Olivia bersikap mengerti atas sikap mertuanya yang pura-pura tidak mengenalnya. Dia tidak memikirkannya lagi dan menyimpannya dalam hati. Olivia balik ke mobilnya dan membuka kunci. Dia meletakkan baju yang baru dibeli tadi ke kursi samping kemudi lalu kemudian melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu.Sesaat kemudian Olivia tiba di rumahnya. Stefan masih belum pulang, dia memutuskan untuk membereskan taman kecilnya yang ada di balkon. Sudah banyak sekali bunga yang bermekaran, dia mengambil gunting dan membersihkan sisa ranting pohon.Karena sayang untuk dibuang, Olivia membawanya masuk ke ruang tamu dan kemudian memotong ranting tersebut lagi menjadi lebih rapi untuk diletakkan dalam pot bunga.Ponselnya tiba-tiba berbunyi. Dia menerima panggilan tersebut yang ternyata dari tetangga samping tokonya. Tadi waktu beli baju untuk Stefan, Olivia tidak bisa membawa peliharaannya sehingga meminta tolong tetangganya menjaga anjing dan kucing-kucingnya.“Om Chiko, aku lupa! Maaf, aku jemput
Olivia hanya bisa berkata, “Hati-hati di jalan, Om.”Lelaki itu datang dengan mengendarai kendaraan seperti becak. Om Chiko hanya tersenyum dan melambaikan tangan pada Olivia. Setelah kepergian lelaki itu, Olivia baru menghubungi Stefan.“Kenapa?” tanya Stefan.“Pak, kamu sudah mau pulang?”Stefan diam sesaat dan berpikir dalam hati. Apakah perempuan ini sedang rindu dengannya? Sedetik kemudian lelaki itu langsung mengenyahkan pemikiran tersebut. Olivia tidak mungkin rindu dengan dirinya. Akhir-akhir ini entah kenapa Stefan menjadi sering berpikir yang aneh-aneh.“Ada apa?”Stefan tidak langsung menjawab karena dia ingin tahu kenapa perempuan itu menanyakan kapan dia pulang. “Eum … tadi aku buru-buru keluar dan lupa bawa kunci. Pintunya sudah tertutup dan sekarang aku nggak bisa masuk. Kalau kamu masih mau lembur, aku ke kantor kamu buat ambil kunci. Tapi kalau kamu sudah mau pulang, aku tunggu di depan pintu saja.”Stefan berpikir sejenak kemudian berkata, “Aku pulang sekarang, kamu
“Kejutan buat kamu.”Stefan menerima belanjaan tersebut dan melihatnya sambil bertanya, “Baju lagi?”Lelaki itu mengeluarkan bajunya dan ternyata kali ini Olivia memberikan baju bermerk untuknya.“Aku nggak ada pengalaman kasi laki-laki hadiah. Nggak bisa juga siapin kejutan yang besar, hanya kejutan kecil begini saja. Waktu itu baju yang aku kasih nggak mahal, kali ini aku beli yang mahal!”“Begitu kamu pakai di badan, sudah seperti bawa uang menggunung di seluruh tubuhmu. Ini bisa dikatakan sebagai kejutan? Dari dulu aku nggak pernah rela pakai baju yang begitu mahal.”Stefan tertawa dan berkata, “Dengan sifat kamu dan juta kemampuan dompetmu, bisa dibilang ini kejutan karena bersedia membelikan baju mahal buatku.” Hadiah dari Olivia kali ini jauh lebih bagus berkali-kali lipat dibandingkan yang sebelumnya.“Terima kasih sudah mau bantu aku dan kakak aku untuk mendapatkan bukti perselingkuhan Roni.”“Masalah kecil. Kakak kamu juga kakaknya aku, nggak ada yang salah dengan aku bantuin
Setelah sambungan telepon terputus, Stefan menautkan alisnya dan berpikir sejenak. Dia mencoba untuk menanyakannya langsung dengan perempuan yang tengah menggendong kucing di atas ayunan.“Kamu ketemu dengan mama aku di waktu yang aku tidak tahu?”Olivia tercenung. Dia tidak membahas apa pun tentang pertemuannya dengan mertuanya itu, kenapa Stefan bisa tahu?Stefan berjalan keluar dan berdiri di hadapannya. Sorot mata gelapnya menatap wajah cantik Olivia dengan lekat dan bertanya lagi, “Hari ini kamu ketemu sama mama aku?”Olivia melihat ponsel yang ada di tangannya dan mengira mertuanya telepon lelaki itu dan mengadu pada Stefan. Dengan cepat dia menjelaskan, “Waktu aku beli baju kamu, aku ketemu dengan mama kamu dan aku awalnya berencana menyapa dia. Tapi mungkin mama nggak mengenali aku makanya melewatiku begitu saja dengan temannya. Makanya aku nggak sapa dia.”Lelaki itu merupakan orang yang cerdas. Apalagi Dewi adalah ibu kandungnya sendiri sehingga dia sangat mengerti dengan sif
