Setelah terdiam beberapa saat, Olivia berkata, “Setelah mendengar cerita kamu mengenai rekan kerjamu itu, aku rasa temanmu memang jauh lebih baik dari orang-orang yang sebelumnya pernah dijodohkan untuk Junia. Besok aku akan bilang hal ini kepada Junia.”“Pak Stefan, sudah malam, aku kembali ke kamar mandi dan istirahat dulu,” ucap Olivia yang memang benar sudah merasa cukup lelah.Stefan langsung berdiri dan berkata, “Baiklah kalau begitu, selamat malam!”Setelah mengatakan selamat malam kepada Stefan, perempuan itu langsung berbalik ke kamarnya dan beristirahat. Semua barang yang baru saja dibelinya tergeletak begitu saja di ruang tamu tanpa sempat membereskannya. Besok pagi-pagi, setelah bangun baru Olivia akan membereskannya.Sementara itu, Stefan tetap berdiri di tempatnya, melihat Olivia yang langsung berjalan masuk ke kamar tanpa menoleh ke belakang sekalipun atau tanda-tanda merindukannya.Setelah cukup lama berdiri di tempatnya, pria itu berjalan ke balkon dan duduk di atas se
Mbak Lesti menyapa sambil tersenyum lebar.Tuan Muda sudah memberitahunya, di depan istrinya harus memanggil Pak Stefan, jangan tuan muda.“Mbak Lesti sudah datang. Olivia, ini adalah Mbak Lesti yang kemarin aku bilang.”Stefan memperkenalkan mereka berdua.Olivia langsung tersenyum dan berkata, “Tadi ketika pulang, aku sudah melihat Mbak Lesti di depan pintu. Kita berdua sudah berkenalan. Mbak Lesti, duduk dulu saja, akum au ke dapur untuk menaruh belanjaan sayur ini.”“Ibu Stefan, aku saja yang bantu.”“Mbak Lesti.”Mbak Lesti langsung tertawa minta maaf, setelah sepasang matanya diam-diam melirik ke arah Stefan, barulah perempuan paruh baya itu mengganti nama panggilannya menjadi Ibu Olivia.“Pak Stefan, Ibu Olivia, kalian berdua pasti masih belum makan, aku akan membuatkan sarapan untuk kalian berdua.”Olivia ingin menghalanginya, tapi Mbak Lesti langsung menyela sambil tersenyum, “Bu Olivia, aku datang sebagai asisten rumah tangga di sini. Pak Stefan sudah menjelaskan lingkup peke
Stefan berdiam di dalam kamarnya cukup lama, sampai akhirnya Olivia datang dan mengetuk pintu kamarnya.“Pak Stefan, Mbak Lesti sudah selesai membuat sarapan pagi.”Olivia berdiri di depan pintu kamarnya, mengetuk sambil memanggil pria itu. Namun sebenarnya, perempuan itu sedang mengutuk Stefan di dalam hatinya : Ganti baju lama sekali tidak keluar-keluar.Ketika melakukan suatu hal, biasanya Stefan selalu rapi dan cepat, sangat jarang berlama-lama.Oh, ada, ketika pria itu mau mengirimkan bunga, sangat tidak rapi dan juga cekatan.Stefan membuka pintu.Pria itu menggunakan kemeja, dengan kancing bagian atas yang belum terkancing rapi.Begitu pintu terbuka, Olivia langsung melihat bagian dada berotot milik Stefan.Olivia tertegun sejenak, sebelum akhirnya berkata, “Pak Stefan, sudah waktunya sarapan.” Stefan memerhatikan gerak-gerik Olivia. Begitu selesai berbicara, perempuan itu langsung membalikkan badan dan pergi.Pria itu menutup pintu kamarnya sambil menunduk melihat kemejanya s
