“Daniel sudah pulang?”“Iya, sudah pulang. Sekarang lagi istirahat di kamar.”Yanti mendekat dan bertanya, “Kenapa kamu juga bangun?”Darius menutup majalahnya dan berkata, “Kamu khawatir dengan putramu, aku juga khawatir. Daniel belum pulang jadi aku nggak bisa tidur dengan tenang. Harus dengar suara mobilnya yang familiar itu dan pastikan dia sudah pulang baru bisa tidur.”“Iya, ‘kan? Dia nggak pulang, kita nggak ada yang bisa tidur.”“Dia ada bilang kenapa dia pulang larut? Apa yang kalian bicarakan lagi?”Yanti duduk kembali di kasurnya sambil berkata, "Dia lagi menunggu Odelina yang pulang kerja. Setelah itu dia mengantarkannya pulang sebelum kembali ke rumah.""Hari ini Odelina luar biasa sibuk. Selanjutnya dia nggak akan pulang selarut ini lagi. Kondisi Daniel juga sangat baik, jangan khawatir. Sudah malam sekali, cepat tidur. Kami juga nggak ada membicarakan apa-apa, hanya membicarakan masa depannya dan Odelina saja."Darius menunggu istrinya berbaring kemudian mematikan lampu
"Serahkan semua barang berharga yang ada di tubuhmu dan mobilmu! Cepat!"Chintya tidak bisa melihat dengan jelas siapa orang yang turun dari mobil. Kemampuan pendengarannya yang cukup bagus bisa mendengarkan ucapan para perampok itu. Dia bergegas berlari ke arah mereka.Ketika lelaki tadi tengah mengeluarkan dompetnya dan menyerahkannya pada seorang lelaki, Chintya menerjang dengan cepat dan langsung menendang dompet tersebut hingga terbang dari genggaman lelaki itu.Gerakan Chintya sangat cepat. Dia memutar tubuhnya dan kemudian menangkap dompet yang jatuh tadi. Kemudian tangannya terangkat dan dompet tadi melayang masuk ke dalam mobil kemudian berakhir terjatuh di kursi samping kemudi.Kejadian tadi membuat semua orang yang ada di sana melongo tidak percaya. Gerakan Chintya sungguh sangat cepat.Ketika mereka tersadar, Chintya sudah menendang dua buah sepeda motor hingga membuat orang yang ada di atas sepeda motor tersebut tersungkur. Sebelum sempat menyadari apa yang terjadi, peremp
Dia memang menyukai perempuan seperti ini. Bram tidak menyukai perempuan kaya yang manja. Tentu saja karena dia juga tidak ada perasaan apa pun pada para perempuan itu. Setelah yakin bahwa Chintya adalah takdirnya, sesungguhnya Bram merasa sangat takut.Dia takut jika takdirnya itu adalah perempuan yang manja. Tidak disangka ternyata hasil pemeriksaannya membuatnya cukup terkejut. Dia jauh lebih terkejut lagi ketika melihat Chintya yang asli.Kemampuan Chintya sepertinya bisa seri dengan kemampuannya. Sebagai kepala keluarga dari keluarga Ardaba, istrinya perlu orang hebat seperti Cynthia agar bisa mengalahkan orang-orang di bawahnya."Pak, nggak apa-apa?"Bram hanya menatap Chintya dengan melongo. Di waktu yang sama, perempuan itu juga tengah menatap Bram penuh penilaian. Kesan pertamanya pada Bram adalah lelaki ini sangat tampan. Dia masih belum pernah bertemu lelaki yang setampan ini.Sebelum datang ke Mambera, dia sudah pernah dengar bahwa di kota ini ada beberapa lelaki tampan yan
“Siapa namamu?” tanya Bram.Chintya mengeluarkan sebuah kartu nama dan memberikannya pada Bram sambil berkata, “Namaku Chintya, pelatih bela diri. Muridku semuanya anak keecil.”Bram menerima kartu nama Chintya dan membacanya dengan saksama. Setelah itu dia menyimpannya dengan hati-hati. Lelaki itu juga memberikan sebuah kartu nama pada Chintya yang tidak tertera nama keluarganya dan identitasnya.Hanya ada sebuah perusahaan kecil sebagai latar belakang saja. Serta statusnya sebagai direktur di salah satu perusahaan kecil tersebut.Chintya menerimanya dan membacanya sekilas. Setelah itu dia tersenyum dan berkata, “Pak Bram ini CEO besar? Aku lihat di televisi biasanya CEO sepertimu ada kumpulan anak buah yang mengikuti setiap keluar dari rumah. Kenapa kamu nggak bawa anak buah?”Bram terkekeh dan menjawab, “Aku memang ada anak buah, mereka sudah bertahun-tahun ikut denganku. Ada yang orang tuanya sudah sangat tua dan perlu pulang untuk menjaganya. Ada juga yang dipaksa menikah oleh ora
