Rosalina tertawa setelah mendengar perkataan Calvin. Sebelumnya, dia hanya tahu kalau Calvin adalah seorang pencemburu, tapi sekarang dia juga tahu kalau ternyata seluruh laki-laki keluarga Adhitama adalah pencemburu. Di sisi lain, Giselle yang berada di luar pintu gerbang benar-benar dibuat kesal ketika melihat Calvin yang memegang tangan Rosalina dan membantu perempuan itu berjalan perlahan menghampirinya. Di saat dirinya berada di dalam penjara, Rosalina justru sedang asyik memadu kasih bersama Calvin. Calvin adalah laki-laki yang luar biasa tampan. Perawakannya tidak kalah dari sosok Stefan Adhitama. Stefan memiliki kesan dingin dan sangat serius, sedangkan Calvin jauh lebih santai dan lembut. Giselle pastinya akan memilih Calvin sebagai pasangannya kalau saja dia bisa melakukannya. Namun, sayangnya dia tidak memiliki kesempatan itu. Pertama, Giselle masih berusia awal 20 tahun dan orang tuanya pasti tidak akan mengizinkannya menikah secepat itu sekalipun mereka tidak masuk penj
“Buka pintunya! Aku mau masuk!” seru Giselle bersikeras ingin masuk. Namun, dia tidak berani memanggil Rosalina dengan sebutan si buta. Karena Calvin terus menatapnya tajam dan dia juga tidak ingin Calvin kembali membentaknya seperti tadi. “Kamu tuli, ya? Kamu tidak dengar apa yang dikatakan Rosalina padamu? Dia tidak bisa melihat, jadi dia tidak bisa membukakan pintu untukmu. Kamu buka saja sendiri pintu itu kalau kamu memang mau masuk. Tapi, kamu bisa di luar saja kalau memang kamu tidak bisa membuka pintunya,” ujar Calvin ketus. “Bagaimana aku bisa masuk kalau aku nggak punya kuncinya? Pintu ini terkunci!” balas Giselle kesal. Giselle tidak perlu meminta orang buta ini untuk membukakannya pintu kalau memang dia memiliki kuncinya. Kedua orang ini benar-benar membuat Giselle naik pitam.Calvin yang masih terus memapah tunangannya lalu berkata dengan lembut, “Rosalina, cuaca di luar sangat panas. Aku bantu kamu masuk ke dalam, ya.”Calvin berpura-pura tidak mendengar perkataan Gise
Giselle sangat marah sampai kembali mengentakkan kakinya berkali-kali. Walaupun sinar matahari di bulan November tidaklah sepanas saat musim panas, tapi di Mambera matahari tetap saja terik, bahkan di musim dingin sekalipun. Di musim dingin saja, mereka hanya perlu mengenakan baju lengan panjang tanpa memerlukan mantel untuk menghangatkan diri. Jadi, wajar saja kalau di awal musim dingin seperti ini cuaca masih terasa cukup panas ketika matahari bersinar. Giselle merasa kepanasan ketika harus berdiri cukup lama di bawah terik matahari seperti ini. Bahkan wajahnya juga tampak memerah dengan keringat yang memenuhi wajah serta dahinya. Dia terus memaki Rosalina sampai mulutnya kering. Namun, sayangnya dia tidak memiliki air untuk diminum.Lagi pula, Rosalina sudah masuk ke dalam rumah, jadi perempuan itu pastinya tidak akan bisa mendengar semua teriakan Giselle. Dia menatap pintu gerbang yang ada di hadapannya saat ini. Pintu gerbang ini memiliki tipe gerbang yang berongga, jadi Giselle
