Olivia makan dengan cepat dan pasti akan selesai lebih dulu dan menggantikannya agar dia bisa makan. Sedangkan keluarga mertuanya hanya peduli dengan perut mereka sendiri tanpa peduli dengan dirinya. Seakan dirinya tidak akan pernah bisa merasa lapar.“Ma, makan udang.”Roni mengambil beberapa ekor udang untuk ibunya, kemudian bilang pada kakaknya, “Kak, makan yang banyak. Semuanya kesukaan Kakak.”Shella makan kepitingnya sambil berkata, “Kepiting yang kali ini terlalu kecil dan nggak ada daging. Hanya dapat sedikit saja aromanya.”Setelah Roni hening sesaat, dia kembali berkata, “Lain kali aku ajak makan di hotel saja.”“Hotel terlalu mahal, kamu juga nggak mudah cari uang. Lain kali uangnya kirim ke Kakak saja, biar Kakak yang beli dan minta Odelina masakin buat kamu,” kata Shella.“Boleh juga.”Roni pikir hanya membayar sedikit uang jasa masak saja bukan masalah. Lain kali biar kakaknya saja yang beli bahan makanan. Tentu saja dengan membiarkan kakaknya yang beli, maka Roni harus m
Sayuran tersebut adalah masakan kemarin malam yang tersisa setengahnya di kulkas. Cukup untuk dirinya sendiri saja. Sayuran tersebut dibeli dengan uangnya sendiri dan tidak ingin diberikan untuk Roni dan keluarganya.Shella terdiam karena tidak menyangka Odelina akan menyisakan makanan untuk dirinya sendiri. Odelina membawa makanan tersebut dan duduk di meja makan. Dia melahap makanannya dengan santai dan lahap.Olivia yang khawatir kakaknya akan diganggu langsung bergegas menelepon Odelina di tengah-tengah kesibukannya dan bertanya, “Kak, mereka nggak bersekongkol dan mengganggu Kakak, kan?”“Dengan keberanianku yang mengejar Roni dengan pisau di jalanan, sekarang mereka hanya berani adu mulut denganku. Ketika seorang perempuan sudah tidak peduli dengan suaminya lagi, dia juga tidak mungkin mentolerir semua sikap keluarganya.”Mendengar ucapan kakaknya itu membuat Olivia merasa jauh lebih tenang.“Kak, sudah makan?”“Ini lagi makan, kamu belum makan?”“Aku makan setelah pekerjaanku se
Shella orang yang paham dan cerdas, hanya sikapnya saja yang tidak benar. Setinggi apa pun tingkat pendidikan seorang perempuan, jika sudah menikah dan memiliki anak maka dia akan mudah menyerah.“Kak, aku sudah bilang sama dia tapi dia nggak mau bantu.”Sekarang Shella sudah tidak berani menjamin kalau Odelina bersedia membantu. Sejak kejadian waktu itu, hubungan adiknya dengan sang istri masih belum kembali seperti sedia kala. Semenjak ada Yenny, Roni hanya sibuk memikirkan perasaan kekasihnya itu dan tidak peduli dengan istri di rumahnya.Odelina juga keras kepala dan memilih untuk tidak mengalah dan menunduk. Untuk kali ini Odelina tidak mau mengalah! Kemungkinan besar suami istri tersebut akan seperti ini terus. Tinggal bersama tetapi tidur terpisah. Mereka hidup masing-masing dan tidak berbicara selain tentang kepentingan anak saja.“Masalah kecil gini saja dia nggak mau bantu? Kakak juga nggak biarkan dia bantu dengan cuma-cuma, bahkan Kakak mau bayar dia dua juta! Dia nggak ada
“Kamu beli sedikit hadiah dan kasih dia buat bujuk Odelina. Setelah itu semuanya akan terselesaikan,” lanjut Shella lagi.“Bagaimanapun dia itu mama kandung Russel. Demi Russel dan juga keponakan kamu, kamu coba mengalah dan bujuk dia. Kamu kan lelaki, harus bisa mengalah.”Ibunya juga ikut mendekat dan melanjutkan ucapan putrinya tadi, “Roni, demi Russel kalian harus hidup bersama. Dengarkan kata-kata Kakakmu, beli hadiah dan bujuk dia. Pikirkan sikap dia dulu yang menjaga kamu, lihat juga sikap kamu yang sekarang. Nggak ada salahnya mengalah.”Melihat keadaan rumah tangga putranya yang tidak bisa lagi menjadi kepala rumah tangga membuat ibunya Roni merasa iba. Akan tetapi ini semua hasil dari hasutan dia dan juga Shella. Kalau bukan karena mereka meminta Roni untuk bagi rata dengan Odelina, istri lelaki itu juga tidak akan menjadi perhitungan seperti sekarang ini.“Kalau nggak Mama dan Papa juga ikut datang dan tinggal di sini. Kita yang bantu kamu antar jemput anak. Nanti Mama juga
