Fani yang dulunya sombong, sekarang justru terluntang lantung di jalanan. Dia akan dihina dan diusir ketika berada di mana pun.“Dia di mana?” tanya Dania dengan dingin.“Di ayunan halaman belakang. Nggak tahu apa yang dia pikirkan, tapi sudah duduk di sana cukup lama.”Setelah itu, ketiga menantu keluarga Gatara berjalan ke arah halaman belakang. Bibi pengurus tadi tidak tahu apakah dirinya perlu menghubungi Ivan. Setelah dipikirkan lagi, dia bergegas masuk rumah dan memberi tahu suaminya. Suaminya merasa harus memberi tahu Ivan, sehingga mereka menghubungi lelaki itu.“Pak, Bu Dania dan dua Ibu yang lainnya datang. Dia langsung tanya Bu Fani ada di mana dan menghampirinya. Sekarang mereka ke halaman belakang dan nggak tahu apa yang akan dilakukan. Pak, sebaiknya Pak Ivan segera datang.”“Kenapa dia bisa tahu? Aku langsung ke sana.”Istrinya sangat benci dengan Fani dan sudah tidak ada hubungan keluarga apa pun yang tersisa. Jika dia tidak kembali, Fani pasti akan dihabisi oleh mereka
“Kamu bukan adik kandung suamiku. Kalian nggak ada hubungan darah sama sekali. Suamiku bawa kamu ke sini tanpa memberi tahu aku. Kalaau bukan simpanan, memangnya apa? Vila ini adalah rumah yang dibeli mertuaku untuk aku dan suamiku. Sertifikat rumah juga nama kami berdua, aku berhak untuk tahu!”“Kalau bilang kalian nggak ada hubungan, kenapa Ivan nggak bilang sama aku? Kalau dia diam-diam, artinya kalian ada sesuatu.”Dania memanfaatkan kelemahan Dania yang tidak berani mengungkapkan alasan dia diusir dan sengaja menuduh perempuan itu. Fani tidak bisa membela dirinya sendiri. Selain menangis dan menjerit bahwa dia dijebak, Fani tidak berani mengatakan apa pun.Sikapnya membuat semua orang mengira apa yang dikatakan Dania adalah fakta. Tatapan mereka pada Fani berubah sinis dan penuh intimidasi. Ada yang bilang ayah kandung Fani begitu jahat, dia menukarkan putrinya dan membiarkan putri yang asli menderita. Ternyata dari akarnya sudah jahat.Fani menatap Dania dengan marah sambil berka
Fani membelalak menatap Dania. Dia terlihat tidak percaya, tetapi Dania tidak berkata apa pun lagi. Melihat raut Fani yang seperti itu membatu Dania berkata dengan perasaan senang, “Ayo, kita masuk. Di luar dingin sekali.”Ketika dia berbalik dan hendak pergi, Dania berkata pada Bibi pengurus rumah, “Lain kali jangan biarkan orang rendahan ini masuk tanpa seizinku. Kalau Pak Ivan menerimanya lagi, tanya saja apakah bisa menerima kemarahan mamanya.”Fani duduk di lantai dengan lemas dan putus asa. Sesaat kemudian, Ivan dan ketiga adiknya datang. Melihat Fani yang duduk sambil menangis dengan wajah sembab. Tubuh perempuan itu penuh bekas pukulan, dan juga bekas darah di sudut bibirnya. Rambutnya berantakan dan bajunya tipis. Seluruh tubuhnya gemetar kedinginan hingga membuatnya terlihat sangat kacau.“Fani,” panggil mereka bertiga.Semua orang yang tadi menonton ikut pergi ketika ketiga istri dari putra keluarga Gatara masuk ke rumah. Berita tentang Fani langsung tersebar ke seluruh Cian
“Sayang, aku membantunya karena ada hubungan kakak adik selama 20 tahunan. Melihatnya nggak ada tempat tinggal membuatku menampungnya. Kalau kamu nggak suka, aku akan minta dia pergi.”Ivan takut jika istrinya akan memberi tahu ibunya. Sejak ketahuan selingkuh dan Fani membela kakaknya, Dania mulai membenci Fani. Sekarang setelah perempuan itu terpuruk, otomatis istrinya tidak akan tinggal diam.Dia tidak bisa menyudutkan istrinya karena Ivan yang memberikan alkohol itu pada ayahnyaDengan dingin Dania berkata, “Sekarang minta dia pergi. Kelak jangan ada hubungan dengannya. Dia bukan adik kalian, adik kalian itu Felicia. Papa dari perempuan rendahan ini yang buat kalian terpisah dari Felicia selama 20 tahunan. Seharusnya kalian benci dengan keluarganya.”“Pikirkan ketidakadilan yang diterima Felicia di rumahnya, pikirkan sikap mereka pada Felicia. Ivan, kamu juga ada anak. Kalau anak kita ditukar dan disiksa orang lain, apa yang kamu pikirkan?”Ivan terdiam dan tidak bisa berkata apa p
Odelina bertanya dengan hati-hati, “Apakah mereka sedang mengawasiku?”Dia hanya datang melihat pabrik dan tidak akan tinggal lama. Namun, keluarga Gatara sudah mencarinya. Sepertinya dia mengawasi keluarga Gatara, dan sebaliknya mereka juga melakukan hal yang sama.Tujuannya ke Cianter hanya satu. Yaitu mencari tahu alasan kematian kakek dan neneknya yang sebenarnya serta merebut kembali kekuasaan keluarga Gatara. Ini adalah tugas berat yang diberikan oleh tantenya.Sesaat kemudian Odelina merasa tenang dia juga menyadari bahwa ini semua wajar. Justru sebaliknya, jika tidak maka akan terasa tidak wajar.“Aku akan keluar dan melihat siapa mereka.”Dia menduga kemungkinan mereka adalah para istri sosialita yang datang pada acara malam itu. Yang hadir dalam acara keluarga Gatara waktu itu ada lelaki dan juga perempuan. Dimas mengikutinya hadir ke acara, jika orang yang datang juga menghadiri acara itu maka Dimas pasti akan ada bayangan.Odelina membawa rombongan pengawal keluar bersama.