Bi Lesti tersenyum ketika melihat Olivia makan dengan lahap. Semakin dilihat, dia tiba-tiba jadi merasa sangat lapar. Ketika Stefan tidak melihat, dia pun memakan sedikit.Ketika Bi Lesti sedang berberes dan pergi ke dapur untuk mencuci piring-piring mereka, Olivia menarik kursi dan duduk sangat dekat dengan Stefan, hingga menyentuh pria itu.Stefan seketika langsung menegang, bagaikan landak yang menegangkan seluruh duri di punggungnya.Bedanya, kali ini dia bukan bersikap defensif. Dia gugup, karena tidak tahu apa yang ingin dilakukan istrinya padanya.“Pak Stefan, di rumah kita ada kamar tamu, tapi nggak ada ranjangnya. Nanti waktu kita sudah jemput Russel, lalu mengantar Bi Lesti dan Russel ke toko, kita harus membelikan Bi Lesti ranjang dan perlengkapan lainnya. Kita nggak mungkin membiarkan Bi Lesti tidur di lantai, ‘kan?” Stefan seketika menjadi lebih santai.“Kamu nyonya di rumah ini. Kamu saja yang atur.”Stefan ada rapat penting pagi ini, tidak bisa meluangkan waktu untuk me
Olivia berpikir begitu, dan juga melakukannya.Dia segera mengeluarkan ponselnya dan mencari langkah-langkah untuk mengikat dasi di Internet.Setelah membaca dua kali dengan cepat, dia memasukkan ponselnya kembali ke saku celananya.Dia berjalan menghampiri Stefan, meraih dasi yang dipegang Stefan, mengutak-atik Dasi itu, lalu melingkarkannya di leher pria itu. Dia berkata, “Pergi ke kamar ganti baju saja ribetnya melebihi wanita yang mau berdandan. Dasi saja belum dipakai.”Melihat hal ini, Bi Lesti menariknya, lalu meletakkannya di lehernya, berbisik, “Kembali ke kamar dan ganti baju, lebih baik daripada perempuan Butuh waktu untuk merias wajah saat saya pergi keluar, dan saya bahkan belum mengenakan dasi saya.”Melihat hal tersebut, Bi Lesti melangkah pergi dan keluar lebih dulu.Dia menunggu pasangan muda itu di luar. Dari pria-pria yang kukenal, selain Albert dan kakak iparku yang berengsek itu, yang lainnya nggak perlu pakai jas dan dasi. Aku benar-benar nggak punya pengalaman da
Kalau Odelina pergi mencari uang, dia jadi tidak punya waktu untuk bersama anaknya.Odelina menarik napas dan tidak menoleh ke belakang, membawa motornya dan pergi dengan cepat.Dia akan baik-baik saja asalkan tidak mendengar tangisan putranya.Olivia menggendong Russel naik ke mobil. Setelah dibujuk cukup lama olehnya dan Bi Lesti, anak itu akhirnya berhenti menangis.Namun, Russel tidak mau duduk sendiri dan meringkuk di dalam pelukan Olivia. Kedua tangannya memeluk Olivia dengan erat, dan dia bertanya dengan sedih, “ … nggak mau Russel lagi, ya?”Olivia mendorong anak itu dengan pelan, lalu menunduk dan bertanya dengan lembut, “Russel, kamu bilang apa barusan?”Russel mendongak dan menatap Olivia, lalu bertanya, “Apa Mama nggak menginginkan Russel lagi?”“Siapa yang bilang? Mama hanya pergi kerja, bukannya nggak menginginkan Russel lagi. Mama akan pulang setiap malam untuk menemani Russel.”Russel berkata dengan sedih, “Papa yang bilang.”Olivia ingin mengumpat rasanya.Roni itu san
Setelah menyetir mobilnya dan meninggalkan SMP Negeri Kota Mambera, Stefan berhenti di tempat biasa dan menyuruh pengawalnya membawa mobilnya, sementara dirinya naik mobil Rolls Royce.Dalam perjalanan ke kantor, dia menghubungi Pak Arif dan meminta pria itu untuk menyuruh orang mengantarkan satu kursi pengaman anak.Yang mengejutkan Stefan adalah, Amelia sedang menunggu di depan gerbang kantor, tapi tidak menghalangi jalannya.Wanita itu hanya berdiri diam di pinggir, diam-diam memperhatikan mobilnya masuk ke kompleks kantor.Sulit bagi Amelia untuk melepaskan cintanya pada Stefan. Dia memberi tahu diri sendiri bahwa dia hanya akan datang menemui pria ini lagi hari ini, lalu tidak akan datang lagi ke depannya. Kecuali kalau pria itu memakai cincin supaya dia menyerah, bukan karena benar-benar sudah menikah. Kalau seperti itu, dia akan datang lagi.Setelah mobil-mobil yang mengantar Stefan masuk ke kompleks perkantoran itu, gerbang utama kantor Adhitama Group segera menutup.Mobil Roll
