Rita menekan kepala Russel ke dalam pelukannya dan berkata dengan suara tercekat, “Iya, Papa akan sembuh. Dia pasti akan sembuh. Russel, Papa sayang kamu. Dia tahu kamu datang jenguk dia, dia pasti akan sembuh.”Russel bersandar dalam pelukan neneknya. Dia yang masih kecil tahu kalau ayahnya sayang padanya. Namun, kasih sayang ayahnya tidak sebesar kasih sayang ibunya. Ayahnya bisa meninggalkannya dan ingkar janji hanya karena Tante Yenny sakit perut.Namun, sekarang ayahnya terbaring tak berdaya di ranjang rumah sakit. Russel yang sangat pengertian tidak mengatakan apa yang ada di dalam hatinya.Tringgg ....Ponsel Odelina berdering, telepon dari Olivia. Dia pun pergi ke samping untuk mengangkat telepon.“Kak, masih di rumah sakit?”“Hmm, aku bawa Russel jenguk papanya. Pak Daniel juga sudah mau keluar dari rumah sakit. Nanti kami pulang.”Setelah Daniel keluar dari rumah sakit dan pulang ke rumah, Odelina mengira dia tidak perlu ikut ke rumah pria itu untuk merawatnya. Selanjutnya ya
“Kak, Daniel hari ini keluar dari rumah sakit?”Olivia bertanya pada kakaknya dari ujung telepon yang lain, “Bukannya dia masih harus dirawat lebih alma di rumah sakit?”“Pak Daniel terus teriak-teriak minta keluar dari rumah sakit. Sebenarnya sudah lama dia minta keluar, tapi dokter terus bujuk dia. Nggak tahu hari ini dia salah minum obat atau apa, sama sekali nggak bisa dibujuk. Sudah tanya sama dokter, kok. Sekarang dia boleh keluar dari rumah sakit. Setelah pulang ke rumah, dia harus istirahat sebentar baru boleh mulai jalani rehabilitasi.”Odelina berkata dengan nada tak berdaya, “Sekarang emosi Pak Daniel berubah-ubah terus, nggak pasti.”Akan tetapi, Odelina juga bisa memahami suasana hati Daniel. Jika dia harus berbaring setiap hari, dia juga akan menjadi gila.“Sekarang nggak perlu diinfus lagi. Bukan masalah besar kalau dia pulang dan istirahat di rumah. Lebih baik pulang saja. Setiap hari dia bisa jalan-jalan dengan kursi rodanya, santai sejenak sambil cari udara segar. Den
Administrasi untuk keluar dari rumah sakit sudah selesai diurus. Sekarang Daniel berada di kursi roda dan sedang menuju ke bawah dibantu oleh pengawalnya. Saudara-saudaranya Daniel juga langsung meninggalkan urusan mereka dan pergi ke rumah sakit untuk menjemput begitu mendapat kabar bahwa Daniel sudah boleh pulang.Dengan begitu banyaknya orang yang peduli padanya, serta pengawal yang selalu siap menjaga, Odelina yang awalnya ingin membantunya pun berubah pikiran. Dia berkata kepada Yanti, “Tante, Daniel sudah keluar dari rumah sakit. Dari pihak keluarga sendiri sudah banyak yang jagain dia, jadi aku nggak ke sana lagi, deh. Kebetulan restoran baruku lagi renovasi, aku mau ngecek situasi di sana saja.”Sesungguhnya Yanti ingin Odelina ikut pergi bersamanya. Dengan adanya Odelina, emosi dan perilaku Daniel jadi jauh lebih terkendali. Namun, melihat ekspresi wajah Odelina yang tampak amat kelelahan, dia pun jadi tak tega, “Iya, nggak apa-apa. Daniel biar Tante dan keluarga saja yang jag
“Aku pikir karena Daniel baru keluar dari rumah sakit, Kakak pasti ada di rumah, makanya aku datang untuk minta makan. Makan sendirian di rumah rasanya hambar banget.”Olivia kemudian menggendong Russel duduk di kursinya, lalu mengambil mangkuk kosong dan mengisinya dengan sup. Orang Mambera memang suka sekali minum sup. Setiap acara makan-makan tanpa ada sup rasanya kurang lengkap. Masakan yang Odelina buat hanyalah masakan rumahan sederhana. Menduga adiknya pasti akan datang untuk makan bersama, dia membuat empat jenis lauk dan satu sup telur rumput laut.“Russel, ini sup kamu, ayo dimakan dulu,” kata Olivia, kemudian dia menuangkan sup ke mangkuknya sendiri dan memakannya juga.“Masakan buatan Kakak memang beda. Sup buatan koki di rumah sebenarnya juga enak banget, tapi aku masih paling suka sup buatan Kakak.”“Kalau suka, bolehlah sering-sering datang makan di sini.”Olivia sudah bosan dengan makanan mewah yang biasa dibuatkan oleh koki rumahnya. Yang dia cari saat ini justru adal
