“Aku pikir karena Daniel baru keluar dari rumah sakit, Kakak pasti ada di rumah, makanya aku datang untuk minta makan. Makan sendirian di rumah rasanya hambar banget.”Olivia kemudian menggendong Russel duduk di kursinya, lalu mengambil mangkuk kosong dan mengisinya dengan sup. Orang Mambera memang suka sekali minum sup. Setiap acara makan-makan tanpa ada sup rasanya kurang lengkap. Masakan yang Odelina buat hanyalah masakan rumahan sederhana. Menduga adiknya pasti akan datang untuk makan bersama, dia membuat empat jenis lauk dan satu sup telur rumput laut.“Russel, ini sup kamu, ayo dimakan dulu,” kata Olivia, kemudian dia menuangkan sup ke mangkuknya sendiri dan memakannya juga.“Masakan buatan Kakak memang beda. Sup buatan koki di rumah sebenarnya juga enak banget, tapi aku masih paling suka sup buatan Kakak.”“Kalau suka, bolehlah sering-sering datang makan di sini.”Olivia sudah bosan dengan makanan mewah yang biasa dibuatkan oleh koki rumahnya. Yang dia cari saat ini justru adal
Akan tetapi, wanita itu malah bersandar di mobilnya dan mengeluarkan dua batang rokok yang dia serahkan kepada dua orang pengawal itu. Kedua pengawal itu tentu menolak, tapi wanita itu seakan tidak peduli dan menyalakan rokok untuk dia sendiri.“Aku datang untuk ketemu sama majikan kalian. Bilangin ke Olivia aku mau ngajak dia makan makan.”“Maaf, nama Non siapa?”WAnita ini masih terlihat sangat muda dan juga luar biasa cantik. Dia dengan sengaja menyebut nama Olivia, maka itu para pengawal mengambil kesimpulan bahwa wanita ini suka dengan Stefan. Karena jika tidak, dia tidak mungkin ingin menemui Olivia.“Aku Stella Krama.”Stella jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Stefan, tapi sepertinya dia sadar setelah ditegur oleh ayahnya, maka itu dia tidak lagi muncul di hadapan Stefan untuk waktu yang sangat lama. Namun setelah pulang, Stella sadar bahwa dia tidak pernah bisa melupakan Stefan.Ayahnya sempat berpesan selama kerja sama antara Krama Group dan Adhitama Group masih berlang
Olivia memandang tubuh Stelle dari ujung kepala sampai ujung kaki, begitu pun sebaliknya. Semua orang di Mambera kini sudah tahu bahwa Olivia adalah istrinya Stefan, tapi yang bisa mengingat seperti apa rupa Olivia tidak banyak. Olivia jarang sekali tampil di depan media karena Stefan melindungi privasinya dengan sangat baik. Setiap kali ada topik hangat yang berkaitan dengan Olivia naik, Stefan pasti akan dengan segera menghapusnya.Stefan tahu bahwa istrinya itu lebih suka menjalani kehidupan yang tenang, tapi Olivia sering kali harus menampilkan wajahnya di depan publik karena Stefan sendiri. Walau begitu, Stefan tetap berusaha yang terbaik agar kehidupan pribadi Olivia tidak terusik.Stella sendiri pernah mencari foto wajah Olivia di internet, dan dari situ dia hanya menemukan beberapa potret wajah yang buram atau dari sisi samping yang tidak begitu memperlihatkan wajahnya. Namun saat ini, akhirnya Stella bisa melihat langsung dengan matanya sendiri seperti apa rupa wajah istrinya
Sebagai anak yang lahir di keluarga Adhitama, seharusnya pekerjaan Stefan sangat sibuk dan baru pulang larut malam. Namun sekarang baru pukul sembilan malam lewat. Selama Stella menemani ayahnya bekerja, mereka selalu sibuk dan baru pulang hampir tengah malam, bahkan di akhir pekan pun mereka tidak ada waktu untuk beristirahat.Olivia menyunggingkan senyum manis di wajahnya dan menjawab, “Stefan itu tipe suami idaman. Selama aku nggak lagi sama dia, setiap hari sekitar jam 21.30 dia pasti sudah sampai di rumah. Dia bilang kerja itu memang penting, tapi aku lebih penting lagi, makanya dia nggak tega bikin aku nungguin dia di rumah sampai tengah malam. Dia juga pasti mau pulang lebih awal untuk temani aku.”Senyuman itu bagaikan duri yang menusuk mata Stella, dan ucapan mesra yang terucap dari mulut Olivia itu juga membuat Stella terbakar api cemburu. Untungnya Stella sudah cukup stabil secara emosional karena sering bepergian dengan ayahnya, jadi dia tidak serta merta meluapkan emosiny
