“Suamiku yang kasih ke aku. Cantik, kan? Aku rasa cantik sekali, aku suka banget,” ujar Olivia.Setelah Olivia mengambil banyak foto buket bunga itu, dia meletakkan ponselnya, lalu mengambil buket bunga itu dan menciumnya, “Wangi banget.”Tentu saja, Albert melihat semua itu, termasuk ekspresi di wajah Olivia. Pemandangan itu sangat menusuk baginya.“Ternyata Kak Stefan yang kasih ke Kak Oliv. Ada hari spesial apa hari ini? Aku belum pernah lihat dia kasih bunga ke Kak Oliv sebelumnya.” Senyum di wajah Albert terlihat kaku. Dari kata-katanya ada sedikit nada cemburu, juga sedikit nada menyindir.Olivia langsung menatapnya dan berkata, “Di antara suami istri, harus tunggu ada hari spesial baru boleh kasih bunga? Kalau aku suka, suamiku bisa kasih aku bunga setiap hari. Dulu, aku sayang uang. Sebuket bunga begini harganya juga nggak murah, kan. Lagi pula nggak bisa dimakan. Aku bilang daripada kasih aku bunga, mending uangnya kasih aku beli makanan. Makanya dia nggak pernah kasih aku bun
“Kamu percaya kalau Pak Stefan nggak ada maksud lain? Oliv, seandainya kalian sama-sama punya rasa, aku rasa kamu harus manfaatkan kesempatan ini baik-baik. Aku tunggu undanganmu. Aku mau jadi bridesmaid di pernikahan kamu,” goda Junia.“Kamu berpikir terlalu jauh,” ujar Olivia.“Aku rasa nggak jauh, kok. Hahaha. Oliv, aku tadi suruh Albert tunggu aku di luar. Kami mau pergi minum kopi sebentar. Kamu mau minum apa? Nanti aku bungkuskan untuk kamu.”Olivia berpikir sejenak, lalu berkata, “Aku mau milk tea rasa taro.”“Oke.” Junia langsung menjawab, “Kamu jaga toko dulu, aku pergi minum kopi, ya.”“Iya, pergi sana.”Lagi pula, tidak ada orang yang datang ke toko saat ini. Biasanya di saat seperti ini, Olivia akan tidur di meja kasir sebentar atau membuat barang kerajinan tangannya.Junia keluar dari toko, Albert masih menunggunya di luar. Begitu keluar dari toko, senyum di wajah Junia seketika menghilang.“Ayo pergi,” ujarnya pada Albert.Junia langsung masuk ke mobil Albert. Begitu meli
Stefan pernah bilang ingin membuat keluarga Hermanus menderita, sampai untuk mengemis pun susah.Reiki berkata sambil tertawa pelan, “Kalau buat mereka mati sekaligus, pertunjukan jadi nggak seru, dong.”Raut wajah Stefan seketika menjadi muram.“Untuk menghadapi orang-orang seperti itu, kita nggak perlu terburu-buru. Pelan-pelan saja, biar mereka kehilangan semua yang pernah mereka miliki sedikit demi sedikit. Perasaan ingin menyelamatkan tapi hanya bisa pasrah kehilangan adalah perasaan yang paling menyiksa.”Reiki mengakui kali ini dia sedikit mengalah. Dia tidak terburu-buru menyiksa orang-orang dari keluarga Hermanus.“Tapi Bos, nggak usah khawatir. Kamu pasti akan puas dengan hasil akhirnya. Sekarang Bobby sudah dipecat dari perusahaan. Popularitas pencarian teratas waktu itu sangat tinggi, reputasi Bobby di tempat kerja juga jadi jelek. Cukup sulit baginya untuk temukan pekerjaan yang bagus lagi sekarang.”Begitu mendengar Bobby benar-benar telah kehilangan pekerjaannya, wajah S
Di kafe.Junia memilih tempat duduk yang agak di pojokan. Sementara itu, Albert langsung duduk di depannya.“Albert, kamu mau minum apa?”“Terserah. Kakak minum apa, aku ikut saja.”Junia berkata kepada pelayan kafe, “Pesan dua cangkir kopi tanpa gula.”“Kak Junia, kopi tanpa gula kan pahit, nggak enak.”Junia menatapnya, Albert spontan berkata dengan canggung, “Kopi tanpa gula saja.”Setelah pelayan kembali dan membawakan kopi tanpa gula pesanan mereka, Junia langsung bertanya pada adik sepupunya itu, “Albert, aku mau tanya sama kamu. Apakah kamu jatuh cinta dengan Olivia?”Albert terkejut. Dia menatap kakak sepupunya sambil tercengang, lalu bergumam, “Kak Junia ....”“Katakan yang sejujurnya!” perintah Junia.Wajah Albert perlahan-lahan memerah. Apakah dia sudah ketahuan?“Kak Junia, aku ... a-aku suka Kak Olivia?”“Sejak kapan?”Albert menjawab dengan suara pelan, “Aku juga nggak tahu kapan rasa itu mulai ada. Mungkin saat aku berusia 14 atau 15 tahun yang baru mulai mengerti tentan
