“Ma, masalah ini kemungkinan ada kecelakaan. Dia nggak mungkin menggoda papaku,” ujar Felicia.Dia tidak sedang membela Fani. Dengan berkata seperti itu, ibunya tidak akan curiga dengan dia. Yang pasti, kejadian ini bukan ulahnya. Namun, dia tahu semua yang dilakukan oleh ketiga kakak iparnya.Felicia tidak memberikan peringatan pada Fani dan membiarkan semuanya terjadi begitu saja. Tanpa perlu dipikirkan, dia juga tahu kalau Fani tidak berniat seperti itu. Bahkan ayahnya juga tidak akan ada keinginan tersebut.Ayahnya memang mata keranjang dan pasangan selingkuhannya juga masih sangat muda. Namun, dia tidak akan pernah menyentuh Fani karena sudah menganggap perempuan itu seperti putrinya sendiri. Meski anak kandungnya sudah kembali ke rumah, ayahnya tetap paling menyayangi Fani. Bahkan ayahnya akan membantu Fani untuk menyerangnya.Sekarang kedua orang itu terlibat pergumulan dan disaksikan oleh ibunya. Keduanya tidak akan berakhir dengan baik. Wajah Patricia menggelap dan berseru,“A
Dengan hati-hati Dania bertanya, “Apakah benaran mau melakukan itu? Nggak menunggu Fani tersadar dulu dan dengarkan penjelasan dia?”Patricia melotot pada menantu pertamanya itu dan berkata, “Kenapa? Sekarang sudah nggak mau dengar ucapan Mama? Lakukan apa yang Mama minta! Pergi! Segera! Kalau kamu nggak mau melakukannya, kamu bereskan barangmu dan keluar!”Dania terlonjak kaget dan bergegas menjawab, “Ma, aku lakukan segera. Mama jangan marah lagi, nggak pantas kalau sampai mengganggu kesehatan.”Dania melayangkan isyarat agar kedua adik iparnya ikut dia. Kepala pelayan juga ikut ke lantai dua. Sedari tadi dia hanya diam dan tidak berani bersuara karena mendengar amarahnya Patricia. Setelah ketiga kakak iparnya pergi, Felicia juga melihat kepala pelayan.“Ma, jangan marah lagi, minum air dulu.”Felicia mengulurkan segelas air untuk ibunya. Melihat ekspresi ibunya masih penuh dengan amarah, dia berjalan mendekati Kepala Pelayan dan bertanya, “Ada apa?”“Bu, Bu Odelina mengalami kecelak
“Apa pun yang terjadi, aku tetap harus ketemu keluarganya dulu.”“Orang tuanya sudah meninggal, hanya ada satu orang adik lelaki. Tunggu adiknya datang, aku akan mengabarimu. Odelina, keluargaku sekarang sedang kacau, aku urus dulu dan akan menghubungimu lain waktu.”Odelina berdeham dan memutuskan sambungan telepon.“Lepaskan aku, aku mau ketemu Mama! Lepaskan aku!” Fani yang sudah tersadar telah mengenakan pakaiannya dengan rapi. Namun, kedua kakak iparnya tengah menyeretnya turun. Seorang kakak iparnya yang lain membawakan beberapa pakaian di belakangnya.Ketiga kakak laki-lakinya tidak ada yang berani berbicara. Mereka masih menatap ayahnya yang tampak pucat pasi dan duduk di lantai tanpa tenaga. Anak-anaknya membantu dia merapikan pakaian, tetapi dia tetap merasa seperti tengah tidak berpakaian di hadapan anak-anaknya.Sekarang pikirannya kosong dan tidak tahu apa yang sudah terjadi. Melihat Fani yang diseret oleh ketiga menantunya membuat Cakra menatap dengan ketakutan. Namun, di