Akan tetapi, wanita itu malah bersandar di mobilnya dan mengeluarkan dua batang rokok yang dia serahkan kepada dua orang pengawal itu. Kedua pengawal itu tentu menolak, tapi wanita itu seakan tidak peduli dan menyalakan rokok untuk dia sendiri.“Aku datang untuk ketemu sama majikan kalian. Bilangin ke Olivia aku mau ngajak dia makan makan.”“Maaf, nama Non siapa?”WAnita ini masih terlihat sangat muda dan juga luar biasa cantik. Dia dengan sengaja menyebut nama Olivia, maka itu para pengawal mengambil kesimpulan bahwa wanita ini suka dengan Stefan. Karena jika tidak, dia tidak mungkin ingin menemui Olivia.“Aku Stella Krama.”Stella jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Stefan, tapi sepertinya dia sadar setelah ditegur oleh ayahnya, maka itu dia tidak lagi muncul di hadapan Stefan untuk waktu yang sangat lama. Namun setelah pulang, Stella sadar bahwa dia tidak pernah bisa melupakan Stefan.Ayahnya sempat berpesan selama kerja sama antara Krama Group dan Adhitama Group masih berlang
Olivia memandang tubuh Stelle dari ujung kepala sampai ujung kaki, begitu pun sebaliknya. Semua orang di Mambera kini sudah tahu bahwa Olivia adalah istrinya Stefan, tapi yang bisa mengingat seperti apa rupa Olivia tidak banyak. Olivia jarang sekali tampil di depan media karena Stefan melindungi privasinya dengan sangat baik. Setiap kali ada topik hangat yang berkaitan dengan Olivia naik, Stefan pasti akan dengan segera menghapusnya.Stefan tahu bahwa istrinya itu lebih suka menjalani kehidupan yang tenang, tapi Olivia sering kali harus menampilkan wajahnya di depan publik karena Stefan sendiri. Walau begitu, Stefan tetap berusaha yang terbaik agar kehidupan pribadi Olivia tidak terusik.Stella sendiri pernah mencari foto wajah Olivia di internet, dan dari situ dia hanya menemukan beberapa potret wajah yang buram atau dari sisi samping yang tidak begitu memperlihatkan wajahnya. Namun saat ini, akhirnya Stella bisa melihat langsung dengan matanya sendiri seperti apa rupa wajah istrinya
Sebagai anak yang lahir di keluarga Adhitama, seharusnya pekerjaan Stefan sangat sibuk dan baru pulang larut malam. Namun sekarang baru pukul sembilan malam lewat. Selama Stella menemani ayahnya bekerja, mereka selalu sibuk dan baru pulang hampir tengah malam, bahkan di akhir pekan pun mereka tidak ada waktu untuk beristirahat.Olivia menyunggingkan senyum manis di wajahnya dan menjawab, “Stefan itu tipe suami idaman. Selama aku nggak lagi sama dia, setiap hari sekitar jam 21.30 dia pasti sudah sampai di rumah. Dia bilang kerja itu memang penting, tapi aku lebih penting lagi, makanya dia nggak tega bikin aku nungguin dia di rumah sampai tengah malam. Dia juga pasti mau pulang lebih awal untuk temani aku.”Senyuman itu bagaikan duri yang menusuk mata Stella, dan ucapan mesra yang terucap dari mulut Olivia itu juga membuat Stella terbakar api cemburu. Untungnya Stella sudah cukup stabil secara emosional karena sering bepergian dengan ayahnya, jadi dia tidak serta merta meluapkan emosiny
Khawatir Olivia memberikannya nomor palsu, Stella langsung menghubungi nomor tersebut di depan Olivia. Olivia mengeluarkan ponselnya agar Stella bisa melihat kalau panggilan itu benar-benar tersambung.“Kalau begitu aku pergi dulu. Sampai ketemu lagi.”“Iya, sampai ketemu,” sahut Olivia. Setelah Stella masuk ke mobilnya dan melambaikan tangannya, Olivia menambahkan, “Stella, lain kali tolong parkir di depan parkir yang benar, jangan di depan pintu. Tadi kamu nutupin mobilku. Untung saja aku ini orangnya baik hati dan toleransi tinggi. Kalau sampai Stefan yang terganggu, siap-siapa saja mobil kamu dirusak.”“... iya, tadi itu salahku. Maaf, ya.”“Aku ngomong begitu bukan berarti aku marah cuma gara-gara kamu parkir sembarangan sekali. Hati-hati di jalan, ya. Aku antar sampai di sini saja.”Setelah mobil Stella pergi menjauh, Olivia pun menyimpan kembali senyuman di wajahnya, lalu menatap Arif yang baru saja keluar dari rumah.“Bu Olivia, tadi ada apa?” tanyanya.Arif baru keluar untuk m