Namun, setelah ragu-ragu selama sepuluh menit, dia baru membuka pintu dan turun dari mobil. Kemudian, dia masuk ke toko bunga itu.“Selamat siang, mau beli bunga apa, Pak? Untuk pacarnya, ya?”Stefan melihat-lihat toko bunga itu, lalu bertanya pada pemilik toko, “Untuk istriku.”Pemilik toko itu tersenyum, “Hari ini hari ulang tahunnya atau ulang tahun pernikahan kalian?”“Dua-duanya bukan, aku hanya ingin kasih dia bunga.”“Kalau begitu, aku buatkan buket bunga mawar dan dihiasi dengan bunga baby’s breath. Bagaimana?” tanya pemilik toko.Stefan belum pernah memberikan bunga kepada perempuan. Dia merasa saran dari pemilik toko bagus juga, karena itu dia pun mengangguk, “Sesuai yang kamu bilang tadi saja.”“Oke, tunggu sebentar.”Pemilik toko bunga itu tahu kalau Stefan baru pertama kali memberikan bunga kepada istrinya.Setelah beberapa saat, pemilik toko bunga itu menyerahkan buket bunga kepada Stefan. Stefan langsung mengambil bunga itu. Setelah membayar, dia pun berjalan keluar dari
Stefan terlihat sangat sabar menghadapi Russel. Dia akan melakukan apa pun yang Russel suruh. Dia bahkan mengajari Russel beberapa permainan baru.Olivia spontan berpikir, kelak Stefan punya anak, dia pasti bisa menjadi ayah yang baik dan bertanggung jawab.“Ada apa?”Junia melihat Olivia menatap sesuatu sambil melamun, dia pun menghampiri Olivia dan mengikuti arah tatapan sahabatnya itu. Kemudian, dia menyadari kalau Olivia sedang menatap Stefan. Dia spontan tertawa dan menyenggol bahu Olivia, “Apakah kamu lagi merasa kalau suamimu sangat tampan?”“Nggak perlu aku rasa. Dia selalu menjadi pria yang sangat tampan.”“Sudah, cepat taklukkan dia. Kamu lihat saja sendiri, betapa baik dan sabarnya dia pada Russel. Jangan lihat dia biasanya sedingin es. Sebenarnya, di dalam hatinya dia sangat lembut. Dia pasti sangat suka dengan anak-anak. Kamu taklukkan dia, dengan begitu kamu bisa lahirkan satu anak yang mirip dia. Keren banget, sih.”Olivia tertawa dan berkata, “Kamu ngomongnya seperti ak
“Kakakku nggak bilang mau datang untuk makan. Agak jauh dari sini, dia bilang terlalu repot bolak-balik ke sini, nggak ada waktu untuk istirahat lagi. Lagi pula, di kantornya ada kantin, dia makan di kantor saja.”Stefan hanya menggumam pelan.“Nanti malam Kak Odelina pulang, kamu coba tanyakan padanya terbiasa nggak di sana, ada yang ganggu dia nggak. Aku bisa bicara dengan Pak Daniel. Kalau ada yang ganggu dia, aku akan minta Pak Daniel dukung dia.”Olivia menoleh untuk menatap Stefan lagi, “Pantas saja kakakku sayang banget sama kamu. Dia selalu beri tahu aku harus perlakukan kamu dengan baik.”Stefan langsung sedikit tersipu. Dia memang selalu berperilaku sangat baik di depan kakak iparnya.Karena keterbatasan waktu, Olivia hanya bisa menyiapkan makan siang yang sangat sederhana. Untung saja, Stefan tetap makan dengan lahap, tidak merasa risih sama sekali. Olivia berpikir, selain tidak makan jeroan, bawang merah, bawang putih dan daun ketumbar, sebenarnya sangat mudah untuk memberi
