Daniel yakin dirinya bisa mengusir Odelina dari sisinya selama dia bersikap acuh tak acuh, sombong, sering marah-marah dan memiliki mood yang berubah-ubah. Dengan begitu, kesan seorang Daniel di dalam hati Odelina akan berubah menjadi buruk lalu perempuan itu pasti akan segera meninggalkannya. Odelina juga bisa melepaskannya dengan lebih mudah dan menikah dengan sosok yang dicintainya di kemudian hari. Seseorang yang bisa membahagiakan hidup Odelina tanpa beban psikologis sedikit pun. Daniel bersumpah kalau dirinya akan membuat Odelina tidak lagi menginginkan uang 20 juta itu demi merawat dirinya. Dia juga akan membuat Odelina semakin jauh dengan dirinya. Yanti perlahan masuk ke dalam ruang rawat setelah mendengar tidak ada lagi suara dari dalam. Dia langsung menemukan Daniel sedang menatap Odelina yang sedang tertidur di tempat tidur yang ada di samping ranjang Daniel. Yanti langsung merasa kalau keputusannya sangat tepat dengan meminta Odelina untuk menjaga Daniel setelah melihat p
Di sisi lain, Amelia dan Olivia sedang pergi menuju kediaman keluarga besar Sanjaya dengan mobil mereka. Tetangga keluarga Amelia yang bernama Jonas sudah menunggu kedatangan kedua orang itu sejak tadi. Dia bergegas menghampiri mobil mereka sambil membawa sebuket bunga mawar merah dan satu set perhiasan di tangannya tepat ketika Amelia memarkirkan mobilnya. Amelia keluar dari mobil dan melihat sebuah mobil yang terlihat familier terparkir tidak jauh dari rumahnya. Namun, dia tidak ingat mobil siapa itu. Amelia pun menoleh ke arah pelayan yang membukakannya pintu untuk menanyakan tentang mobil itu ketika tiba-tiba saja dia melihat sosok Jonas yang sedang berjalan ke arahnya. Amelia benar-benar tidak bisa menahan senyuman di wajahnya ketika melihat sosok laki-laki itu dan langsung menghadap ke arah Jonas. Sebenarnya, pelayan keluarga Sanjaya sudah ingin buru-buru menutup pagar karena mereka ingat akan perintah orang tua Amelia untuk segera menutup pintu pagar agar Jonas tidak bisa mas
Semua anak-anak mereka berada di pihak ibunya. Jadi, kepala keluarga Lambana pun tidak bisa melakukan apa pun untuk mencegahnya. Amelia mendengarkan cerita Jonas tentang keluarga Lambana dengan penuh ketertarikan. Amelia hanya bisa mendapatkan cerita ini dari mulut Jonas. Bagaimanapun juga, ini adalah cerita tentang keluarga Lambana yang tidak semua orang berani menggalinya lebih dalam. Mereka berdua berjalan bersama menuju ke dalam rumah keluarga Sanjaya. Kemudian Jonas melihat sosok Olivia yang sedang menunggu mereka sambil menggenggam tangan Russel tidak jauh dari tempat mereka berada. “Kamu mau membicarakan bisnis sama Olivia?” tanya Jonas. “Ya, rencananya sih kami mau memperluas investasi dan jangkauan penjualan. Mungkin beberapa hari lagi, kami akan pergi ke luar kota. Karena kami nggak bisa cuma mengandalkan Kota Mambera sebagai ladang penghasilan kami,” jawab Amelia. Kedua perempuan ini memiliki ambisi untuk memperluas bisnis mereka ke kota-kota lain dan pedesaan. “Kamu b