“Dengan menerimanya, kalian akan membantuku. Kumohon, bantulah aku.” Amelia membuat gerakan meminta tolong dengan bercanda.Keluarga Sanjaya punya banyak uang, tapi ibunya dibesarkan di panti asuhan dulu, jadi kalaupun sudah puluhan tahun menjadi menantu keluarga kaya, ibunya tetap suka berhemat.Ibunya paling tidak suka melihatnya menghambur-hamburkan uang.Junia berpikir, padahal dia biasanya juga tidak banyak pikir kalau membeli barang, tapi kalau dibandingkan dengan Amelia, putri keluarga konglomerat ini, rasanya seperti membandingkan seekor gajah dengan seekor semut.“Olivia, siapa Bibi ini?” tanya Amelia pada Olivia ketika melihat Bi Lesti.“Pengasuh yang aku bayar untuk menjaga Russel. Aku dan Junia terkadang sibuk, takutnya Russel lari ke luar toko. Jadi aku mencari seorang pengasuh untuk menjaganya, supaya kami berdua juga bisa tenang.”Mereka membantu Odelina menjaga putranya. Meskipun keponakan sendiri, tapi tanggung jawabnya juga besar.Dalam menjaga Russel, Olivia tidak be
Patricia sama sekali tidak menyangka. Setelah puluhan tahun, kebenaran akan terungkap juga. Dia juga tidak menyangka kedua keponakannya masih bisa bangkit sendiri tanpa dukungan dari keluarga Gatara. Mereka bisa masuk ke keluarga kaya dan mendapatkan lebih banyak dukungan dari keluarga besar lainnya. Yang bernasib baik pada akhirnya tetap bernasib baik.“Ada urusan apa Bu Patricia datang ke sini?”Saat Patricia tetap diam, Aksa bertanya dengan suara berat. Mata Patricia bertemu dengan mata Odelina yang penuh kebencian. Dia merasa Odelina memiliki sedikit bayangan dari Sofia. Apakah Patricia harus hidup di bawah bayang-bayang kakaknya sepanjang hidupnya?“Odelina, kalau aku bilang aku datang untuk bunuh kamu, apakah kamu akan takut?” Mata Odelina berkedip, lalu dia menjawab dengan jujur, “Tentu saja takut. Siapa yang nggak takut mati? Memangnya Bu Patricia nggak takut mati? Tapi aku tahu kamu nggak suka bisnis yang merugikan. Sekalipun kamu sangat ingin bunuh aku sekarang juga, kamu ma
Aksa tidak menanggapi. Dia berdiri dan segera menuangkan segelas air hangat untuk Patricia. Kemudian, dia meletakkan gelas berisi air hangat di depan Patricia dan berkata dengan suara berat, “Bu Patricia berani minum air yang aku tuangkan?”Patricia mendongak dan menatap Aksa. Ada rasa cemburu di hatinya. Mengapa putra orang lain bisa begitu hebat? Putranya tidak pernah bisa dibandingkan dengan putra orang lain.Meskipun Patricia lebih sayang anak perempuan, dia juga menghabiskan banyak waktu dan tenaga dalam mendidik ketiga putranya. Namun pada akhirnya, mereka semua tetap hanya bisa bertahan hidup dengan bergantung pada keluarga Gatara. Saat mereka memulai usaha, mereka lebih banyak merugi. Mereka sering meminta Patricia untuk menutupi kerugian mereka.“Aku nggak minum air putih. Tawar, nggak ada rasa.”Patricia menarik kembali pandangannya dan berkata dengan tenang, “Kalian berdua coba panggil aku Bibi Nenek.”“Apakah Bu Patricia sudah tempatkan posisi sebagai bibi nenek kami? Jika