“Ivan, bantu aku untuk menemui mamamu,” kata Cakra. Meski hatinya masih memikirkan Fani, tapi dia juga harus melindungi dirinya. Setelah tersadar, dia tahu bahwa dia harus mengaku salah dan menjelaskan.Ivan dan adiknya membantu ayah mereka berdiri dan mereka berempat bersama-sama keluar dari kamar.“Sayang.”Melihat istrinya yang tengah duduk di ruang kerja dengan wajah keruh, membuatnya bergegas melepaskan diri dan berjalan ke hadapan Patricia. Lelaki itu bersujud dan langsung menampar pipinya sendiri. Patricia hanya menatapnya dengan dingin.Ivan dan kedua adiknya juga tidak berani membantu ayahnya berbicara. Mereka hanya berdiri di sana dan menatap Cakra yang berlutut sambil menampar dirinya. Pukulan Cakra cukup kuat hingga membuat pipinya membengkak dan sudut bibirnya berdarah.Patricia hanya tetap menatapnya dingin dan membuat dia gemetar ketakutan. Dia merasa kali ini sepertinya akan berakhir tragis. Beberapa saat kemudian, Patricia berkata, “Sudah.”Cakra masih menampar wajahny
“Ma, bicaralah baik-baik dengan Papa dan dengarkan penjelasannya. Jangan buat keputusan yang membuat Mama menyesal,” ujar Felicia dengan suara pelan. Patricia mengibaskan tangannya dan meminta putrinya keluar dengan putranya. Felicia melewati ayahnya dan berbisik, “Pa, jelaskan baik-baik pada Mama. Papa dan Mama sudah menikah begitu lama.”Cakra mengangguk mengerti, dia ingin berkata sesuatu tetapi tidak tahu harus berkata apa. Putrinya ada hubungan darah dengannya, di situasi genting pasti akan membelanya. Setelah keempat anak-anaknya pergi, Patricia langsung berjalan dan menutup pintu ruang kerja. Bahkan dia memastikan lagi apakah keempat anaknya pergi dan tidak mendengar percakapan mereka nanti.Dia berbalik dan melangkah ke hadapan suaminya. Patricia menatap suaminya dengan dagu terangkat.“Sayang, aku benaran nggak tahu kenapa bisa terjadi hal seperti ini. Aku dan Fani pasti dijebak,” terang Cakra.Patricia menatap suaminya dan kembali duduk di sofa. Dengan dingin dia bertanya,
Setelah Cakra tersadar, dia langsung berkata, “Sayang, alkoholnya ada sesuatu! Aku dan Fani begitu karena minum alkohol itu. Malam ini di rumah ada acara, apakah ada yang meletakkan sesuatu di alkohol?”“Pasti Odelina, ya? Dia adalah keturunan dari kakakmu. Banyak orang yang bilang kalau kamu membunuh kakakmu dan dia datang untuk balas dendam padamu. Dia nggak mau kamu hidup tenang. Dia juga tahu kalau kamu paling sayang dengan Fani. Apalagi Fani bukan putri kandung kita, makanya dia menjebakku dengan Fani untuk membuatmu terpukul.”Patricia memang tahu kalau ada yang salah dengan alkohol itu. Dia tertawa sinis dan berkata, “Odelina nggak pernah pergi setelah masuk dan nggak menyentuh minuman apa pun. Bagaimana mungkin dia menjebakmu dan Fani? Cakra, meski kalian berdua memang dijebak, itu juga bukan ulah Odelina. Aku tahu kalau dia datang ke sini bukan demi kamu, tapi demi keluarga Gatara.”“Aku juga sudah tua, tapi aku nggak sebodoh itu. Kamu mau menyalahkan Odelina tetapi itu nggak
Apa pun pilihan Cakra, orang yang ada di Mambera tidak akan tahu.Ponsel Stefan berdering ketika tengah malam. Dia terbangun dan langsung menerima teleponnya tanpa melihat siapa yang menelepon. Dia mendudukkan dirinya dan bertanya, “Siapa?”“Kak, ini aku.”“Ricky, kenapa selarut ini belum tidur?”Mendengar suara Ricky, dia langsung berjalan keluar dari kamar dan bertanya, “Apakah terjadi sesuatu? “Kak, Kak Olivia nggak terbangun, ‘kan?” tanya Ricky.“Nggak, setelah dia hamil, dia akan tertidur dengan lelap. Sesuatu terjadi dengan kakak iparku?”Jika tidak, adiknya tidak akan meneleponnya di tengah malam. Hati Stefan seketika mencelos.Odelina baru saja pergi ke Cianter. Jika terjadi sesuatu, Olivia pasti tidak bisa terima.“Memang terjadi sesuatu. Kami baru saja sampai hotel. Aku minta Kak Odelina istirahat dulu, besok baru dibicarakan lagi. Aku merasa masalah ini harus beri tahu Kak Stefan, makanya aku langsung menghubungimu. Meski aku nggak telepon sekarang, besok Kak Stefan juga ak
