“Daniel!” seru Yanti geram.Dirinyalah yang meminta Odelina untuk datang ke sini dan merawat Daniel. Jadi, bagaimana mungkin dia tega membiarkan Odelina berdiri di luar dalam waktu yang lama?Namun, Daniel langsung menutup matanya dan mulutnya seakan dia benar-benar tidak ingin lagi diajak bicara. Yanti tidak tahu lagi apa yang harus dilakukannya saat ini. Akhirnya, dia mengambil tisu untuk menyeka keringat dingin yang terus keluar dari dahi Daniel. “Daniel, Mama tahu kalau kamu masih suka sama Odelina. Tapi, kenapa kamu bersikap kayak gini sama dia?” tanya Yanti lembut tidak habis pikir dengan sikap putranya. Daniel masih memejamkan matanya dan tidak menanggapi perkataan ibunya sama sekali. Sebenarnya, dia adalah sosok yang paling tersakiti ketika harus melakukan hal seperti ini pada Odelina. Hatinya terasa sangat sakit seperti disayat-sayat oleh pisau. Namun, keadaan tubuhnya tidak sama seperti dulu lagi. Daniel tidak ingin Odelina melihat keadaannya yang tidak berdaya seperti in
Daniel memang terlihat acuh tak acuh dengan temperamen yang sangat buruk sampai dia tidak ingin bertemu dengan Odelina. Namun, pancaran matanya langsung berubah ketika Odelina benar-benar ada di hadapannya. Dia melihat sosok Odelina tanpa berkedip sedikit pun seakan dia tidak ingin kehilangan Odelina yang ada di hadapannya saat ini. Daniel membuka mulutnya ingin mengatakan sesuatu, tapi dia tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun dari mulutnya. Apa dia sedang bermimpi? Bukankah dia sudah bilang kalau dirinya tidak ingin bertemu dengan Odelina? Orang tuanya juga pasti menuruti semua perkataannya, bukan? Jadi, semua ini pasti hanya mimpi. Daniel kembali menutup matanya. Tidak lama kemudian, dia kembali membukanya. Namun, nyatanya semua ini bukanlah mimpi. Perempuan yang ada di hadapannya saat ini adalah Odelina. Odelina benar-benar masuk ke dalam ruang rawatnya! Siapa yang mengizinkan Odelina masuk ke sini?Daniel menatap Odelina dengan tatapan dinginnya setelah sadar kalau semua ini
Darius buru-buru mencegah Yanti yang hendak masuk ke dalam ruang rawat seraya berkata, “Biar Odelina menyelesaikan masalah ini sendiri. Kamu juga kan yang menyuruhnya masuk ke dalam.”Namun, kedua pengawal yang berada di dekat mereka berdua tiba-tiba berkata, “Pak Darius, Pak Daniel mungkin akan memecat kami kalau sampai kami tidak masuk ke dalam.”Bagaimanapun juga, Darius dan Yanti adalah orang tua Daniel dan Daniel pastinya tidak akan bisa melakukan apa pun kepada mereka. Namun, tidak dengan kedua pengawal itu yang hanya merupakan orang yang dibayar oleh Daniel. “Kalian berdua saja yang masuk dan tangani masalah ini,” ujar Darius yang berpikir kalau kedua pengawal itu tidak akan berani melakukan apa pun kepada Odelina. Walaupun Daniel tidak ingin bertemu dengan Odelina, dia juga tidak akan mau ada orang lain yang berani menyentuh Odelina sosok perempuan yang disukainya. Kedua pengawal itu akhirnya masuk ke dalam ruang rawat dan melihat Odelina sedang memindahkan kursi ke depan te
