Natasya sedang menggenggam tangan Alan dan menatapnya yang sedang tidur. Matanya melirik ponsel yang bergetar panjang di atas nakas. Ada telpon dari Abian.“Halo, dok?”“Lagi ngapain?” “Lagi liatin Alan tidur.”“Ck, emang Alan bayi? Cepet ke ruangan saya.”“Mau ngapain?”“Dateng aja.”“Gak ah.”“Mau saya yang kesana nyeret kamu?”“Oke, aku kesana.”Natasya mendengus kesal setelah telpon di tutup. Ia mengelus punggung tangan Alan pelan, “Aku ke ruangan si harimau dulu, ya. Gak akan lama kok.”Natasya beranjak dari kursi. Ia berjalan setengah berlari karena takut Abian keburu datang kesini. Ceklek.“Ada apa?” tanya Natasya. Tubuhnya diam diluar ruangan.“Kamu punya sopan santun gak? Masuk.”Natasya membuka pintu lebih lebar, “Ada apa?”“Tutup pintunya, duduk.”Natasya menutup pintu dan duduk di sofa, “Ada apa, dokter Abian?”“Mas A-bian!”Natasya menarik nafas panjang, “Ada apa, mas Abian?”Abian yang semula duduk di kursi kerja, berpindah ke sofa samping Natasya.
Pertanyaan Abian semalam tak pernah Natasya jawab. Ada dokter jaga yang menelpon Abian memintanya datang ke UGD. Abian langsung pergi dan membiarkan Natasya ke bangsal untuk menemani Alan. Tapi yang terjadi, ketika ia kembali dini hari, istri kontraknya tidur di sofa ruangannya.Paginya Abian bersikap seperti biasa. Tidak dengan Natasya. Ia selalu menghindar. Ia bahkan menolak sarapan bersama di ruangan.“Bawa aja makanan kiriman mama ke ruangan Alan. Dia boleh makan juga kok. Kamu taruh di kulkas.”Natasya membereskan barang-barangnya, “Gak usah. Aku pergi, mas, Tika nelpon minta aku visit ke bangsal.”Abian mengikuti Natasya diam-diam. Ia yakin itu hanya alibinya untuk menghindar. Natasya pasti menjenguk Alan dan menyuapinya makan.Namun baru sampai lorong menuju lift, dokter residen mengikutinya, “Dokter Abian, permisi. Ada pasien VIP yang ingin konsultasi sekarang. Saya sudah bilang untuk menunggu sampai jam praktek rawat jalan mulai, tapi beliau—”“Dimana pasien mau konsu
Pasien yang dulu minta pindah dokter dan kini kembali kesini, menunduk ketika Abian melihat seluruh tes kesehatannya.“Kenapa pindah lagi kesini?” tanya Abian tanpa mengalihkan pandangan dari seluruh hasil tes.“Eum—”Abian menatap pasien, “Nanti sore lakukan segera kateterisasi jantung kiri.”Pasien melotot, “Saya—harus operasi, dok?”“Hm.”Wajah pasien pucat pasi, “Gimana dong, dok? Saya—anak rantau. Saya tidak punya wali.”“Hanya operasi kecil. Operasi memakan waktu tiga puluh menit. Jika kondisi baik, mas boleh langsung pulang.”Pasien tampak gelisah meski sudah membuang nafas kecil, “Dokter yang akan melakukannya?”“Kenapa kalau saya? Kamu takut?”Pasien menggeleng.“Dokter residen yang akan melakukan, dipantau dokter jantung dan pembuluh darah.”Pasien menangis, “Kenapa saya harus sampai dilakukan tindakkan ini, dok?”“Karena mas tidak pernah meminum obatnya, sehingga ada kelainan di otot dan infeksi katup jantung. Jika tindakan katerterisasi tidak membantu, ke depa
