Home / Romansa / Perjuangan Cinta Kita / BAB 3 | Reveal Secrets

Share

BAB 3 | Reveal Secrets

Author: skynnsa
last update Last Updated: 2022-02-03 21:55:29

“Orang tuanya yang telah membunuh mama kamu.” Alan berkata tenang namun pembuluh darah yang terlihat tegang di lehernya menandakan amarah yang tertahankan. Pada akhirnya, Alan telah membeberkan fakta kematian Xania pada Alexa.

Alexa tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya, karena apa yang dikatakan Alan tidak pernah terpikirkan olehnya. Mamanya dibunuh? Dan pembunuhnya orang tua kekasihnya? Tapi ... saat itu Alan memberitahunya kalau Xania—

“Mama kamu bukan meninggal akibat kecelakaan. Maafkan Papa yang telah merahasiakan hal ini,” tutur Alan seakan sadar arah pikiran Alexa saat ini.

Alan membalikkan badan, melangkah mendekati putri satu-satunya yang berdiri mematung dengan tatapan tidak percaya. Mata Alan menatap lekat manik mata cokelat Alexa yang sama persis seperti milik Xania dan sekarang Alan merasa menyesal telah memberitahu Alexa tentang kematian Xania. Salah satu pesan yang dikatakan Xania sebelum pergi untuk selamanya ialah jangan pernah memberitahu Alexa mengenai kematiannya.

Alexa ingin mendengar dari mulut papanya kalau semua ini hanya candaan garing Alan. Namun, raut yang tampak di wajah Alan sangat serius dan papanya itu bukanlah orang yang gemar bercanda. Apalagi pembahasan ini menyangkut dengan kematian mamanya. Kaki Alexa melemas, ia duduk di kasur milik papanya.

“Ta-tapi bukannya kedua orang tua Dave telah meninggal, Pa?” tanya Alexa nada suaranya terdengar parau.

“Ya, mereka kecelakaan di hari yang sama dengan meninggalnya mamamu,” jawab Alan mengalihkan tatapannya.

Pikiran dan hatinya berkecamuk, Alexa diam untuk beberapa menit mencoba menenangkan diri. Merasa sedikit lebih tenang dan berhasil mengembalikan kesadaran seutuhnya Alexa berdiri. Entah kenapa Alexa ragu kalau orang tua Dave yang telah membunuh mamanya. Ia merasa ada yang janggal dengan jawaban Alan yang terbilang singkat.

“Kenapa Papa yakin kalau orang tua Dave yang membunuh mama? Bukankah ini janggal kalau orang tua Dave juga meninggal di hari yang sama dengan mama? Berarti pembunuh sebenarnya—“ ucapan Alexa terpotong oleh suara Alan.

“Berhenti menerka-nerka Alexa! Sudah jelas kalau mamamu dibunuh oleh mereka!” bentak Alan yang kemudian mengusap wajahnya merasa sudah kelewatan pada Alexa. Alan menghembuskan napas pelan lalu melanjutkan perkataannya dengan intonasi kembali normal. “Jauhi Dave, Papa tidak ingin kamu memiliki hubungan dengannya. Papa tidak akan merestui hubungan kalian.”

***

Waktu menunjukkan pukul satu dini hari, Alexa yang tidak bisa tidur memilih pergi ke ruangan favorit mamanya, ruang baca. Ruang berbentuk persegi itu menjadi ruang yang sering dikunjungi Xania dari ruangan-ruangan lain di rumah ini. Rak buku setinggi dua meter dipenuhi berbagai jenis buku yang dikelompokkan sesuai warna.

Xania memilih tema transisional pada ruang baca, tema ini menggabungkan desain interior antara tema tradisional dan modern. Di tengah ruangan terdapat satu set sofa, meja kecil, dan lampu yang menghadap langsung pada tungku perapian. Desain lantai kayu menjadi pilihan sebagai alas ruangan, karena lantai kayu memberikan kesan hangat dan alami.

Suasana ruangan yang sunyi membuat Alexa merenungkan nasib hubungannya dengan Dave. Apakah ia harus mengakhiri hubungannya? Tapi terlalu cepat menyimpulkan kalau kedua orang tua Dave yang membunuh mamanya. Alexa yang selalu berpikiran panjang, tentu saja memikirkan hal yang membuatnya ragu.

