“Waktu Mama mukul mereka pasti terekam kamera CCTV.”“Ma, minta Ricky hapus rekaman CCTV juga nggak ada gunanya, deh. Di hotel ada banyak banget orang yang lihat. Lagi pula Ricky juga belum tentu mau hapus. Dia dari dulu memang nggak pernah mau bantu kita,” ucap FeliciaPatricia pun tertegun sesaat. Benar juga, apa gunanya sekarang mereka meminta tolong Ricky untuk menghapus rekaman CCTV itu? Di sekitar ada begitu banyak orang yang melihat dan pasti ada saja dari mereka yang merekamnya. Mungkin saat ini di internet sudah beredar luas video dia memukuli mereka.Apa yang Felicia katakan benar, bahkan meski tidak ada yang merekam pun, Ricky tidak akan mau menghapusnya. Olivia adalah cucu dari kakaknya Patricia, otomatis Olivia juga masih memiliki garis keturunan keluarga Gatara dan juga hubungan darah dengannya. Keponakannya juga cukup sukses di Mambera dan menjadi nyonya besar di keluarga Sanjaya. Sewaktu muda dia cukup hebat. Meski sekarang sudah mundur, dia masih tetap memegang kuasa d
Begitu Felicia sampai di kantornya, makanan yang dia pesan juga kebetulan baru saja sampai. Maka dia pun membawa makanannya itu dan masuk ke dalam. Karyawan yang sedang bekerja di sana cukup kaget melihat Felicia masih kembali ke kantor di jam segini, tetapi tidak ada yang banyak bertanya kepadanya.Di dalam ruang kantor pribadinya, Felicia menuangkan segelas air hangat untuk dirinya sendiri. Dia duduk di depan meja kerjanya dan mengirimkan pesan kepada Vandi.“Rencananya sempurna,” katanya. Setelah Vandi membalas, dia langsung menghapus pesan itu dan mengingatkan Vandi untuk menghapusnya juga.“Bagaimana kabarnya Pak Cakra?” tanya Vandi melalui voice note.“Buruk banget. Hubungan rumah tangganya sama mamaku sudah hancur, tapi dia nggak berani cerai. Mamaku juga nggak mau cerai di umurnya yang sudah 70 tahun. Mereka berdua mungkin mau begini saja terus.”Akan tetapi bagi Patricia, ini adalah pukulan yang sangat berat baginya. Namun siapa suruh Cakra melakukan itu kepada putri kandungny
“Nggak usah jemput, aku bawa mobil sendiri. Oh iya, aku nggak bisa nyetir karena nanti mau minum-minum. Aku minta diantar sopir saja,” tutur Felicia.Vandi menjawab, “Nggak perlu sopir, biar aku saja yang antar. Aku nggak minum.”“Ya sudah, terserah kamu saja.”Felicia ingin minum-minum untuk merayakan keberhasilan rencananya. Dia akhirnya bisa kembali bekerja.Waktu ta terasa sudah menunjukkan pukul sebelas malam begitu Felicia selesai bekerja. Para karyawan yang tadi ikut lembut sudah pulang entah dari kapan. Saat Felicia keluar dari gedung kantornya, dia melihat Vandi sudah menunggunya di mobil. Vandi langsung menegakkan tubuh dan menghampiri Felicia.“Sudah berapa lama?” tanya Felicia sembari dia masuk ke mobil.“Belum lama, kurang lebih sepuluh menit.”Mereka mengenakan sabuk pengaman dan Vandi pun menyalakan mesin mobil. Felicia memberi tahu alamat kedai yang dulu sering dia kunjungi, dan di saat itu Vandi berkomentar, “Wah, ternyata Non juga suka makan di pinggir jalan juga, ya.
