Administrasi untuk keluar dari rumah sakit sudah selesai diurus. Sekarang Daniel berada di kursi roda dan sedang menuju ke bawah dibantu oleh pengawalnya. Saudara-saudaranya Daniel juga langsung meninggalkan urusan mereka dan pergi ke rumah sakit untuk menjemput begitu mendapat kabar bahwa Daniel sudah boleh pulang.Dengan begitu banyaknya orang yang peduli padanya, serta pengawal yang selalu siap menjaga, Odelina yang awalnya ingin membantunya pun berubah pikiran. Dia berkata kepada Yanti, “Tante, Daniel sudah keluar dari rumah sakit. Dari pihak keluarga sendiri sudah banyak yang jagain dia, jadi aku nggak ke sana lagi, deh. Kebetulan restoran baruku lagi renovasi, aku mau ngecek situasi di sana saja.”Sesungguhnya Yanti ingin Odelina ikut pergi bersamanya. Dengan adanya Odelina, emosi dan perilaku Daniel jadi jauh lebih terkendali. Namun, melihat ekspresi wajah Odelina yang tampak amat kelelahan, dia pun jadi tak tega, “Iya, nggak apa-apa. Daniel biar Tante dan keluarga saja yang jag
“Aku pikir karena Daniel baru keluar dari rumah sakit, Kakak pasti ada di rumah, makanya aku datang untuk minta makan. Makan sendirian di rumah rasanya hambar banget.”Olivia kemudian menggendong Russel duduk di kursinya, lalu mengambil mangkuk kosong dan mengisinya dengan sup. Orang Mambera memang suka sekali minum sup. Setiap acara makan-makan tanpa ada sup rasanya kurang lengkap. Masakan yang Odelina buat hanyalah masakan rumahan sederhana. Menduga adiknya pasti akan datang untuk makan bersama, dia membuat empat jenis lauk dan satu sup telur rumput laut.“Russel, ini sup kamu, ayo dimakan dulu,” kata Olivia, kemudian dia menuangkan sup ke mangkuknya sendiri dan memakannya juga.“Masakan buatan Kakak memang beda. Sup buatan koki di rumah sebenarnya juga enak banget, tapi aku masih paling suka sup buatan Kakak.”“Kalau suka, bolehlah sering-sering datang makan di sini.”Olivia sudah bosan dengan makanan mewah yang biasa dibuatkan oleh koki rumahnya. Yang dia cari saat ini justru adal
Akan tetapi, wanita itu malah bersandar di mobilnya dan mengeluarkan dua batang rokok yang dia serahkan kepada dua orang pengawal itu. Kedua pengawal itu tentu menolak, tapi wanita itu seakan tidak peduli dan menyalakan rokok untuk dia sendiri.“Aku datang untuk ketemu sama majikan kalian. Bilangin ke Olivia aku mau ngajak dia makan makan.”“Maaf, nama Non siapa?”WAnita ini masih terlihat sangat muda dan juga luar biasa cantik. Dia dengan sengaja menyebut nama Olivia, maka itu para pengawal mengambil kesimpulan bahwa wanita ini suka dengan Stefan. Karena jika tidak, dia tidak mungkin ingin menemui Olivia.“Aku Stella Krama.”Stella jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Stefan, tapi sepertinya dia sadar setelah ditegur oleh ayahnya, maka itu dia tidak lagi muncul di hadapan Stefan untuk waktu yang sangat lama. Namun setelah pulang, Stella sadar bahwa dia tidak pernah bisa melupakan Stefan.Ayahnya sempat berpesan selama kerja sama antara Krama Group dan Adhitama Group masih berlang