Chintya tidak mengetahui hal itu. Dia bahkan tidak tahu kalau dirinya sudah masuk dalam jebakannya Bram. Dalam perjalanan kembali ke hotel, sifatnya yang blak-blakkan dan juga ramah membuatnya bisa berbincang dengan Bram. Mereka berdua tidak seperti baru saja bertemu, melainkan seperti teman selama puluhan tahun.Bram semakin suka dengan perempuan yang merupakan takdirnya ini. Tidak hanya kemampuannya yang hebat, sifatnya yang blak-blakkan dan pintar berbincang membuatnya merasa Chintya sangat cocok dengannya.“Pak Bram, kamu itu CEO besar, ada kesempatan untuk kerja sama dengan Pak Stefan? Kisah cintanya dengan istrinya tersebar sampai ke kotaku.”Kota Malinjo bisa dikatakan kota kecil yang tidak bisa dibandingkan dengan Mambera dan berjarak cukup jauh. Bram tidak terkejut ketika mendengar Chintya menanyakan kisah Stefan dan Olivia. Dari yang dia cari tahu, selain perempuan itu melatih muridnya dan berlatih, ada satu hobi lagi yaitu membaca novel.Kebiasaan tersebut sama dengan adik i
“Sejujurnya, aku ingin minta kamu jadi pengawalku. Sekarang aku memang lagi butuh pengawal. Dengan keahlianmu itu, satu orang saja sudah cukup untuk lindungi aku.”Chintya tertawa pelan, “Hanya bantuan kecil, nggak perlu diungkit-ungkit terus. Pak Bram nggak perlu ingat-ingat terus.”Jangan katakana penyelamat atau apa pun itu. Chintya telah membantu banyak orang, di antaranya Bram adalah orang yang paling sungkan. Seorang CEO memang lain dari yang lain, bagus sekali. Bisa dilihat, Bram orang yang sangat tahu balas budi. Langit pasti sangat memberkati orang seperti itu. Chintya yakin bisnis pria itu akan semakin lama semakin baik.“Kalau suatu hari nanti aku bosan dengan pekerjaanku yang sekarang, aku akan minta Pak Bram aturkan pekerjaan sebagai pengawal untukku. Jadi satpam juga boleh. Aku nggak akan remehkan jenis pekerjaan apa pun. Aku bisa terima posisi apa pun. Yang penting bisa hasilkan uang dengan usaha sendiri dengan cara jujur, nggak mencuri nggak merampok.”Chintya merasa di
Bram turun dari mobil, lalu melambaikan tangan kepada Chintya sambil mengucapkan selamat tinggal. Kemudian, dia melihat Chintya masuk ke dalam hotel, hingga sosok perempuan itu menghilang dari pandangannya, dia baru kembali ke mobilnya.Setelah masuk kembali ke dalam mobilnya, Bram mengeluarkan ponselnya dan menelepon asistennya terlebih dahulu.Saat asistennya mengangkat telepon, Bram langsung bertanya, “Bagaimana dengan luka mereka?”“Pak Bram, calon nyonya bos kami terlalu kejam. Tingkat keparahan luka semua orang berbeda-beda. Semuanya harus dirawat di rumah sakit.”Bram tersenyum ketika mendengar asistennya menyebut Chintya sebagai calon nyonya bos. Nyonya bos, dia suka menyematkan sebutan itu ke Chintya. Perempuan yang ditakdirkan untuknya. Bram merasa semakin menyukainya, semakin lama semakin puas.Ternyata Langit masih baik padanya, mengirimkan seorang gadis polos dan suka terang-terangan untuk menyelamatkannya, memberinya kesempatan untuk menjadi seorang pria sejati. Hanya saj
Malam berlalu dengan tenang. Keesokan paginya, kompleks East Hill.Odelina membawa tas sekolah kecil milik putranya. Dia berjalan menuju pintu sambil mendesak putranya, “Russel, ayo cepat sedikit. Sebentar lagi terlambat, nih.”Russel justru berlama-lama. Dia membawa sepatu kecilnya keluar dari kamar, lalu duduk di sofa dan memakai sepatunya dengan perlahan-lahan.“Mama, hari ini boleh nggak aku nggak pergi sekolah?” tanya Russel.Sebelum masuk TK, Russel merasa sekolah di TK itu sangat menyenangkan. Saat ibunya mendaftarkannya ke TK, Russel main sampai tidak mau pulang. Ibunya membawanya pulang, dia malah menangis.Namun, setelah bersekolah di TK, Russel mulai merasa lebih menyenangkan bermain di rumah. Kalau ibunya tidak sempat menemaninya, dia bisa pergi ke rumah Olivia. Kalau tantenya juga tidak sempat, dia masih bisa pergi ke kantor Stefan atau pergi ke rumah Yuna. Itu jauh lebih menyenangkan dari pada pergi ke TK.Apalagi sejak mulai bersekolah, Russel harus bangun awal setiap ha