makan bersama.Mereka juga tidak sedekat Dewi dengan ibunya Bram dan ibunya Daniel. Namun, keluarga Ardaba dan keluarga Lumanto memang sangat dekat dengan keluarga Adhitama. Wajar saja Dewi dekat d
“Aku dan Tante akan pulang sebelum Tahun Baru. Om Stefan bilang habis dari luar kota, dia akan pergi ke sana jemput aku dan Tante.”Dewi tersenyum. “Kalau begitu kita nggak akan bisa bertemu selama belasan hari.”Dewi menarik Russel ke dekatnya lagi dan memeluknya sebentar. Kemudian, dia mencium pipi Russel dan berkata, “Selamat bersenang-senang di sana. Nanti ceritkan pada Nenek kamu dan Liam main apa saja, pergi ke mana, makan apa, terus bawa oleh-oleh dari sana buat kami.”Seandainya bukan karena khawatir Olivia akan mengetahui bahwa semua orang menyembunyikan situasi di Kota Cianter darinya, Dewi pasti tidak akan membiarkan Russel pergi ke Vila Ferda secepat ini.Di hari biasa, Russel harus masuk sekolah. Akhir pekan belum tentu anak itu datang. Hanya sesekali, itu pun untuk satu atau dua hari saja. Semua orang merindukan anak itu. Sekarang Russel sedang libur panjang, tapi dia malah merengek ingin pergi bertemu teman sepermainannya.“Oliv, karena kalian pergi main, bersenang-senan