Olivia memandang tubuh Stelle dari ujung kepala sampai ujung kaki, begitu pun sebaliknya. Semua orang di Mambera kini sudah tahu bahwa Olivia adalah istrinya Stefan, tapi yang bisa mengingat seperti apa rupa Olivia tidak banyak. Olivia jarang sekali tampil di depan media karena Stefan melindungi privasinya dengan sangat baik. Setiap kali ada topik hangat yang berkaitan dengan Olivia naik, Stefan pasti akan dengan segera menghapusnya.Stefan tahu bahwa istrinya itu lebih suka menjalani kehidupan yang tenang, tapi Olivia sering kali harus menampilkan wajahnya di depan publik karena Stefan sendiri. Walau begitu, Stefan tetap berusaha yang terbaik agar kehidupan pribadi Olivia tidak terusik.Stella sendiri pernah mencari foto wajah Olivia di internet, dan dari situ dia hanya menemukan beberapa potret wajah yang buram atau dari sisi samping yang tidak begitu memperlihatkan wajahnya. Namun saat ini, akhirnya Stella bisa melihat langsung dengan matanya sendiri seperti apa rupa wajah istrinya
Sebagai anak yang lahir di keluarga Adhitama, seharusnya pekerjaan Stefan sangat sibuk dan baru pulang larut malam. Namun sekarang baru pukul sembilan malam lewat. Selama Stella menemani ayahnya bekerja, mereka selalu sibuk dan baru pulang hampir tengah malam, bahkan di akhir pekan pun mereka tidak ada waktu untuk beristirahat.Olivia menyunggingkan senyum manis di wajahnya dan menjawab, “Stefan itu tipe suami idaman. Selama aku nggak lagi sama dia, setiap hari sekitar jam 21.30 dia pasti sudah sampai di rumah. Dia bilang kerja itu memang penting, tapi aku lebih penting lagi, makanya dia nggak tega bikin aku nungguin dia di rumah sampai tengah malam. Dia juga pasti mau pulang lebih awal untuk temani aku.”Senyuman itu bagaikan duri yang menusuk mata Stella, dan ucapan mesra yang terucap dari mulut Olivia itu juga membuat Stella terbakar api cemburu. Untungnya Stella sudah cukup stabil secara emosional karena sering bepergian dengan ayahnya, jadi dia tidak serta merta meluapkan emosiny
Khawatir Olivia memberikannya nomor palsu, Stella langsung menghubungi nomor tersebut di depan Olivia. Olivia mengeluarkan ponselnya agar Stella bisa melihat kalau panggilan itu benar-benar tersambung.“Kalau begitu aku pergi dulu. Sampai ketemu lagi.”“Iya, sampai ketemu,” sahut Olivia. Setelah Stella masuk ke mobilnya dan melambaikan tangannya, Olivia menambahkan, “Stella, lain kali tolong parkir di depan parkir yang benar, jangan di depan pintu. Tadi kamu nutupin mobilku. Untung saja aku ini orangnya baik hati dan toleransi tinggi. Kalau sampai Stefan yang terganggu, siap-siapa saja mobil kamu dirusak.”“... iya, tadi itu salahku. Maaf, ya.”“Aku ngomong begitu bukan berarti aku marah cuma gara-gara kamu parkir sembarangan sekali. Hati-hati di jalan, ya. Aku antar sampai di sini saja.”Setelah mobil Stella pergi menjauh, Olivia pun menyimpan kembali senyuman di wajahnya, lalu menatap Arif yang baru saja keluar dari rumah.“Bu Olivia, tadi ada apa?” tanyanya.Arif baru keluar untuk m
“Didin, kira-kira Bu Olivia marah, nggak, sama Pak Stefan?” tanya si sopir.Didin menjawab, “Aku sudah beberapa bulan jagain Bu Olivia, jadi bisa dibilang aku cukup paham karakternya. Menurutku, Bu Olivia nggak mungkin marah sama Pak Stefan. Kan Non Stella sendiri yang mau nempel, tapi nggak berhasil. Jadi nggak ada alasan bagi Bu Olivia untuk marah.”