“Nat, kemana?” Vina mengejar Natasya yang berlari karena ingin melihat kondisi Alan setelah mengacuhkannya dua hari kemarin.Langkah Natasya memelan dan tersenyum sok manis, “Ketemu suami.”“Iih, jijik. Mau ngapain lo siang-siang begini?”Natasya menyatukan dua jari-jari yang sudah di kerucutkan, “Mau ini.”Vina mendorong bahu Natasya, “Jangan bilang-bilang gue!"“Ihhh, mau lo yaaa.” Natasya sengaja menggoda. Ia tahu jelas Vina tipe ‘doyanan’, sehingga di pancing sedikit akan membuatnya menggila.Kedua pipi Vina merona, “Ah, apaan sih lo. Gue pergi dulu.”“Vin, mau kemana? Minta suami lo nyamperin sini dong hahaha.”Vina sudah berjalan menjauhi Natasya yang usil, “Diem lo! Nanti kita makan bareng ya.”“Oke.”Setelah memastikan Vina tak akan mengikutinya, Natasya kembali berlari menuju bangsal VIP. Untungnya sampai saat ini sahabatnya belum mendengar apapun soal Alan dari yang lain. Semoga sampai Alan pulang, ia tidak mendapatkan info
Pov AbianAbian terus memantulkan bola bisbol ke dinding dekat meja kerja di ruang pribadinya.Dari siang Natasya sibuk dengan tugasnya, juga dengan urusan Alan.“Mereka udah baikkan lagi, dan gue—di sisihkan.”“Dia bilang gak bisa mencintai Alan kalo cuma cinta sendirian. Buktinya dia bisa. Gue tahu Alan gak mencintai Natasya.”Ceklek.“Bi?”Abian menoleh, “Van?”“Gue salah beli kopi nih. Mau gak?”“Boleh.”Irvan masuk. Ia menaruh cup kopi di meja. Ia terus melihat lemparan bola yang konsisten, “Lo—ada masalah apa?”Abian berhenti memantulkan bola. Ia nyengir ke arah Irvan.“Kenapa?”“Alan—”“Kenapa sama Alan?”“Lo ‘kan tahu dari Vina kalo—Natasya dan Alan adalah mantan kekasih. Menurut lo—mereka masih saling nyimpen rasa gak sih?” tanya Abian hati-hati.Irvan duduk di sofa, “Hmmm. Kalo menurut penglihatan gue ya, waktu jengukin Alan. Yang masih ada rasa cuma—istri lo.”Abian menahan nafasnya, “Kal
Natasya turun dari taksi di depan rumah, setelah mengantarkan Alan pulang. Tadinya ia akan menghabiskan waktu dengan sang kekasih di rumahnya, tapi Haikal sangat berisik memintanya pulang. Ia memang terlalu lama tak menampakkan diri. Satu minggu ia menginap di rumah sakit.“Pagiiiii anak kesayangan mami.”Haikal manyun. Ia terus memainkan robot tanpa menghiraukan Natasya.“Kok—jutek banget sama mami?” Natasya duduk lesehan didepan Haikal, “Ical marah sama mami?”“Mami kenapa pulangnya gak bareng sama papi?”“Eum...” Natasya melirik Abian yang menuruni tangga, “Soalnya mami ada urusan sebentar.” Ia melirik Abian, “Mas?”“Aku pergi. Kamu disini temenin Ical. Mama juga lagi pergi arisan sama temen-temennya.”Natasya tak menjawab.“Kenapa? Mau pergi juga?” Abian duduk di sofa menatap Natasya acuh tak acuh.Natasya menggeleng. “Kalo mau pergi ya pergi aja, tapi bawa Ical.”“Enggak kok, mas, aku gak pergi.”“Oh iya, ‘kan baru pulang.” jawab Abian penuh penekanan.Haikal menata
Natasya membuang nafas berkali-kali di mobil. Sebentar lagi mereka akan sampai ke rumah orang tua Vina yang dijadikan tempat acara. Sebelumnya mereka mampir ke toko mainan dekat rumah, untuk membelikan kado berupa satu set boneka barbie lengkap dengan rumahnya.“Mami, anak temen mami bakal suka gak sama kado dari aku?”Natasya menoleh, “Boneka Lumba-Lumba itu? Pasti suka. Soalnya bonekanya lucu.”“Sama kayak Ical, ya?”“Iya dong. Itu rumahnya udah deket. Ical siap berpesta?”“Siaaaap.”Mobil belok ke sebuah rumah yang halamannya besar sekali. Taman sudah di dekor sedemikian rupa dengan banyak balon dan gambar unicorn di sana-sini.Haikal melompat turun dari mobil. Ia yang sudah bertemu Vina sebelumnya sangat sok kenal sok akrab dengannya.Natasya melirik, “Kita harus akting semuanya lagi baik-baik aja.”“Emang sebenernya kita kenapa?”“Gak usah nyari ribut deh. Udah jelas mas yang mulai masalah duluan.”“Saya gak mulai.”“Ayo turun, Vina udah ngeliatin kita.”Natasya kelu
