Chintya tidak mengetahui hal itu. Dia bahkan tidak tahu kalau dirinya sudah masuk dalam jebakannya Bram. Dalam perjalanan kembali ke hotel, sifatnya yang blak-blakkan dan juga ramah membuatnya bisa berbincang dengan Bram. Mereka berdua tidak seperti baru saja bertemu, melainkan seperti teman selama puluhan tahun.Bram semakin suka dengan perempuan yang merupakan takdirnya ini. Tidak hanya kemampuannya yang hebat, sifatnya yang blak-blakkan dan pintar berbincang membuatnya merasa Chintya sangat cocok dengannya.“Pak Bram, kamu itu CEO besar, ada kesempatan untuk kerja sama dengan Pak Stefan? Kisah cintanya dengan istrinya tersebar sampai ke kotaku.”Kota Malinjo bisa dikatakan kota kecil yang tidak bisa dibandingkan dengan Mambera dan berjarak cukup jauh. Bram tidak terkejut ketika mendengar Chintya menanyakan kisah Stefan dan Olivia. Dari yang dia cari tahu, selain perempuan itu melatih muridnya dan berlatih, ada satu hobi lagi yaitu membaca novel.Kebiasaan tersebut sama dengan adik i
“Sejujurnya, aku ingin minta kamu jadi pengawalku. Sekarang aku memang lagi butuh pengawal. Dengan keahlianmu itu, satu orang saja sudah cukup untuk lindungi aku.”Chintya tertawa pelan, “Hanya bantuan kecil, nggak perlu diungkit-ungkit terus. Pak Bram nggak perlu ingat-ingat terus.”Jangan katakana penyelamat atau apa pun itu. Chintya telah membantu banyak orang, di antaranya Bram adalah orang yang paling sungkan. Seorang CEO memang lain dari yang lain, bagus sekali. Bisa dilihat, Bram orang yang sangat tahu balas budi. Langit pasti sangat memberkati orang seperti itu. Chintya yakin bisnis pria itu akan semakin lama semakin baik.“Kalau suatu hari nanti aku bosan dengan pekerjaanku yang sekarang, aku akan minta Pak Bram aturkan pekerjaan sebagai pengawal untukku. Jadi satpam juga boleh. Aku nggak akan remehkan jenis pekerjaan apa pun. Aku bisa terima posisi apa pun. Yang penting bisa hasilkan uang dengan usaha sendiri dengan cara jujur, nggak mencuri nggak merampok.”Chintya merasa di
Bram turun dari mobil, lalu melambaikan tangan kepada Chintya sambil mengucapkan selamat tinggal. Kemudian, dia melihat Chintya masuk ke dalam hotel, hingga sosok perempuan itu menghilang dari pandangannya, dia baru kembali ke mobilnya.Setelah masuk kembali ke dalam mobilnya, Bram mengeluarkan ponselnya dan menelepon asistennya terlebih dahulu.Saat asistennya mengangkat telepon, Bram langsung bertanya, “Bagaimana dengan luka mereka?”“Pak Bram, calon nyonya bos kami terlalu kejam. Tingkat keparahan luka semua orang berbeda-beda. Semuanya harus dirawat di rumah sakit.”Bram tersenyum ketika mendengar asistennya menyebut Chintya sebagai calon nyonya bos. Nyonya bos, dia suka menyematkan sebutan itu ke Chintya. Perempuan yang ditakdirkan untuknya. Bram merasa semakin menyukainya, semakin lama semakin puas.Ternyata Langit masih baik padanya, mengirimkan seorang gadis polos dan suka terang-terangan untuk menyelamatkannya, memberinya kesempatan untuk menjadi seorang pria sejati. Hanya saj
Malam berlalu dengan tenang. Keesokan paginya, kompleks East Hill.Odelina membawa tas sekolah kecil milik putranya. Dia berjalan menuju pintu sambil mendesak putranya, “Russel, ayo cepat sedikit. Sebentar lagi terlambat, nih.”Russel justru berlama-lama. Dia membawa sepatu kecilnya keluar dari kamar, lalu duduk di sofa dan memakai sepatunya dengan perlahan-lahan.“Mama, hari ini boleh nggak aku nggak pergi sekolah?” tanya Russel.Sebelum masuk TK, Russel merasa sekolah di TK itu sangat menyenangkan. Saat ibunya mendaftarkannya ke TK, Russel main sampai tidak mau pulang. Ibunya membawanya pulang, dia malah menangis.Namun, setelah bersekolah di TK, Russel mulai merasa lebih menyenangkan bermain di rumah. Kalau ibunya tidak sempat menemaninya, dia bisa pergi ke rumah Olivia. Kalau tantenya juga tidak sempat, dia masih bisa pergi ke kantor Stefan atau pergi ke rumah Yuna. Itu jauh lebih menyenangkan dari pada pergi ke TK.Apalagi sejak mulai bersekolah, Russel harus bangun awal setiap ha
Odelina membalas pelukan putranya. Nada bicara yang tadinya serius pun menjadi lebih lembut, “Akhir-akhir ini Mama terlalu sibuk sampai mengabaikan kamu, nggak temani kamu. Dua hari lagi sekolah libur akhir pekan. Akhir pekan ini, Mama bawa kamu main ke pantai, oke?”“Tante pergi juga, nggak?” tanya Russel.“Nanti kita coba ajak Tante, ya. Ajak Tante Amelia juga.”Russel spontan berkata dengan gembira, “Oke. Maaf, Mama. Lain kali aku nggak akan bilang nggak mau pergi sekolah lagi.”Odelina melepaskan pelukannya, lalu dia tersenyum dan berkata, “Russel bisa mengerti posisi Mama, Mama senang banget. Begitu tahu salah langsung diperbaiki, Russel tetap anak yang baik, anak Mama yang paling baik.”Usai berkata, Odelina mengecup wajah kecil putranya. Russel juga membalas dengan mencium pipi ibunya.“Ma, ayo kita ke sekolah.”Russel menarik tangan ibunya dan berjalan ke arah pintu. Dia juga berkata pada ibunya, “Ma, biar aku bawa tasku sendiri.”Odelina menyerahkan tas sekolah kepada Russel.