“Pengawal Kak Odelina juga masuk ke mobil pengawalnya Rika. Mereka semua beralasan kalau minum alkohol dan nggak boleh mengemudi. Kepala Pelayan keluarga Gatara mungkin nggak tahu. Waktu Kak Odelina minta tolong, dia memenuhinya.”“Kecelakaan Itu terlihat seperti kecelakaan biasa, tapi kami semua nggak percaya itu hanya kebetulan. Rekaman dari dua kamera mobil pengawal yang ada di belakang juga terlihat kalau truk tersebut melaju dengan cepat. Mobil truk itu melaju dengan cepat dan melewati kedua mobil pengawal. Dia langsung menghantam mobil Kak Odelina. Di kedua sisi jalan nggak ada mobil.”“Seharusnya, mobil truk boleh memotong lewat jalur samping, bukan mengejar dari belakang. Kecepatannya sangat cepat hingga menghantam mobil yang sebelumnya ditumpangi Kak Odelina dan menghantam jalur seberang. Mobil itu terbalik dengan dan nggak lama kemudian terbakar. Kami nggak bisa menyelamatkan orang dan memadamkan api.”Pengawal yang mati terbakar tampak sangat mengenaskan.“Malam ini keluarga
Raisa selalu merasa senang dan santai setiap kali minum kopi ketika suaminya masih hidup. Namun sekarang, dia harus minum kopi agar bisa tetap segar ketika bekerja. Daniel meminta sekretarisnya untuk menyiapkan kopi bagi Raisa dengan berkata, “Siapkan kopi untuk Bu Raisa saja dan segelas air hangat untuk saya. Saya sudah minum kopi di kantornya Stefan.”Daniel terbiasa minum kopi di pagi hari. Dia jarang sekali minum kopi di sore hari karena dia takut tidak bisa tidur ketika malam hari dan akan membuat matanya kelelahan. “Pak Daniel pergi ke Adhitama Group tadi?” tanya Raisa dengan senyuman lembut di wajahnya. “Ya, ada urusan mendesak, makanya saya pergi ke sana untuk mendiskusikannya dengan Pak Stefan,” jawab Daniel seadanya. Raisa memutuskan untuk tidak menanyakan hal itu lebih lanjut setelah mendengar jawaban Daniel yang seakan tidak ingin membicarakannya secara detail. Semua masyarakat kelas atas Mambera mengetahui kalau Stefan, Daniel dan Reiki adalah sahabat yang sangat dekat
Raisa mengambil alih posisi berdiri sekretaris Daniel dan mulai mendorong kursi roda Daniel menuju ruang CEO. Kedua sekretaris mereka mengikuti dari belakang dalam diam. “Bu Raisa, saya bisa melakukannya sendiri,” ujar Daniel yang menolak Raisa untuk mendorong kursi rodanya karena kursi roda yang digunakannya sekarang adalah kursi roda otomatis. Raisa langsung tersenyum seraya berkata, “Saya tidak mendorongnya, kok. Pak Daniel yang menggerakkannya sendiri.”Raisa sengaja tidak mengenakan pakaian kerjanya seperti biasa. Dia memilih untuk mengenakan pakaian kasual dan tidak menyanggul rambutnya. Dia membiarkan rambutnya tergerai dan mengenakan perhiasan yang biasa dia kenakan ketika suaminya masih hidup. Ditambah lagi, dengan riasan wajah yang membuatnya semakin cantik dan awet muda seakan dia masih berusia 20 tahun. Semua orang pastinya tidak akan menyangka kalau Raisa adalah seorang janda berusia 30 tahunan dan memiliki putra berusia 9 tahun. Bahkan putranya memuji Raisa ketika dia
