Bram tertawa dan berkata, “Kapan pun kamu mencariku, aku akan menyambutmu dengan senang hati.”“Oh iya, aku mengirim dua kardus barang besar ke sini. Kamu sudah menerimanya? Aku melacak informasinya dan seharusnya hari ini sudah diterima.”Bram memang membeli banyak oleh-oleh khas Mambera dan beberapa suplemen untuk orang tua dan dikirim ke Kota Malinjo. Yang menerima paket adalah Chintya. Perempuan itu adalah takdirnya dan dia ingin menunjukkan sikap baik di depan keluarganya. Bram datang dari jauh dan tentu saja tidak boleh tangan kosong.“Aku nggak tahu. Sore tadi aku langsung menjemputmu, kalau ada kiriman kemungkinan akan dikirim ke rumahku. Mamaku sepanjang hari ada di rumah dan akan membantuku menerima paket. Bram, kamu membelikan aku barang apa? Nggak perlu repot-repot.”“Hanya beberapa oleh-oleh khas Mambera. Terakhir kali kamu pergi terlalu terburu-buru jadi aku nggak sempat memberimu banyak oleh-oleh. Kali ini aku membeli lebih dan lebih cepat mengirimkannya padamu. Jadi beg
Saat Bram dan Chintya tiba di rumah keluarga Baruna, hari sudah malam. Keluarga Baruna sedang menunggu keduanya.Rama keluar untuk melihat ketika dia mendengar suara mesin mobil di luar. Begitu melihat mobil adiknya yang datang, senyum lebar seketika merekah di wajahnya. Dia pun segera menghampiri mereka dan membukakan pintu mobil untuk Bram.“Pak Bram,” sapa Rama.“Kak Rama, panggil aku Bram saja.”Bram lebih tua dari Rama, tapi dia ikut Chintya memanggil Rama dengan sebutan kakak. Rama adalah pria yang cuek seperti Daniel. Jadi tidak masalah baginya Bram mau panggil dia dengan sebutan apa.“Semuanya lagi tunggu kalian untuk makan malam bersama.”Sambil bicara, Rama pergi ke belakang mobil dan membuka pintu bagasi. Kemudian, dia mengeluarkan koper Bram dari dalam bagasi.“Kak, Bram sudah booking kamar hotel. Habis makan, aku antar dia ke hotel. Nggak usah turunkan kopernya,” kata Chintya.“Oh, begitu. Bram, kamar hotelnya bisa dibatalkan, nggak? Di rumahku ada kamar kosong. Kalau kamu
“Kalau kamu berani minum alkohol, Mama akan jual semua alkohol yang ada di rumah,” kata Chintya ke Rama.Chintya juga suka minum alkohol, hanya saja tingkat toleransinya terhadap alkohol tidak terlalu bagus. Ibunya juga melarangnya minum. Ibunya bilang dia anak perempuan. Ditambah lagi, dia tidak kuat minum. Mudah terjadi sesuatu yang tidak diinginkan kalau Chintya mabuk.Rama terkekeh dan berkata pelan, “Itu sebabnya kita minta Bram nginap di rumah. Bram tamu kita. Kalau pulang malam, dia belikan makanan, kita keluarkan minuman untuk temani Bram makan. Minum segelas dua gelas, nggak akan mabuk, juga nggak ganggu kita kerja besok paginya. Mama nggak akan ngomong apa-apa.”Orang yang suka minum tapi tidak boleh minum, boleh dibilang itu semacam penyiksaan baginya. Rama pun teringat dengan Bram. Terakhir kali Bram datang, mereka sekeluarga minum-minum kecuali Chintya.Oleh sebab itu, Rama ingin memanfaatkan Bram agar punya alasan untuk minum. Itu karena Rama juga tidak punya pilihan lain
Akan tetapi, Lana sering mengomelinya. Lana bilang Firul telah salah didik putrinya. Gadis berusia 24 tahun tapi sama sekali belum pernah pacaran. Lana bahkan meminta orang untuk mencari pria yang bisa dijodohkan dengan Chintya, tapi tidak pernah membuahkan hasil. Lana pun kesal karena Chintya terbiasa memperlakukan pria sebagai teman. Teman apanya? Kenapa tidak jadi pacar saja?Setiap kali Lana mengomelinya, Firul akan menggodanya bagaimana kalau mereka mencoba punya anak perempuan lagi. Setelah itu, dia akan membiarkan Lana mendidik putri kecil mereka menjadi seorang gadis anggun. Setiap kali digoda seperti itu, wajah Lana akan memerah. Firul hanya akan mendapatkan cakaran dari sang istri.Mereka bahkan sudah bisa jadi kakek-nenek, mana mungkin punya anak lagi? Kalau Lana ingin punya anak lebih, dia pasti sudah punya ketika masih muda.“Sudah waktunya makan. Malam-malam begini masih saja suruh Bram minum teh. Nanti dia jadi nggak bisa tidur. Kamu juga, kalau nanti nggak bisa tidur ja