Tadi malam, Patricia jatuh ke tangan putrinya sendiri. Felicia jelas-jelas minum air itu, walau hanya seteguk. Jumlah obat yang Patricia masukkan ke dalam air cukup banyak, cukup untuk membuat Felicia tidur selama beberapa hari.Namun siapa sangka, tidak lama setelah Vandi membawa Felicia pergi, Odelina sudah mendapatkan kabar. Segera setelah itu, Aksa juga langsung terbang ke Kota Cianter malam itu juga. Patricia tahu kalau Felicia yang memberitahu Odelina.Setelah Vandi membawa Felicia pergi, dia tidak membawa Felicia pulang ke rumah, melainkan ke rumah sakit. Begitu dokter tahu obat apa yang diminum Felicia, dokter segera memberikan obat penawar yang tepat dan Felicia segera pulih.Patricia menyuruh suami dan anak-anaknya yang lain pergi menjenguk Felicia, sekalian membawakan sarapan untuk Felicia. Patricia sudah menaruh obat tidur di dalam sarapan mereka. Akan tetapi, Felicia tidak tertipu. Dia tidak menyentuh sama sekali makanan yang mereka bawakan.Patricia menghela napas dalam h
"Ivan, meskipun saat ini belum terjadi apa-apa, Papa yakin tebakan Papa nggak salah. Kalian lebih baik segera meninggalkan kota dan kembali ke kampung halaman kita," kata Cakra dengan serius. "Nanti beri tahu mamamu," tambahnya. Cakra sudah malas menebak apa yang direncanakan istrinya. Yang terpenting sekarang adalah menyelamatkan anak dan cucunya terlebih dahulu. "Papa, Papa ini terlalu khawatir. Nggak ada kejadian apa pun," kata Ivan. Baik dia maupun kedua adiknya tidak ingin meninggalkan kota. "Papa bukan khawatir berlebihan. Nanti kalian akan tahu sendiri," ujar Cakra tegas. "Kalau kalian masih menganggap Papa sebagai Papa kalian, dengarkan ucapan Papa!" "Baiklah, Papa. Aku akan pulang dulu untuk berbicara dengan Mama soal perceraianku. Aku pergi dulu," ujar Ivan, mencari alasan untuk pergi lebih dulu. Kedua adiknya pun masing-masing mencari alasan lain untuk meninggalkan tempat itu. Cakra sangat marah, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa terhadap ketiga anaknya. Karena mere
"Sekarang melihatmu baik-baik saja, kami pun merasa lega. Mulai sekarang, kalau mamamu menyuruhmu makan sesuatu, jangan pernah sentuh, bahkan secangkir air pun jangan diminum. Mamamu itu orang yang berhati sangat kejam, bahkan dia juga tega dengan kakak kandung yang membesarkannya.""Dia adalah orang yang sangat egois, sebenarnya dia hanya mencintai dirinya sendiri." "Selama kalian, anak-anaknya, menurut dan selalu mendengarkannya, dia masih akan menunjukkan sedikit kasih sayang sebagai seorang ibu. Tapi begitu kalian menentangnya, dia nggak akan segan-segan bertindak kejam." Cakra terus-menerus membicarakan keburukan Patricia di depan anak-anaknya. Namun, ini sebenarnya bukan hanya sekadar keburukan, melainkan fakta. Patricia memang seorang wanita yang sangat egois, hanya mencintai dirinya sendiri. "Papa, aku baik-baik saja. Papa dan Kakak-kakak pulang saja. Papa jaga kesehatan baik-baik, jangan sering-sering mengganggu Mama," kata Felicia. Dia sangat paham bahwa kedua orang tuan
"Pak Vandi," ujar Cakra dengan senyum paksa. Namun, di dalam hatinya, dia merasa sangat tertekan. Bagaimanapun juga, dia adalah suami kepala keluarga. Namun, di hadapan para asisten ini, dia sama sekali tidak memiliki kedudukan. Bahkan berbicara dengan mereka pun harus memasang wajah ramah. "Kami datang menjenguk Felicia. Bagaimana kondisinya sekarang? Semalam, kami khawatir sepanjang malam. Baru pagi ini kami tahu bahwa kamu membawanya ke rumah sakit, jadi kami segera datang menjenguk." Cakra berbohong karena tadi malam, setelah dimarahi oleh Patricia, dia dan ketiga putranya langsung pergi dari rumah utama keluarga Gatara. Setelah itu, mereka hanya mengamati situasi di dalam rumah utama. Namun, semalaman tidak ada pergerakan yang mencurigakan. Selain Dikta yang datang beberapa kali, tidak ada hal lain yang terjadi. Cakra pun mulai ragu. Apakah dugaannya salah? Atau ini adalah jebakan yang dipasang oleh Patricia? Jebakan untuk menyingkirkan keponakan dan cicitnya sendiri?Vandi d