Helaan napas berat keluar dari mulutnya, ia mengedarkan pandangan mengamati ruangan yang dipenuhi dengan buku. Tatapannya berhenti pada buku yang disimpan tidak sesuai warna sampul. Xania tidak mungkin menyimpan buku asal-asalan karena Alexa tahu mamanya itu sangat teliti dan suka kerapian. Apa mungkin papanya?

Kakinya mendekati rak buku tersebut lalu ia meraih buku bersampul merah tua. Alexa membuka buku setebal lima senti yang berada di tangannya. Ternyata itu sebuah album foto, di dalamnya terdapat foto masa kecil Alexa dari ia lahir hingga berusia lima tahun. Lembar demi lembar dibuka membuat memorinya mengingat kembali setiap momen di foto ini.

Sebuah foto terjatuh saat ia membuka lembar selanjutnya. Alexa mengambil dan melihatnya, ia mengerutkan dahi saat melihat foto tersebut, ini bukan foto masa kecilnya. Foto itu menampilkan tiga orang remaja, dua perempuan dan satu laki-laki yang usianya diperkirakan sekitar tujuh belas tahun. Sepertinya ini foto lama, terlihat dari kertas foto yang sudah usang, pikir Alexa.

Alexa membalikkan foto tersebut, ia melihat sebuah tulisan tangan. Xania, Vega, Dean—tulisan yang terdapat dibalik foto. Ah, sekarang Alexa tahu siapa remaja di foto ini yang tidak lain adalah mamanya dan kedua orang tua Dave.

“Mereka teman dekat?” gumam Alexa yang mendadak bingung. Karena selama ini ia tidak pernah tahu kalau ternyata mamanya dekat dengan orang tua Dave. Apa papanya tahu hal ini? Atau mungkin Dave tahu? Berbagai pertanyaan muncul di benaknya. Alexa menggelengkan kepala pelan, ia akan bertanya pada papanya besok.

***

“Pa, Alexa mau bertanya sesuatu,” ujar Alexa yang melihat Alan telah menyelesaikan sarapannya. Ia mengeluarkan sebuah foto dari sakunya lalu memperlihatkan pada Alan. “Papa tahu siapa orang di foto ini?” tanyanya.

“Ya,” jawab Alan singkat setelah melihat foto itu.

“Apakah Papa dan mama berteman dekat dengan orang tua Dave?” tanya Alexa hati-hati, ia tidak ingin amarah papanya kembali memuncak.

“Tidak. Papa tidak termasuk, Papa mengenal mereka saat kuliah,” tutur Alan.

I see! Pantas saja Alan tidak ada di foto itu, yang Alexa simpulkan sekarang kalau Xania dan orang tua Dave memang punya hubungan pertemanan yang cukup dekat.

“Kalau begitu, bukankah pertemanan mereka cukup dekat? Berarti tidak mungkin orang tua Dave membunuh mama,” ucapan Alexa terlalu berani dan Alexa menyadari itu. Alexa menggali hal ini semata-mata bukan karena ia tidak percaya pada papanya melainkan fakta bahwa Alan telah merahasiakan kematian Xania dan tidak menjelaskannya secara rinci pasti ada sesuatu.

“Percayalah Alexa, bahwa manusia itu mudah berubah. Semua itu terjadi hanya karena bisnis! Uang! Mereka rela membunuh teman sendiri untuk kepentingan mereka. Berhenti meragukan siapa pembunuh mamamu!” Alan beranjak dari duduknya seakan tidak ingin lagi mendengar perkataan sang putri.

Alexa dengan cepat ikut berdiri lalu berkata, “Pa! Ini semua tidak masuk akal!”

Langkah Alan terhenti mendengar suara Alexa yang meninggi. Tanpa membalikkan badan Alan mendengarkan semua perkataan Alexa.

“Kalau ini soal bisnis dan uang yang diinginkan orang tua Dave, mengapa mereka juga mati? Aku tahu, Papa juga ragu soal ini. Tapi keraguan Papa itu tidak berhak menyalahkan orang lain atas kematian mama!” Napas Alexa memburu, ia marah namun sebisa mungkin menahan nada suaranya agar tidak semakin meninggi.

Alan dan Alexa saling bungkam untuk beberapa saat hanya terdengar suara kayu yang terbakar di tungku perapian. Alexa memandang punggung papanya, ia merasa bersalah atas ucapannya barusan. Alexa mungkin tidak memahami kondisi Alan pasca ditinggalkan Xania, bagaimana pria paruh baya itu tersenyum lebar di depannya namun menangis sendiri saat tidak ada siapa pun.