Setelah itu dia berkata pada ibunya, “Ma, Mama dan Kakak jalan-jalan saja, beli saja apa yang disukai.” Roni mengeluarkan ponsel dan mengirimkan uang sebanyak sepuluh juta untuk ibunya berbelanja.“Iya, nanti Mama pergi dan beli baju baru. Kamu buruan berangkat kerja, ingat pulang cepat.”Ibunya mengantarkan Roni hingga keluar dari rumah dan juga mengedipkan mata pada lelaki itu sebagai tanda untuk tidak lupa membeli hadiah buat Odelina. Sedangkan Odelina mendorong kereta anaknya dan meletakkan Russel ke dalam kereta tersebut sambil berkata,“Aku mau bawa Russel jalan-jalan di lantai bawah.”“Pergilah,” ujar ibu mertuanya sambil tersenyum. Mendadak Odelina merasa ada yang tidak beres. Sikap mertuanya yang seperti itu pasti karena ada sesuatu yang mau dirinya bantu. Lebih tepatnya mertua dan kakak iparnya ada sesuatu yang mau merepotkan dirinya.Apa pun permintaan mereka, Odelina tidak akan mau menyetujuinya. Dia mendorong kereta Russel dan memutuskan untuk mengabaikan mertuanya itu.Ol
Dewi juga ikut menoleh ke belakang dan melihat punggung Olivia sambil berkata, “Memangnya perempuan itu senyum sama kita? Aku nggak kenal sama dia.”“Oh, berarti hanya perasaanku saja. Dia nggak senyum ke kita.” Temannya itu tidak lanjut memikirkannya lagi. Dia menoleh lagi dan melihat Olivia yang sudah menjauh sambil berkata,“Memang hanya perasaanku saja.”“Perempuan itu cantik dan auranya lumayan. Aku lihat-lihat tetap nggak tahu dia anak dari keluarga mana. Aku pikir kamu kenal. Anak perempuan keluarga kaya di Mambera pasti akan senyum sama kamu ketika melihatmu.”Dewi memiliki tiga orang putra dan yang paling terkenal adalah anaknya yang paling tua. Dia adalah pengendali Adhitama Group yang sangat terkenal serta memiliki posisi paling penting di keluarga Adhitama selain neneknya.Anak laki-laki keluarga Adhitama merupakan impian semua orang. Dua yang lain masih kecil, satu masih SMA dan satu lagi baru menginjak dewasa. Umurnya masih belum cocok untuk menikah. Sisanya sudah memasuk
Olivia bersikap mengerti atas sikap mertuanya yang pura-pura tidak mengenalnya. Dia tidak memikirkannya lagi dan menyimpannya dalam hati. Olivia balik ke mobilnya dan membuka kunci. Dia meletakkan baju yang baru dibeli tadi ke kursi samping kemudi lalu kemudian melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu.Sesaat kemudian Olivia tiba di rumahnya. Stefan masih belum pulang, dia memutuskan untuk membereskan taman kecilnya yang ada di balkon. Sudah banyak sekali bunga yang bermekaran, dia mengambil gunting dan membersihkan sisa ranting pohon.Karena sayang untuk dibuang, Olivia membawanya masuk ke ruang tamu dan kemudian memotong ranting tersebut lagi menjadi lebih rapi untuk diletakkan dalam pot bunga.Ponselnya tiba-tiba berbunyi. Dia menerima panggilan tersebut yang ternyata dari tetangga samping tokonya. Tadi waktu beli baju untuk Stefan, Olivia tidak bisa membawa peliharaannya sehingga meminta tolong tetangganya menjaga anjing dan kucing-kucingnya.“Om Chiko, aku lupa! Maaf, aku jemput
Olivia hanya bisa berkata, “Hati-hati di jalan, Om.”Lelaki itu datang dengan mengendarai kendaraan seperti becak. Om Chiko hanya tersenyum dan melambaikan tangan pada Olivia. Setelah kepergian lelaki itu, Olivia baru menghubungi Stefan.“Kenapa?” tanya Stefan.“Pak, kamu sudah mau pulang?”Stefan diam sesaat dan berpikir dalam hati. Apakah perempuan ini sedang rindu dengannya? Sedetik kemudian lelaki itu langsung mengenyahkan pemikiran tersebut. Olivia tidak mungkin rindu dengan dirinya. Akhir-akhir ini entah kenapa Stefan menjadi sering berpikir yang aneh-aneh.“Ada apa?”Stefan tidak langsung menjawab karena dia ingin tahu kenapa perempuan itu menanyakan kapan dia pulang. “Eum … tadi aku buru-buru keluar dan lupa bawa kunci. Pintunya sudah tertutup dan sekarang aku nggak bisa masuk. Kalau kamu masih mau lembur, aku ke kantor kamu buat ambil kunci. Tapi kalau kamu sudah mau pulang, aku tunggu di depan pintu saja.”Stefan berpikir sejenak kemudian berkata, “Aku pulang sekarang, kamu