“Non Oliv nggak usah terburu-buru. Sarapan saja dulu. Non Odelina baru saja telepon dan bilang sama aku kalau dia sudah antar Russel ke toko. Non Junia ada di toko. Nanti kita langsung ke toko saja. Nggak usah pergi jemput Russel lagi.”Olivia spontan menghela naaps. Dia pun berjalan ke meja makan dan duduk. Bi Lesti membuat pangsit dengan berbagai isian untuknya hari ini. Selain itu ada bubur dan sawi asin.Sawi asin ....Olivia mengeluarkan ponselnya dan mengambil foto sawi asin di piring kecil. Kemudian, dia mengirim foto itu kepada Stefan. Tentu saja, pria itu tidak membalasnya. Olivia pun menggerutu pelan.“Non, pangsitnya nggak enak, ya?”Bi Lesti mendengar Olivia sedang menggerutu. Dia mengira pangsit buatannya tidak enak. Karena itu dia bertanya, “Non suka pangsit dengan isian apa bilang saja sama aku. Aku akan buatkan untuk Non besok.”“Aku nggak pilih-pilih, Bi. Aku suka makan apa saja,” kata Olivia. “Bi Lesti duduk juga sini. Kita makan sambil ngobrol.”Stefan tidak ada di r
“Semua itu karena Stefan belum sepenuhnya anggap aku sebagai keluarganya. Dia saja nggak bisa, atas dasar apa dia tuntut aku harus bisa? Dia itu benar-benar seenaknya saja. Pokoknya dia harus selalu diutamakan. Kalau nggak, dia akan marah dan bilang aku nggak anggap dia sebagai keluarga.”“Aku juga marah, dong. Aku bilang dia egois, berpikiran sempit. Habis itu, dia langsung tutup telepon. Aku kirim pesan ke dia, dia sama sekali nggak balas. Dia selalu seperti ini. Begitu marah langsung nggak mau balas pesan, nggak mau angkat telepon. Kayak perempuan saja.”Bi Lesti, “....”Stefan memang benar seperti itu. Olivia sama sekali tidak salah. Sejak kecil, Stefan sudah dibesarkan sebagai seorang penerus. Semua adik-adiknya menghormatinya, mendahulukannya dalam segala hal. Setelah Stefan mengambil alih Adhitama Group, baik nenek maupun orang tuanya semua lepas tangan. Mereka membiarkan Stefan menjadi pemimpin Adhitama Group yang sebenarnya. Di Adhitama Group, keputusan tertinggi ada di tanga
Olivia melihat Bi Lesti masih bersih-bersih, karena itu dia tidak terlalu memikirkannya. Dia pun pergi lebih dulu.Bi Lesti mengantar Olivia sampai ke depan pintu. Setelah melihat Olivia masuk ke dalam lift, Bi Lesti baru kembali ke rumah. Dia bergegas mengambil ponselnya untuk menelepon Stefan.Awalnya, Stefan tidak mengangkat telepon. Bi Lesti berulang kali meneleponnya, dia tetap tidak mengangkat. Bi Lesti tidak punya pilihan selain mengiriminya pesan.“Den Stefan, Non Oliv minum obat.”Kemudian, kurang dari satu menit, Stefan menelepon Bi Lesti lebih dulu.“Oliv minum obat apa, Bi?”Suara Stefan terdengar sama seperti biasanya, berat dan dingin. Bi Lesti sudah mengenalnya dengan baik. Bi Lesti tahu kalau Stefan sedang tegang dari kata-katanya.“Non Oliv bilang dia nggak bisa tidur nyenyak. Sakit kepala, sakit mata. Dia minum obat pereda sakit tadi.”Stefan seketika diam seribu bahasa. Buat dia kaget saja. Bi Lesti juga tidak berkata dengan jelas, hanya bilang Olivia minum obat. Ste