“I'm sorry ... ” nada suara Alexa melemah, ia mengakui dirinya salah. 

“It's okay,” setelah mengucapkan itu Alan kembali melangkah meninggalkan Alexa yang berdiri lemah di ruang makan.

•To Be Continued•

Related chapters

  • Perjuangan Cinta Kita   BAB 4 | Journey

    Pukul tiga sore Alexa pergi dari Andover untuk kembali ke London. Sekarang ia sedang berada di apartemennya mempersiapkan pakaian yang akan dikenakan nanti malam untuk bertemu keluarga Dave. Ia yang sibuk mencari pakaian yang cocok dari dalam lemarinya terus diganggu dengan ocehan Dave ditelepon. “Alexa, kalau masalah kemarin masih mengganggu pikiranmu tidak apa jika pertemuan hari ini ditunda dulu. Aku akan bilang pada oma dan paman—“ ucapan Dave terpotong oleh Alexa. “I'm fine, Dave. Aku sudah menunggu hari ini untuk bertemu keluargamu. Sudah ya, telepon aku lagi kalau kamu sudah sampai apartemen, bye!” Ponselnya dilempar asal ke atas kasur. Alexa memutuskan panggilan sepihak, kalau tidak segera diakhiri bisa-bisa Dave tidak akan berhenti berbicara. Pengertian sih boleh tapi jangan berlebihan, contohnya Dave. Dave itu tipikal laki-laki yang bicara sepentingnya saja saat banyak orang namun ketika berdua dengan Alexa, Dave akan membicarakan banyak hal. Tanpa

    Last Updated : 2022-03-06
  • Perjuangan Cinta Kita   BAB 5 | Approve?

    “Oma, Paman ini Alexa. Alexa, ini Oma dan Pamanku,” tutur Dave mengenalkan siapa kedua orang yang berdiri di hadapannya kini pada Alexa. “Cantik,” gumam Alexa tanpa sadar melihat wajah wanita tua di depannya. Walaupun sudah berumur tidak dapat dipungkiri kalau wanita tua yang Dave kenalkan sebagai Omanya sangatlah cantik dan elegan. “Hm? Kamu bilang apa Alexa?” tanya Oma yang menyadari kalau Alexa sempat mengatakan sesuatu namun terdengar samar olehnya. “Ah, bukan apa-apa. Kenalkan namaku Alexa, Oma,” sapa Alexa melebarkan senyumnya. Kini ia beralih menatap pria di samping Oma Dave. “Paman, aku Alexa.” Martha Edwards itulah nama wanita tua pemilik mansion mewah ini. Senyumannya begitu tulus sejak ia melihat Alexa yang jalan beriringan bersama cucunya, Dave. Saat pertama kali mendengar kalau cucunya itu memiliki kekasih, Martha sangat senang. Tentu kesenangannya bertambah ketika Dave mengatakan akan mengenalkan kekasihnya itu pada Martha. Dan mal

    Last Updated : 2022-03-07
  • Perjuangan Cinta Kita   BAB 6 | A Video

    Waktu menunjukkan pukul sebelas siang, Alexa kini tengah sibuk membersihkan apartemennya. Ia membersihkan bagian karpet dan sofa menggunakan pembersih debu. Sesekali ia bersenandung kemudian mendadak tersenyum kecil mengingat pertemuan kemarin malam yang membuatnya senang. Martha yang menyambutnya dengan hangat dan merestui hubungan dirinya dengan Dave sangat membekas di hatinya. Senyumannya memudar ketika mendengar suara bel yang ditekan berulang-ulang seperti tergesa-gesa. Alexa melihat siapa tamu yang datang melalui monitor di samping pintu. Keningnya berkerut samar melihat Dave berdiri di depan pintu apartemennya. Alexa membukakan pintu untuk Dave. “Dave? Ada apa ke sini?” tanya Alexa, kemudian menyuruh kekasihnya itu untuk masuk ke apartemennya. “Alexa jelaskan maksud dari perbuatan papa kamu!” pinta Dave, kilatan matanya terlihat serius dan itu membuat Alexa bingung. “Jelaskan? Jelaskan apa, Dave?” Alexa bertanya untuk meminta