Stefan menatap Olivia sejenak. Pada akhirnya, dia langsung pergi tanpa berkata apa-apa. Olivia membuka mulut hendak memanggil pria itu, tapi tidak jadi. Stefan tidak ingin mengatakannya. Sekalipun Olivia membuka mulut Stefan lebar-lebar, pria itu tetap saja tidak akan mengatakannya.“Paling kesal sama orang yang mau ngomong tapi nggak jadi. Memangnya nggak bisa langsung katakan saja, ya?”Olivia langsung mengomel karena kesal dengan Stefan yang hanya tahu diam. Semua orang bisa merasa penasaran. Stefan yang ragu untuk bicara itu justru membangkitkan rasa penasarannya. Olivia terus bertanya-tanya apa yang ingin Stefan katakan padanya.Belum dua menit, pria yang ragu-ragu untuk bicara itu kembali lagi, kali ini dengan sebuket bunga di tangannya.Olivia menatap pria itu sambil tercengang, tidak berani percaya Stefan akan datang sambil membawa buket bunga. Olivia bahkan menggosok matanya dan melihat pria itu lagi. Pria di hadapannya saat ini memang asli suaminya.Apakah Stefan memberinya b
“Suamiku yang kasih ke aku. Cantik, kan? Aku rasa cantik sekali, aku suka banget,” ujar Olivia.Setelah Olivia mengambil banyak foto buket bunga itu, dia meletakkan ponselnya, lalu mengambil buket bunga itu dan menciumnya, “Wangi banget.”Tentu saja, Albert melihat semua itu, termasuk ekspresi di wajah Olivia. Pemandangan itu sangat menusuk baginya.“Ternyata Kak Stefan yang kasih ke Kak Oliv. Ada hari spesial apa hari ini? Aku belum pernah lihat dia kasih bunga ke Kak Oliv sebelumnya.” Senyum di wajah Albert terlihat kaku. Dari kata-katanya ada sedikit nada cemburu, juga sedikit nada menyindir.Olivia langsung menatapnya dan berkata, “Di antara suami istri, harus tunggu ada hari spesial baru boleh kasih bunga? Kalau aku suka, suamiku bisa kasih aku bunga setiap hari. Dulu, aku sayang uang. Sebuket bunga begini harganya juga nggak murah, kan. Lagi pula nggak bisa dimakan. Aku bilang daripada kasih aku bunga, mending uangnya kasih aku beli makanan. Makanya dia nggak pernah kasih aku bun
“Kamu percaya kalau Pak Stefan nggak ada maksud lain? Oliv, seandainya kalian sama-sama punya rasa, aku rasa kamu harus manfaatkan kesempatan ini baik-baik. Aku tunggu undanganmu. Aku mau jadi bridesmaid di pernikahan kamu,” goda Junia.“Kamu berpikir terlalu jauh,” ujar Olivia.“Aku rasa nggak jauh, kok. Hahaha. Oliv, aku tadi suruh Albert tunggu aku di luar. Kami mau pergi minum kopi sebentar. Kamu mau minum apa? Nanti aku bungkuskan untuk kamu.”Olivia berpikir sejenak, lalu berkata, “Aku mau milk tea rasa taro.”“Oke.” Junia langsung menjawab, “Kamu jaga toko dulu, aku pergi minum kopi, ya.”“Iya, pergi sana.”Lagi pula, tidak ada orang yang datang ke toko saat ini. Biasanya di saat seperti ini, Olivia akan tidur di meja kasir sebentar atau membuat barang kerajinan tangannya.Junia keluar dari toko, Albert masih menunggunya di luar. Begitu keluar dari toko, senyum di wajah Junia seketika menghilang.“Ayo pergi,” ujarnya pada Albert.Junia langsung masuk ke mobil Albert. Begitu meli
Stefan pernah bilang ingin membuat keluarga Hermanus menderita, sampai untuk mengemis pun susah.Reiki berkata sambil tertawa pelan, “Kalau buat mereka mati sekaligus, pertunjukan jadi nggak seru, dong.”Raut wajah Stefan seketika menjadi muram.“Untuk menghadapi orang-orang seperti itu, kita nggak perlu terburu-buru. Pelan-pelan saja, biar mereka kehilangan semua yang pernah mereka miliki sedikit demi sedikit. Perasaan ingin menyelamatkan tapi hanya bisa pasrah kehilangan adalah perasaan yang paling menyiksa.”Reiki mengakui kali ini dia sedikit mengalah. Dia tidak terburu-buru menyiksa orang-orang dari keluarga Hermanus.“Tapi Bos, nggak usah khawatir. Kamu pasti akan puas dengan hasil akhirnya. Sekarang Bobby sudah dipecat dari perusahaan. Popularitas pencarian teratas waktu itu sangat tinggi, reputasi Bobby di tempat kerja juga jadi jelek. Cukup sulit baginya untuk temukan pekerjaan yang bagus lagi sekarang.”Begitu mendengar Bobby benar-benar telah kehilangan pekerjaannya, wajah S