“Sudah, jangan terlalu banyak berpikir. Hujan dan badai yang kalian berdua harus hadapi, jauh lebih banyak daripada pasangan lainnya. Kalian selalu bisa melihat pelangi setelah badai. Kak Odelina sedang sangat sibuk sekarang. Dia benar-benar tertekan dengan perusahaan barunya. Kamu juga tahu itu, kan?”“Walaupun dia pernah bekerja cukup baik sebelum menikah, tapi dia adalah ibu rumah tangga setelah menikah. Dia menarik diri dari dunia sosial selama bertahun-tahun. Sampai akhirnya, dia berhasil mendirikan usahanya sendiri, tapi itu juga belum lama. Sekarang, dia harus membuka perusahaan baru yang dibangun secara khusus untuk menyaingi Gatara Group.”“Pengalamannya masih belum cukup dan dia berada dalam tekanan yang cukup besar. Selain itu, penerus Gatara Group juga bukan orang biasa yang tidak bisa apa-apa. Mereka berdua sama-sama sedang berjuang keras. Dia mengatakan tidak ingin terburu-buru untuk meresmikan pernikahan kalian pasti karena dia ingin fokus untuk mengurus perusahaan barun
Selain itu, ketiga kakaknya juga akan membantunya mengurus perusahaan, jadi Daniel bisa memulihkan tubuh dan mengejar calon istrinya dengan lebih leluasa. “Oke, kita bicarakan lagi nanti malam,” pungkas Odelina lalu menutup panggilan teleponnya yang telah mempersilakan sekretarisnya masuk.Sekretaris mengetuk pintu ruangannya untuk memberitahu kalau ada seorang klien yang datang. Odelina sendiri yang akan menerima dan menemui semua kliennya saat ini agar dia bisa segera mendapatkan kontrak kerja sama dari berbagai klien. Dia ingin agar perusahaannya memiliki pekerjaan yang bisa mereka kerjakan setelah libur tahun baru. Daniel melepaskan ponsel dari telinganya setelah Odelina mengakhiri panggilan mereka. Namun, wajah Daniel tampak kosong sambil terus memegangi ponselnya. Stefan sedang menikmati kopi sambil menatap sahabatnya itu sampai akhirnya tatapan mereka saling beradu. “Kenapa kamu menatapku begitu?” tanya Daniel sambil meletakkan ponselnya. “Kamu mikirin apa, sih? Pikiranmu pa
“Proses pembuatan surat nikah nggak lama, kok. Kita bisa melakukannya setelah kamu pulang,” ujar Daniel yang bersikeras untuk mendapatkan surat nikah terlebih dahulu. Odelina pasti akan lebih tenang setelah mereka resmi menikah karena tidak akan lagi ada perempuan di luar sana yang berpikiran untuk bisa merebut Daniel dari sisinya. “Daniel, kita bicarakan masalah ini nanti saja kalau aku ada waktu kosong. Sekarang, lebih baik kita pertimbangkan dulu semuanya baik-baik.”“Kita nggak bisa bertindak impulsif karena pernikahan adalah hal besar di dalam hidup kita. Terlebih lagi, aku adalah seorang janda, jadi aku harus ekstra hati-hati dalam menghadapi pernikahan keduaku nantinya.”Daniel langsung berpikir kalau Odelina mungkin terlalu sibuk atau mungkin karena mimpi itu telah mengubah pikiran Odelina sampai ingin menunda peresmian hubungan mereka. Sebenarnya, apa yang dikatakan Odelina sudah cukup jelas, kegagalan pernikahannya terus membayangi keputusannya untuk menikah kembali. Kerag
"Aku akan terus melakukan terapi, pasti akan sembuh total dan nggak akan menjadi beban bagimu. Meski aku nggak bisa menjanjikan kapan akan pulih sepenuhnya, sekarang aku sudah menggunakan kursi roda otomatis yang bisa kujalani sendiri, jadi setidaknya bisa mengurangi beban bagi orang yang merawatku," ujar Daniel dengan lembut. "Aku sudah memikirkannya, lebih baik kita mengurus pernikahan dulu, dan setelah aku benar-benar pulih, baru kita adakan pesta pernikahan." Daniel teringat ucapan sahabatnya, bahwa mungkin Odelina masih memiliki trauma dari pernikahan sebelumnya. Pikiran-pikiran itu membuatnya khawatir jika Daniel akan direbut orang. Maka, menurutnya, menikah adalah solusi terbaik. Setelah menjadi suami Odelina secara resmi, siapa pun tidak akan bisa merebut dirinya. Daniel bukan orang yang mudah jatuh cinta. Jika tidak, di usia 36 tahun dia sudah menikah sejak lama. Namun, begitu dia jatuh cinta, itu adalah cinta seumur hidup. Hatinya begitu sempit, hanya cukup untuk satu oran
