Anjing itu karena sudah lama tidak menemui majikannya. Saking rindunya, dia ingin bermanja-manja dengan majikannya.“Pak Stefan, sarapannya sudah siap.”Stefan berjalan masuk ke dalam ruang makan yang terlihat sarapan favoritnya yang sedang disiapkan di dapur. Meskipun begitu, dia tidak nafsu makan, karena dia merasa kekurangan seseorang di meja makan dan itu membuatnya sangat tidak nyaman. Setelah terduduk di meja makan, dia sama sekali tidak menyentuh makanannya, tidak lama kemudian dia berdiri dan lekas berjalan keluar dari ruang makan. Pak Arif menoleh ke arah meja makan dan mengikuti Stefan karena merasa ada yang janggal.“Pak Stefan, kamu lagi nggak nafsu makan atau masakan mereka nggak enak?”“Istriku nggak di rumah ….”Mendengar jawaban Stefan, Pak Arif hanya bisa terdiam dan tidak bisa menjawab apa-apa. Karena dia juga tidak tahu kapan Olivia dan Nenek pulang dari perjalanan panjang itu.“Pak Stefan, mau pergi ke mana?” tanya Pak Arif.Stefan tidak menjawab pertanyaannya, dala
“… Olivia cepat atau lambat pasti akan meneleponku. Russel bisa kangen aku.”Odelina tidak punya pilihan lain, dia hanya bisa mengatakan ini berulang kali untuk menghibur adik iparnya.Stefan yang tampak tidak sanggup menjalani kehidupannya ketika adiknya pergi jauh, membuat Odelina tertawa terbahak-bahak. Tapi dia juga sadar kalau mereka memiliki hubungan yang sangat baik dan adik iparnya sudah terbiasa ada istri di sisinya. Melihat mereka mempunyai hubungan yang akur, dia merasa bahagia untuk adiknya.“Atau, kamu mau coba masakan lainnya?” tanya Odelina yang sedang berpikir untung memasak pangsit rebus untuk adik iparnya.Stefan menggeleng-geleng dan berkata, “Nggak usah, bukan karena masakannya nggak enak, tapi karena aku lagi nggak nafsu makan saja. Setiap aku memikirkan Olivia meninggalkan aku pergi dengan Nenek tanpa rasa belas kasihan dan bahkan tidak memberi tahu akku nomor teleponnya yang baru. Hatiku merasa sedih sekali. Kak, apa di bawah kantung mataku terlihat hitam? Aku ak
“Sekarang, kalian berada di tempat Om Ricky?” tanya Odelina“Sekarang aku sedang bersama Om Ricky. Sebentar lagi aku mau naik pesawat, tapi aku nggak tahu mau pergi ke mana. Nenek dan tante yang memutuskan tujuannya,” jawab Russel yang mengikuti tantenya dan Nenek Sarah bersenang-senang.“Russel, apa kamu menggunakan ponsel baru Tante untuk menelepon mama?” tanya Odelina.“Bukan, Ma. Aku menggunakan ponsel Om Ricky. Ponsel Tante sedang lagi di-charge baterainya.”“Tante lagi di mana? Coba panggilkan Tante ke sini untuk bicara sama Mama.”“Aku pergi cari Tante dulu. Mama tunggu sebentar, yah.”Russel sambil ngobrol sambil berjalan mencari tantenya, Olivia. Di belakangnya, Ricky menjaganya agar dia tidak berlari terlalu cepat hingga terjatuh.“Tante, Mama ingin bicara dengan kamu,” ujar Russel saat menemui Olivia dan segera menyerahkan ponselnya.Olivia menerima teleponnya dari Russel dan menjawab, “Kak.”“Oliv, kamu segera kirim pesan atau telepon Stefan dengan ponsel barumu. Kamu ini,
"Stefan, kakak bilang kamu nggak makan, ya? Kalau kamu nggak makan, nanti badanmu jadi lemas. Lambungnya sakit lagi. Kalau kambuh, aku nggak mau rawat loh, ya," ujar Olivia sambil mengancam. "Kalau aku nggak di rumah, kamu harus makan yang benar, minum yang cukup, tidur yang nyenyak. Kalau aku pulang lihat kamu kurusan, lesu, aku nggak mau lah ngomong sama kamu sebulan."Stefan dengan wajah kesal menjawab, “Sayang, kamu sudah ninggalin aku, malah mengancam juga. Kamu kejam sekali.""Ya, aku memang kejam, siapa suruh kamu terus-terusan mengeluh aku mengabaikan kamu. Sekarang biar kamu rasakan saja gimana rasanya benar-benar diabaikan. Sudah dulu, ya. Aku mau berangkat sekarang. Kamu makan mie yang dibuat kakak. Kerja yang rajin. Aku pasti balik sebelum tanggal 1 September, Russel harus sekolah," kata Olivia.Selesai bicara, Olivia masih sempat berbisik, "I love you, Stefan."Tanpa memperdulikan apakah Stefan mendengarnya dengan jelas atau tidak, Olivia menutup telepon dan memberikan po