Daniel memberikan perintah dengan wajah kesal kepada Odelina. “Oke,” jawab Odelina cepat. Odelina bergegas meletakkan termos makan di meja samping tempat tidur lalu membantu Daniel untuk duduk. Daniel memiliki tubuh yang tinggi dan kuat. Walaupun berat badannya sudah turun cukup banyak, dia tetap saja berat bagi Odelina. Terlebih lagi, Daniel sengaja tidak menggunakan kekuatannya sama sekali agar Odelina seorang yang mengerahkan kekuatan untuk membantu Daniel. Odelina sempat terluka cukup parah sampai membutuhkan waktu beberapa bulan untuk pulih. Selama itu juga, Odelina tidak pernah lagi melakukan pekerjaan berat. Oleh karena itu, kekuatannya saat ini tidaklah sekuat kekuatannya yang sebelum kecelakaan itu terjadi. Odelina membutuhkan banyak tenaga untuk membantu Daniel bangun. Daniel juga merasa kurang nyaman dengan semua ini. Odelina tidak cukup kuat untuk membantunya bangun, sedangkan dirinya juga sulit untuk menggerakkan kakinya yang terasa sangat sakit. Pada awalnya, Daniel
Daniel menarik napas panjang beberapa kali dan meyakinkan dirinya sendiri untuk tidak marah. Namun, Odelina sama sekali tidak peduli apakah Daniel marah atau tidak. Padahal Daniel sampai memukul-mukul kasurnya dengan penuh amarah agar Odelina segera keluar dari ruang rawatnya. Namun, Odelina tidak bergeming sama sekali. Dia justru hanya duduk di depan tempat tidur Daniel sambil melihat perilaku Daniel dengan tenangnya. Daniel terlihat seperti seorang badut tampil di hadapan Odelina. Daniel benar-benar merasa malu pada Odelina. Sebenarnya, dia juga tidak ingin mempermalukan dirinya seperti itu di hadapan perempuan yang sangat dicintainya. “Odelina, kamu sudah lihat gimana keadaanku sekarang. Aku nggak butuh kamu untuk merawatku. Jadi, pergi saja kamu dari sini sekarang juga!” seru Daniel menatap Odelina dengan mata yang merah membara.Dia berusaha untuk menekan perasaannya terhadap Odelina.Odelina berjalan mendekati Daniel lalu duduk kembali di kursi yang berada tepat di depan kasur
Daniel yakin dirinya bisa mengusir Odelina dari sisinya selama dia bersikap acuh tak acuh, sombong, sering marah-marah dan memiliki mood yang berubah-ubah. Dengan begitu, kesan seorang Daniel di dalam hati Odelina akan berubah menjadi buruk lalu perempuan itu pasti akan segera meninggalkannya. Odelina juga bisa melepaskannya dengan lebih mudah dan menikah dengan sosok yang dicintainya di kemudian hari. Seseorang yang bisa membahagiakan hidup Odelina tanpa beban psikologis sedikit pun. Daniel bersumpah kalau dirinya akan membuat Odelina tidak lagi menginginkan uang 20 juta itu demi merawat dirinya. Dia juga akan membuat Odelina semakin jauh dengan dirinya. Yanti perlahan masuk ke dalam ruang rawat setelah mendengar tidak ada lagi suara dari dalam. Dia langsung menemukan Daniel sedang menatap Odelina yang sedang tertidur di tempat tidur yang ada di samping ranjang Daniel. Yanti langsung merasa kalau keputusannya sangat tepat dengan meminta Odelina untuk menjaga Daniel setelah melihat p
Di sisi lain, Amelia dan Olivia sedang pergi menuju kediaman keluarga besar Sanjaya dengan mobil mereka. Tetangga keluarga Amelia yang bernama Jonas sudah menunggu kedatangan kedua orang itu sejak tadi. Dia bergegas menghampiri mobil mereka sambil membawa sebuket bunga mawar merah dan satu set perhiasan di tangannya tepat ketika Amelia memarkirkan mobilnya. Amelia keluar dari mobil dan melihat sebuah mobil yang terlihat familier terparkir tidak jauh dari rumahnya. Namun, dia tidak ingat mobil siapa itu. Amelia pun menoleh ke arah pelayan yang membukakannya pintu untuk menanyakan tentang mobil itu ketika tiba-tiba saja dia melihat sosok Jonas yang sedang berjalan ke arahnya. Amelia benar-benar tidak bisa menahan senyuman di wajahnya ketika melihat sosok laki-laki itu dan langsung menghadap ke arah Jonas. Sebenarnya, pelayan keluarga Sanjaya sudah ingin buru-buru menutup pagar karena mereka ingat akan perintah orang tua Amelia untuk segera menutup pintu pagar agar Jonas tidak bisa mas