Tidak peduli seberapa keras keluarga Baruna membujuk Bram, pria itu tetap mengatakan kalau dia tidak bisa menghentikan orang tuanya. Hal itu membuat keluarga Baruna tidak berdaya. Oleh karena itu, mereka pun berpikir. Jika orang tua Bram benar-benar datang, maka mereka akan menjamu orang tua Bram dengan baik.Tringgg ....Ponsel Lana berdering. Dia mengeluarkan ponselnya, lalu mengangkat telepon tanpa melihat siapa peneleponnya.“Bu Sari.”Begitu mendengar sang ibu menyapa orang yang berada di ujung telepon lainnya, Chintya dan kakaknya seketika menajamkan telinga mereka untuk mendengar percakapan ibu mereka dengan orang bernama Sari itu. Mereka tahu Sari adalah orang dari biro jodoh, tempat sang ibu mencari jodoh untuk Chintya.“Mau kenalkan pria ke Chintya? Dia kerja apa? Dia tahu situasi Chintya? Nggak akan khawatir Chintya akan lakukan KDRT padanya seperti sebelumnya, kan? Sari, aku tegaskan dulu. Kalau pihak pria takut Chintya akan KDRT, kamu nggak perlu bantu jodohkan Chintya lag
Chintya makan dengan tenang. Selagi ibunya tidak memperhatikan, dia menuangkan sedikit minuman ke gelasnya dan langsung meminumnya dalam satu tegukan. Saat ibunya melihat ke arahnya, dia sudah meletakkan gelasnya dan kembali makan dengan tenang. Tidak terlihat kalau dia baru saja diam-diam minum minuman keras.Bram melihat semua itu. Dia merasa Chintya sangat lucu, tapi dia tidak berani menuangkan minuman ke gelas Chintya. Calon ibu mertuanya sangat ketat, tidak membiarkan mereka minum banyak. Sekalipun dengan alibi menemani Bram, mereka juga tidak boleh minum banyak-banyak. Tentu saja, Bram tidak boleh merusak peraturan keluarga yang dibuat oleh calon ibu mertuanya. Salah-salah nanti akan merusak kesan baik calon ibu mertua terhadapnya.“Hmm, anak rekan kerjanya. Dia minta Chintya bertemu dengan pria itu besok, di toko minuman dekat sanggar kita yang tempatnya sangat bagus itu.”Lana menyerahkan ponselnya kepada Firul, lalu bertanya dengan suara pelan, “Kamu lihat, penampilan pria itu
Ditambah lagi, Chintya memperlakukan Bram seperti seorang teman biasa. Oleh karena itu, saat terakhir kali datang ke sini Bram sudah langsung dikeluarkan dari daftar calon menantu keluarga Baruna.Lana tersentak, lalu dia mengambil kembali ponselnya dan berkata, “Lihat besok saja. Kalau Bu Sari nggak telepon dan batalkan pertemuan, kamu baru ke sana. Lagi pula, tempat janjiannya nggak jauh dari sanggar kita.”“Besok kamu pergi kerja sekalian bawa rok dan sepatu hak tinggi. Kalau orang itu nggak batalkan, kamu ganti baju dengan rok dan pakai sepatu hak tinggi ke sana. Begitu baru mirip perempuan. Jangan setiap hari berpenampilan seperti seorang pengawal. Begitu lihat kamu, orang lain takut bakal dipukul kamu kapan saja.”“Ma, di cuaca begini suruh aku pakai rok? Mama mau aku masuk angin?” ujar Chintya sembari melirik gelas Bram, ingin rasanya menghabiskan minuman pria itu.“Siapa yang suruh kamu pakai rok musim panas? Pakai rok musim dingin kan bisa.”“Ma, di lemari bajuku nggak ada rok
Rama masih risih, merasa pria yang dikenalkan biro jodoh terlalu jelek juga gemuk. Sudah pasti tidak akan berhasil.Firul tidak menghentikan mereka. Lana mengomeli Chintya sebentar, lalu menyuruh Rama harus mengalah pada Bram. Bram adalah tamu mereka, jangan sampai melukai Bram.Di dalam keluarga Baruna, semua orang menguasai ilmu bela diri kecuali Lana. Orang yang menyukai seni bela diri ingin bertanding saat bertemu dengan seseorang yang juga menguasai seni bela diri. Itu hal yang wajar.Sementara itu, Bram sedang berpikir saat bertanding nanti, apakah dia mengeluarkan seluruh jurusnya, atau harus menahan diri? Saat teringat kalau Chintya kagum dengan orang kuat, Bram pun memutuskan untuk menggunakan keahliannya yang sebenarnya dan mengalahkan Rama dengan mudah. Dengan begitu, Chintya akan terkagum-kagum padanya. Semoga saja calon kakak iparnya itu tidak menyalahkannya.Selesai makan, Bram ingin membantu membersihkan piring dan peralatan makan lainnya. Lana segera menghentikannya dan