Malam makin melarut. Seiring dengan mengalirnya waktu, kegelapan malam perlahan-lahan mulai sirna dalam mimpi orang-orang. Matahari pagi pun terbit, dan hari baru dimulai.Olivia turun ke lantai bawah Vila Permai dan berkata, “Kak.”Mendengar kabar bahwa kakaknya akan datang, Olivia bergegas turun untuk menyambut kedatangannya. Di sana dia melihat Dewi sudah menemani Odelina mengobrol. Seketika mendengar suara Olivia memanggil, Dewi dan Odelina langsung menoleh ke arah asal suara itu datang dan melihat Olivia.Olivia segera mendatangi mereka dan menyapa mertuanya, lalu duduk di samping Odelina dan bertanya, “Tumben hari ini Kakak ada waktu kosong untuk datang?”“Aku datang untuk ketemu kamu, nggak suka?” balas Odelia sambil mencolok jidat adiknya dengan jari telunjuk.“Olivia pun langsung memeluk lengan sang kakak dan membalas, “Suka, dong. Suka banget! Tapi akhir-ahir ini Kakak sibuk banget sampai nggak ada waktu untuk datang. Waktu giliran aku yang datang, Kakak selalu bilang di rest
Odelina berjuang selama satu tahun sampai dia berhasil membuat tubuhnya sehat kembali. Dengan tubuh yang fit dan punya usaha sendiri, Odelina pun mendapatkan kembali kepercayaan dirinya. Dia tidak akan lagi makan sembarangan seperti yang dia lakukan dulu. Dia sudah cukup kehilangan banyak akibat kebiasaan buruknya itu.“Kakak sekarang sudah kurusan jauh, jadi harus makan daging lebih banyak,” kata Olivia.“Aku mana kurus. Oliv, ada sesuatu yang mau aku omongin sama kamu.”“Oh, apa tuh? Ngomong saja.”“Nanti jam tiga siang aku mau pergi ke bandara. Mau ke Cianter.”“Kenapa mendadak banget perginya?”Olivia sudah tahu dalam waktu dekat ini kakaknya akan pergi ke sana, hanya saja dia tidak mengira akan secepat ini.“Keluarga Gatara lagi kacau balau?” tanya Olivia.“Lagi kacau atau nggak, aku tetap bakal sering terbang ke sana. Nggak cuma untuk urus soal perebutan posisi Felicia saja, tapi juga penyebab kematian kakek nenek kita. Sebagai cucu, kita harus cari tahu duduk perkaranya. Jangan
“Kadang-kadang dia itu kayak anak kecil,” kata Odelina.Kecelakaan yang terjadi pada Daniel membuatnya merasa sangat terpukul. Dan jika bukan karena cinta Odelina yang begitu dalam, mungkin sekarang Daniel benar-benar menyerah dan sulit untuk bangkit lagi.“Kak, nanti aku bilangin ke Stefan, biar dia pergi lihat keadaannya Daniel kalau ada waktu.”“Oke, sekalian bawa Russel saja ke sana. Daniel sayang banget sama Russel. Kalau dia lihat Russel juga datang, dia pasti mengerti kalau kamu nggak bermaksud menyalahkan dia.”“Dia sudah tahu kok aku nggak menyalahkan dia. Dari dulu nggak pernah sekali pun aku benci atau merasa dia nggak berguna. Setelah sekian lama menjalani rehabilitasi tapi masih belum bisa berjalan normal, memarahi diri sendiri apalagi sampai memukul-mukul kaki sendiri nggak ada manfaatnya.”“Sebenarnya kemajuan dia sudah bagus banget. Ada beberapa orang di situasi yang sama harus sampai setengah tahun baru bisa berdiri. Sedangkan Daniel sudah bisa berdiri dari lama dan su