Ibu yang masuk lift bersama Odelina langsung menghadang di depan Odelina, tidak membiarkan pria mabuk itu menatap Odelina. Kemudian, dia pura-pura mengobrol dengan bertanya pada Odelina, “Sebentar lagi Papanya Russel akan pulang, kan?”“Iya, nggak lama lagi,” jawab Odelina.Roni sebentar lagi sudah boleh keluar dari rumah sakit. Roni memang akan segera pulang, tapi tentu saja tidak akan pulang ke rumah Odelina. Odelina dan Roni sudah bercerai selama setahun.Ibu itu menggoda Russel, “Kangen Papa, nggak?”“Kangen, hari Minggu kemarin Mama bawa aku pergi lihat Papa,” jawab Russel dengan jujur.Si ibu tertawa, “Hari Minggu kemarin kamu pergi ke tempat Papa, toh.”Russel langsung mengangguk dengan penuh semangat. Odelina tahu kalau ibu itu sengaja. Ibu itu sengaja memberitahu si pemabuk kalau di rumah Odelina ada pria. Hanya saja si pria sedang keluar kota. Namun, sebentar lagi suami Odelina akan pulang. Jadi pria pemabuk itu tidak usah mengganggu Odelina.Setelah mendengar percakapan itu,
Odelina terdiam sejenak lalu berkata, “Om Stefan kasih kita sebuah vila sebagai hadiah, itu loh rumah yang besar dan indah seperti rumah yang ditinggali tantemu. Mama belum terima rumah itu. Mama kerja keras karena ingin punya lebih banyak uang supaya bisa kasih kamu sekolah tinggi-tinggi, juga kasih kamu kehidupan yang lebih baik. Selain itu, Mama juga ingin jadi penopang tantemu. Kalau kita terus terima bantuan om-mu, rasanya kita jadi beban tantemu.”Odelina juga menambahkan, “Itu juga akan buat orang lain berpikir kalau kita ambil keuntungan dari keluarga om-mu, mentang-mentang tantemu nikah dengan orang kaya. Selama Mama kerja keras cari uang, Mama yakin suatu hari nanti kita juga bisa beli vila dengan uang kita sendiri.”“Om Daniel dan Om Reiki juga punya rumah di sana. Kalau kita terima rumah dari tantemu lalu pindah di sana, pasti jauh lebih aman dibandingkan dengan tempat tinggal kita sekarang. Mama juga bingung mau terima rumah itu atau nggak. Soal orang yang kita temui tadi,
Sesaat kemudian, Stefan kembali dengan membawa segelas air hangat. Dia memberikan segelas air hangat itu kepada Odelina dan berkata, “Kak, pernikahan aku dan Oliv akan dimajukan. Vila yang di Vila Permata Kak Odelina terima saja. Itu sedikit pemberian dari aku dan Oliv.”Stefan sungguh berharap Odelina mau menerima vila tersebut. Pada saat dia dan Olivia menikah nanti, Olivia bisa berangkat dari rumah kakaknya. Karena kedua orang tua Olivia telah meninggal, maka rumah Odelina bisa dianggap seperti rumah orang tua Olivia.Odelina mengambil minuman dari Stefan, lalu berkata sambil tersenyum, “Stefan, sebenarnya hari ini aku datang ke sini cari kamu memang mau bahas masalah ini.”Stefan sangat gembira ketika mendengar hal itu. Dia langsung kembali ke meja kerjanya dan membuka laci. Kemudian, dia mengambil seikat kunci dari dalam laci tersebut. Setelah itu, dia kembali ke sofa.Stefan meletakkan seikat kunci yang diambilnya barusan ke depan Odelina dan berkata, “Kak, ini kunci rumahnya. Ak