Stefan berdiam di dalam kamarnya cukup lama, sampai akhirnya Olivia datang dan mengetuk pintu kamarnya.“Pak Stefan, Mbak Lesti sudah selesai membuat sarapan pagi.”Olivia berdiri di depan pintu kamarnya, mengetuk sambil memanggil pria itu. Namun sebenarnya, perempuan itu sedang mengutuk Stefan di dalam hatinya : Ganti baju lama sekali tidak keluar-keluar.Ketika melakukan suatu hal, biasanya Stefan selalu rapi dan cepat, sangat jarang berlama-lama.Oh, ada, ketika pria itu mau mengirimkan bunga, sangat tidak rapi dan juga cekatan.Stefan membuka pintu.Pria itu menggunakan kemeja, dengan kancing bagian atas yang belum terkancing rapi.Begitu pintu terbuka, Olivia langsung melihat bagian dada berotot milik Stefan.Olivia tertegun sejenak, sebelum akhirnya berkata, “Pak Stefan, sudah waktunya sarapan.” Stefan memerhatikan gerak-gerik Olivia. Begitu selesai berbicara, perempuan itu langsung membalikkan badan dan pergi.Pria itu menutup pintu kamarnya sambil menunduk melihat kemejanya s
Bi Lesti tersenyum ketika melihat Olivia makan dengan lahap. Semakin dilihat, dia tiba-tiba jadi merasa sangat lapar. Ketika Stefan tidak melihat, dia pun memakan sedikit.Ketika Bi Lesti sedang berberes dan pergi ke dapur untuk mencuci piring-piring mereka, Olivia menarik kursi dan duduk sangat dekat dengan Stefan, hingga menyentuh pria itu.Stefan seketika langsung menegang, bagaikan landak yang menegangkan seluruh duri di punggungnya.Bedanya, kali ini dia bukan bersikap defensif. Dia gugup, karena tidak tahu apa yang ingin dilakukan istrinya padanya.“Pak Stefan, di rumah kita ada kamar tamu, tapi nggak ada ranjangnya. Nanti waktu kita sudah jemput Russel, lalu mengantar Bi Lesti dan Russel ke toko, kita harus membelikan Bi Lesti ranjang dan perlengkapan lainnya. Kita nggak mungkin membiarkan Bi Lesti tidur di lantai, ‘kan?” Stefan seketika menjadi lebih santai.“Kamu nyonya di rumah ini. Kamu saja yang atur.”Stefan ada rapat penting pagi ini, tidak bisa meluangkan waktu untuk me
Olivia berpikir begitu, dan juga melakukannya.Dia segera mengeluarkan ponselnya dan mencari langkah-langkah untuk mengikat dasi di Internet.Setelah membaca dua kali dengan cepat, dia memasukkan ponselnya kembali ke saku celananya.Dia berjalan menghampiri Stefan, meraih dasi yang dipegang Stefan, mengutak-atik Dasi itu, lalu melingkarkannya di leher pria itu. Dia berkata, “Pergi ke kamar ganti baju saja ribetnya melebihi wanita yang mau berdandan. Dasi saja belum dipakai.”Melihat hal ini, Bi Lesti menariknya, lalu meletakkannya di lehernya, berbisik, “Kembali ke kamar dan ganti baju, lebih baik daripada perempuan Butuh waktu untuk merias wajah saat saya pergi keluar, dan saya bahkan belum mengenakan dasi saya.”Melihat hal tersebut, Bi Lesti melangkah pergi dan keluar lebih dulu.Dia menunggu pasangan muda itu di luar. Dari pria-pria yang kukenal, selain Albert dan kakak iparku yang berengsek itu, yang lainnya nggak perlu pakai jas dan dasi. Aku benar-benar nggak punya pengalaman da