    Last Updated : 2022-03-13
  • Perjuangan Cinta Kita   BAB 7 | That Day

    FLASHBACK ON Satu tahun lalu. Seorang pria paruh baya tengah berdiri menghadap jendela dengan ponsel yang di dekatkan ke telinga kanan. Aroma roti dari dalam etalase kaca memenuhi ruangan sebuah toko roti. Ujung matanya berkerut seiring senyuman yang semakin mengembang. Dia adalah Alan Smith, seorang pria sekaligus seorang ayah yang memiliki sifat hangat dan penyayang. Ia tertawa pelan mendengar lelucon putrinya di telepon. “Apakah tidak masalah jika Papa tidak menjenguk oma?” tanya Alan sedikit khawatir. Saat ini putrinya, Alexa Smith sedang pergi ke kota lain untuk menjenguk sang nenek. Lebih tepatnya, nenek Alexa yang ingin dijenguk oleh cucu satu-satunya itu. Alexa yang selama ini disibukkan dengan kegiatan kuliah tidak ada waktu untuk menemui neneknya. Dan kini ia sedang libur kuliah membuat Alexa tidak dapat menolak permintaan neneknya. “Ha ha ha, tentu saja tidak. Bahkan, oma berkata pada Alexa kalau dia bosan dijenguk oleh Papa terus,”

    Last Updated : 2022-03-16
  • Perjuangan Cinta Kita   BAB 8 | Complicated

    Alexa mengusap air matanya kemudian menatap bangunan bergaya klasik victorian yang menjadi tempat tinggal paling nyaman di hidupnya. Ia melangkah masuk untuk mematikan seluruh lampu di setiap ruangan, mematikan tungku perapian juga, entah sampai kapan rumah ini akan merasakan dingin. Setelah itu, Alexa pergi menuju toko roti yang jaraknya tidak jauh dari rumah. Tulisan Smith's Bakery yang tertera di jendela bangunan dilihatnya sekilas sebelum memasuki toko roti. Alexa mendekati lemari kayu yang berada di pojok ruangan lalu membukanya. Masih ada beberapa syal yang terlipat rapi di dalam lemari, Alexa mengambilnya satu. Air matanya kembali luruh, bukan karena perihal Alan melainkan rasa rindunya pada sang mama. Ia telah ditinggalkan oleh Xania untuk selamanya, kabar duka itu datang saat Alexa tengah berkunjung ke kota lain untuk menjenguk omanya. Setelah kematian Xania, satu bulan kemudian omanya juga menyusul. Alexa tersenyum getir, pada akhirnya ia hanya dapat bergan

    Last Updated : 2022-03-18
  • Perjuangan Cinta Kita   BAB 9 | Trying To Help

    Alexa kembali ke apartemen dengan keadaan yang memprihatinkan. Tubuhnya terlihat lemas karena seharian ini ia belum sempat makan sesuatu. Alexa terduduk di sofa memandangi foto dirinya dan kedua orang tuanya yang menggantung di dinding. Kepalanya mendadak berat mengingat kejadian hari ini belum lagi matanya yang sembap karena banyak menangis. Suara bel apartemen terdengar memecah suasana hening di ruang tamunya. Alexa bangkit untuk membukakan pintu setelah sebelumnya melihat siapa tamu yang datang melalui monitor. Sahabatnya, Elena White dan pacarnya, Edgar Wilson datang menemui Alexa. Ia mempersilakan keduanya masuk. “Alexa, what happened? (Alexa, apa yang terjadi?)” tanya Elena yang menyadari raut wajah sahabatnya ini. “You don't look fine. (Kamu tidak terlihat baik-baik saja)” Edgar yang mendengar perkataan kekasihnya langsung memandang Alexa yang terduduk di sebelah Elena. Edgar juga mendadak penasaran dengan apa yang terjadi pada Alexa. Ia da

    Last Updated : 2022-03-24
  • Perjuangan Cinta Kita   BAB 10 | Find It!

