Namun, sepertinya tidak bisa lagi menghindar. "Ada apa?" tanya Felicia dengan nada dingin. Rika membawa secangkir kopi panas dan meletakkannya di hadapannya. Felicia mengangguk sebagai tanda terima kasih. Rika duduk di seberangnya, tetapi tidak memperhatikan isi teleponnya. Dia sibuk bekerja, fokus membaca dokumen-dokumen di tangannya. Tidak bisa dipungkiri, Rika memang sangat tenang dan berwibawa, benar-benar pantas menjadi CEO Aurora Group. "Bu, sebaiknya Anda segera pulang. Bu Patricia nggak mau makan sejak tadi malam hingga sekarang, dan suasana hatinya sangat buruk." Felicia terdiam sesaat sebelum berkata, "Kalau mamaku nggak mau makan, itu berarti dia belum merasa lapar. Jangan ganggu dia. Aku ada janji makan dengan klien. Kalau aku membatalkan, itu sama saja dengan memberikan klien itu ke Odelina." Felicia juga tidak berbohong. Setelah ini, dia memang akan makan bersama Rika, dan dia yang mentraktir. "Bukan karena nggak lapar, tapi karena suasana hatinya yang buruk, Bu. A
"Memang benar kamu adalah perempuan, tapi kamu sama sekali nggak terlihat seperti perempuan. Ada begitu banyak gadis yang mengagumimu. Setelah mereka tahu kamu seorang perempuan, hati mereka hancur. Beberapa bahkan masih belum bisa lupa dan tetap menyimpan perasaan untukmu." Rika terdiam sejenak sebelum berkata, "Aku nggak pernah memberi mereka kesempatan, juga nggak pernah mendekati mereka. Kalau mereka suka aku, itu bukan sesuatu yang bisa aku kendalikan." Dulu, Rika yang dikenal sebagai Riko memang terkenal dingin dan tidak pernah tertarik pada wanita. Di Cianter, reputasinya sudah menyebar luas. Banyak yang menduga dia adalah seorang homoseksual atau mungkin impoten, sehingga tidak pernah tertarik pada wanita. Sekarang, orang-orang akhirnya tahu bahwa dia memang seorang perempuan. Tentu saja dia tidak tertarik pada perempuan. "Itu benar, ini bukan salahmu. Kami hanya nggak bisa mengendalikan hati kami sendiri yang selalu berdebar saat melihatmu. Sejujurnya, saat pertama kali be
Rika tersenyum dan berkata, “Masih banyak waktu di lain hari, akan ada banyak kesempatan.” Setelah terdiam sejenak, dia melanjutkan, “Kalau kamu nggak ada status sebagai pewaris keluarga Gatara, sebenarnya itu akan jauh lebih baik.” Status sebagai pewaris keluarga Gatara bagi Felicia bagaikan gunung yang berat di pundaknya, menekannya hingga sulit bernapas. Felicia juga tersenyum, tetapi tidak menanggapi. Dia lalu menjawab panggilan dari ibunya. “Felicia, pulanglah sebentar. Mama ada sesuatu yang ingin dibicarakan denganmu.” “Baik.” Setelah Felicia menyetujui, ibunya langsung menutup telepon. Dia memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana, lalu menyesap habis kopinya. Setelah meletakkan cangkirnya, dia berdiri dan meminta maaf kepada Rika. “Lain kali, aku akan mentraktirmu makan.” Rika mengantarnya keluar. Dia bahkan ikut turun hingga ke lantai satu dan memperhatikan Felicia masuk ke dalam mobil. Setelah itu, barulah Rika berjalan menuju mobilnya sendiri. Orang tuanya su