Di kafe.Junia memilih tempat duduk yang agak di pojokan. Sementara itu, Albert langsung duduk di depannya.“Albert, kamu mau minum apa?”“Terserah. Kakak minum apa, aku ikut saja.”Junia berkata kepada pelayan kafe, “Pesan dua cangkir kopi tanpa gula.”“Kak Junia, kopi tanpa gula kan pahit, nggak enak.”Junia menatapnya, Albert spontan berkata dengan canggung, “Kopi tanpa gula saja.”Setelah pelayan kembali dan membawakan kopi tanpa gula pesanan mereka, Junia langsung bertanya pada adik sepupunya itu, “Albert, aku mau tanya sama kamu. Apakah kamu jatuh cinta dengan Olivia?”Albert terkejut. Dia menatap kakak sepupunya sambil tercengang, lalu bergumam, “Kak Junia ....”“Katakan yang sejujurnya!” perintah Junia.Wajah Albert perlahan-lahan memerah. Apakah dia sudah ketahuan?“Kak Junia, aku ... a-aku suka Kak Olivia?”“Sejak kapan?”Albert menjawab dengan suara pelan, “Aku juga nggak tahu kapan rasa itu mulai ada. Mungkin saat aku berusia 14 atau 15 tahun yang baru mulai mengerti tentan
Patricia sama sekali tidak menyangka. Setelah puluhan tahun, kebenaran akan terungkap juga. Dia juga tidak menyangka kedua keponakannya masih bisa bangkit sendiri tanpa dukungan dari keluarga Gatara. Mereka bisa masuk ke keluarga kaya dan mendapatkan lebih banyak dukungan dari keluarga besar lainnya. Yang bernasib baik pada akhirnya tetap bernasib baik.“Ada urusan apa Bu Patricia datang ke sini?”Saat Patricia tetap diam, Aksa bertanya dengan suara berat. Mata Patricia bertemu dengan mata Odelina yang penuh kebencian. Dia merasa Odelina memiliki sedikit bayangan dari Sofia. Apakah Patricia harus hidup di bawah bayang-bayang kakaknya sepanjang hidupnya?“Odelina, kalau aku bilang aku datang untuk bunuh kamu, apakah kamu akan takut?” Mata Odelina berkedip, lalu dia menjawab dengan jujur, “Tentu saja takut. Siapa yang nggak takut mati? Memangnya Bu Patricia nggak takut mati? Tapi aku tahu kamu nggak suka bisnis yang merugikan. Sekalipun kamu sangat ingin bunuh aku sekarang juga, kamu ma
Aksa tidak menanggapi. Dia berdiri dan segera menuangkan segelas air hangat untuk Patricia. Kemudian, dia meletakkan gelas berisi air hangat di depan Patricia dan berkata dengan suara berat, “Bu Patricia berani minum air yang aku tuangkan?”Patricia mendongak dan menatap Aksa. Ada rasa cemburu di hatinya. Mengapa putra orang lain bisa begitu hebat? Putranya tidak pernah bisa dibandingkan dengan putra orang lain.Meskipun Patricia lebih sayang anak perempuan, dia juga menghabiskan banyak waktu dan tenaga dalam mendidik ketiga putranya. Namun pada akhirnya, mereka semua tetap hanya bisa bertahan hidup dengan bergantung pada keluarga Gatara. Saat mereka memulai usaha, mereka lebih banyak merugi. Mereka sering meminta Patricia untuk menutupi kerugian mereka.“Aku nggak minum air putih. Tawar, nggak ada rasa.”Patricia menarik kembali pandangannya dan berkata dengan tenang, “Kalian berdua coba panggil aku Bibi Nenek.”“Apakah Bu Patricia sudah tempatkan posisi sebagai bibi nenek kami? Jika