“Iya, Kak, iya. Sudah, pokoknya Kakak tenang saja.”Khawatir kakaknya akan terus menceramahinya, Olivia langsung mengalah dan mengganti topik.“Kakak kapan pulang? Kakak harus sering-sering pulang. Aku dan Russel bakal kangen, lho.”“Soal itu aku masih belum tahu pasti. Kalau ada waktu pasti pulang. Toh rumahku di sini, keluarga dan teman juga di sini. Masa kamu takut aku bakal pindah ke Ciater dan nggak pulang.”“Kak, jangan meluk aku begitu, ah. Kita kan sudah gede, tapi Kakak masih kayak anak kecil saja. Kalau Russel lihat dia pasti malu.”“Mau sampai umur 100 tahun pun kamu tetap adik kecilku.”Sementara Odelina menitipkan Russel kepada Olivia, di rumah keluarga Lumanto, Daniel benar-benar mengurung dirinya di kamar dan tidak mau keluar. Pintu kamarnya dikunci dari dalam, bahkan saat Yanti dan yang lainnya membujuk, Daniel tetap tidak mau membukakan pintu.Sejak Daniel mengetahui Yuna adalah anak kandung dari kepala keluarga Gatara terdahulu, dia memiliki firasat bahwa Yuna akan me
Suara ketukan di luar berhenti untuk sesaat dan kemudian berbunyi lagi, kemudian berhenti lagi. Daniel tidak sekali pun menyahut, apalagi membukakan pintunya.Entah telah berapa lama waktu berlalu, suara ketukan pintu itu kembali terdengar, tetapi kali ini disertai oleh suara panggilan Russel yang riang.“Om Daniel lagi di kamar? Om masih tidur atau sudah bangun? Boleh bukain pintunya? Aku bawa nampan berat banget, tanganku sudah pegal. Om Daniel cepat bukain pintunya. Om Daniel, Mama lagi pergi dan nggak ngajak aku. Mama suruh aku tinggal bareng Om Stefan dan Tante Olivia. Aku sedih mau nangis. Om Daniel bisa peluk aku, ngak? Aku mau nangisnya di paha Om saja.”Setelah Russel berkata seperti itu, dia benar-benar menangis terisak. Olivia yang melihat aktingnya itu sungguh kagum padanya. Dan ketika mendengar suara tangisan Russel, tak sampai beberapa detik Daniel langsung bergerak. Dia yang tadinya sedang berbaring di atas kasur langsung beranjak dan hendak pindah ke kursi rodanya. Akan
Mereka sangat menyayangi Fani, dan itu tulus. Setelah pewaris yang sebenarnya kembali, mereka tetap tidak bisa menerimanya, selalu merasa Felicia adalah penyusup yang merebut semua yang seharusnya milik Fani. Di hati mereka, ada rasa benci terhadap Felicia. Karena sejak kecil dia hidup di lingkungan yang keras tanpa kasih sayang, Felicia tidak pernah berharap bahwa orang tua kandung atau saudara laki-lakinya akan memperlakukannya dengan baik, sebagaimana dia sendiri juga tidak memiliki banyak rasa terhadap mereka. Hubungan kasih sayang antara orang tua dan anak, saudara laki-laki dan perempuan, memang perlu dipupuk. Karena dia tidak tumbuh besar di sisi orang tua kandung atau saudara laki-lakinya, tidak ada hubungan emosional yang terbentuk. Meskipun sudah kembali ke sisi orang tua kandung selama dua tahun, tetapi itu tidak ada apa-apanya dibandingkan Fani yang tumbuh besar bersama keluarga Gatara sejak kecil. Sekarang, setelah Fani tiada, ayah dan tiga saudara laki-lakinya hanya
“Felicia, sekarang kamu ada waktu?” tanya Odelina.Felicia menjawab, “Selama kamu membutuhkan bantuan, aku selalu punya waktu.” “Kalau begitu, mari kita tentukan tempat untuk bertemu.” “Kamu yang pilih tempatnya.” Felicia mengangguk, lalu bertanya lagi, “Ada apa?” “Aku baru saja keluar dari Blanche Hotel, dan hampir saja tertabrak dua mobil di depan hotel. Pengemudinya bilang mereka gugup karena melihat banyak orang, lalu salah injak gas. Tapi ada kejanggalan, dan aku rasa ini bukan kecelakaan.” Felicia segera paham. Dia berkata, “Kamu curiga ini ulah mamaku yang menyuruh orang untuk menabrakmu? Mamaku sedang bepergian jauh, seharusnya bukan dia, 'kan?” Meski tahu ibunya bukan orang baik, Felicia tetap berharap ibunya tidak melakukan hal seperti itu. Odelina berkata, “Aku rasa ini bukan mamamu. Mamamu itu licik, kalau dia memang ingin aku mati, dia nggak akan menggunakan trik sepele seperti ini yang mudah ketahuan.” Sebelumnya, Waktu Ricky, dan Rika pergi ke pesta keluarga Gata
