Tidak peduli seberapa keras keluarga Baruna membujuk Bram, pria itu tetap mengatakan kalau dia tidak bisa menghentikan orang tuanya. Hal itu membuat keluarga Baruna tidak berdaya. Oleh karena itu, mereka pun berpikir. Jika orang tua Bram benar-benar datang, maka mereka akan menjamu orang tua Bram dengan baik.Tringgg ....Ponsel Lana berdering. Dia mengeluarkan ponselnya, lalu mengangkat telepon tanpa melihat siapa peneleponnya.“Bu Sari.”Begitu mendengar sang ibu menyapa orang yang berada di ujung telepon lainnya, Chintya dan kakaknya seketika menajamkan telinga mereka untuk mendengar percakapan ibu mereka dengan orang bernama Sari itu. Mereka tahu Sari adalah orang dari biro jodoh, tempat sang ibu mencari jodoh untuk Chintya.“Mau kenalkan pria ke Chintya? Dia kerja apa? Dia tahu situasi Chintya? Nggak akan khawatir Chintya akan lakukan KDRT padanya seperti sebelumnya, kan? Sari, aku tegaskan dulu. Kalau pihak pria takut Chintya akan KDRT, kamu nggak perlu bantu jodohkan Chintya lag
Chintya makan dengan tenang. Selagi ibunya tidak memperhatikan, dia menuangkan sedikit minuman ke gelasnya dan langsung meminumnya dalam satu tegukan. Saat ibunya melihat ke arahnya, dia sudah meletakkan gelasnya dan kembali makan dengan tenang. Tidak terlihat kalau dia baru saja diam-diam minum minuman keras.Bram melihat semua itu. Dia merasa Chintya sangat lucu, tapi dia tidak berani menuangkan minuman ke gelas Chintya. Calon ibu mertuanya sangat ketat, tidak membiarkan mereka minum banyak. Sekalipun dengan alibi menemani Bram, mereka juga tidak boleh minum banyak-banyak. Tentu saja, Bram tidak boleh merusak peraturan keluarga yang dibuat oleh calon ibu mertuanya. Salah-salah nanti akan merusak kesan baik calon ibu mertua terhadapnya.“Hmm, anak rekan kerjanya. Dia minta Chintya bertemu dengan pria itu besok, di toko minuman dekat sanggar kita yang tempatnya sangat bagus itu.”Lana menyerahkan ponselnya kepada Firul, lalu bertanya dengan suara pelan, “Kamu lihat, penampilan pria itu
Ditambah lagi, Chintya memperlakukan Bram seperti seorang teman biasa. Oleh karena itu, saat terakhir kali datang ke sini Bram sudah langsung dikeluarkan dari daftar calon menantu keluarga Baruna.Lana tersentak, lalu dia mengambil kembali ponselnya dan berkata, “Lihat besok saja. Kalau Bu Sari nggak telepon dan batalkan pertemuan, kamu baru ke sana. Lagi pula, tempat janjiannya nggak jauh dari sanggar kita.”“Besok kamu pergi kerja sekalian bawa rok dan sepatu hak tinggi. Kalau orang itu nggak batalkan, kamu ganti baju dengan rok dan pakai sepatu hak tinggi ke sana. Begitu baru mirip perempuan. Jangan setiap hari berpenampilan seperti seorang pengawal. Begitu lihat kamu, orang lain takut bakal dipukul kamu kapan saja.”“Ma, di cuaca begini suruh aku pakai rok? Mama mau aku masuk angin?” ujar Chintya sembari melirik gelas Bram, ingin rasanya menghabiskan minuman pria itu.“Siapa yang suruh kamu pakai rok musim panas? Pakai rok musim dingin kan bisa.”“Ma, di lemari bajuku nggak ada rok