Semua anak-anak mereka berada di pihak ibunya. Jadi, kepala keluarga Lambana pun tidak bisa melakukan apa pun untuk mencegahnya. Amelia mendengarkan cerita Jonas tentang keluarga Lambana dengan penuh ketertarikan. Amelia hanya bisa mendapatkan cerita ini dari mulut Jonas. Bagaimanapun juga, ini adalah cerita tentang keluarga Lambana yang tidak semua orang berani menggalinya lebih dalam. Mereka berdua berjalan bersama menuju ke dalam rumah keluarga Sanjaya. Kemudian Jonas melihat sosok Olivia yang sedang menunggu mereka sambil menggenggam tangan Russel tidak jauh dari tempat mereka berada. “Kamu mau membicarakan bisnis sama Olivia?” tanya Jonas. “Ya, rencananya sih kami mau memperluas investasi dan jangkauan penjualan. Mungkin beberapa hari lagi, kami akan pergi ke luar kota. Karena kami nggak bisa cuma mengandalkan Kota Mambera sebagai ladang penghasilan kami,” jawab Amelia. Kedua perempuan ini memiliki ambisi untuk memperluas bisnis mereka ke kota-kota lain dan pedesaan. “Kamu b
"Nggak ada, sangat baik." Keluarga suaminya menunjukkan tingkat perhatian yang berlebihan terhadapnya, tetapi itu juga menandakan betapa mereka peduli padanya dan tentu saja pada bayi kecil yang ada di dalam perutnya. "Bagus kalau begitu. Mama sekarang paling takut mendengar kabar bahwa kamu mengalami sesuatu." Dewi akhirnya merasa lega, lalu berkata, "Ada seorang teman Mama, menantunya juga lagi hamil lima bulan. Tapi dua hari yang lalu, bayinya nggak berkembang lagi. Dia menangis sampai seperti kehilangan akal. Bayinya laki-laki dan sudah terbentuk, tapi entah bagaimana kejadiannya, tiba-tiba janinnya nggak berkembang." "Ah, Cih! Olivia sehat, dan bayi kita juga sangat sehat." Kekhawatiran Dewi terhadap Olivia memang dipicu oleh kejadian yang menimpa menantu temannya itu. "Hamil lima bulan masih bisa mengalami janin nggak berkembang?" Dewi menggandeng tangan menantunya dengan hangat. Keduanya masuk ke dalam rumah dengan akrab layaknya ibu dan anak kandung. Sedangkan Stefan? Di
Olivia berkata, "Aku hanya mau bilang, kamu sekarang sudah setegang ini, nanti saat aku melahirkan, apakah kamu akan seperti Amelia, langsung mengemudi sendiri ke rumah sakit?" Stefan menjawab dengan serius, "Jangan bandingkan aku dengan Amelia. Aku nggak akan seperti itu. Memang aku pasti akan tegang, tapi nggak sampai lupa padamu. Aku akan menemanimu masuk ke ruang bersalin." "Kamu mau masuk ke ruang bersalin bersamaku?" "Iya, aku akan menemanimu. Nggak peduli kapan dan apa yang terjadi, aku harus ada di sisimu." Olivia tersenyum, senyumnya begitu manis. "Stefan, terima kasih. Terima kasih karena sangat mencintaiku dan memperlakukanku dengan begitu baik!"Stefan kembali mengoreksinya, "Panggil aku "Sayang". Aku suka mendengar kamu memanggilku begitu. Seharusnya aku yang berterima kasih sama kamu karena mau melahirkan anak untukku. Kamu adalah pahlawan besar di keluarga kita." "Kita nggak perlu saling berterima kasih terus." Olivia tertawa kecil sambil menyandarkan dirinya ke p