Tadi malam, Patricia jatuh ke tangan putrinya sendiri. Felicia jelas-jelas minum air itu, walau hanya seteguk. Jumlah obat yang Patricia masukkan ke dalam air cukup banyak, cukup untuk membuat Felicia tidur selama beberapa hari.Namun siapa sangka, tidak lama setelah Vandi membawa Felicia pergi, Odelina sudah mendapatkan kabar. Segera setelah itu, Aksa juga langsung terbang ke Kota Cianter malam itu juga. Patricia tahu kalau Felicia yang memberitahu Odelina.Setelah Vandi membawa Felicia pergi, dia tidak membawa Felicia pulang ke rumah, melainkan ke rumah sakit. Begitu dokter tahu obat apa yang diminum Felicia, dokter segera memberikan obat penawar yang tepat dan Felicia segera pulih.Patricia menyuruh suami dan anak-anaknya yang lain pergi menjenguk Felicia, sekalian membawakan sarapan untuk Felicia. Patricia sudah menaruh obat tidur di dalam sarapan mereka. Akan tetapi, Felicia tidak tertipu. Dia tidak menyentuh sama sekali makanan yang mereka bawakan.Patricia menghela napas dalam h
"Ivan, meskipun saat ini belum terjadi apa-apa, Papa yakin tebakan Papa nggak salah. Kalian lebih baik segera meninggalkan kota dan kembali ke kampung halaman kita," kata Cakra dengan serius. "Nanti beri tahu mamamu," tambahnya. Cakra sudah malas menebak apa yang direncanakan istrinya. Yang terpenting sekarang adalah menyelamatkan anak dan cucunya terlebih dahulu. "Papa, Papa ini terlalu khawatir. Nggak ada kejadian apa pun," kata Ivan. Baik dia maupun kedua adiknya tidak ingin meninggalkan kota. "Papa bukan khawatir berlebihan. Nanti kalian akan tahu sendiri," ujar Cakra tegas. "Kalau kalian masih menganggap Papa sebagai Papa kalian, dengarkan ucapan Papa!" "Baiklah, Papa. Aku akan pulang dulu untuk berbicara dengan Mama soal perceraianku. Aku pergi dulu," ujar Ivan, mencari alasan untuk pergi lebih dulu. Kedua adiknya pun masing-masing mencari alasan lain untuk meninggalkan tempat itu. Cakra sangat marah, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa terhadap ketiga anaknya. Karena mere
"Sekarang melihatmu baik-baik saja, kami pun merasa lega. Mulai sekarang, kalau mamamu menyuruhmu makan sesuatu, jangan pernah sentuh, bahkan secangkir air pun jangan diminum. Mamamu itu orang yang berhati sangat kejam, bahkan dia juga tega dengan kakak kandung yang membesarkannya.""Dia adalah orang yang sangat egois, sebenarnya dia hanya mencintai dirinya sendiri." "Selama kalian, anak-anaknya, menurut dan selalu mendengarkannya, dia masih akan menunjukkan sedikit kasih sayang sebagai seorang ibu. Tapi begitu kalian menentangnya, dia nggak akan segan-segan bertindak kejam." Cakra terus-menerus membicarakan keburukan Patricia di depan anak-anaknya. Namun, ini sebenarnya bukan hanya sekadar keburukan, melainkan fakta. Patricia memang seorang wanita yang sangat egois, hanya mencintai dirinya sendiri. "Papa, aku baik-baik saja. Papa dan Kakak-kakak pulang saja. Papa jaga kesehatan baik-baik, jangan sering-sering mengganggu Mama," kata Felicia. Dia sangat paham bahwa kedua orang tuan
"Pak Vandi," ujar Cakra dengan senyum paksa. Namun, di dalam hatinya, dia merasa sangat tertekan. Bagaimanapun juga, dia adalah suami kepala keluarga. Namun, di hadapan para asisten ini, dia sama sekali tidak memiliki kedudukan. Bahkan berbicara dengan mereka pun harus memasang wajah ramah. "Kami datang menjenguk Felicia. Bagaimana kondisinya sekarang? Semalam, kami khawatir sepanjang malam. Baru pagi ini kami tahu bahwa kamu membawanya ke rumah sakit, jadi kami segera datang menjenguk." Cakra berbohong karena tadi malam, setelah dimarahi oleh Patricia, dia dan ketiga putranya langsung pergi dari rumah utama keluarga Gatara. Setelah itu, mereka hanya mengamati situasi di dalam rumah utama. Namun, semalaman tidak ada pergerakan yang mencurigakan. Selain Dikta yang datang beberapa kali, tidak ada hal lain yang terjadi. Cakra pun mulai ragu. Apakah dugaannya salah? Atau ini adalah jebakan yang dipasang oleh Patricia? Jebakan untuk menyingkirkan keponakan dan cicitnya sendiri?Vandi d