Pada saat Olivia tiba di toko, dia kebetulan melihat Reiki keluar dari toko. Pria itu berjalan sambil menoleh ke belakang dan melambaikan tangannya. Olivia tahu kalau Reiki sedang bicara dengan Junia tanpa perlu ditanya.Begitu melihat Olivia, Reiki spontan menyapanya dengan sopan. Olivia membalasnya dengan senyum sopan. Dia tidak terlalu akrab dengan Reiki, tapi dia tahu identitas asli Reiki. Oleh karena itu, dia sedikit berhati-hati ketika dekat dengan Reiki.Reiki dan Olivia juga tidak memiliki topik pembicaraan. Lagi pula, Olivia adalah istri temannya. Di saat Stefan sedang tidak ada, dia tidak boleh terlalu banyak melakukan kontak dengan Olivia.“Bu Olivia, aku kembali ke kantor dulu.”“Hati-hati di jalan, Pak Reiki.”Reiki tersenyum, lalu masuk ke mobil. Kemudian, dia bergegas pergi dari sana. Setelah itu, Olivia baru masuk ke dalam toko. Begitu masuk ke dalam toko, Olivia melihat buket mawar besar di meja kasir.Kalau dilihat sekilas, ada 99 tangkai bunga mawar. Selain bunga maw
Pada akhirnya, Junia memberanikan diri untuk bertanya kepada Amelia tentang Reiki. Dia pun mengetahui kalau Reiki benar-benar ingin menghukum seseorang, hidup orang itu akan lebih buruk daripada kematian.Reiki paling suka menghukum orang dengan cara membuat orang itu kehilangan semua yang dia miliki sedikit demi sedikit. Reiki itu akan membuat orang itu merasa putus asa. Cara seperti itu sangat menyiksa.Oleh karena itu, Junia khawatir kalau dia langsung menolak Reiki, pria itu akan tersinggung. Kemudian, pria itu akan menghukum Stefan.“Aku coba jalani dulu. Tenang saja, aku nggak akan memaksakan diri,” kata Junia.Junia masih khawatir. Namun, kalau dia benar-benar tidak akan memaksakan dirinya untuk bersama dengan orang yang tidak disukainya.“Oliv, kalian nggak jadi pergi ke rumah tantemu tadi malam? Waktu kakakmu antar Russel ke sini, aku kaget saat lihat wajahnya.”Olivia langsung terlihat marah ketika masalah itu diungkit kembali. Dia pun memaki semua anggota keluarga Pamungkas.
Olivia berbalik lalu berjalan kembali ke kantor. Rekan kerjanya itu masih asyik berbicara dengan yang lainnya. Odelina langsung berjalan ke meja orang itu.Baru pada saat itulah orang itu menyadari kalau Odelina kembali lagi ke kantor. Rasanya sangat malu ketika tertangkap basah sedang berbicara buruk tentang orang lain. Apalagi tertangkap basah oleh orang itu sendiri. Perempuan itu sontak kaget dan tidak tahu harus berkata apa.“Kamu naksir Pak Daniel, ya?”Begitu Odelina buka suara, wajah perempuan itu langsung memerah.“Nggak, kok.” Perempuan itu membantah.“Kalau begitu kenapa kamu sebar gosip aku punya hubungan pribadi dengan Pak Daniel? Dari kata-katamu aku tahu kamu cemburu. Kamu diam-diam naksir Pak Daniel. Makanya kamu selalu ngomong yang buruk tentang aku.”“Tapi terserah kalian percaya atau nggak, aku sama sekali nggak ada perasaan pada Pak Daniel. Aku memang sudah cerai, suamiku yang b*jingan itu selingkuh. Untuk apa aku pertahankan pernikahan seperti itu? Aku cerai, lalu k
Daniel berkata sendiri, “Aku tahu karena aku rekrut kamu, hal itu malah buat kamu kesulitan di perusahaan. Kamu nggak perlu khawatir apa yang orang lain katakan. Lakukan saja pekerjaanmu sendiri.”“Pak Daniel, aku ingin mengundurkan diri.”Daniel menatap Odelina dengan tatapan lekat, lalu bertanya, “Kenapa mau mengundurkan diri?”Odelina terdiam dengan kepala tertunduk sejenak, lalu dia mengangkat wajahnya dan berkata, “Selama ini aku bertahan karena aku harus memperjuangkan hak asuh anakku kalau aku bercerai. Aku terus bersabar saat orang-orang bilang aku masuk ke perusahaan ini dengan koneksi, saat mereka diam-diam jadikan aku sebagai target. Karena aku butuh pekerjaan ini. Dengan memiliki pekerjaan tetap aku baru bisa memperjuangkan hak asuh Russel.”“Sekarang kamu sudah bercerai dan mendapatkan hak asuh atas anakmu. Jadi kamu ingin mengundurkan diri? Kamu bahkan belum menyelesaikan masa percobaan,” ujar Daniel. “Kamu orang yang memiliki kemampuan kerja. Aku rasa dari awal kamu suda