Terutama sejak Olivia hamil, Stefan berharap bisa menemani istrinya selama 24 jam sehari. Namun, Olivia tidak mengizinkannya untuk terus menempel padanya. “Aku masih harus kerja,” katanya sambil tersenyum. Melihat istrinya yang sedang hamil tetap bekerja, Stefan merasa tidak enak jika dirinya sendiri bermalas-malasan. “Harus kerja juga, cari uang buat beli susu bayi,” katanya sambil bercanda. Russel bilang, bayinya nanti laki-laki. Kalau benar anak laki-laki, Stefan mulai berpikir tentang masa depannya. “Harus cari uang buat beli rumah, mobil, dan biaya menikah. Itu semua butuh banyak uang.” Namun, kemudian dia tersenyum lega. Sebagai pewaris keluarga Adhitama, dia memiliki kekayaan melimpah. “Bisa dibilang, aku kekurangan segalanya kecuali uang. Uangku cukup untuk anakku hidup nyaman seumur hidup. Kelak ada cucu dan cicit, harus tetap menjaga keluarga Adhitama sebagai keluarga terkaya di Mambera, dari generasi ke generasi.” “Nicho mulai kerja tahun depan, ya?” Olivia merasa s
"Olivia, mari kita kembali ke rumah lama sebentar dan beri tahu Nenek. Dia pasti ingin bertemu dengan para tetua itu," kata Stefan. Mereka adalah orang-orang dari masa yang sama. Di zamannya, Nenek adalah sosok yang cukup terkenal di Mambera. Kemungkinan besar, para tetua itu juga mengenal neneknya. Namun, memikirkan bahwa Olivia sudah bangun pagi-pagi, Stefan mengubah keputusannya. Dia berkata, "Kamu pulang saja untuk istirahat. Aku sendiri yang akan pergi ke rumah lama. Kalau Nenek ingin datang, aku akan mengantarnya ke sini." Olivia menjawab, "Aku nggak lelah. Aku akan menemanimu pergi." "Sudah lama kita nggak pulang ke sana. Akhir pekan ini, kita bawa Russel untuk menginap dua hari. Sekalian beri tahu keluarga, setelah libur musim dingin minggu depan, aku mau bawa Russel ke Kota Aldimo untuk bermain beberapa hari." Stefan dengan perhatian bertanya, "Apa kamu nggak akan merasa terlalu capek? Kalau lelah, sebaiknya istirahat saja, jangan memaksakan diri." Olivia menepuk ringan
Yuna mengangguk."Sore nanti ajak Russel bersama ke sini." Setelah berpikir sejenak, Yuna menambahkan, "Dokter Panca bilang, waktu Kakek Setya nggak banyak lagi. Biarkan dia bertemu dengan anak-anak satu per satu." Semua orang saling memandang. Olivia dengan cemas bertanya, "Penyakit apa yang diderita Kakek Setya?" "Mungkin karena luka lama yang meninggalkan efek samping, ditambah usia lanjut. Orang tua pasti punya penyakit kecil di sana-sini," jawab Yuna sambil menghela napas, dia tidak melanjutkan lebih jauh. Dokter Panca sudah menyuruh mereka bersiap secara mental. "Sore nanti, aku akan menjemput Russel, lalu kita akan datang bersama." Olivia juga memahami bahwa usia Setya yang sudah sangat tua, ditambah keinginannya yang sudah terpenuhi, mungkin tidak akan bertahan lama lagi. "Apakah perlu memberi tahu Kak Odelina agar pulang?" "Untuk sementara nggak perlu. Kakek Setya belum menyerahkan bukti-buktinya ke aku, jadi dalam waktu dekat sepertinya nggak akan ada apa-apa. Saat dia
Wajah Yuna berubah drastis. “Dokter Panca, apakah nggak ada cara agar Om Setya bisa hidup beberapa tahun lagi?” Dokter Panca berkata, “Saya dan murid-murid saya sudah pakai semua obat terbaik yang kami tanam untuknya. Kami sudah melakukan yang terbaik. Dia bisa bertahan sampai sejauh ini, pertama karena kami membantu memulihkan tubuhnya, dan kedua karena obsesi yang ada di hatinya.” “Meski dendam besar mamamu belum terbalaskan, melihat kalian hidup dengan baik, memiliki kekuatan dan dukungan, Om Setya merasa lebih tenang. Dia percaya bahwa balas dendam untuk ibumu bisa diserahkan sama kalian, jadi dia bisa pergi menemui majikannya dengan hati lega.” “Begitu obsesi itu hilang, seperti yang saya katakan sebelumnya, semangatnya akan turun. Ketika itu terjadi, dia nggak akan bertahan lama lagi. Apalagi, usianya sudah hampir seratus tahun. Bahkan kalua hari itu tiba, kalian harus menerimanya dengan tenang.” Hidup hingga seratus tahun, meski sering diucapkan, berapa banyak orang yang be