“Baguslah kalau begitu. Aku paling takut kalau sampai Bu Olivia marah dan cuekkin Pak Stefan. Nanti kita juga yang kena getahnya,” kata si sopir.Begitu Stefan sudah marah, tidak ada yang akan bisa lolos dari api amarahnya. Namun, yang paling sering kena omelannya sudah pasti adalah orang-orang yang paling sering berinteraksi dengan Stefan. Si sopir sering mengantar Olivia bepergian, jadi dia termasuk salah satu orang yang juga otomatis sering tatap muka dengan Stefan. Wajar saja jika dia khawatir.Olivia langsung bersandar di sofa begitu dia masuk ke rumah, dan beberapa menit kemudian, dia mendengar Stefan juga baru saja pulang. Stefan l
Selagi suasana hati Olivia masih cukup baik, Stefan pun memberanikan diri untuk bertanya, “Sayang, tadi sebelum aku pulang ada apa?”“Kamu kenapa mikir begitu?” tanya Olivia balik.“Biasanya pas aku pulang, kamu langsung keluar nunggu aku turun dari mobil. Atau kalau kamu belum pulang, biasanya Pak Arif yang keluar. Tapi hari ini kamu dan Pak Arif sama-sama nggak keluar. Pasti terjadi sesuatu sebelum aku sampai di rumah, dan itu berpengaruh sama hubungan kita berdua. Kamu … mungkin lagi marah sama aku, ya? Liv, coba kasih tahu, aku ada salah apa?”Olivia tidak menyangka Stefan bisa menebak ada sesuatu hanya karena dia tidak menyambutnya pulang. Melihat Stefan yang begitu berhati-hati karena takut akan membuatnya marah, Olivia jadi merasa dirinya kurang baik terhadap Stefan dalam keseharian mereka. Mungkin itu membuat Stefan jadi tidak merasa tenang dan selalu khawatir Olivia akan marah dan pergi meninggalkannya.Maka itu, Olivia segera meletakkan baju yang ada di tangannya dan mencium
Bagaimanapun juga, menjadi asisten kepala keluarga berarti berada di bawah satu orang, tetapi di atas banyak orang. Tidak ada yang berani memperlakukan asisten kepala keluarga dengan buruk. Vandi mencubit hidung mungil Felicia dengan ringan. Dengan suara lembut, dia berkata, "Kepalamu masih pusing, kalau nggak nyaman, tidurlah sebentar dan jangan pikirkan hal lain." "Orang seperti kami, sejak pertama kali datang ke sisi majikannya, nggak bisa menyesal dan nggak akan menyesal. Seumur hidup kami akan setia dengan majikan kami dan nggak akan pernah berubah." "Selama aku masih bernapas, aku akan tetap berada di sisimu dan nggak akan pernah menyesal!" Saat Vandi berbicara, kepalanya menunduk sedikit, ingin mendekat dan mencium Felicia. Namun, tepat sebelum bibirnya menyentuhnya, lelaki itu berhenti. Felicia bukan tidak mengerti perasaannya, tetapi dia belum memberikan tanggapan yang jelas. Sehingga Vandi tidak berani bertindak gegabah. "Aku akan mengikuti perintahmu, sekarang juga aku
Saat Vandi sedang mengemudi, tiba-tiba dia mendengar suara Felicia berbicara. Lelaki itu segera menginjak rem dengan mendadak.Menyadari bahwa tindakannya itu sangat berbahaya, dia langsung menyalakan lampu darurat. Setelah memastikan tidak ada kendaraan di belakang, Vandi segera menepi dan menghentikan mobil. "Bu?" Vandi menoleh ke belakang. Felicia ingin duduk, tetapi dia merasa kepalanya masih sangat pusing. Dunia serasa berputar, hingga dia tidak bisa bangun. Perempuan itu hanya bisa terus berbaring di sana. Dia juga tidak tahu dari mana ibunya mendapatkan obat itu dan obat apa itu, tetapi efeknya sangat kuat. Felicia hanya minum seteguk air hangat, tetapi setelah menelannya, dia merasa ada yang tidak beres dengan air itu sehingga dia tidak melanjutkannya. Meski begitu, Felicia tetap kehilangan kesadaraannya Ketika itu. Butuh waktu lama baginya untuk mendapatkan sedikit kesadaran. Mendengar suara ibunya berbicara, dia tetap diam dan berpura-pura pingsan. Sampai akhirnya Vandi m