Keempat anjing itu akhirnya menggonggong ke arah Giselle setelah memperhatikan perempuan itu cukup lama. Giselle benar-benar ketakutan sampai wajahnya memucat. Dia pun memutuskan untuk kembali memanjat pagar karena tidak ingin keempat anjing itu menerkamnya. Namun, sayangnya dia kehilangan genggamannya sampai dia terjatuh dari atas pagar. “Brak!”Suara tubuhnya yang jatuh ke atas tanah terdengar cukup keras. Giselle merasa sangat kesakitan setelah tubuhnya terjatuh. Namun, dia berusaha mengabaikan rasa sakitnya dan mulai bangkit. Dia duduk di atas tanah lalu mulai melangkah mundur secara perlahan. Tidak lama kemudian, Giselle akhirnya berhasil menenangkan diri. Dia menatap keempat anjing yang berada di balik pagar dan merasa yakin kalau keempat anjing itu pasti tidak akan bisa melewati pagar untuk menggigitnya. Untung saja, dia terjatuh ke sisi luar pagar. Entah apa yang terjadi pada dirinya kalau sampai dia terjatuh ke sisi dalam pagar di mana terdapat keempat anjing itu. Namun, ti
Dia juga bisa memosting masalah ini di media sosial dan meminta para selebgram untuk membantunya dengan cara memosting ulang tentang postingannya. Dia akan menggunakan opini publik untuk menekan Rosalina sekaligus merusak reputasinya. Keluarga kaya raya seperti Adhitama pastinya sangat mementingkan citra di mata publik. Kemungkinan besar, keluarga Adhitama tidak akan membiarkan Rosalina masuk ke dalam keluarga mereka ketika citra Rosalina sudah rusak. Giselle berjalan sambil mengusap pantatnya yang sakit akibat terjatuh dari pagar. Dia ingin memanggil taksi, tapi sayangnya tidak ada taksi tersedia di sekitarnya. Dia masih harus berjalan cukup jauh sampai bisa menemukan taksi untuk ditumpanginya. Selain itu, Giselle juga tidak memiliki ponsel di tangannya, jadi dia tidak bisa memesan taksi online. “Rosalina si buta itu, lihat saja nanti, aku pasti akan membalasmu!” seru Giselle penuh amarah sambil terus berjalan. Hatinya terasa getir ketika teringat bagaimana Calvin membantu Rosalin
Kediaman keluarga Siahaan.Rosalina turun ke lantai bawah lalu duduk di sofa yang berada di ruang tengah setelah keempat anjingnya berhasil membuat Giselle pergi ketakutan. Calvin menuangkan segelas air hangat untuk calon istrinya. Rosalina menerimanya sambil mengucapkan terima kasih. Namun, dia tidak meminumnya dan meletakkannya begitu saja di atas meja. Calvin berinisiatif pergi ke dapur dan memotongkan beberapa buah lalu meletakkannya di atas sebuah piring yang cantik. Dia juga mengambil beberapa camilan kesukaan Rosalina dan kue-kue yang dibuat oleh Calvin khusus untuk Rosalina dan meletakkannya di atas piring-piring yang cantik. Kemudian dia membawa satu persatu makanan itu dan meletakkannya di atas meja teh lalu kembali duduk di sebelah Rosalina dengan tenang. “Makanlah sedikit,” bujuk Calvin. “Aku nggak lapar,” jawab Rosalina acuh tak acuh. Calvin membalasnya dengan senyuman lembut lalu kembali berkata, “Makanlah camilan kesukaanmu ini. Aku yakin, kamu pasti akan membaik.”“
“Kami berdua adalah saudara, tapi kenyataannya kami bagaikan musuh bebuyutan satu sama lain. Sekarang, keadaan kami sudah berubah 180 derajat dan giliran Giselle yang berada di bawahku. Namun, entah mengapa hatiku nggak merasa bahagia ketika berhasil membalaskan dendamku, sebaliknya aku justru merasa sedih,” ujar Rosalina.Calvin tahu kalau Rosalina telah menjalani hidup yang penuh penderitaan karena ibu kandungnya sendiri. Namun, Rosalina jarang sekali berbicara tentang masa lalu kepada Calvin. Oleh karena itu, Calvin langsung naik pitam ketika mendengar cerita Rosalina akan masa lalunya yang pilu. Namun, dia tidak mengungkapkan amarahnya ketika melihat mata Rosalina memerah. Dia memilih untuk memeluk erat tunangannya itu dan membiarkan Rosalina bersandar kepadanya. “Rosalina, menangislah kalau kamu merasa sedih. Kamu pasti akan merasa jauh lebih baik kalau kamu menangis.”“Tidak semua saudara bisa saling menyayangi satu sama lain. Tidak semua orang tua juga bisa menyayangi anaknya d