“Russel baik banget, sih. Om Jonas mewakili bayi-bayi itu mau bilang terima kasih sama Russel,” ujar Jonas sambil tersenyum bahagia. Kemudian Jonas menurunkan Russel dari gendongannya lalu mereka semua masuk ke dalam rumah bersama-sama. Yuna terlihat sangat bahagia ketika mendengar kedatangan Olivia dan Russel ke rumahnya. Bahkan dia langsung berlari keluar untuk menyambut kedatangan mereka. Namun, senyuman Yuna tiba-tiba memudar ketika melihat sosok Jonas yang ikut masuk ke dalam rumahnya. Laki-laki ini sudah cukup lama tidak datang. Yuna mengira kalau Jonas sudah menyerah untuk mendekati Amelia. Namun, ternyata Jonas kembali ke kotanya karena kelahiran anggota baru di keluarga Junaidi. Jonas sebagai paman kandung dari bayi-bayi itu tentu saja bergegas pulang untuk menemui keponakan-keponakannya yang baru. Jadi, alasan Jonas sudah jarang datang lagi ke kediaman keluarga Sanjaya bukan karena dia menyerah, tapi karena kelahiran keponakannya. Bahkan sekarang Jonas dengan cepat sudah m
“Kakakmu itu ….” Yuna merasa hidup keponakannya yang satu itu penuh dengan penderitaan. Namun, dia enggan mengungkapkannya secara terang-terangan. “Apa Pak Daniel masih nggak mau ketemu orang lain?” tanya Yuna dengan ekspresi wajah prihatin. “Aku dan Stefan sempat pergi untuk menjenguk dia di rumah sakit, tapi dia nggak mau bertemu dengan kami. Selain itu, dia juga nggak menjawab telepon ataupun pesan yang Stefan kirim. Ego laki-laki itu sangatlah tinggi. Dia selalu berpikir kalau kami datang untuk mengasihaninya,” jawab Olivia. Yuna hanya bisa menghela napas setelah mendengar jawaban Olivia. Di sisi lain, Amelia dan Jonas terlihat sedang berpegangan tangan satu sama lain. Namun, mereka buru-buru melepaskan tangan mereka karena Yuna memelototi mereka. Jonas sadar kalau Yuna belum bisa menerima dirinya dengan baik. Jadi, dia tidak boleh terlalu dekat dengan Amelia ketika berada di depan Yuna. Amelia bergegas pergi untuk menaruh bunga di dalam vas dan kembali ke kamarnya untuk mena
Stella berkata dengan serius, “Goodbye, Pak Stefan.”Stefan tidak mengatakan apa-apa, ekspresi di wajahnya dingin.Stella justru menyukai sikapnya yang dingin itu. Selama mengikuti ayahnya, dia sudah bertemu dengan banyak bos besar dan orang kaya. Ini pertama kalinya dia melihat pria seperti Stefan.Dia tidak melihat kemampuan bisnis Stefan, tapi hanya melihat penampilan Stefan.Tampan dan dingin. Kesan pertama itu membangkitkan keinginannya untuk menaklukkan. Dia ingin menaklukkan pria ini.Stella tidak keberatan Stefan tidak mengatakan apa pun. Setelah ayahnya berpamitan dengan Stefan, dia mengikuti ayahnya ke mobil mereka.Sopir membuka pintu dan keduanya masuk ke dalam mobil.Petrus menekan tombol untuk kaca jendela mobil, lalu melambaikan tangan pada Stefan.Stefan melambai balik pada Petrus.Mobil mewah Petrus pun segera meninggalkan Mambera Hotel.“Stella, apa yang baru saja kamu lakukan pada Zhan Zong? Raut mukanya tiba-tiba menjadi masam.” Setelah menaikkan jendela mobil, Petr
“Dimas, apa yang barusan kamu lihat?” Stefan yang diam tiba-tiba bertanya.Dimas menjawab tanpa berpikir, “Aku melihat Bu Stella menautkan tangannya ke tangan Pak Stefan.”Setelah mengatakan itu, Dimas menyadari apa yang dia katakan dan dengan cepat mengubah kata-katanya, “Bukan, bukan. Pak, aku nggak melihat apa-apa. Sungguh, aku nggak melihat apa pun.”Pak Stefan sangat hebat, sehingga dia dapat dengan mudah membuat gadis-gadis muda menyukainya. Agar tidak menimbulkan masalah, Pak Stefan selalu membawa mereka setiap kali bepergian, selama bertahun-tahun. Tugas utama mereka adalah mencegah para wanita untuk mendekatinya.Dia tidak menyangka sesuatu yang begitu tidak terduga bisa terjadi malam ini.Cara Bu Stella memandang Pak Stefan itu sangat kentara sekali.“Ke depannya, jangan sampai ada wanita lain selain keluargaku muncul dalam jarak tiga meter dariku!”Stefan merasa harus menjaga jarak sejauh tiga meter dengan para wanita yang bukan keluarganya, seperti yang dia lakukan sebelumn