“Itu yang buat orang curiga.” Dimas berkata, “Mereka kemungkinan besar memang menargetkanmu.” “Aku sedang berpikir, apakah ini perbuatan tanteku atau putranya?” Odelina menganalisis, “Aku rasa bibi nenekku nggak akan buat kesalahan sepele seperti ini. Kalau dia yang mengatur, mereka pasti akan mempercepat mobil saat benar-benar mendekatiku, sehingga aku hampir nggak punya kesempatan untuk menghindar.”“Felicia juga nggak mungkin. Kami cukup dekat.” Meski dalam bisnis mereka adalah saingan, terkadang Odelina merebut pelanggan Felicia, kadang sebaliknya. Di luar itu, mereka bisa berbincang dengan dengan baik. Jika Felicia bukan pewaris utama keluarga Gatara, mungkin mereka bisa menjadi teman baik. Odelina sangat menyukai sifat perempuan itu."Ketiga putra keluarga Gatara mungkin memang ingin membunuhku, terutama Ivan. Aku pernah kirim foto dia dan Fani ke istrinya. Dia pasti bisa menebak itu aku.” “Sekarang Fani sudah meninggal. Mungkin dia ingin membalas dendam untuk Fani.“Bibi ne
“Maaf, saya melihat ada banyak orang berdiri di depan hotel, saya langsung panik dan, meskipun berniat menginjak rem, saya malah menginjak gas.” Setelah memarkir mobilnya, pengemudi mobil kedua turun dari mobil sambil terus-menerus meminta maaf. Dia adalah seorang gadis muda, dan tampaknya dia benar-benar panik.Tatapannya melewati kerumunan orang dan jatuh pada Odelina, yang sedang dibantu berdiri. Dengan nada penuh perhatian dan penyesalan, dia bertanya,"Kamu nggak apa-apa? Maaf, benar-benar maaf, aku baru dapat SIM setengah bulan yang lalu, ini pertama kali aku mengemudi keluar rumah. Kalau lihat banyak orang, aku masih nggak bisa menahan diri untuk merasa gugup." Pengemudi mobil pertama sudah membawa mobilnya masuk ke tempat parkir bawah tanah dan menghilang. Odelina melihat gadis muda itu yang terlihat sangat gugup. Wajar gugup kalau dia baru mendapatkan SIM-nya. Karena Odelina tidak mengalami apa-apa, dia berkata,"Aku nggak apa-apa, tapi kamu harus lebih hati-hati. Sebaiknya
Mobil berhenti di depan Blanche Hotel.Dia mengambil dua tisu untuk mengusap hidungnya yang baru saja bersin, lalu membuang tisu itu ke tempat sampah di pintu hotel. Setelah itu, dia turun dari mobil dan berjalan masuk ke dalam hotel bersama sekretaris dan beberapa anggota tim manajer untuk bertemu dengan klien."Bu Odelina."Para staf Blanche Hotel menyapa Odelina dengan hormat saat melihatnya.Meskipun perempuan itu belum sepenuhnya masuk dalam dunia bisnis di Cianter, tetapi karena dia adalah kakak dari Olivia maka para staf hotel memperlakukannya dengan sangat hormat. Bahkan Ricky yang ada di sini juga bersikap hormat pada perempuan itu.Odelina membalas dengan senyuman tanpa menghentikan langkah kakina. Perempuan itu langsung menuju ruang rapat bersama timnya. Dia sudah mengatur pertemuan dengan klien, tetapi klien belum tiba.Klien tersebut sudah menelepon sebelumnya dan mengatakan bahwa mereka akan tiba dalam beberapa belas menit. Karena Odelina yang ingin bekerja sama dengan or