Kalau Odelina pergi mencari uang, dia jadi tidak punya waktu untuk bersama anaknya.Odelina menarik napas dan tidak menoleh ke belakang, membawa motornya dan pergi dengan cepat.Dia akan baik-baik saja asalkan tidak mendengar tangisan putranya.Olivia menggendong Russel naik ke mobil. Setelah dibujuk cukup lama olehnya dan Bi Lesti, anak itu akhirnya berhenti menangis.Namun, Russel tidak mau duduk sendiri dan meringkuk di dalam pelukan Olivia. Kedua tangannya memeluk Olivia dengan erat, dan dia bertanya dengan sedih, “ … nggak mau Russel lagi, ya?”Olivia mendorong anak itu dengan pelan, lalu menunduk dan bertanya dengan lembut, “Russel, kamu bilang apa barusan?”Russel mendongak dan menatap Olivia, lalu bertanya, “Apa Mama nggak menginginkan Russel lagi?”“Siapa yang bilang? Mama hanya pergi kerja, bukannya nggak menginginkan Russel lagi. Mama akan pulang setiap malam untuk menemani Russel.”Russel berkata dengan sedih, “Papa yang bilang.”Olivia ingin mengumpat rasanya.Roni itu san
Setelah menyetir mobilnya dan meninggalkan SMP Negeri Kota Mambera, Stefan berhenti di tempat biasa dan menyuruh pengawalnya membawa mobilnya, sementara dirinya naik mobil Rolls Royce.Dalam perjalanan ke kantor, dia menghubungi Pak Arif dan meminta pria itu untuk menyuruh orang mengantarkan satu kursi pengaman anak.Yang mengejutkan Stefan adalah, Amelia sedang menunggu di depan gerbang kantor, tapi tidak menghalangi jalannya.Wanita itu hanya berdiri diam di pinggir, diam-diam memperhatikan mobilnya masuk ke kompleks kantor.Sulit bagi Amelia untuk melepaskan cintanya pada Stefan. Dia memberi tahu diri sendiri bahwa dia hanya akan datang menemui pria ini lagi hari ini, lalu tidak akan datang lagi ke depannya. Kecuali kalau pria itu memakai cincin supaya dia menyerah, bukan karena benar-benar sudah menikah. Kalau seperti itu, dia akan datang lagi.Setelah mobil-mobil yang mengantar Stefan masuk ke kompleks perkantoran itu, gerbang utama kantor Adhitama Group segera menutup.Mobil Roll
“Dengan menerimanya, kalian akan membantuku. Kumohon, bantulah aku.” Amelia membuat gerakan meminta tolong dengan bercanda.Keluarga Sanjaya punya banyak uang, tapi ibunya dibesarkan di panti asuhan dulu, jadi kalaupun sudah puluhan tahun menjadi menantu keluarga kaya, ibunya tetap suka berhemat.Ibunya paling tidak suka melihatnya menghambur-hamburkan uang.Junia berpikir, padahal dia biasanya juga tidak banyak pikir kalau membeli barang, tapi kalau dibandingkan dengan Amelia, putri keluarga konglomerat ini, rasanya seperti membandingkan seekor gajah dengan seekor semut.“Olivia, siapa Bibi ini?” tanya Amelia pada Olivia ketika melihat Bi Lesti.“Pengasuh yang aku bayar untuk menjaga Russel. Aku dan Junia terkadang sibuk, takutnya Russel lari ke luar toko. Jadi aku mencari seorang pengasuh untuk menjaganya, supaya kami berdua juga bisa tenang.”Mereka membantu Odelina menjaga putranya. Meskipun keponakan sendiri, tapi tanggung jawabnya juga besar.Dalam menjaga Russel, Olivia tidak be
Olivia menepuk punggung tangan Amelia dan menghiburnya, “Amelia, kamu adalah perempuan yang baik. Lepaskan pria yang bukan milikmu. Kamu akan mendapatkan kebahagiaan nanti.Amelia mengerutkan bibirnya. Matanya merah. Dia menyeka air matanya dengan sok kuat, lalu berkata dengan senyuman yang dipaksakan, “Iya, aku kalau mau menikah, banyak pria yang mengantri untuk menikahiku. Aku nggak perlu merebut pria orang!”Junia menyela dan berkata, “Memangnya nggak enak ya hidup sendiri dengan bebas dan tanpa beban?”Dia belum pernah merasakan bagaimana rasanya jatuh cinta pada seorang pria, jadi dia tidak bisa memahami rasa sakit dari cinta yang tak berbalas yang dirasakan Amelia.Amelia menatap Junia dan teringat akan sesuatu. Matanya masih merah, tapi dia tertawa dan berkata, “Berita tentang sikap Bu Junia waktu di pesta yang diadakan keluarga Hermawan sering dibicarakan oleh kita semua di kalangan kelas atas.”“Aku pikir kamu benaran mabuk sekali saat ini. Sekarang kalau dipikir-pikir, kamu s