“Pak Arif, aku juga nggak mendengar apa pun, apalagi melihat apa pun. Aku mau pulang istirahat.”Pada akhirnya, Dimas tidak berani mengatakan bahwa Stefan disukai oleh putri kliennya. Dia cepat-cepat kabur.“Dasar anak itu.” Pak Arif mengocehi Dimas dan menatap ke arah sopir.Sopir itu menguap dan berkata, “Pak Arif, aku benar-benar nggak melihat atau mendengar apa yang dikatakan Pak Stefan. Aku hanya menyetir mobil.”“Pak Arif, ini sudah larut. Aku mau pulang istirahat. Selamat malam.”Setelah mengatakan itu, si sopir pun pergi.Para pengawal lainnya tidak tahu apa yang telah terjadi. Yang duduk satu mobil dengan Stefan adalah Dimas. Kalau Dimas tidak bilang apa-apa, mereka tidak akan tahu.Pak Arif tak punya pilihan lain selain kembali ke rumah.Stefan tidak berlama-lama di lantai satu dan sudah naik ke atas.Dia pergi ke ruang kerja dan mengetuk pintu dengan lembut.Olivia mungkin terlalu sibuk dan tidak mendengar suara di luar. Dia tidak tahu kalau Stefan sudah kembali. Saat dia me
Olivia menjawab, "Baik, nanti biar Papa dan Mama yang menjaga Russel. Kami akan kembali lebih awal untuk urus pekerjaan. Menjelang Tahun Baru, kami akan kembali menjemput kalian."Para orang tua dari kedua keluarga sudah pensiun dan tidak banyak kesibukan. Jika mereka berkumpul, bahkan hanya untuk bermain kartu, pasti akan terasa ramai. Yose juga pasti akan menyetujuinya.Dewi tertawa senang, lalu pergi ke dapur untuk meminta koki menyiapkan beberapa hidangan favorit Olivia, sambil tetap memperhatikan selera makan putranya juga.Ketika keluar dari dapur, Nenek sudah kembali. Mendengar bahwa cucu pertama dan istrinya datang berkunjung mencarinya, Nenek pun meninggalkan sekumpulan teman lamanya dan kembali ke vila.“Nenek.”Olivia menyapa dengan manis.Senyum Nenek sangat ramah dan penuh kasih sayang. Setelah saling menyapa dengan hangat, Nenek menarik Olivia untuk duduk bersamanya di sofa.Dewi secara pribadi mempersiapkan buah-buahan, camilan, dan berbagai makanan ringan untuk menantu
Meskipun di rumah ada asisten rumah tangga, seorang ibu tetap harus berbagi perhatian untuk merawat anaknya. Mengurus anak sering kali membuat istri kurang memperhatikan suaminya. Jika ingin menikmati waktu berdua seperti sekarang, kesempatan itu tidak akan banyak lagi. Dewi, sebagai seorang yang berpengalaman, sangat memahami hal ini.“Baik, kalau libur musim dingin, aku bawa Russel untuk tinggal dua hari di sini.” Olivia tidak tega mengecewakan kebahagiaan ibu mertuanya, sehingga dia memutuskan untuk mengantar Russel ke sini selama dua hari. Setelah itu, mereka akan membawa bocah itu ke Kota Aldimo untuk bermain selama seminggu, sebelum pulang mempersiapkan Tahun Baru. “Hanya tinggal dua hari? Apa Russel akan pergi ke Cianter?” Dewi bertanya dengan penuh perhatian, “Cianter itu sangat dingin, sering turun salju. Apa Russel bisa tahan di sana? Kalau hanya tinggal satu atau dua hari, dia mungkin akan merasa senang. Tapi kalau setiap hari di sana, dia bisa masuk angin. Kita ini ngga