Ricky tidak bisa memberikan barang mewah yang disukai perempuan, karena Rika sama sekali tidak menggunakan barang-barang semacam itu. Kemungkinan besar Rika juga tidak menyukainya. Memberikan hadiah yang disukai pria, bukan berarti tidak bisa, hanya saja jika Ricky terus-terusan memberi hadiah kepada Rika, itu bisa menimbulkan salah paham. Nanti, para wartawan di Cianter pasti akan berspekulasi, mengira Ricky gay. Ricky merasa dirinya suatu saat pasti akan diberi label gay."Nenek," kata Ricky setelah menurunkan Russel dan membiarkannya pergi bersama Olivia, "Gimana Nenek bisa tahu dia itu perempuan? Ada buktinya nggak?""Nggak usah dipikir gimana Nenek tahu. Nenek punya bukti yang jelas. Tapi Nenek nggak bisa kasih tahu kamu. Kamu harus cari tahu sendiri."Dasar! Mana mungkin bisa dapat informasi dari sang Nenek?Ricky berkata, "Nek, aku ‘kan cucu Nenek sendiri. Nenek pikirkan aku juga, dong. Aku ‘kan sudah menuruti apa yang Nenek minta. Kalau Nenek kasih tahu, aku pasti bisa bawa
Mendengar kata-kata Russel, Nenek Sarah tersenyum dan berkata, "Benar juga, saat Russel sedang bersenang-senang, mana mungkin dia akan ingat padamu."Ricky kemudian berkata kepada Russel, "Russel, kadang-kadang menyenangkan Om Ricky juga ‘kan nggak apa-apa. Kalau Russel terlalu jujur, Om Ricky jadi sedih."Dengan mata polosnya, Russel berkata, "Mama dan Tante selalu mengajari aku untuk jadi anak yang jujur, nggak boleh berbohong."Russel adalah anak yang patuh. Dia mengingat semua yang diajarkan oleh ibu dan bibinya.Olivia tertawa dan berkata, "Betul sekali, Russel adalah anak yang jujur. Anak baik memang nggak boleh berbohong, ya."Russel kemudian merangsek ke gendongan bibinya.Olivia mengangkat Russel, membiarkan dia duduk di pangkuannya, dan sambil tertawa berkata kepada Ricky, "Ricky, kamu itu ada di urutan belakang sekali di hati Russel. Mungkin Sandy saja masih di depanmu. Russel sering banget tanya tentang Om Sandy, sementara tentangmu, Om Ricky, dia kayaknya nggak pernah meny
Rika dengan santai menjabat tangan Ricky, lalu mempersilakan dia duduk kembali. Sekretaris pria itu mendekat ke meja, membawa secangkir kopi yang belum habis diminum Rika dan meletakkannya dengan lembut di depannya, mengucap dengan sopan, "Pak Riko, saya permisi dulu untuk mengerjakan tugas lain." Rika mengangguk sebagai tanda persetujuan.Setelah sekretarisnya meninggalkan ruangan, Rika menatap Ricky, kedua mata mereka bertemu, saling mencari-cari sesuatu di mata satu sama lain. "Sudah ketemu rumah yang diinginkan, Pak Ricky?" Pak Riko memulai pembicaraan dengan nada yang seolah-olah peduli, tapi sebenarnya masih terasa ada jarak dan kesan dingin.Tidak jelas alasan Ricky datang ke perusahaan untuk menemui Riko, mengingat mereka berdua tidak memiliki hubungan yang dekat, bahkan bisa dibilang mereka adalah rival dalam bisnis. Rika tidak langsung menanyakan maksud kedatangan Ricky, melainkan memilih topik rumah sebagai pembuka, agar tidak terjadi kecanggungan di antara mereka."Suda
Mata Ricky berkilau, "Berarti Hotel Blanche kami lumayan juga, ya, sampai Pak Riko berkunjung beberapa kali?"Rika mengakui, "Sebelum Pak Ricky mengambil alih, Hotel Blanche dalam banyak aspek kalah dengan Hotel Amber Palace kami. Tapi, setelah Pak Ricky ambil alih, hanya butuh tiga bulan bagi Hotel Blanche untuk menyaingi dan bahkan sejajar dengan Hotel Amber Palace.""Saya memang kepala Aurora Group. Meski urusan lini kuliner nggak langsung saya tangani, sebagai kepala, saya tetap perlu tahu kondisi bisnis kami. Saat tiba-tiba ada yang bisa menyaingi kami, saya tentu ingin tahu lebih jauh."Mengenal musuh dan mengenal diri sendiri adalah kunci untuk tidak terkalahkan dalam pertarungan. Meskipun mereka telah mengetahui segala hal tentang Hotel Blanche, mereka tetap tidak bisa lagi menekan Hotel Blanche.General Manager bisnis kuliner Aurora Group juga merasakan tekanan yang besar. Hotel Amber Palace di Cianter adalah brand yang sudah berdiri puluhan tahun, sementara Hotel Blanche ad