"Kamu memang nggak minum banyak, tapi tetap saja minum alkohol. Lagi pula, itu minuman keras. Itu sudah termasuk mengemudi dalam keadaan mabuk. Demi keamanan, lebih baik kamu pesan sopir pengganti saja. Kalau kamu nggak mau aku yang mengantarmu pulang, kamu bisa minta tolong siapa pun di hotel ini untuk mengantarkanmu," kata Lea. Di hotel ini, banyak staf yang bisa mengemudi. Ronald berpikir sejenak, lalu berkata, "Baiklah, aku akan minta seseorang mengantarku pulang. Aku nggak akan menyetir sendiri. Kamu juga belum makan banyak, pasti belum kenyang. Kembalilah dan lanjutkan makan." Lea tersenyum. "Aku nggak rakus. Aku sudah cukup kenyang. Aku ke sini lebih karena ingin berkumpul dengan teman-teman saja." "Kamu hanya libur hari ini?" Ronald mengangguk. "Kakakku baru saja pulang, jadi aku bisa beristirahat sebentar. Setelah ini, aku akan sibuk sampai kelelahan." Dulu, sebelum Rika dan Ricky menjalin hubungan, Ronald masih bisa bersantai. Semua tanggung jawab ditanggung oleh kakakny
Ronald tidak merasa kalau dia telah memperlakukan Lea secara berbeda. Dia tahu kalau Lea tidak makan banyak karena Lea duduk tepat di depannya. Dia bisa melihat setiap gerak-gerik Lea. Lea pun bisa melihat semua gerak-gerik Ronald. Jadi wajar saja jika Lea perhatian padanya. Bagaimanapun juga, mereka sudah berteman lama.Ronald telah melihat Lea gonta-ganti pacar dua atau tiga kali. Setiap kali Lea putus dengan pacarnya, sepertinya disebabkan oleh masalah kecil yang akhirnya memicu pertengkaran dan berakhir dengan putus.Saat Lea sudah punya pacar, Ronald tidak akan mengajak Lea keluar agar pacar Lea tidak salah paham. Ronald sangat tahu posisinya, bisa menjaga batasan. Namun, mantan-mantan pacar Lea selalu memasang wajah cemberut dan bersikap cuek ketika bertemu dengan Ronald. Seolah-olah, mereka putus dengan Lea karena Ronald.“Pak Ronald juga sudah di usia menikah. Kalau bertemu gadis baik, lebih baik cepat menikah. Jangan main-main terus dan buat Pak Riko khawatir.”Ahmad adalah se
Rumah keluarga Gatara.Patricia sudah capek berjalan bolak-balik, jadi dia duduk di sofa. Asbak di depannya sudah penuh dengan puntung rokok.“Bu Patricia.”Pengurus rumah tangga datang dari luar, lalu berjalan ke belakang Patricia dan menyapa dengan hormat.“Ada apa?” tanya Patricia dengan dingin.“Pak Cakra pulang. Apakah boleh kasih Pak Cakra masuk?”Wajah Patricia seketika menjadi muram. “Aku nggak suruh dia pulang. Siapa yang suruh dia pulang?”Pengurus rumah tangga berkata dengan hati-hati, “Bu Patricia sedang dalam suasana hati yang buruk. Pak Cakra pulang jadi bisa bicara dengan Bu Patricia. Dulu setiap kali Ibu dalam suasana hati yang buruk, Pak Cakra yang selalu temani Ibu. Nggak peduli apa pun salah Pak Cakra, beliau tetap suami Ibu, sudah menikah dengan Ibu selama puluhan tahun dan punya banyak anak cucu pula. Jadi kenapa nggak dimaafkan saja?”Patricia menoleh dan memelototi pengurus rumah tangga. Si pengurus rumah tangga spontan menundukkan kepala, tidak berani membalas t
Di saat si pengurus rumah tangga berbalik dan hendak pergi, Patricia tiba-tiba memanggilnya dan memberi perintah, “Biarkan dia masuk.”Patricia sedang dalam suasana hati yang buruk. Bagus juga ada orang yang bisa dia marahi untuk melampiaskan amarahnya.“Baik, Bu. Saya keluar beritahu Pak Cakra dulu.”Pengurus rumah tangga sangat gembira melihat Patricia mendengarkan sarannya. Dia pun bergegas keluar untuk membukakan pintu bagi Cakra.Cakra yang turun dari mobil melihat si pengurus rumah tangga datang. Dia langsung bertanya, “Patricia sudah makan?”“Belum, Pak. Bu Patricia nggak makan apa pun. Dia hanya minum air dan merokok.” Usai berkata, si pengurus rumah tangga menghela napas. “Entah masalah apa yang sedang dihadapinya, sampai buat Bu Patricia nggak nafsu makan.”Pengurus rumah tangga ini belum lama menjabat sebagai pengurus rumah tangga, tapi dia sudah lama bekerja di rumah keluarga Gatara. Ini pertama kalinya dia melihat Patricia dalam kesulitan seperti itu.Cakra terdiam sejenak
