Bu Rita yang sedang maskeran di kamarnya terlonjak kaget mendengar jeritan putri bungsunya, ia bergegas ke luar menemui Dara."Kamu kenapa sih?" "Ini, Bu, duit aku ilang semua." Dara masih sibuk mengecek ponsel berusaha menghubungi costumer servis bank."Kok bisa ilang? 'kan disimpan di ATM." "Aduh, Ibu, aku tuh kena tipu." Dara semakin panik."Kok bisa sih duit disimpan di bank ilang gitu aja," gumam Bu Rita yang minim pengetahuan."Gimana, Dara? Duitnya balik lagi 'kan setelah nelpon tukang banknya?""Ga tahu, pokoknya besok pagi aku diminta ke datang ke bank.""Aduuh gimana ini, Bu, mana duitku masih ada delapan ratus juta lagi di situ." Dara frustasi sambil mengacak rambutnya."Ya ampun! Kamu ini sarjana masa bisa ketipu sih, kamu itu 'kan pinter, Dara! Kok bisa ketipu!" teriak Bu Rita.Pak Endang yang tak tahan dengan suara bising di kamar sebelah pun beranjak menghampiri."Ada apaan sih? Malem-malem teriak?""Pak, duit Dara, Pak. Habis semua kena tipu."Pak Endang merenung sej
Bugh!Dara berhasil membuat Jeni terhuyung ke lantai dengan pukulannya, ia dan ibunya gegas masuk ke dalam rumah.Kebetulan di dalam ada Bu Nendah dan Naura yang sedang mempersiapkan acara tahlilan Bu Nisya."Rita," gumam Bu Nendah sambil mengehentikan aktifitasnya.Naura pun sontak melirik ke arah pandang ibunya."Naura, di mana Mas Bagus? Panggilin sana." Dengan pongah Dara memerintah."Ngapain kamu ke sini, Rita! Pergi sana! Ternyata bukan hanya kamu ya yang suka ngerebut suami orang tapi anakmu juga, emang ibu sama anak ga ada bedanya!" Hardik Bu Nendah.Jeni lah yang memberitahunya jika Dara adalah perusak rumah tangga Pak Bagus dan Bu Nisya."Jangan ikut campur! Kamu juga ngapain di sini sih? Sana balik ke rumah sakit jiwa," ejek Bu Rita tak mau kalah.Sementara Dara masih celingukan ke sekeliling ruangan mencari suaminya."Saya emang gila dan itu karena kamu sudah memisahkan saya dan Naura, dan saya sudah sembuh, saya doakan selanjutnya kamu atau anakmu ini yang gila," balas Bu
"Neng, kasian sekali ya Bu Nisya."Hari ini tepat setelah tujuh hari Bu Nisya pergi Naura pulang ke rumahnya dengan sang ibu, tak dapat dipungkiri menginap di sana membuatnya sedikit tak betah oleh sikap Jeni yang sering sekali menyindir."Nasibnya ga jauh beda sama Ibu, sama-sama ditinggalin suami.""Udah ah, Ibu jangan banyak pikiran sekarang istirahat ya.""Neng, kapan Ibu berhenti minum obat? Ibu udah sembuh kok."Naura menatap ibunya dengan tersenyum. "Iya Ibu udah sembuh, tapi minum obat juga harus karena yang suka Ibu minum itu vitamin bukan obat, aku juga suka minum vitamin kok ga hanya Ibu aja." Naura terpaksa berbohong"Oh gitu ya." Bu Nendah masih mikir."Udah istirahat."Setelah ibunya tertidur Naura segera menghampiri Feri di kamarnya."Perusahaan lagi pailit, Ra, uang buat menggaji karyawan dipakai Papa buat nikah kemarin.""Apa, jadi mahar satu milyar itu uang perusahaan?"Feri mengangguk.Bertahun-tahun menjadi karyawan ia faham betul jika perusahaan telat memberi gaji
Dara melotot sambil melirik suaminya, tak menyangka Pak Bagus yang bucin bisa menuduh sekejam itu, ya walaupun tuduhan itu benar, pikir Dara."Apaan sih kamu ga jelas banget, aku mana ngerti begituan, jangan mentang-mentang istri kamu meninggal terus kamu merasa bersalah dan mencampakkan aku gitu aja ya, Mas." Dara berusaha memutar balikkan fakta."Seminggu yang lalu saya dirukiyah sama Feri dan saya muntah, setelah itu tiba-tiba aja rasa cinta saya ke kamu jadi hilang, itu apa artinya kalau kamu ga melet saya hah." "Apa?! Cuma masalah kaya gitu Mas berani nuduh aku." Dara tersenyum getir."Bilang aja nyesel nikah sama aku karena istri kamu udah meninggal sekarang, ga usah nuduh aku macam-macam karena Mas ga punya bukti." Dara masih tak ingin kalah Pak Bagus terdiam berdebat dengan anak ingusan memang takkan pernah menemukan titik penyelesaian."Saya ga nuduh kamu, tapi saat ini perasaan saya ke kamu udah ga ada, Dara, terus kamu mau kaya gimana?" Pak Bagus pasrah, sudah terlalu ban