Rama masih risih, merasa pria yang dikenalkan biro jodoh terlalu jelek juga gemuk. Sudah pasti tidak akan berhasil.Firul tidak menghentikan mereka. Lana mengomeli Chintya sebentar, lalu menyuruh Rama harus mengalah pada Bram. Bram adalah tamu mereka, jangan sampai melukai Bram.Di dalam keluarga Baruna, semua orang menguasai ilmu bela diri kecuali Lana. Orang yang menyukai seni bela diri ingin bertanding saat bertemu dengan seseorang yang juga menguasai seni bela diri. Itu hal yang wajar.Sementara itu, Bram sedang berpikir saat bertanding nanti, apakah dia mengeluarkan seluruh jurusnya, atau harus menahan diri? Saat teringat kalau Chintya kagum dengan orang kuat, Bram pun memutuskan untuk menggunakan keahliannya yang sebenarnya dan mengalahkan Rama dengan mudah. Dengan begitu, Chintya akan terkagum-kagum padanya. Semoga saja calon kakak iparnya itu tidak menyalahkannya.Selesai makan, Bram ingin membantu membersihkan piring dan peralatan makan lainnya. Lana segera menghentikannya dan
Sepuluh menit kemudian.Bram dan Chintya berjalan berdampingan, yang diikuti kedua kakaknya di belakang. Mereka berempat berjalan menuju sanggar bela diri sambil mengobrol. Suasana Kota Malinjo lebih ramai di malam hari dibandingkan siang hari. Meskipun tidak semakmur Kota mambera, tetap saja dipenuhi dengan berbagai hiburan karena tempat ini juga merupakan kawasan perkotaan.“Bram, nanti kamu tanding denganku dulu. Kami bertiga semuanya belajar dari papaku. Kami pakai jurus yang sama. Kalau kamu bisa kalahkan aku, kamu akan punya peluang menang lebih besar kalau kamu tantang Kak Rama. Kak Rama belajar lebih awal beberapa tahun dariku. Dia akan lebih kuat dan lebih cepat sedikit dari aku. Murid yang dia ajar rata-rata yang sudah hebat. Kalau aku hanya mengajar anak-anak. Mau bagaimana lagi, aku masih muda. Belum setenar Kak Rama.”Di dunia seni bela diri Kota Malinjo, kedua kakak Chintya cukup terkenal. Bram pun berkata, “Kalau begitu, itu nggak adil bagi Kak Rama. Nggak apa-apa. Aku l
“Terlebih lagi, kebanyakan orang nggak ingin provokasi Nenek Sarah. Dia punya koneksi banyak. Tunggu kamu lebih sering berinteraksi dengan Olivia dan jadi lebih akrab dengannya, kamu akan tahu orang-orang dalam lingkar pertemananku itu semuanya bukan orang biasa.”Sebagian besar keluarga besar saling mengenal dan memiliki kontak satu sama lain. Bahkan ada beberapa yang menjadi sekutu.“Chintya, jika suatu hari kamu jadi terlibat karena aku, apakah kamu masih mau berteman denganku? Apakah kamu akan putus kontak denganku?” tanya Bram.Rama yang mendengarnya langsung berkata, “Kamu anggap Chintya apa? Adikku sudah lama anggap kamu sebagai temannya. Dia sangat tulus dalam berteman. Begitu dia sudah anggap kamu temannya, saat teman ada kesulitan, dia akan bantu sekuat tenaga. Bagaimana mungkin dia putus kontak denganmu.”“Tapi masalahnya kamu nggak boleh lakukan sesuatu yang ilegal dan melibatkan Chintya. Kalau nggak, kami semua nggak hanya putuskan semua kontak denganmu, kami juga akan haj
“Bukannya aku nggak mengerti cinta. Kak Rama ngomong seperti itu, hanya buat aku terdengar seperti orang bodoh saja.” Chintya mengomeli kakaknya.Rama melirik Bram, lalu menatap adiknya yang jelas-jelas tidak mengerti tentang cinta. Namun, Rama tidak berniat menjelaskannya. Ralat, baru saja dia sudah menjelaskan kalau Bram sedang memberitahu Chintya agar Chintya memiliki persiapan hati. Lihat saja reaksi adiknya itu, benar-benar membuatnya khawatir. Sungguh tidak ada reaksi lain sama sekali.“Kak, saat kamu tanding dengan Bram nanti, kamu harus mengalah sedikit. Jangan keras-keras padanya.” Chintya mengingatkan kakaknya, juga untuk mengalihkan topik pembicaraan.“Kami cuma tanding, bukan bertarung antara hidup dan mati. Tenang saja, aku nggak akan terlalu keras padanya.”Bram berterima kasih pada Rama. Mereka berempat berjalan dengan cepat menuju Sanggar Bela Diri Keluarga Baruna. Di malam hari, masih ada pelatih yang mengawasi murid berlatih di sana. Begitu melihat mereka berempat dat