“Justru karena aku kakak sepupumu, aku baru ajak kamu keluar untuk beri tahu kamu soal ini. Jangankan Olivia nggak suka sama kamu. Sekalipun dia suka sama kamu, aku juga nggak akan setuju kalian bersama.”“Kenapa?” tanya Albert kebingungan.“Karena keluargamu, Albert. Aku tahu jelas orang seperti apa tanteku. Kalau dia tahu kamu suka sama Olivia, kamu kira dia akan tetap senyum dan baik pada Olivia? Dia hanya akan cari segala cara untuk cegah kalian bertemu. Bahkan dia bisa saja melakukan hal yang lebih ekstrem kepada Olivia.”“Tante sudah berbaur dalam masyarakat kelas atas selama lebih dari 20 tahun, sifat arogan sudah lama tertanam dalam dirinya. Kamu anak tunggal, satu-satunya harapannya, juga penerus keluarga Pratama. Dia menaruh harapan terlalu tinggi padamu. Dia ingin kamu menikah dengan anak orang kaya, seenggaknya sederajat dengan keluarga kalian.”“Olivia sangat baik, tapi latar belakang keluarganya menjadi kekurangannya. Hal ini nggak ada hubungannya sama kamu. Demi aku, tan
Junia menatap Albert sambil menekuk wajahnya, lalu bertanya dengan serius, “Jangan-jangan kamu mau mencoba memisahkan Olivia dan Pak Stefan? Albert, jangan buat aku memandang rendah kamu!”Hati Albert sangat sakit sehingga dia tidak mampu menjawab pertanyaan kakak sepupunya itu. Dia merasa tidak sanggup melepaskan Olivia. Namun, dia juga tidak bisa melakukan hal yang menyakiti Olivia.Bagaimanapun, Albert adalah adik sepupu Junia. Raut wajah Junia kembali melembut. Dia menghela napas dan berkata, “Albert, aku sudah katakan semuanya padamu. Kamu tenangkan diri dulu, paksa dirimu nggak pergi ke toko kami. Kalau kamu nggak bisa lihat Olivia, lama kelamaan perasaan itu akan memudar.”Usai berkata, Junia berdiri, “Aku yang traktir kopi ini. Aku kembali ke toko dulu. Kamu langsung kembali ke kantor saja. Sekarang kamu lagi di tahap pelatihan. Kamu harus kerja lebih keras daripada orang lain. Ingat, apa yang keluarga Pratama miliki sekarang nggak hanya milik kamu seorang. Kalau kamu nggak bek
Olivia tertawa, “Aku merasa tersanjung. Pak Stefan, ada yang ingin kamu katakan padaku?”“Malam ini aku nggak perlu bersosialisasi dengan klien. Aku pikir, kalau kamu tertarik, aku bisa temani kamu jalan-jalan.”Setelah memberikan bunga untuk pertama kalinya, Stefan langsung kabur begitu saja waktu itu. Setelah dipikir-pikir, Stefan tiba-tiba merasa sebenarnya tidak sulit untuk mengambil inisiatif. Dia pun memberanikan diri untuk mengajak istrinya jalan-jalan nanti malam.Olivia berpikir sejenak baru menjawab, “Nanti aku mau bawa Russel pergi jemput kakakku pulang kerja. Kalau kamu nggak keberatan, kita pergi bareng jemput kakakku dulu, habis makan baru jalan-jalan.”“Kak Odelina lembur, nggak?”“Barusan dia kirim pesan katanya ini hari pertama kerja, dia nggak perlu lembur. Jam 05.30 nanti sudah bisa pulang kerja.”Stefan terdiam sejenak, “Oke, nanti aku ke sana. Kita pergi bareng jemput Kak Odelina. Nanti aku traktir kalian makan malam lagi.”“Oke.”“Kalau begitu, aku tutup dulu, ya.
Setelah Stefan mengambil inisiatif mengajak istrinya jalan-jalan nanti malam, pria itu merasa senang bukan main. Efisiensi kerjanya juga meningkat pesat.Tiba-tiba dia mendengar suara ketukan di pintu ruangannya. Begitu dia menjawab, orang di luar pintu pun tahu kalau Stefan sedang dalam suasana hati yang baik.Reiki membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan. Dia tidak sendirian, dia datang bersama Jonas. Sedangkan pengawal Jonas menunggu di depan pintu kantor.“Bos, Pak Jonas datang.”Stefan menghentikan aktivitasnya, lalu berdiri dan berjalan keluar dari meja kerjanya, “Pak Jonas.”Keduanya berjabat tangan, lalu Stefan mempersilakan Jonas duduk di sofa. Beberapa saat yang lalu Shelvi sudah memberitahunya kalau Jonas datang. Tidak disangka, Jonas datang bersama Reiki. Kemungkinan keduanya bertemu di luar. Sementara Stefan dan Jonas saling menyapa, Reiki pergi menuangkan air untuk Jonas.Setelah Jonas minum airnya, Stefan bertanya padanya, “Pak Jonas, apa ada masalah dengan kerja sama k