Sama seperti para lelaki di keluarga menantunya. Tidak heran kedua keluarga itu bisa memiliki hubungan yang erat. Mereka adalah orang-orang yang sejenis. “Dokter Panca,” sapa Stefan dengan hormat. Lelaki tua itu mengangguk lagi. Kemudian, dia memperkenalkan beberapa teman lamanya kepada pasangan itu. Terakhir, dia menunjuk Setya dan berkata kepada Olivia, “Bu Olivia, kakakku ini adalah orang yang selama ini kalian cari. Tantemu memanggilnya Om Setya.” “Dokter Panca, panggil aku Olivia saja,” kata Olivia dengan sopan. Dia menoleh ke Setya dan menyapanya, “Kakek Setya.” Sebagai generasi muda, Olivia belum pernah bertemu dengan asisten tua itu, dan begitu pula sebaliknya. Karena itu, baik Olivia maupun Setya, tidak memiliki perasaan emosional yang sama seperti Yuna. Setya tersenyum dan mengangguk, lalu berkata, “Kamu pasti Olivia, 'kan?” Bu Yuna benar, Olivia tidak begitu mirip dengan Reni. Sekilas terlihat sedikit mirip, tapi kalau diperhatikan lebih saksama, ternyata nggak. Keli
“Om Setya, putri sulung Reni sudah pergi ke Cianter untuk berkarier. Anda untuk sementara nggak bisa bertemu dengannya,” kata Yuna dengan suara lembut.Dia tahu alasan Setya sering memandang Amelia. Mungkin lelaki itu khawatir bahwa keluarga ibunya tidak ada yang mampu mengambil alih keluarga Gatara. Setya sangat setia, dan menganggap keluarga Gatara itu adalah milik keturunan majikannya.Meskipun Patricia telah duduk di posisi kepala keluarga selama lebih dari 40 tahun, Setya tetap tidak mengakui kedudukan Patricia yang sah. Perempuan itu tidak ingin Setya hidup, karena selama dia masih hidup, Patricia selalu merasa posisinya tidak kokoh. Tanpa Setya, dengan semua saudaranya ang telah tiada, mengambil alih keluarga Gatara menjadi hal yang wajar baginya, sehingga dia akan merasa lebih percaya diri. “Olivia sedang dalam perjalanan. Sebentar lagi Anda bisa bertemu dengannya,” “Olivia lebih mirip ayahnya, sedangkan Odelina lebih mirip Reni. Anak laki-laki Odelina, Russel, sangat mirip
Yuna menangis sejadi-jadinya di depan nisan adiknya. Namun, tidak peduli seberapa keras tangisnya, dia tidak dapat menghidupkan kembali adiknya. Satu hal yang bisa dia lakukan hanyalah menjadi sosok ibu bagi kedua keponakannya dan memberikan mereka lebih banyak kasih sayang.Yuna dan adiknya mengalami masa kecil yang tragis. Kemudian, keduanya dipisahkan oleh dua alam yang berbeda. Setelah mengetahui penyebab kematian orang tuanya, Yuna sangat membenci Patricia.“Kalau nggak ingin orang tahu apa yang kamu lakukan, lebih baik nggak usah lakukan. Dia akan membayar harga atas semua perbuatannya,” ujar Setya dengan penuh kebencian.“Benar, Om. Dia akan bayar harga atas semua yang telah dia lakukan.”“Aku yang nggak berguna. Aku nggak punya banyak bukti. Hanya ada sedikit. Karena orang-orang yang tahu masalah ini sudah mati semua, jadi sulit untuk memberatkannya dengan bukti yang sedikit ini.” Usai berkata, Setya kembali menyalahkan dirinya sendiri dan menangis.“Aku nggak peduli ada bukti