Calvin merasa kurang puas dengan ciuman singkat Rosalina. Akhirnya, dia memberikan ciuman balasan yang cukup bergairah di bibir Rosalina. “Aku tahu kalau kamu tidak sesuci itu. Aku suka caramu dalam menangani suatu masalah. Karena pilihanmu biasanya sama sepertiku. Oleh karena itu, kita memang ditakdirkan untuk bersama,” ujar Calvin penuh percaya diri setelah mereka selesai berciuman. “Wajahku semakin lama semakin tebal sama sepertimu,” balas Rosalina malu-malu. “Aku nggak mungkin bisa mengejarmu kalau wajahku ini nggak tebal,” ujar Calvin dengan nada bergurau. Mereka berdua dengan cepat melepaskan pelukan mereka ketika mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Ternyata suara langkah kaki itu adalah suara langkah kaki dari pengurus rumah. “Bu Rosalina, saya sudah mengutus orang untuk mengikuti Bu Giselle pergi. Bu Giselle terlihat meminjam ponsel petugas keamanan vila setelah dia meninggalkan rumah ini,” lapor si pengurus rumah setelah menghampiri Rosalina dan Calvin. Kemudian
"Nggak ada, sangat baik." Keluarga suaminya menunjukkan tingkat perhatian yang berlebihan terhadapnya, tetapi itu juga menandakan betapa mereka peduli padanya dan tentu saja pada bayi kecil yang ada di dalam perutnya. "Bagus kalau begitu. Mama sekarang paling takut mendengar kabar bahwa kamu mengalami sesuatu." Dewi akhirnya merasa lega, lalu berkata, "Ada seorang teman Mama, menantunya juga lagi hamil lima bulan. Tapi dua hari yang lalu, bayinya nggak berkembang lagi. Dia menangis sampai seperti kehilangan akal. Bayinya laki-laki dan sudah terbentuk, tapi entah bagaimana kejadiannya, tiba-tiba janinnya nggak berkembang." "Ah, Cih! Olivia sehat, dan bayi kita juga sangat sehat." Kekhawatiran Dewi terhadap Olivia memang dipicu oleh kejadian yang menimpa menantu temannya itu. "Hamil lima bulan masih bisa mengalami janin nggak berkembang?" Dewi menggandeng tangan menantunya dengan hangat. Keduanya masuk ke dalam rumah dengan akrab layaknya ibu dan anak kandung. Sedangkan Stefan? Di
Olivia berkata, "Aku hanya mau bilang, kamu sekarang sudah setegang ini, nanti saat aku melahirkan, apakah kamu akan seperti Amelia, langsung mengemudi sendiri ke rumah sakit?" Stefan menjawab dengan serius, "Jangan bandingkan aku dengan Amelia. Aku nggak akan seperti itu. Memang aku pasti akan tegang, tapi nggak sampai lupa padamu. Aku akan menemanimu masuk ke ruang bersalin." "Kamu mau masuk ke ruang bersalin bersamaku?" "Iya, aku akan menemanimu. Nggak peduli kapan dan apa yang terjadi, aku harus ada di sisimu." Olivia tersenyum, senyumnya begitu manis. "Stefan, terima kasih. Terima kasih karena sangat mencintaiku dan memperlakukanku dengan begitu baik!"Stefan kembali mengoreksinya, "Panggil aku "Sayang". Aku suka mendengar kamu memanggilku begitu. Seharusnya aku yang berterima kasih sama kamu karena mau melahirkan anak untukku. Kamu adalah pahlawan besar di keluarga kita." "Kita nggak perlu saling berterima kasih terus." Olivia tertawa kecil sambil menyandarkan dirinya ke p