“Pa, Ma.”Felicia berjalan mendekat, lalu menyapa kedua orang tuanya. Begitu Cakra melihat Felicia datang, dia seperti melihat penyelamatnya datang. Dia langsung bicara dengan Felicia. “Fel, cepat bujuk mamamu. Dia nggak mau makan apa pun. Biar ada masalah sebesar apa pun, juga tetap harus makan. Habis makan baru ada tenaga untuk selesaikan masalah,” kata Cakra sambil memasang raut wajah sedih dan tidak tega.“Iya, Fel. Cepat bantu bujuk Mama. Mama nggak mau makan dan minum,” timpal Ivan dan adik-adiknya yang lain.Namun, Ivan tampak sedikit takut ketika melihat Felicia pulang. Karena masalah dia mengatur orang untuk menabrak Odelina. Dia takut Felicia tahu dan akan melaporkannya kepada ibu mereka.Tanpa menunggu Felicia duduk dan bicara, Patricia sudah berdiri dan berkata dengan tegas, “Felicia, kamu ikut Mama ke atas. Kalian semua nggak boleh pergi ke ruang kerja ganggu kami tanpa izin dariku.”Usai berkata, Patricia meninggalkan suami dan putranya yang sedang menunjukkan perhatian p
Patricia sama sekali tidak menyangka. Setelah puluhan tahun, kebenaran akan terungkap juga. Dia juga tidak menyangka kedua keponakannya masih bisa bangkit sendiri tanpa dukungan dari keluarga Gatara. Mereka bisa masuk ke keluarga kaya dan mendapatkan lebih banyak dukungan dari keluarga besar lainnya. Yang bernasib baik pada akhirnya tetap bernasib baik.“Ada urusan apa Bu Patricia datang ke sini?”Saat Patricia tetap diam, Aksa bertanya dengan suara berat. Mata Patricia bertemu dengan mata Odelina yang penuh kebencian. Dia merasa Odelina memiliki sedikit bayangan dari Sofia. Apakah Patricia harus hidup di bawah bayang-bayang kakaknya sepanjang hidupnya?“Odelina, kalau aku bilang aku datang untuk bunuh kamu, apakah kamu akan takut?” Mata Odelina berkedip, lalu dia menjawab dengan jujur, “Tentu saja takut. Siapa yang nggak takut mati? Memangnya Bu Patricia nggak takut mati? Tapi aku tahu kamu nggak suka bisnis yang merugikan. Sekalipun kamu sangat ingin bunuh aku sekarang juga, kamu ma
Aksa tidak menanggapi. Dia berdiri dan segera menuangkan segelas air hangat untuk Patricia. Kemudian, dia meletakkan gelas berisi air hangat di depan Patricia dan berkata dengan suara berat, “Bu Patricia berani minum air yang aku tuangkan?”Patricia mendongak dan menatap Aksa. Ada rasa cemburu di hatinya. Mengapa putra orang lain bisa begitu hebat? Putranya tidak pernah bisa dibandingkan dengan putra orang lain.Meskipun Patricia lebih sayang anak perempuan, dia juga menghabiskan banyak waktu dan tenaga dalam mendidik ketiga putranya. Namun pada akhirnya, mereka semua tetap hanya bisa bertahan hidup dengan bergantung pada keluarga Gatara. Saat mereka memulai usaha, mereka lebih banyak merugi. Mereka sering meminta Patricia untuk menutupi kerugian mereka.“Aku nggak minum air putih. Tawar, nggak ada rasa.”Patricia menarik kembali pandangannya dan berkata dengan tenang, “Kalian berdua coba panggil aku Bibi Nenek.”“Apakah Bu Patricia sudah tempatkan posisi sebagai bibi nenek kami? Jika