"Hah!" Napas Dara terengah-engah melihat suaminya tergeletak di lantai dengan wajah penuh kesakitan, sedangkan dari dalam dadanya keluar darah dengan derasIa baru tersadar jika tindakannya barusan memang dikuasi setanDara beringsut mundur sambil menutup mulutnya, tubuh kurus itu bergetar ketakutan."Mas." Dara menggoncangkan tubuh suaminya menggunakan kaki.Tapi Pak Bagus tak bergerak, bahkan matanya melotot tanpa berkedip.Dara semakin panik, matanya liar melihat ke sekeliling ruangan, beruntung tak ada yang menyaksikan karena sanak saudara Bu Nisa telah pulang tadi malam.Perempuan itu pun mundur perlahan lalu pergi dengan berlari kencang, keluar dari perumahan itu baru ia bisa berhenti berlari karena napasnya terengah-engah."Ya Tuhan, apa Mas Bagus meninggal?" Seluruh tubuhnya bergetar hebat.Ia pun segera naik angkot lalu pulang ke rumah melewati ibunya yang sedang mengemas barang dagangan."Gimana, Ra? Pak Bagus ngasih uang?" tanya Dara.Bahkan ia lupa jika dompet suaminya ya
"Soal itu kami masih menyelidikinya Pak Feri jangan khawatir kita akan menemukan pelakunya secepat mungkin."Usai berbincang dengan aparat kepolisian jenazah Pak Bagus pun diperbolehkan pulang, seluruh keluarga besar Bu Nisya dan Pak Bagus datang kembali ke rumah itu.Mereka tak menyangka Pak Bagus akan meninggal dalam waktu berdekatan dengan istrinya, ada yang menganggap ini cinta sejati antara mereka ada juga yang menganggap karma."Fer, apa kamu melihat Dara?" tanya Farhan."Tidak, aku sudah menelpon Pak Endang mungkin dia di perjalanan sekarang," jawab Feri.Benar saja beberapa menit kemudian Pak Endang dan Bu Rita datang memakai pakaian serba hitam."Saya ikut berduka cita, Nak Feri," ucap Pak Endang."Terima kasih.""Oh ya mana anakmu si Dara itu? Kenapa dia ga ke sini?" tanya Jeni yang duduk di dekat suaminya.Saat ini jenazah Pak Bagus sedang dimandikan di belakang rumah.Pak Endang tak menjawab ia malah melirik istrinya."Mungkin sebentar lagi," jawab Bu Rita, karena sebenarn
"Pak Polisi?" Tenggorokan Dara tercekat.Bagaimana tak panik teman-teman yang digadang -gadangkan akan melindunginya malah hilang entah ke mana. Sekarang ia mendapati dirinya dalam keadaan mengkhawatirkan."Ini surat penangkapan Anda, saya harap Anda bisa diajak kerja sama." Polisi itu menyerahkan secarik kertas yang membuat Dara kian panik."Tapi ... saya ga bersalah kok, Pak polisi." "Ikut saja ke kantor ya. Ayo." Pimpinan aparat itu menyuruh bawahannya yang berjenis kelamin wanita agar membawa Dara."Sial!""Sial!"Ke mana Yopi, Clara dan yang lainnya? Lalu ada apa dengan tubuhku? Apa yang mereka lakukan semalam?Selama digiring pihak kepolisian Dara terus bertanya-tanya dalam hatinya, tiba-tiba ia langsung teringat Yopi.Apa jangan-jangan lelaki itu sudah menj*mah tubuhku? Kurang ajar kau Yopi, lihat saja nanti.Di ruang penyelidikan Dara terus di bombardir pertanyaan-pertanyaan yang membuat dirinya kehilangan konsentrasi karena pertanyaan tersebut hanya itu-itu saja dan dilontar
Naura mematung dengan tangan mengepal erat, di dadanya ada amarah yang membuncah hebat.Ia benci embusan napas itu, ia juga benci seringai menjijikkan itu yang hampir merenggut kesuciannya beberapa tahun silam, andai Naura tak pandai bela diri tentu sekarang dirinya sudah menjadi sampah."Maaf sekali, Pak Burhan, sepertinya saya berubah pikiran.""Maksud Anda?" Pria berjas silver bernama Burhan itu mengerenyitkan dahinya."Ya, tanah ini tidak jadi saya jual, mohon maaf ya, Pak."Lelaki bernama Burhan itu melirik Naura dengan intens, lalu melirik kliennya yakni Bagas."Maaf kalau boleh tahu apa alasan Bu Naura membatalkan jual beli tanah ini? Bukankah sebelumnya kita sudah sepakat soal harga? Di depan kita sudah ada pembeli yang berani menawar dengan harga tinggi loh, Bu."Naura terdiam sejenak menatap lelaki bernama Bagas yang sangat ia benci setengah mati."Alasannya karena saya tidak menyukai dia." Naura menunjuk dada Bagas dengan tatapan dingin.Sontak saja Bu Nendah dan Pak Burhan