Acara ulang tahun Kalista berlangsung sangat meriah. Semua tamu yang di dominasi teman-teman Vina dan Arfan, menghasilkan kado yang menumpuk. “Wah, ini kado barbie sama rumahnya dari siapa, ya, kak?” Vina senang ia tak perlu mengeluarkan uang karena keinginan Kalista sudah terkabul.“Gak tahu, ma. Siapapun yang kasih, aku berterima kasih banget.”“Itu dari papi aku!” pekik Haikal.Semua orang melirik Abian.“Wah, terima kasih banyak dokter Abian, atas kadonya. Uang kami jadi aman.” cuap Arfan disambut tawa yang lain.“Sama-sama. Maaf, hanya itu yang bisa saya bawa. Saya—tidak tahu kado apa yang cocok untuk anak usia tiga tahun.”Kalista antusias menimpali ucapan Abian, “Banyak, om. Ada lego, rumah princess, dapur dan semua peralatan masak, sama—” Vina menutup mulut Kalista, “Hehe, itu lebih dari cukup, dok.”“Papi emang baik banget, dek. Kakak aja sering dibeliin hadiah. Meskipun—papi marah-marah terus, gak papa lah.” ucapan Haikal disambut tawa yang lain.“Vin, semuanya,
“Mulai hari ini kita putus, Alan!”Mata Alan merah. Wajahnya sangat terkejut. Ia tidak menyangka, pertengkarannya dengan Natasya akan berakhir dengan pemutusan hubungan seperti ini.“Anggep aja uang yang aku kasih ke kamu sebagai permintaan maaf. Kita impas sekarang.” Natasya membalikkan badannya. Ia akan pergi entah kemana. Pikirannya terlalu kalut menerima kenyataan bahwa selama ini, Alan ternyata sudah membohonginya. Ketika membaca ulang hasil tes, ia tidak menemukan hasil pemeriksaan yang menyebutkan jika Alan mengalami lumpuh permanen. Jadi bisa dikatakan, kakinya sulit berjalan saat itu adalah--karena tubuhnya masih butuh adaptasi untuk bergerak setelah koma dua tahun.“Sya, tunggu, aku bisa jelasin semuanya. Aku minta maaf.” Alan mengejar Natasya yang berjalan cepat meninggalkan pelataran bakery.Air mata Natasya kering seketika, setelah menyadari bahwa Alan tidak pantas di tangisi.“Sya, aku bisa jelasin semuanya. Sya!”Natasya memasuki taksi. Alan pun begitu. Taksi
Abian terus melirik Natasya yang tak berhenti senyum menjelang bertemu Alan. Apa ia tidak bisa memikirkan perasaannya setelah mendengar ucapan cinta satu jam lalau di kamar?“Nanti mas gak usah jemput aku pulang. Aku bisa naik taksi.”Abian melirik, “Geer. Siapa juga yang mau jemput istrinya yang selingkuh.”Natasya mendorong tubuh Abian, “Mas juga selingkuh.”“Aku udah ada usaha putusin Aca loh. Gak kayak kamu. Mana pernah kamu mutusin Alan sekalipun.”“Jangan sampe. Aku sayang banget sama Alan, meskipun sering banget kesel sama dia.”“Kesel kenapa?”“Fokus aja nyetir, jangan pengen tahu urusan orang lain.”Mobil berhenti didepan gedung mall.“Yakin gak mau ditemenin? Aku gak akan ngikutin kamu ke rumah Alan. Kamu cuma mau beli oleh-oleh buat dia ‘kan?”“Iya, tapi mas gak boleh ikut. Mas gak boleh tahu oleh-oleh apa yang mau aku beli buat Alan.”Abian menatap Natasya penuh curiga, “Kamu mau kasih—barang haram, ya?”“Mas! Aku keluar. Awas ya ngikutin aku.”“Aku ikutin. Ta