Tadi malam, Patricia jatuh ke tangan putrinya sendiri. Felicia jelas-jelas minum air itu, walau hanya seteguk. Jumlah obat yang Patricia masukkan ke dalam air cukup banyak, cukup untuk membuat Felicia tidur selama beberapa hari.Namun siapa sangka, tidak lama setelah Vandi membawa Felicia pergi, Odelina sudah mendapatkan kabar. Segera setelah itu, Aksa juga langsung terbang ke Kota Cianter malam itu juga. Patricia tahu kalau Felicia yang memberitahu Odelina.Setelah Vandi membawa Felicia pergi, dia tidak membawa Felicia pulang ke rumah, melainkan ke rumah sakit. Begitu dokter tahu obat apa yang diminum Felicia, dokter segera memberikan obat penawar yang tepat dan Felicia segera pulih.Patricia menyuruh suami dan anak-anaknya yang lain pergi menjenguk Felicia, sekalian membawakan sarapan untuk Felicia. Patricia sudah menaruh obat tidur di dalam sarapan mereka. Akan tetapi, Felicia tidak tertipu. Dia tidak menyentuh sama sekali makanan yang mereka bawakan.Patricia menghela napas dalam h
"Ivan, meskipun saat ini belum terjadi apa-apa, Papa yakin tebakan Papa nggak salah. Kalian lebih baik segera meninggalkan kota dan kembali ke kampung halaman kita," kata Cakra dengan serius. "Nanti beri tahu mamamu," tambahnya. Cakra sudah malas menebak apa yang direncanakan istrinya. Yang terpenting sekarang adalah menyelamatkan anak dan cucunya terlebih dahulu. "Papa, Papa ini terlalu khawatir. Nggak ada kejadian apa pun," kata Ivan. Baik dia maupun kedua adiknya tidak ingin meninggalkan kota. "Papa bukan khawatir berlebihan. Nanti kalian akan tahu sendiri," ujar Cakra tegas. "Kalau kalian masih menganggap Papa sebagai Papa kalian, dengarkan ucapan Papa!" "Baiklah, Papa. Aku akan pulang dulu untuk berbicara dengan Mama soal perceraianku. Aku pergi dulu," ujar Ivan, mencari alasan untuk pergi lebih dulu. Kedua adiknya pun masing-masing mencari alasan lain untuk meninggalkan tempat itu. Cakra sangat marah, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa terhadap ketiga anaknya. Karena mere
"Sekarang melihatmu baik-baik saja, kami pun merasa lega. Mulai sekarang, kalau mamamu menyuruhmu makan sesuatu, jangan pernah sentuh, bahkan secangkir air pun jangan diminum. Mamamu itu orang yang berhati sangat kejam, bahkan dia juga tega dengan kakak kandung yang membesarkannya.""Dia adalah orang yang sangat egois, sebenarnya dia hanya mencintai dirinya sendiri." "Selama kalian, anak-anaknya, menurut dan selalu mendengarkannya, dia masih akan menunjukkan sedikit kasih sayang sebagai seorang ibu. Tapi begitu kalian menentangnya, dia nggak akan segan-segan bertindak kejam." Cakra terus-menerus membicarakan keburukan Patricia di depan anak-anaknya. Namun, ini sebenarnya bukan hanya sekadar keburukan, melainkan fakta. Patricia memang seorang wanita yang sangat egois, hanya mencintai dirinya sendiri. "Papa, aku baik-baik saja. Papa dan Kakak-kakak pulang saja. Papa jaga kesehatan baik-baik, jangan sering-sering mengganggu Mama," kata Felicia. Dia sangat paham bahwa kedua orang tuan
"Pak Vandi," ujar Cakra dengan senyum paksa. Namun, di dalam hatinya, dia merasa sangat tertekan. Bagaimanapun juga, dia adalah suami kepala keluarga. Namun, di hadapan para asisten ini, dia sama sekali tidak memiliki kedudukan. Bahkan berbicara dengan mereka pun harus memasang wajah ramah. "Kami datang menjenguk Felicia. Bagaimana kondisinya sekarang? Semalam, kami khawatir sepanjang malam. Baru pagi ini kami tahu bahwa kamu membawanya ke rumah sakit, jadi kami segera datang menjenguk." Cakra berbohong karena tadi malam, setelah dimarahi oleh Patricia, dia dan ketiga putranya langsung pergi dari rumah utama keluarga Gatara. Setelah itu, mereka hanya mengamati situasi di dalam rumah utama. Namun, semalaman tidak ada pergerakan yang mencurigakan. Selain Dikta yang datang beberapa kali, tidak ada hal lain yang terjadi. Cakra pun mulai ragu. Apakah dugaannya salah? Atau ini adalah jebakan yang dipasang oleh Patricia? Jebakan untuk menyingkirkan keponakan dan cicitnya sendiri?Vandi d