Mereka berdua tidak ada yang mengungkit perihal perang dingin sebelumnya. Mereka berbaikan begitu saja. Awalnya Olivia berencana melewati setengah tahun ke depan dengan begitu saja, tetapi perhatian Stefan membuat hatinya kembali tersentuh dan ingin mengingkari perjanjian setengah tahun mereka.Namun dia takut ini semua hanya perasaannya sendiri saja. Sampai pada akhirnya justru dia sendiri yang jatuh cinta. Begitu setengah tahun telah terlewati, mereka akan cerai dan Stefan akan melewati hidupnya dengan bahagia. Sedangkan Olivia akan merasakan kesedihan akan kehilangan laki-laki itu serta membutuhkan waktu lama untuk melupakannya.Sangat mudah jatuh cinta pada seseorang, tetapi sulit sekali melupakan orang yang pernah dicintai.“Tenang saja, masalah yang aku dan kakak aku nggak bisa selesaikan, pasti akan minta bantuan kamu.” Niat baik lelaki itu dibalas dengan jawaban sopan Olivia.“Setelah kakak pulang, aku ada telepon dia dan sepertinya untuk sementara nggak kendala. Kakakku orang
Olivia menghentikan langkahnya dan membuat Stefan menghentikan langkah kakinya juga. Dia menatap Olivia dalam-dalam dan bertanya, “Kenapa?”“Aku saja yang bayar gaji bibi. Tujuannya untuk jaga Russel, dia itu keponakan aku. Jadi sudah sewajarnya aku yang bayar. Nggak mungkin aku biarkan kamu yang keluarin uang.”Gaji seorang pengasuh cukup mahal. Semua keperluan rumah tangga dibayar oleh Stefan, tidak mungkin dia membiarkan lelaki itu mengeluarkan biaya lagi. Stefan tidak bisa menahan dirinya untuk tidak mencubit wajah Olivia.“Kamu selalu perhitungan dengan aku. Sekarang kita itu satu keluarga, namanya keluarga harus perhitungan? Waktu kita berdua ambil surat nikah, aku sudah bilang kalau aku sudah menikahimu maka aku sanggup menghidupimu. Russel panggil aku ‘Om’, aku juga suka sama anak itu. Aku suka rela mengeluarkan uang untuk bayar pengasuh jagain Russel.”Dia diam sesaat dan kemudian menambahkan lagi, “Yang paling penting aku nggak ingin istri aku terlalu lelah.”“Kamu bilang apa
Roni memutar kenop pintu, tapi pintu tidak bisa dibuka. Ternyata Odelina mengunci pintu dari dalam.“Odelina, buka pintunya.”Odelina pergi membuka pintu, tapi dia tetap menghalangi di depan pintu tidak membiarkan Roni masuk ke dalam kamar. Kemudian, dia bertanya, “Ada apa?”“Odelina, ada yang ingin aku bicarakan denganmu. Biarkan aku masuk.”Sejak awal kamar itu adalah kamar tidur mereka berdua. Namun sekarang, kamar itu dimonopoli oleh Odelina.Roni merasa kesal, tapi demi membujuk Odelina untuk membantu kakaknya antar-jemput anak sekolah, Roni berusaha menahan diri agar tidak marah.“Nggak bisa tunggu besok saja? Sudah malam begini.”“Baru juga jam 11. Biasanya aku juga baru pulang jam segini.”Odelina menduga Roni pasti ingin membicarakan masalah tentang ibu mertua serta kakak iparnya. Odelina juga ingin tahu. Karena itu, dia meminggirkan tubuhnya ke samping dan berkata, “Kalau sudah selesai bicara, kembali ke kamarmu sendiri.”Roni merutuk dalam hati, “Malam itu aku terlalu mabuk,
“Kamu saja, ya. Bantu kakakku antar-jemput anak-anaknya ke sekolah, masak untuk mereka. Sekalipun mereka nggak makan di sini, kita juga tetap harus masak, kan. Cuma tambah anak dua kecil, paling-paling tambah dua piring dan sendok yang harus dicuci. Mereka masih anak-anak, makannya nggak banyak,” kata Roni.“Anggap saja kamu lagi bantu aku. Kita sudah jadi suami istri bertahun-tahun. Hal sepele begini, kamu pasti bersedia bantu aku, kan?” Roni menambahkan.Suara pria itu begitu lembut. Dia bahkan menatap Odelina ketika bicara, berusaha menggunakan perasaan untuk membujuk Odelina.“Kakakku bilang dia nggak akan suruh kamu kerja gratisan. Setiap bulan dia akan kasih kamu dua juta. Terakhir kali aku juga bilang aku akan kasih kamu tambahan tiga juta setiap bulannya untuk biaya hidup. Kalau ditambah dengan dua juta dari kakakku, kamu akan dapat lima juta sebulan. Bagus, dong.”Namun, Odelina justru tertawa. Dia tertawa karena saking marahnya dengan pemikiran Roni dan kakaknya.Hanya dengan