Sebelum kakak tertuanya mengambil alih Sanjaya Group, keputusan ayahnya bahkan tidak sepenting keputusan ibunya. Banyak para petinggi perusahaan yang lebih menghormati ibunya.Bisa dibayangkan setinggi apa posisi ibunya di Sanjaya Group.“Iya, aku juga setuju dengan yang dikatakan Amelia.” Junia merasa pemikirannya dan Amelia sama.Ibu dan bibinya selalu menginginkannya menjadi menantu keluarga konglomerat.Olivia tersenyum dan berkata, “Makanya, aku juga mencari pria yang latar belakangnya kurang lebih denganku. Aku nggak pernah berharap menikah dengan orang kaya.”Penghasilan Stefan memang lebih tinggi sedikit darinya, tapi pria itu masih bekerja dengan orang. Bisa dibilang masih sederajat dengannya.“Kalau kalian juga berpikir seperti itu, Olivia, minta suamimu untuk mengaturnya. Aku akan bertemu dengan rekan kerjanya itu. Siapa tahu kami berjodoh.”“Oke.” Olivia sangat senang bisa membantu sahabatnya menemukan kebahagian.Bi Lesti mendengarkan percakapan mereka bertiga tentang pern
Tidak ada yang berani menyinggung Dokter Dharma karena dia dikenal ahli dalam meracik racun. Tentu saja, dokter tidak akan menggunakan racun hasil buatannya untuk mencelakai orang. Dia pernah menjelaskan bahwa beberapa racun bisa menjadi obat jika digunakan dalam dosis kecil.Namun, manusia cenderung berpikir dengan cara yang berbeda. Hanya mengetahui bahwa Dokter Dharma sangat ahli dalam racun saja sudah cukup membuat mereka takut, meskipun dia memiliki prinsip dan moral.Mereka tetap khawatir jika suatu saat tanpa sengaja mereka menjadi korban. Karena itu, bahkan jika Dokter Dharma menolak permintaan untuk mengobati, mereka tidak berani mencari masalah dengannya. Samuel mencoba bertanya dengan hati-hati, “Apakah kamu murid dari para ahli yang tinggal di tempat terpencil?” “Apakah kamu kenal dengan istri kepala keluarga Lambana di Kota Dawan saat ini?” Rubah tersenyum tipis, “Kalau kamu penasaran sekali dengan asal-usulku, cari tahu saja sendiri. Kalau kamu berhasil, aku akan menga
Nenek selalu berkata, mengejar istri tidak perlu tahu malu. Kalau terlalu peduli soal harga diri, tidak akan bisa mendapatkan istri. Bahkan Stefan yang begitu sombong rela menundukkan kepalanya demi mendapatkan kakak ipar. Lelaki itu kehilangan muka sampai tingkat tertinggi, sering dipermalukan, tetapi akhirnya mendapatkan kehidupan yang begitu membahagiakan hingga membuat semua orang iri. Samuel merasa itu sangat berharga. Jadi, dia juga memutuskan untuk tidak memedulikan harga diri. Lagipula, dia sudah berbicara terus terang dengan neneknya, dan juga menjelaskan segalanya pada Katarina. Sekarang, dia tidak ada beban mental lagi dan bisa dengan terang-terangan mengejar gadis yang benar-benar dia sukai. “Aku hanya mau tahu namamu saja, selalu memanggilmu Rubah rasanya seperti sedang menghina kamu.”“Julukanku memang Rubah. Semua orang akan tahu itu aku.” Perempuan itu memang tidak ingin memberi tahu identitasnya.“Kalau kamu bisa, cari tahu saja sendiri. Bukankah kamu sudah mencoba