    Dua jam yang lalu. Rumah dua lantai bergaya Eropa klasik berdiri kokoh di halaman yang luas. Fasad batu alam menjadi material utama untuk mempercantik tampilan bangunan. Di atap sebelah kiri terdapat cerobong asap yang mengeluarkan asap sisa pembakaran kayu di perapian. Walau hanya dua lantai desain rumah ini terlihat tampak megah karena memiliki langit-langit atap yang tinggi dan jendela-jendela besar dengan jenis double-hung yang berguna sebagai sirkulasi udara dan cahaya. Seorang pemuda memarkirkan mobilnya tepat di pekarangan rumah. Dirinya berjalan tergesa-gesa menuju pintu utama. Di samping tangga yang menghubungkan lantai satu dengan lantai dua terdapat pintu kayu yang menjadi tujuannya. Pemuda itu adalah Edgar yang sekarang tengah sibuk menggerakkan knop pintu untuk membukanya, namun tidak membuahkan hasil, pintunya terkunci. Edgar menggaruk tengkuknya melihat sebuah wadah anyaman yang berisi kunci-kunci di atas meja samping pintu. Entah ada berapa ku

    Last Updated : 2022-03-27
  • Perjuangan Cinta Kita   BAB 11 | At That Time

    FLASHBACK ON Alan tersenyum, “Papa juga bangga padamu, Sayang.” “Sudah dulu ya, Pa, oma memanggilku. Oma ingin aku menemaninya minum teh,” tutur Alexa. “Baiklah, sampaikan salam Papa pada oma. Katakan padanya jangan terlalu banyak menambahkan gula ke dalam teh,” sahut Alan. “Aku akan menyampaikan pesanmu padanya, Tuan Smith,” canda Alexa dengan memanggil nama Alan dengan formal. Alan mengakhiri panggilan teleponnya dengan Alexa. Ia berencana mengunjungi wanita yang telah melahirkannya besok, Alan juga akan mengajak Xania untuk ikut bersamanya. Ibunya, Xania dan Alexa entah mengapa sangat cocok jika disatukan, mereka seperti teman seumuran yang membicarakan banyak hal saat bertemu. Tetapi hal itulah yang membuatnya bahagia. Suasana hangat dan tenang di toko rotinya membuat Alan teringat pada kedua anak yang baru ia temui beberapa saat lalu. Mike dan Mary, mereka berdua tengah melahap roti pemberiannya. Mereka ter

    Last Updated : 2022-03-30

Latest chapter

  • Perjuangan Cinta Kita   BAB 19 | Dove Keychain

    “Kamu ingat kejadian tahun lalu?”Mata Alexa menatap Mike dengan harapan anak laki-laki itu tahu sesuatu. Uraian kejadian tahun lalu mungkin terjadi di hadapan Mike dan Mary. Alexa percaya kalau anak kecil memiliki daya ingat yang kuat, mereka bisa menangkap memori yang mereka alami.Beberapa saat kemudian Mike menganggukkan kepala, “Aku ingat.”Napas Alexa yang terasa tercekat karena menunggu jawaban anak laki-laki di hadapannya kini berangsur lega. Ia meminta Mike menceritakan sesuatu yang terjadi di musim dingin tahun lalu.“Apakah kamu bisa menceritakannya?” tanya Alexa.Mike kembali mengangguk, “Waktu itu, aku dan Mary ada di sana.” Jari telunjuk Mike menunjuk ke arah bangku panjang yang berada di depan Moore’s Boutique.“Paman pemilik toko roti—”Alexa menghentikan ucapan Mike, “Kamu bisa memanggilnya paman Alan.”“Baiklah,” sa

  • Perjuangan Cinta Kita   BAB 18 | Mike & Mary

    Alexa memarkirkan mobilnya di pekarangan rumah, seperti permintaan Alan agar Alexa mengunjungi rumah sesekali. Jadi, di sinilah ia sekarang, tengah membuka pintu utama menggunakan kunci yang ia punya. Hawa dingin menyerbunya saat pintu terbuka. Alexa mendekati tungku perapian untuk menyalakan kembali api yang sempat ia padamkan sebelum pergi dari rumah.Ia memakai sarung tangan untuk menghindari hal yang tidak diinginkan. Selanjutnya, Alexa membersihkan abu yang berada di tungku perapian sebelum meletakan kayu bakar di sana. Api mulai merambat pada kayu yang diletakkan menyilang. Alexa memastikan kobaran api ditungku tidak terlalu besar setelah itu menyimpan kembali sarung tangan yang telah ia lepaskan.Alexa memandang pigura besar berisi potret Alan, Xania dan dirinya. Ia sangat bersyukur lahir di keluarga dengan orang tua yang menyayanginya begitu tulus. Mereka merawat Alexa penuh kasih sayang, mengajarkan Alexa tentang dunia. Seketika Alexa merasa merindukan kebersa