Daniel terdiam sejenak. Setelah membuka pembicaraan, Erik melanjutkan, “Selain itu, kita semua tahu alasan sebenarnya Odelina pergi ke Cianter. Sekarang sudah pasti bahwa mereka adalah keturunan keluarga Gatara. Kalau benar dia mengikuti rencana bibinya untuk menjatuhkan kepala keluarga saat ini dan menggantikannya, maka dia akan menjadi kepala keluarga Gatara.” “Kalau begitu, kamu harus bersiap masuk ke keluarga Gatara. Hal ini juga perlu kamu pertimbangkan. Kakak tahu kamu rela melakukannya demi Odelina, tapi Papa dan Mama mungkin nggak akan mudah menerima hal ini.” Daniel menjawab, “Kak, aku sudah memikirkannya. Aku nggak peduli selama aku bisa bersama Odelina. Bagaimanapun keadaannya, aku terima. Mengenai Papa dan mama, mungkin awalnya mereka akan menolak, tapi aku akan perlahan-lahan membujuk mereka sampai mereka bisa memahami dan menerima.” Erik terdiam sejenak sebelum berkata, “Kalau kamu sudah memikirkan semuanya, Kakak nggak ada lagi yang perlu dikatakan.” “Meski begitu,
Daniel membayangkan pernikahannya dengan Odelina membuat matanya bersinar penuh harapan. Erik tersenyum dan berkata, “Tentu saja, pernikahan kamu nggak boleh kalah dengan dua sahabatmu itu.” “Nggak perlu tunggu sampai pulang ke rumah malam ini untuk bilang sama Papa dan Mama. Bilang sama mereka saja di grup keluarga.” “Oke,” jawab Daniel. “Odelina di Cianter baik-baik saja, 'kan? Kalau dia butuh bantuan, suruh dia jangan ragu untuk mengatakannya. Meskipun kita berjauhan, kita tetap bisa membantunya kalau dia butuh.” Sejak Daniel mengalami kecelakaan dan Odelina datang merawatnya, keluarga Lumanto mulai menganggap Odelina sebagai menantu mereka. Jika Odelina membutuhkan bantuan di sana, keluarga Lumanto tidak akan tinggal diam. “Untuk saat ini, dia belum butuh bantuan. Bahkan kalau ada masalah, dia pasti akan cari cara untuk selesaikan sendiri,” kata Daniel sambil bersandar di kursi.“Melihat dia perlahan-lahan jadi lebih kuat dan terus berkembang, rasanya sangat berbeda. Setelah
"Apa yang barusan membuatmu tertawa?" tanya Erik lagi.Daniel dengan jujur menjawab, "Baru saja telepon Odelina. Aku memikirkan bahwa kami akan segera menikah, jadi aku nggak bisa menahan senyum." "Kamu sudah melamarnya?" tanya Erik."Sudah, tapi dulu saat aku melamar, dia nggak menerimanya. Kak, aku nggak tidak akan membiarkannya merasa direndahkan.""Aku akan melamarnya lagi nanti saat dia kembali ke Mambera. Aku akan mengatur semuanya di luar, mendekorasi tempat lamaran dengan baik, dan aku mau melamarnya di depan umum. Aku ingin menunjukkan ke Roni dan keluarganya bahwa melepaskan Odelina adalah kerugian terbesar mereka." "Roni memang nggak pantas untuk Odelina." Daniel memendam tekad untuk membuat keluarganya Roni menyesal. Erik tertawa dan berkata, "Mereka sudah lama menyesal, tapi penyesalan itu nggak ada gunanya sekarang." "Benar, setelah mengalami satu pernikahan yang gagal, dia pasti ada trauma. Kalau bukan karena ketulusanmu, keteguhan hatimu, dan fakta bahwa dia melihat
Mereka akan terlebih dahulu mendaftarkan pernikahan mereka, tetapi tidak akan segera mengadakan upacara pernikahan. Setelah dia bisa berjalan seperti orang normal, barulah mereka akan mengadakan resepsi pernikahan. “Kalau begitu, sampai jumpa akhir pekan.” “Iya, sampai jumpa akhir pekan.” Dengan penuh rasa enggan, Daniel berkata, “Kamu lanjut bekerja dulu, aku juga akan bekerja. Aku nggak akan menyita waktumu, tapi ingatlah untuk menjaga kesehatan. Kesehatan adalah yang terpenting.” “Uang nggak akan pernah habis untuk dicari, dan kestabilan perusahaan juga bukan sesuatu yang bisa dicapai dalam satu hari. Itu memerlukan waktu dan usaha.” Daniel khawatir Odelina akan terlalu terburu-buru sehingga melelahkan dirinya sendiri. Perempuan itu mengangguk dan menjawab, “Aku tahu, aku akan menjaga kesehatanku. Kamu juga, ya. Kalau begitu, kita lanjut bicara nanti malam.” Setelah menutup telepon, Daniel masih enggan meletakkan ponselnya. Dia memandangi ponselnya sambil tersenyum, membayangk