“Memangnya kamu peduli apa yang terjadi pada Felicia? Kamu masih berani salahkan aku. Seberapa besar rasa sayangmu pada putri kandungmu? Kamu pernah tulus sayang padanya? Sekarang kamu tanya dia kenapa. Nggak usah pura-pura! Kalian takut akan hidup susah, kan?!”“Beraninya kamu bahas Fani di depanku. Iya, aku benci keluarga Fani. Setelah tahu dia bukan putri kandungku, aku jadi benci dia dan ingin balas dendam. Mereka sudah tukar putriku, nggak perlakukan dia dengan baik, malah disiksa, dianiaya. Sedangkan putri mereka bisa menikmati semua kekayaan keluarga Gatara. Bagaimana mungkin aku nggak benci?”Ibu normal mana pun akan membencinya. Awalnya, Patricia memang tidak rela memutuskan hubungan dengan Fani. Dia juga berusaha meyakinkan dirinya sendiri kalau hal itu tidak ada hubungannya dengan Fani. Fani tidak bersalah. Lama-kelamaan, Patricia menjadi benci. Amat sangat benci.Kasih sayang Patricia terhadap Fani berangsur-angsur sirna, tergantikan oleh rasa ingin balas dendam. Kalau saj
Setelah mendengar jawaban Vandi, Ivan spontan ingin mengikuti Vandi. Dia pun melangkahkan kakinya hendak menyusul.“Jangan ikut!” kata Vandi dengan dingin.Ivan spontan menghentikan langkah kakinya. Mereka hanya bisa melihat Vandi menggendong Felicia menuruni tangga.Sesaat kemudian, mereka mendengar suara mobil pergi. Mereka tahu Vandi yang membawa Felicia pergi. Cakra menyuruh ketiga putranya turun ke bawah dulu. Sedangkan dia berjalan ke depan ruang kerja. Setelah terdiam cukup lama, dia baru mengangkat tangan dan mengetuk pintu.“Pergi! Jangan ganggu aku!” Suara bentakan Patricia terdengar dari dalam ruang kerja.Patricia sedang duduk di meja kerjanya sambil memegang ponsel dan memberi perintah kepada asistennya, “Dikta, aku nggak peduli kamu pakai cara apa. Aku hanya ingin Odelina mati!”Patricia dalam suasana hati yang buruk ketika dia memutuskan untuk bertarung habis-habisan dengan keponakannya. Setelah mendengar suara ketukan pintu, amarahnya langsung meledak. Berpikir pakai lu
“Aku pergi lihat.”Ivan tidak bilang biarkan Vandi masuk. Dia ingin keluar untuk melihat dulu. Baru sampai di depan pintu, dia berpapasan dengan Vandi yang berjalan masuk. Dengan statusnya, pelayan di rumah keluarga Gatara tidak ada yang bisa melarangnya untuk masuk. Tidak ada yang berani juga.Pengurus rumah tangga hanya datang untuk melapor dulu. Dia juga tidak bisa menghentikan Vandi. Status Vandi akan sama dengan Dikta kelak. Dia akan menjadi orang istimewa di keluarga Gatara. Dia orang yang paling dipercaya oleh kepala keluarga, juga menjadi tangan kanan kepala keluarga. Semua yang mereka lakukan sudah mewakili kepala keluarga. Menghentikan mereka sama saja dengan menghentikan kepala keluarga. Siapa yang tidak ingin hidup lagi?“Pak Vandi kenapa datang ke sini?” Ivan tersenyum dan menanyakan maksud kedatangan Vandi.Vandi tidak menjawab. Dia langsung berjalan melewati Ivan dan melangkah dengan cepat ke dalam rumah. Dia melewati ruang keluarga, lalu langsung naik ke lantai atas.