  • Perjuangan Cinta Kita   BAB 17 | Chrysanthemum Flower

    “Kalau begitu, aku akan mengunjungi apartemenmu setiap hari.” Mata Alexa melebar mendengar perkataan yang dilontarkan Willy. Pemuda dengan gaya rambut spike itu melebarkan senyuman di wajah hingga terlihat deretan gigi putihnya. Satu pertanyaan yang muncul di pikiran Alexa, apakah Willy tidak memiliki kegiatan lain selain mengurusi hidup Alexa? “Tidak per—” ucapan Alexa terpotong oleh Grace yang tiba-tiba berbicara. “Ya, itu bagus, Alexa,” ujar Grace menghadap Alexa sepenuhnya. “Willy akan memastikan kamu aman setiap harinya.” Grace tertawa cekikikan, Alexa membalasnya dengan suara tawa yang terdengar dipaksakan. Ia menggaruk pelipisnya yang tidak gatal dan bergumam dalam hati. Sebenarnya ada apa dengan keluarga ini, mengapa mereka begitu overprotective terhadap dirinya? “Alexa, karena kamu ada di sini, Tante ingin mengajakmu melihat taman hias yang Tante rawat. Kamu mau, kan, Sayang?” tanya Grace. “Ah, tentu saja aku mau, Tante.” Alex

  • Perjuangan Cinta Kita   BAB 16 | News Of Death

    FLASHBACK ON Alan memeluk Xania begitu erat, ia tidak bisa berhenti menangis. Senyuman Xania tadi pagi teringat di benaknya. Alan tidak pernah menyangka kalau itu menjadi senyuman terakhir wanita yang dicintainya. Bahunya bergetar, sesuatu seperti mengimpit dadanya, terasa begitu sesak. Siapa yang tega melakukan hal sekejam ini pada istrinya. Xania bukanlah orang yang senang mencari musuh, justru ia lebih sering mengalah untuk menghindari pertengkaran. Suara rintihan kesakitan beberapa saat lalu masih terekam jelas di indra pendengarannya. Jika menukar nyawa itu bisa, Alan akan menukar nyawanya dengan Xania. Ia yang akan menanggung semua rasa sakit istrinya. Alan menatap wajah Xania, terlihat menenangkan. Xania terlihat sedang tertidur dan Alan harap Xania hanya tertidur. Alan ingin bangun, ia ingin bangun dari mimpi buruk ini. “Di sini!” seorang petugas polisi berteriak memberitahu pada anggota yang lain keberadaan orang yang mereka cari. Ala

  • Perjuangan Cinta Kita   BAB 15 | Anderson Family

    “Willy?” panggil Alexa. Pemuda jangkung bernama lengkap Willy Anderson itu menoleh kemudian berdiri tegap. Ia tersenyum memesona dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celana jeans. Pemuda dengan lensa mata biru itu menatap lekat Alexa yang berhenti di hadapannya. “Alexa ... ” ucapannya menggantung, kedua tangannya yang hangat menangkup pipi Alexa secara tiba-tiba. “Kamu sakit?” Alexa menjauhkan tangan Willy dari pipinya. Ia kurang nyaman dengan tindakan yang dilakukan Willy barusan. Alexa tersenyum kaku kemudian membalas ucapan Willy, “Aku baik-baik saja.” “Ada keperluan apa kamu ke apartemenku?” tanya Alexa. “Papa ingin bertemu denganmu, Alexa,” imbuh Willy tatapan matanya tidak beralih sedetik pun dari Alexa. “Mengapa tidak menelepon saja? Jadi, kamu tidak perlu repot ke sini.” Alexa sudah salah bertanya, karena setelah ini Willy pasti memberikan jawaban yang membuatnya semakin tidak nyaman. “Tidak masalah. Memangnya salah

  • Perjuangan Cinta Kita   BAB 14 | Meet Alan

    Alexa mengendarai mobilnya keluar dari basemen apartemen. Hari ini, ia akan ke Andover menjenguk papanya di kantor polisi Hampshire. Ia harus memastikan kondisi Alan baik-baik saja. Perempuan berusia 22 tahun itu memfokuskan pandangannya ke depan, Alexa mengendarai mobilnya hati-hati karena jalanan hari ini lumayan licin akibat salju yang turun semalam. Matanya melirik panggilan telepon di head unit mobil yang sudah tersambung dengan ponsel pintarnya. Ia menjawab panggilan dari Elena tanpa mengalihkan pandangannya yang menatap ke depan. “Ada apa, Elena?” tanya Alexa setelah panggilan tersambung. “Tidak ada apa-apa, aku hanya ingin mengajakmu ke kafe biasa. Mau, kan?” sahut Elena suaranya terdengar memelas. “Tentu. Tapi, setelah aku menjenguk papa,” jawab Alexa menyetujui. “Ah, kamu sedang menjenguk paman Alan?” Kali ini nada suara Elena terdengar merasa bersalah. Mungkin Elena berpikir kalau dirinya telah mengganggu Alexa yang tengah berbincan