Stefan tetap rutin berolahraga setiap hari, menjaga pola makan seperti sebelum menikah. Berat badannya pun hampir tidak pernah berubah, selalu stabil di angka yang sama. "Vitamin milik menantumu memang ada aku makan sedikit, tapi itu karena Olivia nggak bisa menghabiskannya, jadi dia memintaku membantunya makan. Baru setelah itu aku makan." Stefan ingin menegaskan bahwa dia tidak akan pernah memakan suplemen milik istrinya. Namun,mengingat dia hampir setiap hari membantu istrinya menghabiskan makanan tersebut, dia tidak bisa berkata tidak. Yang lebih dia khawatirkan adalah bentuk tubuhnya. Dengan cemas dia bertanya kepada istrinya, "Olivia, lihat aku, apa aku gemuk? Apa aku punya perut buncit?" Dia bahkan mencubit perutnya sendiri untuk memastikan. Melihat reaksi suaminya, Olivia tertawa hingga memegang perutnya. Suaminya benar-benar lucu, ternyata dia sangat peduli dengan penampilannya yang tampan. "Sayang, kamu nggak gemuk dan nggak buncit. Bentuk tubuhmu masih sangat bagus, te
Dewi melanjutkan, "Keluarga ini memang selalu didominasi laki-laki, sudah beberapa generasi nggak ada anak perempuan. Kalau bisa punya seorang anak perempuan, tentu saja semua orang akan memanjakannya.""Aku hanya ingin dia bisa hidup tanpa beban, melakukan apa pun yang dia inginkan dan nggak perlu memikul tanggung jawab besar keluarga." "Masih banyak saudara laki-laki yang bisa membantunya memikul tanggung jawab dan melindunginya, memastikan badai sehebat apa pun nggak akan mengenainya," tambahnya. Olivia berpikir sejenak, lalu tersenyum dan berkata, "Mama benar juga, tugas berat seperti menjadi penerus keluarga memang lebih baik diberikan kepada anak laki-laki." Mengetahui pandangan keluarga suaminya sudah cukup bagi Olivia. Dia pun tidak ingin jika suatu saat anak perempuannya harus memikul tanggung jawab besar keluarga. Namun, dia berpikir sambil tertawa kecil, "Kalau pun aku benar-benar bisa melahirkan anak perempuan, aku rasa itu mungkin terjadi di kehamilan kedua atau bahkan
"Nggak ada, sangat baik." Keluarga suaminya menunjukkan tingkat perhatian yang berlebihan terhadapnya, tetapi itu juga menandakan betapa mereka peduli padanya dan tentu saja pada bayi kecil yang ada di dalam perutnya. "Bagus kalau begitu. Mama sekarang paling takut mendengar kabar bahwa kamu mengalami sesuatu." Dewi akhirnya merasa lega, lalu berkata, "Ada seorang teman Mama, menantunya juga lagi hamil lima bulan. Tapi dua hari yang lalu, bayinya nggak berkembang lagi. Dia menangis sampai seperti kehilangan akal. Bayinya laki-laki dan sudah terbentuk, tapi entah bagaimana kejadiannya, tiba-tiba janinnya nggak berkembang." "Ah, Cih! Olivia sehat, dan bayi kita juga sangat sehat." Kekhawatiran Dewi terhadap Olivia memang dipicu oleh kejadian yang menimpa menantu temannya itu. "Hamil lima bulan masih bisa mengalami janin nggak berkembang?" Dewi menggandeng tangan menantunya dengan hangat. Keduanya masuk ke dalam rumah dengan akrab layaknya ibu dan anak kandung. Sedangkan Stefan? Di
Olivia berkata, "Aku hanya mau bilang, kamu sekarang sudah setegang ini, nanti saat aku melahirkan, apakah kamu akan seperti Amelia, langsung mengemudi sendiri ke rumah sakit?" Stefan menjawab dengan serius, "Jangan bandingkan aku dengan Amelia. Aku nggak akan seperti itu. Memang aku pasti akan tegang, tapi nggak sampai lupa padamu. Aku akan menemanimu masuk ke ruang bersalin." "Kamu mau masuk ke ruang bersalin bersamaku?" "Iya, aku akan menemanimu. Nggak peduli kapan dan apa yang terjadi, aku harus ada di sisimu." Olivia tersenyum, senyumnya begitu manis. "Stefan, terima kasih. Terima kasih karena sangat mencintaiku dan memperlakukanku dengan begitu baik!"Stefan kembali mengoreksinya, "Panggil aku "Sayang". Aku suka mendengar kamu memanggilku begitu. Seharusnya aku yang berterima kasih sama kamu karena mau melahirkan anak untukku. Kamu adalah pahlawan besar di keluarga kita." "Kita nggak perlu saling berterima kasih terus." Olivia tertawa kecil sambil menyandarkan dirinya ke p