Pak Bagas menatap Samuel kemudian mempersilakan Rubah tersebut masuk.Samuel menyentuh hidungnya dan tertawa pelan lalu mengikuti mereka masuk ke vila, menuju bangunan utama. Di ruang tamu utama, lampu-lampu menyala terang benderang hingga membuat suasana seperti siang hari. Pak Bagas sudah mempersilakan gadis berbaju merah itu duduk di sofa. Setelah masuk ke dalam rumah, udara terasa hangat. Rubah itu melepas mantel panjang merahnya lalu melipatnya rapi dan meletakkannya di sampingnya. Saat Samuel masuk, Pak Bagas sudah membawakan segelas air hangat untuk si Rubah. Lelaki itu memberi isyarat kepada Pak Bagas untuk beristirahat, menunjukkan bahwa dia sendiri yang akan melayani tamunya. Pak Bagas berkata pelan, "Pak Samuel, bersikaplah sedikit lebih sopan dan lembut. Merayu gadis nggak seperti caramu tadi." Samuel menjawab lirih, "Aku nggak sedang merayunya." Pak Bagas hanya terkekeh dan tidak membantah. Lalu, dia pergi. Dasar keras kepala. Mengundang seorang gadis masuk ke rumahn
Benda itu memang tidak besar, dan dia tahu Samuel tidak akan meninggalkannya di rumah. Pasti benda itu selalu dibawanya, tetapi tadi saat dia memeriksa kantong celananya, perempuan itu tetap tidak menemukannya. Dia benar-benar tidak tahu di mana benda itu disembunyikan. "Aku sudah bilang, kalau kamu nggak percaya, aku juga nggak bisa apa-apa. Silakan masuk dan bongkar saja rumahku sampai berantakan. Kalau kamu menemukannya, silakan ambil. Aku benar-benar lupa di mana menyimpannya." "Rubah, kamu nggak merasa tindakanku mirip denganmu? Kamu juga sering melakukan hal-hal seperti ini secara diam-diam, bukan?" Rubah itu menatap Samuel dengan tajam, ingin sekali menendangnya lagi. Namun, pada akhirnya dia tidak melakukannya, karena merasa sedikit bersalah. Dia mengandalkan keahliannya dalam bela diri dan memang terkadang melakukan hal-hal serupa. Dia mengakui bahwa dia pernah terpengaruh oleh seorang senior saat bersama murid-murid unggulan Kakek Jaki, sehingga sedikit kebiasaan itu menu
Rubah itu menatap Samuel dengan wajah gelap. Lelaki itu mengangkat tangannya dengan santai dan berkata, "Aku nggak bohong. Sekarang kau memintaku mengambilnya, aku benar-benar nggak ingat di mana menyimpannya. Bagaimana kalau kamu masuk saja, dan bongkar saja rumahku. Lihat kamu bisa menemukannya atau nggak?" "Atau, kamu bisa memeriksaku sampai telanjang untuk melihat apakah aku menyembunyikannya di tubuhku." Rubah itu melompat turun dari tembok. Samuel langsung menegang. Dia merentangkan kedua tangannya, bermaksud menangkapnya, tetapi ketika perempuan itu melompat turun, Rubah tersebut malah menendangnya dengan satu tendangan dan membuatnya mundur beberapa langkah. Akibatnya, Samuel tidak berhasil menangkap perempuan itu. Rubah itu mendarat dengan mantap di depannya. Samuel menghela napas lega. Meskipun dia terkena satu tendangan yang cukup menyakitkan, lelaki itu tampak santai. Dia hanya menepuk-nepuk tempat yang terkena tendangan, seolah ingin menghilangkan bekas jejak kaki. "T
“Pak Stefan jauh lebih sibuk dari Pak Samuel. Beliau bahkan punya waktu untuk pacaran dengan Bu Olivia. Masa Pak Samuel nggak bisa luangkan waktu?”Kata-kata si sopir membuat Samuel terdiam. Sesaat kemudian, dia tersenyum dan berkata, “Aku benar-benar nggak tahu di mana dia berada. Aku nggak bisa temukan dia. Aku bisa apa? Aku hanya bisa menunggu. Menunggu kesempatan berikutnya untuk bertemu dengannya.”Si sopir sering mengantar Samuel ke mana-mana. Jadi dia pernah bertemu Rubah satu kali. Dia sangat ingat gadis berbaju merah itu. Saat mengantar Samuel, dia juga pernah mendengar Samuel meminta Reiki untuk bantu menyelidiki gadis berbaju merah itu.“Pak Samuel suka gadis baju merah itu, ya?” tanya si sopir.“Gadis baju merah? Oh, dia pernah pakai baju merah. Setiap kali bertemu dia, warna bajunya selalu berbeda.”“Saya hanya pernah bertemu satu kali, Pak. Karena waktu itu saya baru saja hentikan mobil, Pak Samuel sudah nggak sabar keluar dari mobil dan lari ke arahnya. Saya sempat lihat