  • Perjuangan Cinta Kita   BAB 13 | Find Something

    “ALEXA!” suara Elena yang berteriak membuat Alexa dan Dave saling tatap. “Kita ke dalam,” ujar Alexa diangguki Dave. Mereka berdua menghampiri Elena dan Edgar di ruang tengah. Beberapa koran berserakan di atas meja. Alexa mengambil duduk di sebelah Elena kemudian bertanya mengenai teriakan Elena tadi, “Ada apa?” “Lihat ini!” Elena memperlihatkan salah satu berita di koran pada Alexa. Perempuan berambut pirang yang duduk di sebelah Alexa ini melebarkan senyumannya. “Ternyata di pusat perbelanjaan Victorious ada satu toko yang menjual berbagai aksesoris wanita dari seluruh dunia. Aku sudah beberapa kali pergi ke pusat perbelanjaan itu tapi aku tidak pernah tahu ada hal seperti itu,” sambungnya dengan raut wajah berubah cemberut. Elena ini sangat fanatik dengan hal berbau fashion, make-up, aksesoris dan hal lainnya yang berhubungan dengan wanita. Alexa menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah sahabatnya, “Elena, aku pikir kamu berteriak tadi k

  • Perjuangan Cinta Kita   BAB 12 | Apology

    Pagi ini, suhu di kota London menunjukkan angka tujuh derajat celcius. Seorang pemuda yang baru saja keluar dari mobilnya, memasukkan kedua tangannya ke dalam saku mantel agar lebih hangat. Sebuah tas hitam tersampir di kedua bahunya yang lebar. Langkah kakinya tiba-tiba berhenti saat melihat mobil yang ia kenali terparkir di basemen apartemen. Mendekati mobil tersebut lalu mengetuk kaca mobil sebelah kiri. “Edgar?” gumam pemuda pemilik mobil yang terduduk di kursi kemudi. Ia menurunkan jendela mobil, menampakkan wajah pada Edgar yang berdiri di luar mobilnya. “Dave, sedang apa kamu di sini?” tanya Edgar pada pemuda seusianya. “Sorry, maksudku, mengapa di sini dan tidak ke unit Alexa?” Edgar mundur beberapa langkah karena Dave akan keluar dari mobil. Mereka kini saling berhadapan, Edgar mengernyitkan dahi melihat air muka Dave yang terlihat kurang tidur. Tidak aneh sebenarnya, ini pasti karena kejadian kemarin. Keadaan Alexa ataupun Dave sama-sama terlihat me

  • Perjuangan Cinta Kita   BAB 11 | At That Time

    FLASHBACK ON Alan tersenyum, “Papa juga bangga padamu, Sayang.” “Sudah dulu ya, Pa, oma memanggilku. Oma ingin aku menemaninya minum teh,” tutur Alexa. “Baiklah, sampaikan salam Papa pada oma. Katakan padanya jangan terlalu banyak menambahkan gula ke dalam teh,” sahut Alan. “Aku akan menyampaikan pesanmu padanya, Tuan Smith,” canda Alexa dengan memanggil nama Alan dengan formal. Alan mengakhiri panggilan teleponnya dengan Alexa. Ia berencana mengunjungi wanita yang telah melahirkannya besok, Alan juga akan mengajak Xania untuk ikut bersamanya. Ibunya, Xania dan Alexa entah mengapa sangat cocok jika disatukan, mereka seperti teman seumuran yang membicarakan banyak hal saat bertemu. Tetapi hal itulah yang membuatnya bahagia. Suasana hangat dan tenang di toko rotinya membuat Alan teringat pada kedua anak yang baru ia temui beberapa saat lalu. Mike dan Mary, mereka berdua tengah melahap roti pemberiannya. Mereka ter

DMCA.com Protection Status