Terutama sejak Olivia hamil, Stefan berharap bisa menemani istrinya selama 24 jam sehari. Namun, Olivia tidak mengizinkannya untuk terus menempel padanya. “Aku masih harus kerja,” katanya sambil tersenyum. Melihat istrinya yang sedang hamil tetap bekerja, Stefan merasa tidak enak jika dirinya sendiri bermalas-malasan. “Harus kerja juga, cari uang buat beli susu bayi,” katanya sambil bercanda. Russel bilang, bayinya nanti laki-laki. Kalau benar anak laki-laki, Stefan mulai berpikir tentang masa depannya. “Harus cari uang buat beli rumah, mobil, dan biaya menikah. Itu semua butuh banyak uang.” Namun, kemudian dia tersenyum lega. Sebagai pewaris keluarga Adhitama, dia memiliki kekayaan melimpah. “Bisa dibilang, aku kekurangan segalanya kecuali uang. Uangku cukup untuk anakku hidup nyaman seumur hidup. Kelak ada cucu dan cicit, harus tetap menjaga keluarga Adhitama sebagai keluarga terkaya di Mambera, dari generasi ke generasi.” “Nicho mulai kerja tahun depan, ya?” Olivia merasa s
"Olivia, mari kita kembali ke rumah lama sebentar dan beri tahu Nenek. Dia pasti ingin bertemu dengan para tetua itu," kata Stefan. Mereka adalah orang-orang dari masa yang sama. Di zamannya, Nenek adalah sosok yang cukup terkenal di Mambera. Kemungkinan besar, para tetua itu juga mengenal neneknya. Namun, memikirkan bahwa Olivia sudah bangun pagi-pagi, Stefan mengubah keputusannya. Dia berkata, "Kamu pulang saja untuk istirahat. Aku sendiri yang akan pergi ke rumah lama. Kalau Nenek ingin datang, aku akan mengantarnya ke sini." Olivia menjawab, "Aku nggak lelah. Aku akan menemanimu pergi." "Sudah lama kita nggak pulang ke sana. Akhir pekan ini, kita bawa Russel untuk menginap dua hari. Sekalian beri tahu keluarga, setelah libur musim dingin minggu depan, aku mau bawa Russel ke Kota Aldimo untuk bermain beberapa hari." Stefan dengan perhatian bertanya, "Apa kamu nggak akan merasa terlalu capek? Kalau lelah, sebaiknya istirahat saja, jangan memaksakan diri." Olivia menepuk ringan
Yuna mengangguk."Sore nanti ajak Russel bersama ke sini." Setelah berpikir sejenak, Yuna menambahkan, "Dokter Panca bilang, waktu Kakek Setya nggak banyak lagi. Biarkan dia bertemu dengan anak-anak satu per satu." Semua orang saling memandang. Olivia dengan cemas bertanya, "Penyakit apa yang diderita Kakek Setya?" "Mungkin karena luka lama yang meninggalkan efek samping, ditambah usia lanjut. Orang tua pasti punya penyakit kecil di sana-sini," jawab Yuna sambil menghela napas, dia tidak melanjutkan lebih jauh. Dokter Panca sudah menyuruh mereka bersiap secara mental. "Sore nanti, aku akan menjemput Russel, lalu kita akan datang bersama." Olivia juga memahami bahwa usia Setya yang sudah sangat tua, ditambah keinginannya yang sudah terpenuhi, mungkin tidak akan bertahan lama lagi. "Apakah perlu memberi tahu Kak Odelina agar pulang?" "Untuk sementara nggak perlu. Kakek Setya belum menyerahkan bukti-buktinya ke aku, jadi dalam waktu dekat sepertinya nggak akan ada apa-apa. Saat dia