“Pa, lebih baik tunggu Mama yang atur saja. Aku rasa bukan begitu. Tante sudah meninggal puluhan tahun yang lalu. Usianya 18 tahun lebih tua dari Mama. Asistennya seharusnya juga belasan atau bahkan 20 tahun lebih tua dari Mama. Kalau masih hidup, usianya sudah sekitar sembilan puluhan, kan?”“Orang tua usia segitu, jalan saja harus ada yang bantu. Apa yang bisa dia lakukan? Ingatannya pasti sudah buruk. Seberapa banyak yang dia ingat tentang hal yang terjadi puluhan tahun yang lalu? Lagi pula, sekalipun dia masih hidup, masih sehat, bisa bicara, apakah orang lain akan percaya apa yang dia katakan? Apakah dia punya bukti kalau Mama yang bunuh Tante?”Ivan tidak ingin membawa anak-anaknya kembali ke kampung halaman ayahnya. Meskipun mereka bertiga tidak dapat meneruskan bisnis keluarga Gatara, mereka memiliki banyak properti di Kota Cianter. Toko, pabrik kecil, beberapa vila, apartemen dan sebagainya. Semua itu cukup untuk membuat mereka hidup dengan nyaman di Kota Cianter.Jika mereka
“Papa tahu sesuatu? Mama habis melakukan perjalanan jauh. Pulang-pulang, dia bahkan nggak pergi ke perusahaan. Suasana hatinya nggak bagus, sampai nggak makan pula. Baru satu hari, Mama mau .... Sebenarnya apa yang terjadi?” tanya Erwin.“Iya, Pa. Sudah di saat seperti ini, nggak perlu tutupi dari kami lagi. Cepat beritahu kami, Pa. Kami baru bisa cari cara untuk hadapinya,” kata Julio ikut menimpali.Bahkan Ivan juga sangat bingung. Karena ibunya sama sekali tidak mengatakan apa pun setelah kembali dari perjalanan jauh. Dia hanya tahu suasana hati ibunya sedang tidak bagus, kelihatan sangat cemas. Namun, mereka tidak tahu apa yang terjadi.Meskipun ayah mereka tidak ikut campur, bagaimanapun juga Cakra telah menikah dengan Patricia selama puluhan tahun. Mungkin saja benar-benar ada hal yang disembunyikan dari mereka.Cakra terdiam sejenak, lalu berkata, “Lebih baik kalian nggak usah tahu. Pokoknya, siapa pun bisa celakai kalian, hanya Papa yang nggak akan celakai kalian. Kalian dengar
Julio dan Erwin saling memandang satu sama lain. Ekspresi mereka juga telah berubah. Felicia adalah satu-satunya adik perempuan kandung mereka. Awalnya Patricia tidak begitu baik pada Felicia. Namun dalam enam bulan terakhir, Patricia semakin percaya dengan Felicia dan secara bertahap memberinya lebih banyak kekuasaan. Tidak disangka, Patricia tega menyakiti Felicia.“Felicia nggak akan mati. Sekejam-kejamnya mamamu, dia nggak akan bunuh felicia. Kalau bunuh kita, kemungkinannya lebih besar.”Aturan keluarga Gatara sudah jelas, yang menyebabkan orang yang jadi kepala keluarga selalu lebih sayang anak perempuan daripada anak laki-laki. Penerus lebih penting daripada nyawanya sendiri.Saat Fani mati, tidak peduli seberapa marah atau jahatnya Patricia, dia juga tidak melakukan apa pun pada Felicia.“Kalau begitu, kenapa Felicia nggak bergerak?”Ivan juga tidak ingin Felicia mati. Bukan karena dia sayang adiknya, lebih seperti sedih karena mangsanya mati. Jika Felicia benar-benar dibunuh o
Sedangkan wajah Patricia tampak tidak senang. Tanpa perlu bertanya pun Ivan tahu kalau Patricia dan Felicia mungkin bertengkar. Jangan-jangan Felicia sudah jadi korban kekejaman ibunya?Ivan yang ketakutan segera menarik kembali pandangannya dan berkata dengan hati-hati kepada sang ibu, “Ma, sekalipun Mama mau bicara dengan Felicia, Mama tetap harus makan.”“Pergi!” bentak Patricia.Ivan langsung berbalik dan hendak kabur. Karena gerakannya terlalu cepat, dia terjatuh. Nampan yang dipegangnya beserta semua makanan jatuh ke lantai. Makanan pun berserakan di mana-mana. Ivan terlihat sangat menyedihkan.Kemudian, Ivan mendengar suara pintu yang dibanting dengan keras. Setelah itu, dia baru berani menoleh kembali dan melihat pintu itu sebentar, lalu dia cepat-cepat bangun. Dia tidak berani langsung pergi. Dia harus membersihkan makanan di lantai dulu.Ivan membersihkan kekacauan di lantai dengan terburu-buru lalu bergegas turun ke bawah. Cakra dan kedua putranya juga merasa gugup ketika me