"Memang tidak melakukan apa pun, tapi Pak Dikta sudah beberapa kali menemui Bu Patricia. Nggak tahu apa yang mereka berdua rencanakan," kata Vandi sambil menarik kursi dan duduk di samping tempat tidur Felicia, lalu merapikan selimutnya. "Salju turun lagi hari ini, dan sangat lebat." Felicia menoleh ke luar jendela dan melihat butiran salju beterbangan di udara. "Bu Felicia langsung tersadar, jadi aku langsung memberi tahu Bu Odelina agar lebih waspada. Bahkan orang-orang dari Mambera pun sudah datang. Bu Patricia mungkin tahu situasi telah berubah, jadi mengubah rencana bukanlah hal yang mustahil." "Bu, beristirahatlah dengan baik, jangan terlalu banyak berpikir. Kamu sudah berbuat lebih dari cukup." Odelina juga tidak akan menyalahkan Felicia. Bagaimanapun, Patricia adalah ibu kandung perempuan itu, tetapi Felicia tetap memilih kebenaran dan tidak berpihak padanya. Itu sudah cukup untuk menunjukkan ketulusan kepada orang-orang dari Mambera. "Bu Felicia lapar? Aku bisa keluar un
Stefan untuk sesaat tidak tahu bagaimana menanggapi perkataan itu. Mereka hanya bisa merasa khawatir. Sementara itu, di Cianter, Patricia tidak mengambil tindakan terhadap Odelina meskipun malam sudah larut dan sepi. Patricia juga sudah mendengar kabar bahwa Aksa sudah datang.Dikta datang lagi dan masuk ke dalam ruang kerja Patricia. Mereka berdua membahas sesuatu di dalam ruangan, tetapi tidak ada yang tahu isi pembicaraan mereka. Malam berlalu tanpa kejadian berarti. Keesokan harinya, Cianter kembali diguyur salju lebat. Saat Felicia terbangun, hal pertama yang dilihatnya adalah langit-langit putih dan hidungnya dipenuhi dengan aroma obat-obatan. Ini bukan kamarnya. Benar, Vandi bilang akan mengantarnya ke rumah sakit. Jadi sekarang dia berada di rumah sakit.Ingatan mulai kembali, dan Felicia tiba-tiba duduk tegak. Namun, karena bergerak terlalu cepat, dia merasa pusing dan kehilangan keseimbangan, lalu kembali jatuh ke tempat tidur. Obat apa sebenarnya yang diberikan ibunya pa
Daniel bertanya, "Siapa Kakek Setya?" Stefan terdiam sejenak, lalu berkata, "Oh, aku lupa memberitahumu." Kemudian, dia menjelaskan tentang Kakek Setya kepada Daniel. Setelah mendengar bahwa mereka telah menemukan mantan asisten Kepala Keluarga Gatara sebelumnya, Daniel baru mengerti kenapa situasi di Cianter tiba-tiba menjadi sangat tegang. Dengan nada kecewa, dia berkata, "Aku tahu kalian menyembunyikan ini dariku karena nggak ingin aku khawatir dan cemas, tapi tetap saja aku merasa sedih dan bersalah." "Hari itu, kalau saja aku lebih berhati-hati saat mengemudi, kalau saja aku nggak melajukan mobil terlalu cepat, aku nggak akan mengalami kecelakaan. Kalau aku nggak kecelakaan, kakiku nggak akan lumpuh, dan kalian juga nggak akan merahasiakan semuanya dariku." Stefan hanya bisa berkata, "Daniel, beberapa hari ini terlalu banyak yang terjadi...." Stefan tidak melanjutkan lagi ucapannya.Memang benar, ada beberapa hal yang sengaja mereka sembunyikan dari Daniel karena keterbatasa