“Kalau Bram kalah, uangku satu juta lebih ini pakai untuk beli makanan buat kalian semua. Kalau Bram menang, semua uang kalian jadi milikku.”Chintya hanya tidak ingin Bram terlihat menyedihkan. Tanpa perlu ditanyakan lagi, semua orang di sana akan memasang taruhan mereka pada Rama.Bram datang dari kota yang jauh. Tidak ada yang tahu kemampuannya. Hanya saja, sikapnya yang beradab, ditambah lagi Rama tadi memanggilnya Pak Bram. Semua orang menebak kalau Bram adalah seorang bos perusahaan.Sekalipun orang seperti itu menguasai ilmu bela diri, paling hanya bisa beberapa jurus mudah. Bagaimana mungkin dia bisa mengalahkan calon penerus Sanggar Bela Diri Keluarga Baruna?Beberapa pelatih yang ada di sana mengeluarkan semua uang tunai yang mereka miliki dan memasang taruhan mereka pada Rama.Meskipun para murid bukan anak-anak, mereka masih remaja belasan tahun. Mereka tidak punya banyak uang. Paling satu anak keluarkan 20 ribu, anak yang lain keluarkan berapa puluh ribu. Setelah terkumpul
Yuna mengangguk."Sore nanti ajak Russel bersama ke sini." Setelah berpikir sejenak, Yuna menambahkan, "Dokter Panca bilang, waktu Kakek Setya nggak banyak lagi. Biarkan dia bertemu dengan anak-anak satu per satu." Semua orang saling memandang. Olivia dengan cemas bertanya, "Penyakit apa yang diderita Kakek Setya?" "Mungkin karena luka lama yang meninggalkan efek samping, ditambah usia lanjut. Orang tua pasti punya penyakit kecil di sana-sini," jawab Yuna sambil menghela napas, dia tidak melanjutkan lebih jauh. Dokter Panca sudah menyuruh mereka bersiap secara mental. "Sore nanti, aku akan menjemput Russel, lalu kita akan datang bersama." Olivia juga memahami bahwa usia Setya yang sudah sangat tua, ditambah keinginannya yang sudah terpenuhi, mungkin tidak akan bertahan lama lagi. "Apakah perlu memberi tahu Kak Odelina agar pulang?" "Untuk sementara nggak perlu. Kakek Setya belum menyerahkan bukti-buktinya ke aku, jadi dalam waktu dekat sepertinya nggak akan ada apa-apa. Saat dia
Wajah Yuna berubah drastis. “Dokter Panca, apakah nggak ada cara agar Om Setya bisa hidup beberapa tahun lagi?” Dokter Panca berkata, “Saya dan murid-murid saya sudah pakai semua obat terbaik yang kami tanam untuknya. Kami sudah melakukan yang terbaik. Dia bisa bertahan sampai sejauh ini, pertama karena kami membantu memulihkan tubuhnya, dan kedua karena obsesi yang ada di hatinya.” “Meski dendam besar mamamu belum terbalaskan, melihat kalian hidup dengan baik, memiliki kekuatan dan dukungan, Om Setya merasa lebih tenang. Dia percaya bahwa balas dendam untuk ibumu bisa diserahkan sama kalian, jadi dia bisa pergi menemui majikannya dengan hati lega.” “Begitu obsesi itu hilang, seperti yang saya katakan sebelumnya, semangatnya akan turun. Ketika itu terjadi, dia nggak akan bertahan lama lagi. Apalagi, usianya sudah hampir seratus tahun. Bahkan kalua hari itu tiba, kalian harus menerimanya dengan tenang.” Hidup hingga seratus tahun, meski sering diucapkan, berapa banyak orang yang be