"Memang tidak melakukan apa pun, tapi Pak Dikta sudah beberapa kali menemui Bu Patricia. Nggak tahu apa yang mereka berdua rencanakan," kata Vandi sambil menarik kursi dan duduk di samping tempat tidur Felicia, lalu merapikan selimutnya. "Salju turun lagi hari ini, dan sangat lebat." Felicia menoleh ke luar jendela dan melihat butiran salju beterbangan di udara. "Bu Felicia langsung tersadar, jadi aku langsung memberi tahu Bu Odelina agar lebih waspada. Bahkan orang-orang dari Mambera pun sudah datang. Bu Patricia mungkin tahu situasi telah berubah, jadi mengubah rencana bukanlah hal yang mustahil." "Bu, beristirahatlah dengan baik, jangan terlalu banyak berpikir. Kamu sudah berbuat lebih dari cukup." Odelina juga tidak akan menyalahkan Felicia. Bagaimanapun, Patricia adalah ibu kandung perempuan itu, tetapi Felicia tetap memilih kebenaran dan tidak berpihak padanya. Itu sudah cukup untuk menunjukkan ketulusan kepada orang-orang dari Mambera. "Bu Felicia lapar? Aku bisa keluar un
Stefan untuk sesaat tidak tahu bagaimana menanggapi perkataan itu. Mereka hanya bisa merasa khawatir. Sementara itu, di Cianter, Patricia tidak mengambil tindakan terhadap Odelina meskipun malam sudah larut dan sepi. Patricia juga sudah mendengar kabar bahwa Aksa sudah datang.Dikta datang lagi dan masuk ke dalam ruang kerja Patricia. Mereka berdua membahas sesuatu di dalam ruangan, tetapi tidak ada yang tahu isi pembicaraan mereka. Malam berlalu tanpa kejadian berarti. Keesokan harinya, Cianter kembali diguyur salju lebat. Saat Felicia terbangun, hal pertama yang dilihatnya adalah langit-langit putih dan hidungnya dipenuhi dengan aroma obat-obatan. Ini bukan kamarnya. Benar, Vandi bilang akan mengantarnya ke rumah sakit. Jadi sekarang dia berada di rumah sakit.Ingatan mulai kembali, dan Felicia tiba-tiba duduk tegak. Namun, karena bergerak terlalu cepat, dia merasa pusing dan kehilangan keseimbangan, lalu kembali jatuh ke tempat tidur. Obat apa sebenarnya yang diberikan ibunya pa
Daniel bertanya, "Siapa Kakek Setya?" Stefan terdiam sejenak, lalu berkata, "Oh, aku lupa memberitahumu." Kemudian, dia menjelaskan tentang Kakek Setya kepada Daniel. Setelah mendengar bahwa mereka telah menemukan mantan asisten Kepala Keluarga Gatara sebelumnya, Daniel baru mengerti kenapa situasi di Cianter tiba-tiba menjadi sangat tegang. Dengan nada kecewa, dia berkata, "Aku tahu kalian menyembunyikan ini dariku karena nggak ingin aku khawatir dan cemas, tapi tetap saja aku merasa sedih dan bersalah." "Hari itu, kalau saja aku lebih berhati-hati saat mengemudi, kalau saja aku nggak melajukan mobil terlalu cepat, aku nggak akan mengalami kecelakaan. Kalau aku nggak kecelakaan, kakiku nggak akan lumpuh, dan kalian juga nggak akan merahasiakan semuanya dariku." Stefan hanya bisa berkata, "Daniel, beberapa hari ini terlalu banyak yang terjadi...." Stefan tidak melanjutkan lagi ucapannya.Memang benar, ada beberapa hal yang sengaja mereka sembunyikan dari Daniel karena keterbatasa