“Bagaimana? Kamu mau sewa, nggak? Kalau kamu mau, karena kamu kakak iparnya Stefan, aku akan kasih harga teman. Harga sewanya sedikit lebih murah dari yang lain, tapi kamu jangan kasih tahu orang lain. Nanti kalau yang lain tahu, semua minta aku turunkan harga sewa lagi. Rugi besar aku.”Odelina sangat tergiur dengan tawaran itu. Setiap hari dia harus melewati jalan itu saat pergi dan pulang kerja. Oleh karena itu, dia tahu banyak orang melewati jalan itu. Toko jajanan, restoran, bahkan warung es juga laris manis. Odelina sangat iri melihat orang lain bisa menyewa toko di jalan itu untuk berjualan. Tidak disangka, toko-toko itu milik Daniel.“Berapa harga sewa per bulan?” tanya Odelina.“Harga sewa semua toko di pusat Kota Mambera jauh lebih mahal dibanding tempat lain. Toko paling kecil di tempatku ukurannya 40 meter persegi. Yang terbesar lebih dari 100 meter persegi. Kamu mau jual apa?”“Jual sarapan,” jawab Odelina.“Kalau begitu nggak perlu terlalu besar. Harga sarapan nggak bisa
Makin muda maka makin sedikit orang yang mengenalnya. Misalnya, adik bungsunya, Sandy, bahkan di sekolahnya sendiri, hampir tidak ada yang tahu bahwa dia adalah anak bungsu dari keluarga Adhitama. Bahkan di kalangan kelas atas, hanya segelintir orang yang pernah bertemu dengannya. Nenek mereka sangat melindungi cucu-cucunya. Sebelum mereka memasuki dunia kerja, beliau tidak akan membiarkan kekuatan eksternal mana pun mengganggu kehidupan mereka. Ketika mereka sudah tidak ingin melanjutkan pendidikan dan mulai mencari pekerjaan, barulah nenek akan membawa mereka ke berbagai acara sosial, memperkenalkan mereka ke publik, agar orang-orang tahu bahwa mereka adalah salah satu anak dari keluarga Adhitama. Namun, apakah orang-orang akan mengingat mereka atau tidak, itu tergantung pada seberapa besar kemampuan mereka dan seberapa besar pengaruh mereka di Mambera. Jika mereka memilih untuk memulai karier dari bawah, nenek juga tidak akan membawa mereka ke acara sosial. Mereka akan dibiarka
Ronny berkata, "Meskipun adik laki-laki Ibu sudah dewasa, belum tentu dia memiliki kemampuan untuk mengambil alih bisnis keluarga. Ibu memang seorang perempuan, tapi tetap bagian dari keluarga Pangestu. Kalau Ibu memiliki kemampuan untuk memimpin, kenapa harus terjebak dalam perdebatan tentang siapa yang harus menjadi penerus?" Di keluarga Adhitama, tidak ada pola pikir seperti itu. Menurut neneknya, jika semua saudara memiliki kemampuan, maka yang tertua akan mewarisi bisnis. Namun, jika yang tertua tidak mampu, maka yang paling berbakatlah yang akan mengambil alih, tidak harus anak pertama atau cucu tertua. Yang paling penting adalah kemampuan. Jika keluarga mereka memiliki anak perempuan yang bisa mengambil alih bisnis dan bersedia melakukannya, tentu saja diperbolehkan. Namun, jika tidak ingin mengambil alih, juga tidak akan dipaksakan. Melihat betapa besar keinginan para orang tua untuk memiliki anak perempuan, Ronny merasa bahwa jika suatu hari nanti dia memiliki keponakan per