Setelah menunggu beberapa menit, sopir Samuel datang. Sopir menepi dan menghentikan mobil. Samuel menyuruhnya tidak perlu keluar dari mobil. Samuel membuka pintu mobil sendiri dan masuk ke dalam mobil.Sopir menoleh ke arah Samuel dan bertanya, “Bukannya Pak Samuel keluar bersama seorang perempuan muda?”Setelah duduk di dalam mobil, Samuel menjawab, “Nggak usah cari dia. Aku sudah panggilkan taksi untuk antar dia pulang ke hotel. Jalan saja, kita pulang. Pulang ke rumahku.”Samuel memiliki rumah kecil di kota. Dia ingin pulang ke rumahnya sendiri, bukan rumah neneknya. Tadi pagi dia sudah ke sana.“Saya kira itu pacarnya Pak Samuel,” celetuk si sopir sambil mengendarai mobil.“Bukan, itu temannya Kak Olivia. Aku juga kenal dia baru beberapa bulan. Pacarku masih nggak tahu ada di mana.”Samuel benar-benar tidak tahu di mana perempuan itu. Dia bahkan tidak tahu di mana Rubah tinggal. Rubah pernah datang ke Kota Mambera dan bahkan pergi ke Adhitama Group untuk mencarinya. Begitu dengar k
“Kita sudah saling kenal selama tiga bulan lebih. Kamu juga tahu aku olahraga setiap hari,” kata Katarina. “Sangat jarang ada kesempatan seperti sekarang, bisa jalan-jalan santai, lihat pemandangan malam kota besar dan perhatikan orang yang lalu-lalang, berjalan ke arah kehidupan yang berbeda-beda. Demi datang ke Kota Mambera, aku lembur terus dan kerja keras selama setengah bulan. Setelah itu, aku baru bisa luangkan beberapa hari untuk datang ke sini.”Katarina tidak berkata apa-apa lagi. Samuel berkata dengan perasaan bersalah, “Nanti aku bawa kamu pergi makan camilan.”“Oke.”Keduanya berjalan selama beberapa menit, lalu tiba di taman yang dibilang Samuel. Setelah masuk, mereka berkeliling di taman sebentar. Sekitar satu jam kemudian, mereka meninggalkan taman.“Sekarang mau pergi makan?” tanya Samuel kepada Katarina.“Aku baru merasa perutku lebih lega, nggak kekenyangan seperti tadi lagi, sudah lebih nyaman. Kalau makan lagi, nanti nggak enak lagi. Nggak usah, tunda dulu. Tunggu k
Samuel merutuk dalam hatinya. Mengapa neneknya dan Katarina sama-sama menyuruhnya untuk tidak menyesal di kemudian hari? Apa yang akan dia sesali? Memangnya dia tidak tahu siapa yang dia sukai dan apa yang dia inginkan? Lagi pula dia bukan anak berusia tiga tahun lagi. Usianya sudah hampir 30, sudah dewasa. Dia tidak akan melakukan apa pun yang akan dia sesali.Apa yang Katarina katakan mirip dengan apa yang dikatakan neneknya. Pantas saja neneknya menyukai Katarina.“Bu Katarina, aku nggak pernah lakukan hal yang buat aku menyesal. Sekalipun keputusan yang aku ambil nggak bagus, aku juga akan hadapi dengan tenang. Nggak akan menyesal.”Katarina tersenyum. “Oke, aku mengerti. Karena kamu benar-benar nggak bisa jatuh cinta padaku, aku juga nggak akan memaksa. Toh, aku bukan nggak ada yang mau. Untuk apa terus ganggu kamu dan jatuhkan harga diriku.”Katarina dibesarkan oleh orang tuanya dengan penuh kasih sayang. Dia adalah harta berharga di mata keluarganya. Bukannya tidak ada yang meng