Terutama sejak Olivia hamil, Stefan berharap bisa menemani istrinya selama 24 jam sehari. Namun, Olivia tidak mengizinkannya untuk terus menempel padanya. “Aku masih harus kerja,” katanya sambil tersenyum. Melihat istrinya yang sedang hamil tetap bekerja, Stefan merasa tidak enak jika dirinya sendiri bermalas-malasan. “Harus kerja juga, cari uang buat beli susu bayi,” katanya sambil bercanda. Russel bilang, bayinya nanti laki-laki. Kalau benar anak laki-laki, Stefan mulai berpikir tentang masa depannya. “Harus cari uang buat beli rumah, mobil, dan biaya menikah. Itu semua butuh banyak uang.” Namun, kemudian dia tersenyum lega. Sebagai pewaris keluarga Adhitama, dia memiliki kekayaan melimpah. “Bisa dibilang, aku kekurangan segalanya kecuali uang. Uangku cukup untuk anakku hidup nyaman seumur hidup. Kelak ada cucu dan cicit, harus tetap menjaga keluarga Adhitama sebagai keluarga terkaya di Mambera, dari generasi ke generasi.” “Nicho mulai kerja tahun depan, ya?” Olivia merasa s
"Olivia, mari kita kembali ke rumah lama sebentar dan beri tahu Nenek. Dia pasti ingin bertemu dengan para tetua itu," kata Stefan. Mereka adalah orang-orang dari masa yang sama. Di zamannya, Nenek adalah sosok yang cukup terkenal di Mambera. Kemungkinan besar, para tetua itu juga mengenal neneknya. Namun, memikirkan bahwa Olivia sudah bangun pagi-pagi, Stefan mengubah keputusannya. Dia berkata, "Kamu pulang saja untuk istirahat. Aku sendiri yang akan pergi ke rumah lama. Kalau Nenek ingin datang, aku akan mengantarnya ke sini." Olivia menjawab, "Aku nggak lelah. Aku akan menemanimu pergi." "Sudah lama kita nggak pulang ke sana. Akhir pekan ini, kita bawa Russel untuk menginap dua hari. Sekalian beri tahu keluarga, setelah libur musim dingin minggu depan, aku mau bawa Russel ke Kota Aldimo untuk bermain beberapa hari." Stefan dengan perhatian bertanya, "Apa kamu nggak akan merasa terlalu capek? Kalau lelah, sebaiknya istirahat saja, jangan memaksakan diri." Olivia menepuk ringan
Yuna mengangguk."Sore nanti ajak Russel bersama ke sini." Setelah berpikir sejenak, Yuna menambahkan, "Dokter Panca bilang, waktu Kakek Setya nggak banyak lagi. Biarkan dia bertemu dengan anak-anak satu per satu." Semua orang saling memandang. Olivia dengan cemas bertanya, "Penyakit apa yang diderita Kakek Setya?" "Mungkin karena luka lama yang meninggalkan efek samping, ditambah usia lanjut. Orang tua pasti punya penyakit kecil di sana-sini," jawab Yuna sambil menghela napas, dia tidak melanjutkan lebih jauh. Dokter Panca sudah menyuruh mereka bersiap secara mental. "Sore nanti, aku akan menjemput Russel, lalu kita akan datang bersama." Olivia juga memahami bahwa usia Setya yang sudah sangat tua, ditambah keinginannya yang sudah terpenuhi, mungkin tidak akan bertahan lama lagi. "Apakah perlu memberi tahu Kak Odelina agar pulang?" "Untuk sementara nggak perlu. Kakek Setya belum menyerahkan bukti-buktinya ke aku, jadi dalam waktu dekat sepertinya nggak akan ada apa-apa. Saat dia
Wajah Yuna berubah drastis. “Dokter Panca, apakah nggak ada cara agar Om Setya bisa hidup beberapa tahun lagi?” Dokter Panca berkata, “Saya dan murid-murid saya sudah pakai semua obat terbaik yang kami tanam untuknya. Kami sudah melakukan yang terbaik. Dia bisa bertahan sampai sejauh ini, pertama karena kami membantu memulihkan tubuhnya, dan kedua karena obsesi yang ada di hatinya.” “Meski dendam besar mamamu belum terbalaskan, melihat kalian hidup dengan baik, memiliki kekuatan dan dukungan, Om Setya merasa lebih tenang. Dia percaya bahwa balas dendam untuk ibumu bisa diserahkan sama kalian, jadi dia bisa pergi menemui majikannya dengan hati lega.” “Begitu obsesi itu hilang, seperti yang saya katakan sebelumnya, semangatnya akan turun. Ketika itu terjadi, dia nggak akan bertahan lama lagi. Apalagi, usianya sudah hampir seratus tahun. Bahkan kalua hari itu tiba, kalian harus menerimanya dengan tenang.” Hidup hingga seratus tahun, meski sering diucapkan, berapa banyak orang yang be