Ronny menjawab dengan suara lembut, "Baik, selama Bu Yohanna nggak keberatan dengan cara makanku, maka aku akan dengan senang hati menerimanya." "Kamu ini, dari luar terlihat sangat berpendidikan dan beretika tinggi. Orangnya juga lembut dan sopan. Walaupun aku belum pernah makan satu meja denganmu, aku bisa menebak kalau cara makanmu pasti nggak buruk." Ronny tersenyum. Dalam hati, dia memuji, "Istriku memang luar biasa! Pandai menilai orang!""Oh iya, ada satu hal yang ingin kutanyakan sebelumnya." Ronny menatapnya dengan lembut, menunggu pertanyaannya. "Saat Tahun Baru nanti, apakah kamu akan pulang? Dari tempat kami ke Mambera sangat jauh, 'kan? Kudengar di sana musim dinginnya nggak terlalu dingin." Ronny menjawab, "Aku akan pulang saat Tahun Baru. Apakah makan siang dan makan malam Bu Yohanna sudah ada yang mengurusinya? Kalau sudah, aku ingin pulang sebentar. Nenekku sudah tua, beliau selalu berharap kami para cucunya bisa berkumpul saat hari raya." "Biasanya, karena pekerj
Yohanna tersenyum dan berkata, "Kamu juga beli oleh-oleh, ya? Aku sesekali keluar untuk jalan-jalan, tapi nggak pernah terpikir untuk membeli oleh-oleh." "Mungkin karena aku terlalu pemilih dalam soal makanan. Kalau menurutku nggak enak, aku nggak tertarik untuk membelinya," lanjutnya. Makanan khas dari berbagai daerah memang tidak banyak yang cocok di lidah Yohanna. "Setiap kali pergi ke suatu tempat, aku selalu membeli sedikit oleh-oleh khas daerah itu untuk dibawa pulang, agar keluarga bisa mencicipinya. Kadang kalau beli terlalu banyak, aku juga membagikannya ke kerabat dan teman-teman," ujar Ronny dengan senyum di wajahnya. Saat dia menatap seseorang sambil tersenyum, mudah sekali menimbulkan kesalahpahaman. Seakan-akan dia memiliki ketertarikan khusus pada orang tersebut. Bahkan seseorang yang tenang seperti Yohanna pun merasa hatinya lebih ringan saat berhadapan dengan Ronny yang lembut dan penuh perhatian. Tidak heran adiknya langsung memiliki kesan baik terhadap lelaki i
Yohanna menanggapi sambil berjalan ke sofa dan duduk. Ronny mendorong pintu dan masuk, membawa makan siangnya. "Bu, sudah waktunya makan siang," katanya sambil menyusun hidangan satu per satu di meja. Karena hanya Yohanna yang makan, dia hanya menyiapkan tiga lauk dan satu sop, dengan porsi yang cukup untuk satu orang saja. Yohanna cukup pemilih dalam hal makanan. Tidak banyak yang benar-benar bisa membuatnya menikmati hidangan dengan senang hati, sehingga porsi makannya tidak terlalu besar. Saat melihat menu hari ini, dia menyadari bahwa hidangannya telah berganti dari kemarin. Namun, tetap saja terlihat menggugah selera dengan warna, aroma, dan rasa yang menarik. Ronny dengan perhatian mengambil semangkuk sop setengah penuh dan menyodorkannya kepadanya. "Makan sop dulu, biar tubuh Ibu lebih hangat," katanya lembut. Padahal, di dalam ruangan sudah ada pemanas, jadi Yohanna sama sekali tidak merasa kedinginan. Pakaian yang dia kenakan hanyalah seragam kerja sehari-hari, tanpa jak
Yohanna berkata, "Kalau dia masih belum menyerah, bilang saja padanya bahwa kalau mau bekerja sama dengan keluarga Pangestu, boleh saja. Suruh kepala keluarga mereka yang sebenarnya datang untuk membahas kerja sama. Dia hanya kepala keluarga sementara. Begitu kepala keluarga yang sah kembali, dia nggak punya kuasa apa pun dan nggak bisa mengambil keputusan." Dira langsung tertawa. "Kak, kalau kata-kata ini disampaikan ke dia, dia pasti akan marah sampai meledak di tempat. Semua orang tahu kalau dia bermimpi jadi kepala keluarga yang sah, tapi sayangnya, dia nggak punya totem keluarga Brata, nggak ada lencana kepala keluarga, dan juga nggak ada stempel resmi." "Seberapa banyak pun orang yang dia sogok, dia tetap bukan kepala keluarga yang sah. Statusnya nggak diakui." Di keluarga Brata, orang-orang yang ingin menyenangkan Lota akan menganggapnya sebagai kepala keluarga. Namun, mereka yang normal dan berprinsip akan menolak mengakui statusnya. Kepala keluarga Brata yang lama beserta