"Memang tidak melakukan apa pun, tapi Pak Dikta sudah beberapa kali menemui Bu Patricia. Nggak tahu apa yang mereka berdua rencanakan," kata Vandi sambil menarik kursi dan duduk di samping tempat tidur Felicia, lalu merapikan selimutnya. "Salju turun lagi hari ini, dan sangat lebat." Felicia menoleh ke luar jendela dan melihat butiran salju beterbangan di udara. "Bu Felicia langsung tersadar, jadi aku langsung memberi tahu Bu Odelina agar lebih waspada. Bahkan orang-orang dari Mambera pun sudah datang. Bu Patricia mungkin tahu situasi telah berubah, jadi mengubah rencana bukanlah hal yang mustahil." "Bu, beristirahatlah dengan baik, jangan terlalu banyak berpikir. Kamu sudah berbuat lebih dari cukup." Odelina juga tidak akan menyalahkan Felicia. Bagaimanapun, Patricia adalah ibu kandung perempuan itu, tetapi Felicia tetap memilih kebenaran dan tidak berpihak padanya. Itu sudah cukup untuk menunjukkan ketulusan kepada orang-orang dari Mambera. "Bu Felicia lapar? Aku bisa keluar un
Stefan untuk sesaat tidak tahu bagaimana menanggapi perkataan itu. Mereka hanya bisa merasa khawatir. Sementara itu, di Cianter, Patricia tidak mengambil tindakan terhadap Odelina meskipun malam sudah larut dan sepi. Patricia juga sudah mendengar kabar bahwa Aksa sudah datang.Dikta datang lagi dan masuk ke dalam ruang kerja Patricia. Mereka berdua membahas sesuatu di dalam ruangan, tetapi tidak ada yang tahu isi pembicaraan mereka. Malam berlalu tanpa kejadian berarti. Keesokan harinya, Cianter kembali diguyur salju lebat. Saat Felicia terbangun, hal pertama yang dilihatnya adalah langit-langit putih dan hidungnya dipenuhi dengan aroma obat-obatan. Ini bukan kamarnya. Benar, Vandi bilang akan mengantarnya ke rumah sakit. Jadi sekarang dia berada di rumah sakit.Ingatan mulai kembali, dan Felicia tiba-tiba duduk tegak. Namun, karena bergerak terlalu cepat, dia merasa pusing dan kehilangan keseimbangan, lalu kembali jatuh ke tempat tidur. Obat apa sebenarnya yang diberikan ibunya pa
Daniel bertanya, "Siapa Kakek Setya?" Stefan terdiam sejenak, lalu berkata, "Oh, aku lupa memberitahumu." Kemudian, dia menjelaskan tentang Kakek Setya kepada Daniel. Setelah mendengar bahwa mereka telah menemukan mantan asisten Kepala Keluarga Gatara sebelumnya, Daniel baru mengerti kenapa situasi di Cianter tiba-tiba menjadi sangat tegang. Dengan nada kecewa, dia berkata, "Aku tahu kalian menyembunyikan ini dariku karena nggak ingin aku khawatir dan cemas, tapi tetap saja aku merasa sedih dan bersalah." "Hari itu, kalau saja aku lebih berhati-hati saat mengemudi, kalau saja aku nggak melajukan mobil terlalu cepat, aku nggak akan mengalami kecelakaan. Kalau aku nggak kecelakaan, kakiku nggak akan lumpuh, dan kalian juga nggak akan merahasiakan semuanya dariku." Stefan hanya bisa berkata, "Daniel, beberapa hari ini terlalu banyak yang terjadi...." Stefan tidak melanjutkan lagi ucapannya.Memang benar, ada beberapa hal yang sengaja mereka sembunyikan dari Daniel karena keterbatasa