Daniel terdiam sejenak sebelum berkata, "Ya, meskipun semua orang bisa bermimpi, kamu belum pernah menceritakan mimpi seperti ini sebelumnya. Kamu bermimpi seperti itu tadi malam, apa karena kamu memikirkan hubungan kita sebelum tidur? Apakah kamu khawatir?" "Atau mungkin ada seseorang yang mengatakan sesuatu di depanmu jadi kamu nggak bisa menahan diri untuk berpikir berlebihan dan akhirnya bermimpi seperti itu?" Odelina tertawa kecil dan berkata, "Mana mungkin? Siapa yang akan mengatakan sesuatu sama aku? Aku bahkan nggak ada di Mambera sekarang. Kalaupun kamu benar-benar punya pengagum, mereka harus menungguku kembali ke Mambera sebelum mereka bisa datang padaku." "Aku hanya kebetulan bermimpi seperti itu. Aku hanya ingin memberitahumu dan melihat apakah kamu tahu jawabannya. Apakah kamu, tanpa sadar sudah menarik hati wanita lain?" Stefan tidak memberi tahu Daniel bahwa Olivia mencurigai Raisa memiliki perasaan pada Daniel. Odelina pun tidak akan mengatakan itu. Tanpa bukti, di
“Aku bukan Ronny dan nggak akan seperti dia. Nggak peduli ada berapa banyak wanita di luar sana yang lebih baik dari Odelina, aku nggak akan menyukai mereka. Aku sudah yakin dengan pilihanku, dan hanya dia yang akan kunikahi seumur hidup,” kata Daniel dengan serius. Setelah berhenti sejenak, dia bertanya kepada sahabatnya, “Stefan, menurutmu, apakah aku harus segera menikah dengan kakakmu? Dulu dia yang nggak mau menikah denganku. Kemudian, aku merasa diriku lumpuh dan nggak ingin menjadi beban baginya. Sebelum aku pulih sepenuhnya, aku nggak akan mau menikahinya.” “Apakah karena itu dia kehilangan kepercayaan? Mungkin dia merasa perasaanku sudah mulai goyah? Aku benar-benar takut nggak bisa sembuh dan harus pakai kursi roda seumur hidup. Pada akhirnya malah membebaninya.” “Setelah cerai, dia harus hidup sendiri dengan Russel. Dan itu sudah cukup berat. Kalau ditambah denganku yang lumpuh, hidupnya pasti makin sulit. Aku mencintainya, aku hanya ingin memberinya kebahagiaan, bukan me
Odelina hanya mengatakan bahwa dia bermimpi, tetapi Daniel langsung membatalkan rencananya kembali ke kantor dan memilih mengganggu waktu berharga sahabatnya. Dia khawatir akan ditertawakan oleh sahabatnya. Namun, hati kecilnya tidak tenang, dia merasa bahwa mimpi Odelina itu bukan tanpa alasan. Seperti kata pepatah, “Siang dipikirkan, malam terbawa mimpi.”Apakah ada seseorang yang mengatakan sesuatu pada Odelina sehingga dia berpikir terlalu jauh, dan akhirnya bermimpi seperti itu sepanjang malam? “Apa pun yang ingin kamu katakan, katakan saja. Kita ini teman lama, sahabat baik. Masih ada hal yang nggak bisa dibicarakan?” Stefan bangkit dan berjalan keluar dari meja kerjanya sembari bertanya, “Kamu mau minum kopi, teh, atau air hangat?” “Aku mau kopi.” “Seharusnya masih ada kopi. Aku periksa dulu. Kalau habis, aku buatkan air hangat saja.” Tidak lama kemudian, lelaki itu keluar dari sebuah ruangan dengan membawa dua cangkir kopi panas yang mengepul. “Masih ada. Ini satu untukm