Yohanna sangat memahami bahwa para orang tua di keluarganya tidak setuju jika dia dan adiknya menikah jauh dari rumah. Saat ini, bisnis keluarga sebagian besar bergantung pada dia dan adik keduanya untuk dikelola. Adik ketiga dan keempat mereka kurang begitu kompeten, usianya juga masih muda, jadi untuk saat ini mereka belum bisa mengambil alih bisnis keluarga. Kecuali kalau kedua adik laki-laki mereka bisa mengelola bisnis keluarga di usia belasan tahun, kalau tidak, Yohanna dan Dira masih harus terus bekerja keras demi keluarga. Siapa suruh keluarga Pangestu lebih banyak perempuan daripada laki-laki? Dulu, Yohanna juga butuh banyak waktu dan mengalami banyak tekanan sebelum bisa berdiri teguh di dunia bisnis dan mencapai posisinya sekarang. Dira tertawa dan berkata, "Kak, aku juga sudah bilang, aku benar-benar nggak jatuh cinta pada Ronny." "Jangan membicarakan hal-hal yang terlalu jauh. Meskipun kita sudah menyelidiki latar belakangnya, kita sebenarnya belum benar-benar mengen
"Sibuk." Yohanna membalas pesan adiknya. "Aku tahu Kakak selalu sibuk, memangnya malam-malam nggak bisa luangin waktu buat telepon ke rumah?" "Semua di rumah kangen sama Kakak, terutama adik laki-lakimu, tiap hari dia tanya, kapan Kakak pulang?" Sebenarnya, yang bocah itu rindukan adalah masakan Ronny. Ketika Yohanna pergi dinas luar dan membawa serta lelaki itu, bocah itu bagaikan langitnya runtuh. Ronny punya daya tarik tersendiri dan juga pintar memasak. Dua tuan muda keluarga Pangestu sangat menyukainya. Tentu saja, hal ini tidak bisa dikatakan begitu saja kepada kakaknya, jadi mereka hanya bilang bahwa mereka merindukan sang kakak. Yohanna sangat mengerti sifat adiknya. Dia tersenyum dan berkata, "Jangan-jangan yang mereka rindukan itu masakan Ronny? Meskipun dia nggak ada, mereka juga nggak akan kelaparan." Di rumah tidak hanya ada satu koki. Secara teknis, Ronny adalah koki pribadi miliknya. Keluarga di rumah hanya kebagian keberuntungan karena bisa mencicipi masakan Ronny
Alasan utamanya karena Yohanna ingin mempersingkat perjalanan bisnisnya, sehingga dia lembur setiap hari dan baru bisa kembali ke hotel untuk beristirahat pada larut malam. Sering kali, dia harus pergi kerja seperti biasa keesokan harinya.Kurang istirahat membuatnya tidak berenergi. Setiap hari Yohanna harus minum beberapa cangkir kopi agar tetap bisa bekerja.Yohanna berdiri dan berjalan ke depan jendela untuk melihat dunia luar. Di cuaca yang dingin, ada beberapa orang yang berjalan dengan tergesa-gesa di jalan. Tidak banyak orang.Ronny bilang kalau di Kota Mambera, baik siang maupun malam, ada banyak orang yang berlalu lalang. Kota itu hanya akan menjadi sepi saat Tahun Baru. Karena pekerja dari luar akan pulang kampung untuk merayakan Tahun Baru.Paling hanya beberapa hari. Saat mereka kembali ke kota, Kota Mambera kembali ke suasana ramai dan sibuk seperti biasanya.Untungnya selama beberapa hari ini ada Ronny yang mengatur jadwal makan tiga kali sehari Yohanna. Tidak peduli ses