Sama seperti para lelaki di keluarga menantunya. Tidak heran kedua keluarga itu bisa memiliki hubungan yang erat. Mereka adalah orang-orang yang sejenis. “Dokter Panca,” sapa Stefan dengan hormat. Lelaki tua itu mengangguk lagi. Kemudian, dia memperkenalkan beberapa teman lamanya kepada pasangan itu. Terakhir, dia menunjuk Setya dan berkata kepada Olivia, “Bu Olivia, kakakku ini adalah orang yang selama ini kalian cari. Tantemu memanggilnya Om Setya.” “Dokter Panca, panggil aku Olivia saja,” kata Olivia dengan sopan. Dia menoleh ke Setya dan menyapanya, “Kakek Setya.” Sebagai generasi muda, Olivia belum pernah bertemu dengan asisten tua itu, dan begitu pula sebaliknya. Karena itu, baik Olivia maupun Setya, tidak memiliki perasaan emosional yang sama seperti Yuna. Setya tersenyum dan mengangguk, lalu berkata, “Kamu pasti Olivia, 'kan?” Bu Yuna benar, Olivia tidak begitu mirip dengan Reni. Sekilas terlihat sedikit mirip, tapi kalau diperhatikan lebih saksama, ternyata nggak. Keli
“Om Setya, putri sulung Reni sudah pergi ke Cianter untuk berkarier. Anda untuk sementara nggak bisa bertemu dengannya,” kata Yuna dengan suara lembut.Dia tahu alasan Setya sering memandang Amelia. Mungkin lelaki itu khawatir bahwa keluarga ibunya tidak ada yang mampu mengambil alih keluarga Gatara. Setya sangat setia, dan menganggap keluarga Gatara itu adalah milik keturunan majikannya.Meskipun Patricia telah duduk di posisi kepala keluarga selama lebih dari 40 tahun, Setya tetap tidak mengakui kedudukan Patricia yang sah. Perempuan itu tidak ingin Setya hidup, karena selama dia masih hidup, Patricia selalu merasa posisinya tidak kokoh. Tanpa Setya, dengan semua saudaranya ang telah tiada, mengambil alih keluarga Gatara menjadi hal yang wajar baginya, sehingga dia akan merasa lebih percaya diri. “Olivia sedang dalam perjalanan. Sebentar lagi Anda bisa bertemu dengannya,” “Olivia lebih mirip ayahnya, sedangkan Odelina lebih mirip Reni. Anak laki-laki Odelina, Russel, sangat mirip
Yuna menangis sejadi-jadinya di depan nisan adiknya. Namun, tidak peduli seberapa keras tangisnya, dia tidak dapat menghidupkan kembali adiknya. Satu hal yang bisa dia lakukan hanyalah menjadi sosok ibu bagi kedua keponakannya dan memberikan mereka lebih banyak kasih sayang.Yuna dan adiknya mengalami masa kecil yang tragis. Kemudian, keduanya dipisahkan oleh dua alam yang berbeda. Setelah mengetahui penyebab kematian orang tuanya, Yuna sangat membenci Patricia.“Kalau nggak ingin orang tahu apa yang kamu lakukan, lebih baik nggak usah lakukan. Dia akan membayar harga atas semua perbuatannya,” ujar Setya dengan penuh kebencian.“Benar, Om. Dia akan bayar harga atas semua yang telah dia lakukan.”“Aku yang nggak berguna. Aku nggak punya banyak bukti. Hanya ada sedikit. Karena orang-orang yang tahu masalah ini sudah mati semua, jadi sulit untuk memberatkannya dengan bukti yang sedikit ini.” Usai berkata, Setya kembali menyalahkan dirinya sendiri dan menangis.“Aku nggak peduli ada bukti
Tahun lalu, Setya baru saja kembali dari gerbang kematian. Setelah mendengar perkataan Panca, Setya pun berusaha menenangkan dirinya. Dia menganggukkan kepala kepada teman-temannya, lalu berkata kepada yuna, “Non Yuna, aku akan berusaha tetap hidup. Sampai kalian membalaskan dendam orang tuamu, agar Bu Patricia terima hukuman atas perbuatannya. Kalau nggak, aku nggak bisa mati dengan tenang.”“Ini juga salahku. Selama bertahun-tahun, aku nggak bisa membalaskan dendam orang tuamu. Aku juga nggak bisa temukan keberadaan kamu dan adikmu.”Kalau saja Setya menemukan Yuna dan Reni lebih awal, Reni tidak akan meninggal secepat ini. Setya gagal melindungi kepala keluarga Gatara sebelumnya, juga gagal melindungi kedua putri kepala keluarga Gatara sebelumnya. Setya merasa sangat bersalah.Setya yang telah menjalani pelatihan khusus menjadi asisten terpercaya kepala keluarga Gatara. Dia telah melakukan banyak hal untuk kepala keluarga Gatara. Namun pada akhirnya, dia gagal melaksanakan dua hal t