Sama seperti para lelaki di keluarga menantunya. Tidak heran kedua keluarga itu bisa memiliki hubungan yang erat. Mereka adalah orang-orang yang sejenis. “Dokter Panca,” sapa Stefan dengan hormat. Lelaki tua itu mengangguk lagi. Kemudian, dia memperkenalkan beberapa teman lamanya kepada pasangan itu. Terakhir, dia menunjuk Setya dan berkata kepada Olivia, “Bu Olivia, kakakku ini adalah orang yang selama ini kalian cari. Tantemu memanggilnya Om Setya.” “Dokter Panca, panggil aku Olivia saja,” kata Olivia dengan sopan. Dia menoleh ke Setya dan menyapanya, “Kakek Setya.” Sebagai generasi muda, Olivia belum pernah bertemu dengan asisten tua itu, dan begitu pula sebaliknya. Karena itu, baik Olivia maupun Setya, tidak memiliki perasaan emosional yang sama seperti Yuna. Setya tersenyum dan mengangguk, lalu berkata, “Kamu pasti Olivia, 'kan?” Bu Yuna benar, Olivia tidak begitu mirip dengan Reni. Sekilas terlihat sedikit mirip, tapi kalau diperhatikan lebih saksama, ternyata nggak. Keli
“Om Setya, putri sulung Reni sudah pergi ke Cianter untuk berkarier. Anda untuk sementara nggak bisa bertemu dengannya,” kata Yuna dengan suara lembut.Dia tahu alasan Setya sering memandang Amelia. Mungkin lelaki itu khawatir bahwa keluarga ibunya tidak ada yang mampu mengambil alih keluarga Gatara. Setya sangat setia, dan menganggap keluarga Gatara itu adalah milik keturunan majikannya.Meskipun Patricia telah duduk di posisi kepala keluarga selama lebih dari 40 tahun, Setya tetap tidak mengakui kedudukan Patricia yang sah. Perempuan itu tidak ingin Setya hidup, karena selama dia masih hidup, Patricia selalu merasa posisinya tidak kokoh. Tanpa Setya, dengan semua saudaranya ang telah tiada, mengambil alih keluarga Gatara menjadi hal yang wajar baginya, sehingga dia akan merasa lebih percaya diri. “Olivia sedang dalam perjalanan. Sebentar lagi Anda bisa bertemu dengannya,” “Olivia lebih mirip ayahnya, sedangkan Odelina lebih mirip Reni. Anak laki-laki Odelina, Russel, sangat mirip
Yuna menangis sejadi-jadinya di depan nisan adiknya. Namun, tidak peduli seberapa keras tangisnya, dia tidak dapat menghidupkan kembali adiknya. Satu hal yang bisa dia lakukan hanyalah menjadi sosok ibu bagi kedua keponakannya dan memberikan mereka lebih banyak kasih sayang.Yuna dan adiknya mengalami masa kecil yang tragis. Kemudian, keduanya dipisahkan oleh dua alam yang berbeda. Setelah mengetahui penyebab kematian orang tuanya, Yuna sangat membenci Patricia.“Kalau nggak ingin orang tahu apa yang kamu lakukan, lebih baik nggak usah lakukan. Dia akan membayar harga atas semua perbuatannya,” ujar Setya dengan penuh kebencian.“Benar, Om. Dia akan bayar harga atas semua yang telah dia lakukan.”“Aku yang nggak berguna. Aku nggak punya banyak bukti. Hanya ada sedikit. Karena orang-orang yang tahu masalah ini sudah mati semua, jadi sulit untuk memberatkannya dengan bukti yang sedikit ini.” Usai berkata, Setya kembali menyalahkan dirinya sendiri dan menangis.“Aku nggak peduli ada bukti