“Kalian dari Om Alwi dan Om Endang?” tanya Odelina. Kedua perempuan itu memerhatikan reaksi Odelina tad dan tahu jika perempuan itu ada bayangan akan suami mereka.Perempuan yang duduk di samping kursi pengemudi berkata, “Aku istrinya Om Endang, Tante Aura dan dia istrinya Om Alwi, Tante Wilo.”Odelina mengangguk dan berkata, “Waktu kalian keluar, nggak ada yang mengikuti, ‘kan?”“Nggak, di belakang ada orang yang jaga. Kamu nggak perlu khawatir.”Odelina tersenyum dan berkata, “Aku nggak khawatir dan takut. Aku hanya takut kalian ketahuan dan kalau sampai Patricia tahu, bisa bahaya untuk kalian.”Tujuan dia datang ke sini adalah untuk keluarga Gatara. Wajar jika akan bertemu dengan keluarga Gatara. Namun, keluarga Gatara yang mencarinya harus mempertimbangkan akibatnya. Jika Patricia tahu, maka mereka akan dihukum dan tidak boleh menyalahkan dirinya.Kedua bibinya terlihat sedikit ketakutan dan dengan cepat Tante Wilo berkata, “Bu Odelina, bisa bicara sebentar?”“Bisa, mau bicara di m
Keamanan di hotel tersebut sangat bagus. Jika ke sana, setidaknya mereka tidak perlu merasa tegang. Odelina tidak keberatan dan berkata, “Kalian tunggu sebentar, aku telepon dan pesan ruangan dulu.”Setelah itu dia langsung berbalik pergi. Odelina mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Ricky dan bertanya, “Kamar paling aman di Blanche Hotel ada di mana? Aku mau pinjam sebentar. Yang nggak bisa didengar dan sembarang diakses.”Tanpa pikir panjang, Ricky menjawab, “Presiden Suite paling atas, tempat yang sekarang aku tempati. Kalau Kak Odelina mau pakai, aku pinjamkan dulu.”“Oke. Ada dua orang istri dari keluarga Gatara akan ke sana juga. Tolong aturkan orang yang bisa diandalkan untuk bawa mereka naik. Hindari kamera pengaman dan jangan sampai tertangkap.”Ricky tertawa dan berkata, “Kak, tenang, akan aku atur. Kamu minta mereka datang saja dan sudah mau tiba hotel segera telepon aku.”Lelaki itu menyebutkan sebuah nomor telepon dan kemudian lanjut berkata, “Kak, nanti telepon ke nomor
Beberapa menit kemudian.“Kak Odelina,” panggil Ricky. Dia masih menunggu Odelina di sana. Begitu Odelina tiba, dia langsung membuka pintu.“Ricky, terima kasih.”“Sudah dibilang, Kakak jangan sungkan sama aku. Kak, kalian bicara saja, aku mau urus urusanku dulu.”Ricky keluar dari kamar dan membiarkan Odelina masuk. Dia berkata pada Dimas dan pengawal yang lainnya, “Kalian tunggu di sini dan jangan biarkan orang lain mendekat.”Meski lantai paling atas tidak bisa diakses oleh semua orang, lebih baik dia berjaga-jaga terlebih dahulu. Ketika Odelina masuk, kedua perempuan paruh baya itu sudah duduk di sofa. Di depan mereka terdapat minuman dan makanan ringan.“Bu Odelina,” panggil mereka sambil melepaskan masker dan kaca mata. Karena sudah memutuskan untuk bertemu, mereka juga harus menunjukkan wajah asli mereka. Kedua orang tersebut tidak terlihat terlalu tua, dan sangat terawat.“Silakan duduk,” ujar Odelina mempersilakan.Perempuan itu mengambil teko air panas dan menyeduh teh untuk