Yuna memanggil pria itu Setya, adik Yuna juga ikut memanggilnya dengan nama itu. Setiap kali Yuna dan adiknya memanggil Setya, pria itu selalu menjawab sambil tersenyum.Dalam ingatan Yuna yang samar-samar, orang tuanya dan Setya sangat sibuk. Namun, kesehatan ibunya kurang baik, jadi ibunya sering meminta bibinya yang tidak lain adalah Patricia untuk melakukan sesuatu.Sekarang kalau dipikir-pikir, justru karena ibunya Yuna sakit. Jadi ibunya Yuna mau tidak mau sering minta Patricia mengurus perusahaan dan urusan keluarga, sehingga timbul keinginan di dalam hati Patricia untuk merebut kekuasaan.Patricia pasti merasa dia telah berbuat banyak, tapi semua orang tetap berpihak pada ibu Yuna. Oleh karena itu, Patricia ingin mengambil alih. Karena dia mengira hanya dengan menjadi kepala keluarga, semua orang akan sepenuhnya berpihak padanya.“Huh ....”Syuna memanggil Sety, Setya menghela napas sambil menahan air matanya. Keduanya sama-sama tidak memiliki kesan mendalam terhadap satu sama
Stefan tertawa pelan. “Oke, asal kamu nggak berebut dengan tantemu untuk dapat perhatian, sebenarnya kamu akan merasa sangat bahagia. Ada begitu banyak orang yang sayang sama kamu. Cepat gosok gigi dan cuci muka. Habis itu ambil tasmu dan turun untuk sarapan dulu. Nanti om sopir yang antar kamu ke sekolah. Om dan tantemu ada urusan, nggak bisa antar kamu.”Russel memanyunkan bibir lagi. Namun pada akhirnya, dia tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia pun pergi mencuci muka dan menggosok gigi dengan tenang. Sedangkan Stefan kembali ke kamarnya untuk membangunkan Olivia. Dia memberitahu Olivia kalau Dokter Panca membawa asisten nenek Olivia ke rumah keluarga Sanjaya.Olivia langsung bangun dan mandi secepatnya. Selesai ganti baju, dia bergegas turun bersama suaminya. Di sisi lain, Aksa juga telah membangunkan orang tuanya. Begitu mengetahui kedatangan para pria tua dan salah satu di antaranya adalah guru Kellin, Yuna langsung keluar dari kamar. Namun, suaminya segera menghentikannya.“Yuna, k
Mereka berdua sedang bertelepon, tapi Stefan malah bilang kalau dia tidak bicara dengan Aksa. Karena Aksa tahu Stefan pasti sedang mengurus Russel, Aksa pun tidak marah.“Oke, kamu bisa bicara sekarang.” Stefan akhirnya bicara dengan Aksa.Kalau bukan karena tahu Olivia masih tidur saat ini, Aksa sungguh tidak ingin menelepon Stefan. Dengar saja nada bicara Stefan, sangat menjengkelkan, bukan? Seolah-olah Aksa akan melapor ke Stefan saja.Aksa pun berkata sambil menahan amarahnya, “Dokter Panca bawa asisten nenekku datang ke sini. Selain mereka berdua, ada beberapa pak tua lainnya. Mereka mungkin para master yang menguasai dunia beberapa puluh tahun yang lalu. Kamu bilang sama Olivia. Kalau kamu bisa datang, kamu temani Olivia datang ke sini sebentar.”“Dokter Panca?” Stefan spontan mengerutkan kening. “Kamu yakin orang itu Dokter Panca?”“Aku nggak yakin. Makanya aku suruh Jonas datang. Jonas pernah bertemu dengannya. Tapi aku rasa mereka nggak akan berbohong. Nggak akan ada yang bera