Sejak pagi setelah selesai shift, Natasya terus berada dekat dengan Abian. Ia tak mau jauh-jauh dari suaminya.“Gak ada yang ketinggalan?”“Gak, mas, aman. Yuk.” Natasya menggandeng lengan Abian.Jika tak memakai baju dinas, mereka terlihat seperti pekerja kantoran. Penampilan Abian yang mengikuti zaman dan Natasya yang mulai mengubah penampilan, membuat mereka jadi idola baru di kalangan dokter ko-as.“Mau beli sesuatu dulu gak sebelum pulang?” tanya Abian.“Gak ah, aku capek, mau tidur.”“Kalo aku order diterima gak?”Natasya menggebug lengan Abian, “Jangan kenceng-kenceng ngomongnya.”Abian berbisik, “Aku mau order, bisa gak?”Natasya tertawa. Ia mendorong tubuh Abian yang tertawa juga, “Nyebelin!”Vina yang melihat kemesraan mereka dari kejauhan tersenyum, “Natasya udah menemukan kebahagiannya. Artinya Alan udah gak punya celah untuk masuk lagi ke hati elo, Nat.”Di parkiran basement, Abian membuka kan pintu mobil untuk Natasya, “Silakan masuk, nyonya Abian.”“Mas, jan
Natasya berjalan buru-buru setelah melakukan visit ke ruang ICU dan bangsal menuju ruangan Abian. Ia lupa pada titah suami kontraknya dan malah ngobrol ngalor-ngidul dengan Arsya di telpon. Ceklek.“Mas, hehe, maaf ya lama.”“Satu jam lebih bukan telat lagi sih.”Natasya manyun, “Segini juga dateng. Aku sibuk tahu.”“Sibuk apa? Bukannya yang jaga malam banyak?”Natasya menjatuhkan dirinya di sofa, “Aduh enaknya.”Abian bangkit dari kursi kerja dan duduk disebelah Natasya. Ia mengendus bau istrinya.“Mas, apaan sih.” Natasya menggeser tubuhnya karena risih.“Aku mau.”Natasya melotot, “Mas, ini di rumah sakit!”“Kita bisa kunci ruangannya."“Nggak!”“Aku bayar.”“Nggak mau.” Natasya berdiri, “Kalo aku diminta kesini buat ini, aku pergi.”“Oke-oke, nggak akan. Aku cuma mau kamu disini. Aku butuh temen ngobrol.”Natasya kembali duduk di sofa.“Gak mau semakin deket duduknya?”Natasya menggeleng.“Aku disini sampe lusa loh.”Mendengar itu, Natasya menatap Abian lama.
Pov AbianHari ini Natasya mengikuti operasi bersama profesor Indra, sehingga yang jadi asisten poli adalah Vina. Sudah hampir seluruh pasien melakukan konsultasi. Ketika pasien terakhir belum masuk karena sedang pergi ke toilet, Abian jadi mengingat sesuatu yang ingin ditanyakan pada Vina.Di putar kursinya ke arah Vina. Suster Anna sedang berdiri di lawang pintu karena berbincang dengan perawat lain.“Vin?”“Iya, dok?”“Selesai praktek, kita bisa bicara?”“Bisa, dok. Soal—Natasya, ya?”Abian mengangguk, “Natasya gak akan selesai operasi secepatnya ‘kan?”“Kayaknya masih lama, dok. Pasiennya mengalami pelengketan serius, pasti butuh waktu lama.”“Oke, bagus.”“Pasien datang, dok.” seru suster Anna.Abian membaca hasil tes dengan wajah sangat serius, membuat pasien, suster Anna dan Vina jadi cemas.“Kenapa, dok?” tanya anak pasien, “Apa hasil tesnya—buruk?”Abian menatap pasien dan wali silih berganti, “Apa ibu sering mengalami serangan jantung?”“Saya baru datang dari
Abian menatap Aca penuh pengertian, “Kamu masuk. Biar Natasya jadi urusan aku.”“Oke, sayang.” Aca tersenyum sinis ke arah Natasya sebelum menutup pintu.Natasya pergi. Ia sungguh tak habis pikir suaminya tega membohonginya berkali-kali mengenai Aca.“Nat, tunggu.” Abian mengejar Natasya yang berjalan amat cepat.Natasya tak menggubris panggilan Abian.“Nat!” Abian menarik lengan Natasya, “Dengerin aku dulu, dong.”Natasya terpaksa membalikkan badan, “Dengerin apa? Berkali-kali, mas, kamu bohongin aku dan ketemu Aca diem-diem. Aku harus dengerin apa lagi?” “Aku cuma gak tega Aca luntang-lantung karena kasus kemarin.”“Itu salah dia. Siapa yang suruh dia pura-pura hamil, labrak aku dan hancurin karirnya sendiri?”“Nat, kamu gak punya hati? Aca gak pernah berniat begitu. Dia cuma—”“Bercanda?”Abian membuang nafas pelan, “Kamu aneh. Kamu gak mau melanjutkan pernikahan kita dan terus memilih Alan, tapi kamu cemburu sama Aca. Apa bener yang Ical bilang, kalo kamu mencintai dua