Khawatir Olivia memberikannya nomor palsu, Stella langsung menghubungi nomor tersebut di depan Olivia. Olivia mengeluarkan ponselnya agar Stella bisa melihat kalau panggilan itu benar-benar tersambung.“Kalau begitu aku pergi dulu. Sampai ketemu lagi.”“Iya, sampai ketemu,” sahut Olivia. Setelah Stella masuk ke mobilnya dan melambaikan tangannya, Olivia menambahkan, “Stella, lain kali tolong parkir di depan parkir yang benar, jangan di depan pintu. Tadi kamu nutupin mobilku. Untung saja aku ini orangnya baik hati dan toleransi tinggi. Kalau sampai Stefan yang terganggu, siap-siapa saja mobil kamu dirusak.”“... iya, tadi itu salahku. Maaf, ya.”“Aku ngomong begitu bukan berarti aku marah cuma gara-gara kamu parkir sembarangan sekali. Hati-hati di jalan, ya. Aku antar sampai di sini saja.”Setelah mobil Stella pergi menjauh, Olivia pun menyimpan kembali senyuman di wajahnya, lalu menatap Arif yang baru saja keluar dari rumah.“Bu Olivia, tadi ada apa?” tanyanya.Arif baru keluar untuk m
“Didin, kira-kira Bu Olivia marah, nggak, sama Pak Stefan?” tanya si sopir.Didin menjawab, “Aku sudah beberapa bulan jagain Bu Olivia, jadi bisa dibilang aku cukup paham karakternya. Menurutku, Bu Olivia nggak mungkin marah sama Pak Stefan. Kan Non Stella sendiri yang mau nempel, tapi nggak berhasil. Jadi nggak ada alasan bagi Bu Olivia untuk marah.”“Baguslah kalau begitu. Aku paling takut kalau sampai Bu Olivia marah dan cuekkin Pak Stefan. Nanti kita juga yang kena getahnya,” kata si sopir.Begitu Stefan sudah marah, tidak ada yang akan bisa lolos dari api amarahnya. Namun, yang paling sering kena omelannya sudah pasti adalah orang-orang yang paling sering berinteraksi dengan Stefan. Si sopir sering mengantar Olivia bepergian, jadi dia termasuk salah satu orang yang juga otomatis sering tatap muka dengan Stefan. Wajar saja jika dia khawatir.Olivia langsung bersandar di sofa begitu dia masuk ke rumah, dan beberapa menit kemudian, dia mendengar Stefan juga baru saja pulang. Stefan l
Selagi suasana hati Olivia masih cukup baik, Stefan pun memberanikan diri untuk bertanya, “Sayang, tadi sebelum aku pulang ada apa?”“Kamu kenapa mikir begitu?” tanya Olivia balik.“Biasanya pas aku pulang, kamu langsung keluar nunggu aku turun dari mobil. Atau kalau kamu belum pulang, biasanya Pak Arif yang keluar. Tapi hari ini kamu dan Pak Arif sama-sama nggak keluar. Pasti terjadi sesuatu sebelum aku sampai di rumah, dan itu berpengaruh sama hubungan kita berdua. Kamu … mungkin lagi marah sama aku, ya? Liv, coba kasih tahu, aku ada salah apa?”Olivia tidak menyangka Stefan bisa menebak ada sesuatu hanya karena dia tidak menyambutnya pulang. Melihat Stefan yang begitu berhati-hati karena takut akan membuatnya marah, Olivia jadi merasa dirinya kurang baik terhadap Stefan dalam keseharian mereka. Mungkin itu membuat Stefan jadi tidak merasa tenang dan selalu khawatir Olivia akan marah dan pergi meninggalkannya.Maka itu, Olivia segera meletakkan baju yang ada di tangannya dan mencium
“Apa yang terjadi sama Roni dan Yenny itu pasti nggak cuma salah satu pihak saja yang salah. Tapi setelah kejadian itu, semua orang nyalahin Yenny dan ngatain dia pelakor, sementara Roni jarang dapat tuduhan dari orang lain. Padahal, sebenarnya yang harusnya disalahin itu Roni. Dia sudah beristri dan punya anak, tapi masih saja ngejar cewek yang lebih muda. Memang dia saja yang nggak bisa setia. Jelas Yenny juga punya salah. Dia bisa saja menolak Roni atau menjauh darinya, tapi dia nggak begitu. Dia sendiri juga menikmati semua yang Roni kasih ke dia, bahkan sampai kepikiran untuk gantiin kakakku sebagai istrinya. Dia dan Roni sama-sama nggak pantas dikasihani. Kalau bukan karena Roni itu papanya Russel, dia pasti sudah mati. Yenny cuma ngerasa atas dasar apa semua orang nyalahin dia. Dia merasa ini nggak adil, dan mungkin juga dia dapat tekanan dari Pamungkas sampai akhirnya dia kehilangan rasa percaya diri. Di saat-saat putus asa, akhirnya dia ngayunin pisau ke arah Roni yang seharu