Tersisa dua hari lagi Abian bertugas di rumah sakit sebelum dipindahkan ke daerah. Natasya memakai waktu ini sebaik-baiknya untuk jadi istri sekaligus residen yang berbakti. “Ada lagi yang mau mas makan?” tanya Natasya ketika ia dan Abian baru bisa makan siang di malam hari, berdua di ruangan pribadi Abian.“Udah cukup. Ini aja banyak banget.”“Hehehe, aku lagi ngidam pengen semua ini.”“Kirain ngidam hamil.”Natasya melirik Abian sinis, “Jangan mulai deh.”“Nanti pulangnya gak bisa bareng. Aku ada perlu.”“Gak papa, aku juga ada perlu.”“Perlu apa?”“Jangan tanya, aku juga gak tanya mas ada urusan apa sama siapa.”Abian mendecek.Natasya menatap Abian, “Mas, nanti janji harus sering kesini. Aku juga janji bakal jengukin mas ke rumah sakit baru.”“Hm.”“Telinga dan jantung aku pasti akan kaget gak lagi mendengar bentakkan dan ucapan sarkasme mas.”“Kamu ini muji atau ngehina sih?”Drrrrt~Natasya merogoh ponselnya. Ia berhenti makan ketika membaca pesan yang entah di
Kedatangan Natasya dan Abian disambut hangat oleh perawat dan dokter yang sudah lebih dulu tiba di balroom hotel. Vina dan Irvan pun ada disana. Suasana sangat meriah dengan dekor yang dibuat sedemikian rupa. Namun yang tak ditemukan Natasya adalah tulisan ‘Farewell Party’ atau ‘Selamat Bertugas ditempat Baru’, seperti yang sering ia lihat di acara perpisahan dokter lain. Meski begitu ia berusaha menikmati acara.“Dokter Abian, selamat ya.” dokter bedah umum senior menyalami Abian, “Saya tahu semua akan terjadi. Berkat dokter Abian, rumah sakit kita kembali mendapat penghargaan.”“Saya hanya melakukan tugas, dok.”“Meski begitu kami para dokter bedah sangat berterima kasih karena mendapat sumbangan alat-alat terbaru dari pak Waluyo, semua berkat dokter Abian.”Rumah sakit mendapat sumbangan dari pak Waluyo? Natasya mengernyit. Jadi pak Waluyo sudah di operasi? Oleh siapa? Ia terlalu fokus pada masalah Aca, Haikal dan Alan, sehingga tak pernah punya waktu untuk menanyakan hal ini
“Kerja bagus. Terima kasih untuk semuanya.” tutur dokter Farhan pada semua staf operasi.Natasya jadi orang terkakhir yang keluar setelah membantu perawat membereskan ruang operasi.“Dok, gak papa, ini biar saya yang beresin.”“Gak papa, sus.”“Dokter Natasya lagi seneng itu, sus, biarin aja.” kata perawat lain.Natasya tersenyum, “Enggak kok, biasa aja.”“Dokter Natasya, saya turut senang dengan kabar baik soal dokter Abian.”Natasya berhenti menutup dus kain kasa, “Ada—kabar baik apa soal dokter Abian?”Perawat yang bicara itu disikut perawat lainnya, “Hehehehe, enggak, dok.”“Ada apa?” desak Natasya.“Gak papa, dok. Dokter istirahat aja. Dokter Natasya gak boleh kecapean.” Perawat mendorong tubuh Natasya keluar dari ruang bedah.Natasya membuka sarung tangan karet, “Aneh banget sih. Ada kabar baik apa emang soal mas Abian? Kok gue gak tahu?”Sebelum keluar dari ruang operasi, Natasya membersihkan tangannya. Ia akan segera ke poli untuk menemani suaminya praktek rawat ja